Lea terus dibuat penasaran dengan apa yang Zio lakukan padanya. Perempuan itu sudah seharian ini sering melamun. Jika tidak ada pelanggan, maka Lea akan kembali teringat bagaimana intimnya ciuman mereka tadi malam.Bak anak remaja yang baru mendapatkan first kiss-nya, Lea selalu terbayang bagaimana bibir Zio saat memagutnya. "Malah melamun. Aku atau kamu yang nganterin bunga ke restoran di ujung sana. Mumpung pelanggan sedang tidak banyak. Mukamu suntuk amat. Kenapa? Tidak dapat jatah ya?"Agni ini biarpun masih single tapi mulutnya kalau bicara suka los dol. Apa saja disebut tanpa filter."Jatah apaan?" tanya Lea polos.Agni langsung fokus pada Lea. "Serius kamu gak tahu apa itu jatah. Kalian nyebutnya apa, kawin, nge ...."Lea langsung membekap mulut Agni yang berpotensi membuatnya malu ke ubun-ubun. "Jangan teriak! Bikin malu aja."Agni nyengir lebar setelah Lea melepas bekapan mulutnya. "Sorry, soalnya di wajahmu tulisannya begitu.""Apa itu?""Kurang lama, kurang lama."Digetokl
"Kenapa kamu di sini?""Kamu sudah bisa melihat? Wow, ini keajaiban Lea."Lea mundur ketika tangan Aldo terulur ke arahnya. Aldo, kekasih Rina yang brengseknya amit-amit. Awalnya dia terkejut mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Setelah Lea pastikan ternyata itu suara Aldo.Baru kali ini Lea melihat rupa seorang Aldo. Bolehlah, tampangnya memang cocok untuk jadi playboy cap kadal gurun pasir."Kenapa kamu di sini?" Lea mengulangi pertanyaannya. Heran sekali kenapa dunia begitu sempit. Setelah kemarin Vika dan Rina mendatangi tokonya. Kini dia justru dipertemukan dengan Aldo yang sedang menatapnya penuh minat."Aku di sini? Ini restoranku Lea. Aku pemiliknya, dan aku sungguh tidak percaya ini. Kamu Lea, mantan istrinya Rian. Wah, siapa yang sangka kamu makin cantik sekarang. Vika mah lewat, Rian pasti nyesal habis-habisan sudah lepasin kamu."Sorot mata Aldo makin tidak nyaman Lea rasakan. Apalagi Aldo sesekali menjilat bibirnya sendiri, menjijikkan."Tapi tidak masalah
"Lah malah dia lagi yang muncul."Lea berujar dalam hati melihat sosok Agra turun dari mobil lantas berjalan ke arahnya. Pria itu tampan dengan kemeja hitam yang sudah digulung sampai siku. Apa jam kerja sudah habis. Kenapa pria ini justru berkeliaran jika jam kerja belum selesai.Istri Zio hanya tersenyum karir saat Agra sudah duduk di depannya. Lea harus segera pergi, dia tidak mau dicekik lagi oleh Zio gegara pria berparas rupawan di hadapannya.Agra sendiri entah bagaimana langsung memutuskan untuk menghampiri Lea yang dia lihat sedang melamun sambil menyedot minumannya.Lelaki itu lantas teringat ucapan Vika soal menyuruhnya membuat Lea hancur dan menderita."Lemon tea-nya, Kak." Suara sang penjual membuat fokus Agra pulih. Lelaki itu hanya mengangguk saat menerima pesanannya. Agra lantas kembali memperhatikan Lea yang kali ini tampak acuh padanya. Hebat, perempuan ini memang memiliki paras seperti Nika, tapi sikapnya sama sekali tidak seperti Nika.Nika sudah pasti akan mengaj
"Aku tidak bohong. Aku tidak sengaja bertemu Agra ... aarrghh!Lea terkejut saat Zio benar-benar menghimpit tubuhnya, menekannya ke kaca di belakang mereka. "Apa yang dia katakan?" Zio mencengkeram dagu Lea tapi tidak kuat. Walau begitu efeknya sangat luar biasa bagi Lea. Dia panik, cemas kalau Zio kembali mencekiknya."Dia cuma bilang mau jadi temanku, ta-tapi aku tidak mau. Sumpah Tuan, aku langsung pergi saat itu juga," balas Lea tergagap. Wajah gadis itu memucat saking takutnya.Zio sesaat hanya memandang wajah Lea yang sudut netranya berair saat gadis itu memejamkan mata. Lea pikir nasibkan akan sama seperti malam itu. Namun tebakannya keliru. Tidak ada rasa sakit di leher, tak ada nyeri, yang terasa justru pagutan lembut yang kembali menerpa bibirnya."Open your mouth," pinta Zio.Meski bingung, Lea patuh melakukannya. Hingga netra Lea melebar saat lidah Zio merangsek masuk. Mengabsen tiap sudut rongga mulutnya, menyapu deretan giginya. Juga mengajak lidahnya berbelit.Oh tidak
"Siapa kau berani melarangku?!" Inez menatap nyalang pada Lea yang berdiri agak jauh darinya. Di tangannya ada satu cangkir yang aromanya sangat menggoda hidung Inez."Minum ini, Nyonya. Saya akan membawa wine-nya.""He! Tunggu! Siapa yang memberimu izin. Kau tidak boleh membawanya!"Inez melotot saat Lea langsung menenggak habis wine yang ada di gelas mama Zio."Nyonya, minuman yang buat tenggorokan terbakar ini yang Nyonya suka. Coba ini, saya jamin Nyonya akan lebih menyukainya. Rasanya enak dan efeknya lebih kurang sama."Lea langsung menggelengkan kepalanya yang seketika berputar. Hah! Apa yang baru saja diminumnya. Rasanya pahit dengan rasa panas di tenggorokan. Enak apanya, ini mah racun, racau Lea dalam hati."Memang apa efeknya?" tantang Inez. Dia jelas tidak suka ketika ketenangannya diusik."Teh chamomile akan membuat Anda rilek, lebih mudah untuk tidur," sahut Lea terus mencoba tetap sadar. Oh, kapok dia minum yang namanya wine. Kalau sama-sama punya efek buruk, dia akan
Pagi menjelang dengan sinar mentari baru memunculkan semburat orange di ufuk timur. Zio menggeliat pelan setelah tirai jendela kamarnya otomatis terbuka begitu sensornya menerima aliran cahaya sang surya.Pria itu bangun, sejenak mengumpulkan nyawa yang semalam entah terbang sampai mana, lanjut berdiri. Tubuh kekar itu hanya tertutup celana pendek longgar. Punggung lebar, bahu kokoh, perut sixpack, pemandangan indah di pagi hari.Pria itu sesaat heran, tidak mendapati Lea berada di kamarnya. Biasanya dia selalu jadi yang pertama bangun di kamar itu. "Ke mana biang rusuh itu?" Zio bergumam sambil masuk ke kamar mandi.Dia menyebut Lea rusuh, sebab mabuk karena setengah gelas wine yang Lea minum, juga karena perempuan itu diam-diam memanggilnya dengan sebutan aneh di belakangnya.Lea teler, dalam keadaan setengah sadar saat Zio menginterogasinya soal wine yang dia minum. Lea mengatakan kalau dia nemu di dapur. Ajaibnya Lea sama sekali tidak menyebut Inez. Zio mengulas senyum bagaimana
"Oh ini teh chamomile. Teman sosialita mama rekomen. Katanya enak, ya sudah mama coba. Ternyata benar lo."Nancy menggulung senyum palsunya. Lantas ikut duduk di samping Inez. Di atas meja sudah ada rangkaian bunga cantik dari mawar, peony dan anggrek. Nancy menggeram marah. Sepertinya dia harus mencari cara agar Lea pergi, atau setidaknya semua orang membencinya.Tapi cara apa? Bagaimana? Lihat sekarang! Perempuan itu berjalan ke arah gerbang dengan Arch menggandeng tangannya. Tak berapa lama Zico menyusul menggunakan motor."Ma, mereka pasti mau jajan. Perempuan itu jelas meracuni Arch," adu Nancy berharap Inez akan marah lagi seperti kemarin."Biarkanlah. Mama sudah menerima pemberitahuan dari pengurus komplek kalau makanan yang dijual di area komplek ini sudah terjamin kebersihan dan kehalalannya. Juga bahan-bahannya berkualitas tinggi, tidak pakai pewarna dan pemanis buatan. Lagi pula mending Arch makan jajanan ndeso dari pada junk food."Nancy kehabisan kata untuk menyanggah kal
Perkataan Zico yang tak cuma sekali dua itu terus terngiang di telinga Lea. Kini, perempuan itu sudah selesai memandikan Arch, juga menyiapkan sarapan sang bocah secara rahasia. Zico sendiri sudah kembali ke kamar, setelah menyantap berbagai jajanan yang ditata Lea di atas piring.Dia letakkan makanan itu di atas meja pantry. Dia juga mempersilakan siapapun yang mau untuk memakannya. Sungguh satu sikap yang langsung memikat para maid dan ART yang bekerja di sana. Agaknya semua hal perlu timing yang tepat. Seperti kalimat Zico yang meminta Lea menjaga kamarnya yang katanya satu tempat yang sangat privasi. Sepertinya kali ini waktunya tepat, sebab orang model Lea perlu sedikit pemicu untuk sebuah aksi. Saat Lea masuk ke kamarnya dia melihat Nancy yang sedang membongkar isi tasnya. Entah apa yang dia cari.Namun yang jelas ada selembar kertas yang sedang Nancy pegang. Lea langsung emosi dibuatnya, pasalnya dia tahu benar kalau itu adalah foto terakhir dia bersama orang tuanya.Sepele b
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa