Lea sempat terkejut mendengar ucapan pria yang tak lain adalah Rian. Bukannya hari itu lelaki tersebut yang bersikukuh ingin berpisah dengannya. Kenapa sekarang Rian mengubah keputusannya?
Apa ada rencana lain yang sedang Rian jalankan. Apa ayah mertuanya tidak jadi mewariskan rumah sakit miliknya jika Rian bercerai dengannya. Sebab alasan itulah yang dipakai papa Rian untuk memaksa sang putra menikahi Lea waktu itu selain untuk menebus kesalahannya. Rian tentu tak punya pilihan lain selain menurut, atau rumah sakit itu akan dikelola yayasan. Sudah pasti Rian tidak mau itu terjadi. Namun Lea sudah muak dengan semua yang dia dapatkan dua tahun ini. Cukup sudah, hatinya telah mati rasa. Suami yang tidak pernah menghargainya, teman yang hanya menusuknya dari belakang. Keluarga yang sama sekali acuh padanya. Tidak! Lea tidak mau kembali ke sama. Karena itu jawaban Lea berikutnya membuat Rian terkejut. Rian pikir Lea tipe yang mudah dibujuk, dibaik-baikin sedikit langsung luluh hatinya. "Tidak mau! Aku tetap ingin berpisah denganmu." "Kenapa? Aku minta maaf sudah berlaku buruk padamu. Aku minta maaf, aku menyesal," rayu Rian. Lelaki itu bahkan memberanikan diri menyentuh tangan Lea. Hal yang tidak pernah Rian lakukan selama ini. Bagaimana Lea tidak sakit hati, dia istrinya tapi Rian sama sekali tidak peduli padanya, lelaki itu bahkan bisa bersikap manis dengan wanita lain, tapi tidak padanya. Cukup sekali Lea mengalami, dia tidak mau mengulanginya. Lea mengulas senyum seraya menepis pelan tangan Rian. "Semua sudah terlambat, Mas. Semua sudah selesai." "Tidak Lea! Jangan begini. Aku akan menebus dosaku. Aku akan perbaiki kesalahanku. Kita bisa mulai lagi dari awal," mohon Rian. Namun Lea mengangkat tangan, tidak ingin mendengar apapun lagi dari Rian. Saat itulah, pintu ruangan terbuka dengan bola mata Rian memicing melihat Zio keluar dari dalam ruangan tersebut. "Jangan memaksa jika dia bilang tidak mau," celetuk Zio yang membuat Rian terkejut. Bagaimana pria ini tahu masalah rumah tangganya. Apa benar kata sang mama kalau Lea diam-diam ada main di belakangnya. Dan pria ini adalah orangnya. "Siapa kau? Jangan berani ikut campur urusan kami!" Kata Rian dengan manik mata menatap Zio tajam. "Aku bukan siapa-siapa. Cuma karena kalian berdebat di depan kamarku, jadi aku bisa mendengarnya." Zio tak mau kalah dengan Rian. "Dia istri saya ...." "Mantan!" tegas Zio dengan aura dominasi begitu kuat. "Siapa dia?" Rian bertanya pada Lea kali ini. "Dia bukan siapa-siapa. Tidak ada hubungannya dengan masalah kita," balas Lea yang membuat Zio menarik sedikit sudut bibirnya. Perempuan buta di belakang Zio kembali menarik perhatiannya. "Kalau begitu, ikut denganku. Kita pulang." "Ke mana?" tanya Lea miris. "Rumah kita." "Aku tidak punya rumah!" tegas Lea. Hening menyapa ketiganya. Kalimat Lea sudah cukup melukiskan bagaimana pedih hidup yang perempuan itu jalani. Sampai dia tidak punya tempat yang pantas ia sebut rumah. "Lea aku mohon, beri aku kesempatan. Kita perbaiki semua. Aku menyesal sudah melakukan hal buruk padamu." Lea mundur ketika Rian mendekat. Zio sendiri hanya diam menyaksikan. Tidak bergerak jika Rian tidak berbuat kasar pada Lea. "Pergilah, Mas. Hubungan di antara kita sudah berakhir, dan itu juga keinginan Mas sendiri. Jadi tidak perlu memohon, saya bukan orang yang akan mempersulit keadaan. Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu." Lea memantapkan hati. Dia sudah bertekad untuk lepas dari Rian. Namun lelaki itu sepertinya belum mau menyerah. "Aku akan datang lagi Lea, aku akan membuatmu kembali padaku," ucap Rian pada akhirnya. Dia akan mencari cara untuk meluluhkan hati Lea. Pria itu bertekad akan mendapatkan Lea lagi. Lea bisa merasakan Rian pergi menjauh. Saat itulah Lea bicara lagi. "Tuan, bolehkan saya bertemu nyonya?" Tanyanya pada Zio yang dia yakin masih berada di sana. Tidak ada jawaban hanya terdengar suara pintu yang dibuka. Hingga di sinilah Lea berada. Sebuah kamar perawatan kelas wahid dengan Nika duduk di sofa seolah menunggunya. "Ya, Lea. Ada apa?" Suara lembut Nika sempat membuat Lea ragu, tapi tekadnya sudah bulat. Dia tidak mau Rian terus mengejarnya. Dia tidak mau kembali lagi pada pria itu. Dan perempuan di depannya menawarkan solusi untuk masalahnya. "Apa penawaran Nyonya masih berlaku? Saya bersedia melakukannya." Senyum Nika mengembang berbanding terbalik dengan Zio yang langsung mengetatkan rahang. Tidak pernah menyangka kalau Lea akan mengambil keputusan ini. "Tentu saja. Aku hanya menawarkan kesempatan ini padamu. Kesepakatan kita tidak berlaku pada wanita lain. Kalau begitu mari siapkan semua." Saat Nika sibuk menghubungi beberapa orang yang berkompeten dengan hal yang ingin dia lakukan. Zio diam-diam mendekati Lea. "Aku tidak pernah menyangka di balik wajah polosmu. Kau ternyata licik juga." "Saya hanya sedang menolong Nyonya." Lea menolak disebut licik. Sebab yang dia lakukan ditawarkan seseorang padanya, bukan sengaja dia ingin melakukannya. "Tapi aku merasa sebaliknya. Kau sama saja dengan mereka. Kau tahu aku mulai memupuk benci padamu." "Silakan. Itu urusan Tuan, bukan urusan saya." Zio mengepalkan tangan, perempuan buta di depannya ternyata tak mudah di gertak. "Kau tahu, dengan kondisi ini kau lebih banyak diuntungkan," kata Zio lagi. "Saya pikir Nyonya sudah memperhitungkannya," balas Lea tenang. Sial! Dia bisa menjawab lagi. "Semua sepadan Tuan, Nyonya mendapatkan keuntungan dari saya, sementara saya dengan sengaja melemparkan diri ke dalam neraka pernikahan. Bukan begitu?" Senyum tipis terukir di bibir Lea. "Kau benar, kita lihat saja nanti. Siapa yang akan bertahan, kau atau aku."Rian menghela napas saat mendapati Vika sudah menyambutnya di rumah, saat dia pulang setelah dinasnya selesai. "Sayang, mau kusiapkan air mandi?" tanya perempuan yang memakai dres rumahan lumayan menggoda. Baru Rian sadari kalau Vika memang sengaja melakukan semua, untuk menjauhkannya dari Lea. Vika akan ada di antara dia dan Lea, selalu mencuri waktu agar dirinya dan Lea tak punya kesempatan untuk sekedar mendekatkan diri."Aku akan mandi sendiri di kamarku." Jawaban Rian membuat Vika terkejut. Rian tak pernah menolak tiap kali Vika menawarkan diri untuk melayani lelaki itu. Tingkah Vika sepertinya akan makin menjadi, mengingat Lea sudah berhasil dia singkirkan dan statusnya adalah tunangan Rian.Namun kali ini dia dibuat terkejut saat Rian terlihat acuh padanya. Apa yang terjadi? Batin Vika. Terlebih mama Rian kemarin bercerita kalau Rian langsung mencari Lea waktu baru pulang dari tugas keluar kota."Sudah jadi mantan pun, masih sok-sok an cari perhatian. Lihat saja, tidak akan
Lea hanya bisa terdiam mendengar beberapa orang bicara di sekitarnya. Dia tidak tahu bagaimana ekspresi orang-orang itu, satu yang jelas mereka dilanda panik."Kondisinya sangat baik, bisa menjalani operasi kapan saja. Tapi untuk pernikahan, kita tidak bisa melakukannya sekarang. Nona Lea baru saja bercerai, kita masih harus menunggu.""Tapi keinginan Nyonya Annika sebelum koma adalah ...."Koma? Nyonya itu koma? Lea hanya bisa mencengkeram tongkat penyelidiknya erat saat telinganya dengan jelas mendengar seseorang menyebut Nika koma."Semua keputusan ada di tangan Anda, Tuan Alkanders," kata satu suara lain.Saat itu Lea tidak tahu kalau Zio sedang menatap tajam ke arahnya. Hatinya perih, sedih. Namun dia terlanjur berjanji pada Nika untuk memenuhi permintaan sang istri. Tidak peduli bagaimana, Nika ingin semua berjalan seperti keinginannya, andai hal paling buruk terjadi."Lakukan untukku dan masa depanmu, kamu tidak akan menyesal sudah mengambil keputusan ini." Kalimat yang diuca
Suara langkah kaki mendekat, membuat semua orang berhenti bicara."Oh, maaf jika saya mengganggu acara kalian." Suara itu terdengar lembut tapi tegas. Setelahnya perempuan tersebut menjauh dari ruangan tadi. Tahu kalau kehadirannya sama sekali tidak diharapkan. Di belakangnya derap langkah lain mengikuti."Kamu tahu kan acara hari ini apa? Kamu sengaja ingin mengacaukannya?"Lea, nama perempuan tadi berbalik arah saat tangannya di cekal. Dia tampak memandang pria yang berdiri di depannya, padahal sejatinya dia tidak bisa melihat."Aku pulang apa itu salah, Mas Rian?" "Sudah bilang kalau aku akan menikah dengan Vika.""Kalau begitu ceraikan aku, Mas! Agar aku bisa pergi dari sini!""Aku akan melakukannya jika ayah mengizinkannya!""Sayang, kamu ngapain?" Suara lain terdengar. Lea dengan segera menepis cekalan tangan suaminya. Perempuan itu menjauh pergi, langkahnya tenang meski dia tidak bisa melihat. Wanita barusan, Lea membencinya. Dia musuh dalam selimut yang baru dia sadari belak
Azalea Graziela, nama wanita itu, langkahnya begitu tenang saat memasuki sebuah kafe tak jauh dari tokonya. Tak ada raut malu saat dia harus menggunakan tongkat penyelidik untuk membantunya menemukan jalan.Kecelakaan dua tahun lalu membuat Lea total kehilangan penglihatannya. Toko bunga yang dia bangun bersama sang ayah hancur karena sebuah mobil menabraknya. Ayahnya meninggal saat itu juga, sementara dirinya mengalami kebutaan setelah kornea mata miliknya dihujani pecahan kaca, saat dia terlambat memejamkan mata. Karena peristiwa itulah Rian terpaksa menikahinya, untuk menebus kesalahannya. Tak berapa Lea sudah duduk di depan seorang wanita yang parasnya masih menyisakan kecantikan meski pias mendominasi."Halo, Lea," sapa perempuan itu lebih dulu."Halo, Nyonya. Maaf menunggu lama," balas Lea sambil tersenyum. "Tawaranku masih berlaku, apa kamu berubah pikiran?""Kenapa Nyonya mau saya melakukannya? Saya tidak kenal Nyonya, selain sebagai pelanggan toko bunga saya."Kemarin Lea
Tubuh Lea terasa panas, tapi juga dingin di waktu bersamaan. Perempuan itu mengigau, memanggil bapak sepanjang pagi. Hari telah berganti warna, tapi rasanya tetap gelap untuk dunia Lea."Suhu tubuhnya terus naik. Kita perlu membawanya ke rumah sakit."Sayup terdengar suara menembus rungu Lea yang setengah sadar. "Tidak mau ke rumah sakit," lirihnya menarik perhatian sosok yang sejak tadi bicara."Tidak bisa, kamu harus sembuh. Fisikmu harus kuat." Kalimat lembut terdengar lagi, Lea mengenali pemilik suara tadi."Nyonya, Lea tidak mau sembuh, Lea mau ikut bapak sama ibu saja."Perempuan itu beralih memandang seorang pria yang sejak tadi hanya diam tanpa bicara. Lelaki dengan aura dominasi dan paras tampan tapi dingin tergambar jelas di wajahnya."Jangan begitu Zio, kamu tidak kasihan padanya.""Kasihan?" kutip pria bernama Zio."Kamu lebih dari kasihan padanya. Kalau tidak, mana mungkin kamu membawanya pulang saat bertemu di jalan," goda si perempuan.Zio memalingkan wajah, tidak mau
Perkataan ibu Rian terngiang sepanjang hari. Pria itu tak henti berpikir. Perjalanan dinas kemarin membuka lebar mata seorang Rian tentang Lea, istri buta yang tak pernah dia anggap."Istrimu sangat baik, dia mendonorkan darahnya untuk ayahmu saat semua orang tidak ada yang mau. Bahkan adikmu yang nota bene sangat sehat. Pokoknya kalau aku jadi kamu, aku tidak akan menyia-nyiakan perempuan baik seperti dia."Rian tahu kalau Lea berusaha memenuhi kewajibannya sebagai istri. Dia hanya baru tahu kalau yang tersaji untuknya saat sarapan adalah hasil racikan tangan Lea sendiri, terutama kopi, bahkan pakaian pun wanita itu sediakan. Meski buta tapi Lea mampu melakukan banyak hal layaknya orang normal. Kecuali untuk pemilihan warna. Tadi dia baru mengetahui kalau pakaian di lemarinya disusun berdasarkan warna. Meski terkesan asal, tapi Rian menyukai semua yang Lea lakukan untuknya."Jadi selama ini Lea yang sudah mengurus hidupku, aku pikir Vika yang melakukannya," gumam Rian.Ditambah peng