Rian menghela napas saat mendapati Vika sudah menyambutnya di rumah, saat dia pulang setelah dinasnya selesai.
"Sayang, mau kusiapkan air mandi?" tanya perempuan yang memakai dres rumahan lumayan menggoda. Baru Rian sadari kalau Vika memang sengaja melakukan semua, untuk menjauhkannya dari Lea. Vika akan ada di antara dia dan Lea, selalu mencuri waktu agar dirinya dan Lea tak punya kesempatan untuk sekedar mendekatkan diri. "Aku akan mandi sendiri di kamarku." Jawaban Rian membuat Vika terkejut. Rian tak pernah menolak tiap kali Vika menawarkan diri untuk melayani lelaki itu. Tingkah Vika sepertinya akan makin menjadi, mengingat Lea sudah berhasil dia singkirkan dan statusnya adalah tunangan Rian. Namun kali ini dia dibuat terkejut saat Rian terlihat acuh padanya. Apa yang terjadi? Batin Vika. Terlebih mama Rian kemarin bercerita kalau Rian langsung mencari Lea waktu baru pulang dari tugas keluar kota. "Sudah jadi mantan pun, masih sok-sok an cari perhatian. Lihat saja, tidak akan kubiarkan Rian memperhatikanmu. Sama seperti yang sudah-sudah," kata Vika dengan kaki melangkah naik ke kamar Rian. Saat dia baru masuk, dia mendapati Rian sedang bicara dengan seseorang melalui sambungan ponsel. "Aku ingin tahu di mana Lea tinggal sekarang," ujar Rian. Rian tidak tahu ada Vika yang mendengarkan. "Baik akan kutunggu, kirimkan saja alamatnya. Dan satu lagi, aku ingin kamu siapkan satu buket mawar besok," lanjut Rian memberi perintah. Dua tangan Vika mengepal mengetahui Rian justru kepo dengan mantan istrinya. Tidak! Dia tidak boleh kalah, sekarang statusnya lebih tinggi dari Lea yang cuma seorang janda. Hati Vika makin mendidih mendengar kalimat Rian selanjutnya. "Lihat saja Lea, aku akan menebus semua kesalahanku. Kita akan memulai semua dari awal lagi." Hari berganti dengan Lea sudah berganti pakaian, pagi ini dia akan bertemu Nika, ada beberapa hal yang harus keduanya bicarakan. Yang Lea tahu, dia mesti menikah dengan Zio, lelaki yang rupa saja dia tidak tahu. Ah tidak! Baik Rian maupun Zio keduanya tidak ada yang dia ketahui bagaimana paras wajah masing-masing. Kehilangan penglihatan membuat Lea tidak tahu apa-apa. Lea cuma mengandalkan insting untuk menilai karakter orang-orang di sekitarnya. Hanya dari suara, Lea bisa menyimpulkan kepribadian seseorang. Seperti Zio misalnya, pria itu jelas pemarah dengan tipikal emosi yang meledak kapan saja, walau sangat tenang di permukaan. Beda dengan mantan suami Lea yang ia nilai plin plan. Kemarin A sekarang B. Bicara soal Rian, Lea pun tidak pernah menyangka kalau orang yang bakal dia temui pertama kali pagi ini adalah sang mantan suami. Lea baru saja menutup pintu, menguncinya lalu mengarahkan tongkat penunjuk jalan ke depan, saat suara Rian terdengar menyapanya. "Pagi, Lea. Untukmu." Lea terdiam, mengetahui ada bunga mawar di sodorkan padanya. Dari aromanya, Lea sudah tahu kalau itu mawar merah. Bagi hidung Lea yang sensitif, tiap warna bunga akan memberinya kesan berbeda. Hingga wanita itu bisa tahu jenisnya. "Aku tidak mau terima apapun darimu. Pergilah," tolak Lea. Lea bergeming, dia tahu Rian tak bergerak sama sekali dari tempatnya. Mungkin terkejut mendapati Lea yang ternyata bisa sangat keras kepala. "Lea, ini sebagai wujud permintaan maafku. Aku tahu aku salah." "Kamu sudah mengulanginya sejak kemarin. Tapi keputusanku tidak berubah. Kamu yang ingin kita berpisah, aku hanya menuruti kemauanmu." "Lea aku mengambil keputusan salah, bisakah aku memperbaikinya." Lea memandang lurus ke depan, tepat di mana Rian berada. "Kenapa tidak dari dulu kamu melakukannya? Kenapa harus menunggu sampai aku menderita. Bukan aku yang memaksa agar kamu menikahiku, ingat itu." Hening sejenak ketika hati Rian sadar betapa dalam luka yang sudah dia torehkan pada perempuan yang untuk pertama kali menunjukkan tangis di hadapannya. "Sudahi saja semua. Aku tidak mau berhubungan denganmu lagi. Jauhi aku," pinta Lea dengan tegas. Hati Rian teriris sembilu, sama seperti kalbu Lea yang sudah berulang kali terluka. Kali ini dia tidak mau terluka lagi. Ada kesempatan untuk pergi, maka dia tidak akan menyia-nyiakannya. "Tidak adakah maaf untukku?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Rian. Lisan yang selama ini lebih banyak dia gunakan untuk memaki Lea karena kesalahan yang sama sekali tidak pernah dia buat. Kesilapan yang sebagian besar direkayasa oleh Vika agar Rian membenci Lea. Lea memang beberapa kali melawan tapi ending-nya tetap dia yang kalah. "Lea, beri aku kesempatan untuk menebus semua kesalahanku. Maafkan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Tidak ada jawaban, Lea sengaja bungkam karena dia tidak mau memberi peluang Rian untuk masuk kembali dalam hidupnya. Semua sudah cukup. Kala Rian sedang terpuruk sebab pintu maaf dari Lea bakal sulit dia gapai. Sebuah mobil berhenti tepat di depan Rian dan Lea. Pintunya terbuka dari dalam, menampilkan pria yang seketika membuat Rian emosi. "Ayo pergi, dia sudah menunggu." Kalimat serupa perintah membuat Lea berjalan pelan ke arah sumber suara. Namun Rian yang belum terima karena tidak diberi maaf mencekal tangan Lea. "Jadi ini alasannya kenapa kamu kekeuh tidak mau kembali padaku. Yang dikatakan mama benar. Kau selingkuh di belakangku." Lea menepis cekalan tangan Rian. Hatinya kembali menangis tatkala Rian melontarkan tuduhan yang membuatnya jadi terlihat murahan. "Terserah apa yang kamu pikirkan. Nilai saja aku semau kamu. Aku jelaskan pun, kamu tidak akan pernah mendengarku. Seperti biasanya." Deg! Seperti biasanya? Seburuk itukah perlakuannya pada Lea. "Lea, aku ...." "Ayo pergi!" Zio memberi perintah begitu Lea masuk ke dalam mobil. Rian menatap kosong ke arah mobil yang membawa pergi Lea. Benarkah Lea sudah berselingkuh darinya? Pernikahan macam apa yang sudah dia jalani selama dua tahun ini. Kenapa dia tidak tahu apa-apa soal Lea, mantan istrinya. Di dalam mobil tidak ada yang bersuara sama sekali. Baik Zio maupun Lea sama-sama bungkam. Sampai dering ponsel pria itu memecah kesunyian. Zio tidak bicara hanya mendengarkan seseorang dari seberang sana memberi laporan. Andai Lea bisa melihat, dia akan mendapati wajah dingin Zio berubah panik dengan tingkat kecemasan mendekati tahap tidak terkendali. "Semua akan diselesaikan hari ini. Operasimu juga pernikahan kita."Lea hanya bisa terdiam mendengar beberapa orang bicara di sekitarnya. Dia tidak tahu bagaimana ekspresi orang-orang itu, satu yang jelas mereka dilanda panik."Kondisinya sangat baik, bisa menjalani operasi kapan saja. Tapi untuk pernikahan, kita tidak bisa melakukannya sekarang. Nona Lea baru saja bercerai, kita masih harus menunggu.""Tapi keinginan Nyonya Annika sebelum koma adalah ...."Koma? Nyonya itu koma? Lea hanya bisa mencengkeram tongkat penyelidiknya erat saat telinganya dengan jelas mendengar seseorang menyebut Nika koma."Semua keputusan ada di tangan Anda, Tuan Alkanders," kata satu suara lain.Saat itu Lea tidak tahu kalau Zio sedang menatap tajam ke arahnya. Hatinya perih, sedih. Namun dia terlanjur berjanji pada Nika untuk memenuhi permintaan sang istri. Tidak peduli bagaimana, Nika ingin semua berjalan seperti keinginannya, andai hal paling buruk terjadi."Lakukan untukku dan masa depanmu, kamu tidak akan menyesal sudah mengambil keputusan ini." Kalimat yang diuca
Tidak ada yang bicara selama perjalanan pulang. Lea hanya diam, pun dengan Zio. Pria itu yang membuatnya gagal naik taksi. Walau insiden tak menyenangkan sempat terjadi, ketika Rian protes saat Zio akan mengantar Lea pulang.Dua pria itu sempat berdebat, Rian lebih banyak mengoceh dibanding Zio yang lebih tenang. Rian masih sibuk bicara waktu Lea dengan santai meninggalkan dua pria yang sontak terkejut. Tidak menyangka kalau Lea akan mengabaikan mereka.Dasar si tukang paksa. Tanpa banyak kata, Zio menarik tangan Lea lantas memasukkannya ke dalam mobil, untuk kemudian melaju pergi dari tempat itu. Meninggalkan Rian yang hanya bisa mengepalkan tangan, dia kalah lagi dari Zio."Akan ada yang menjagamu dari luar."Hanya itu yang Zio katakan sebelum Lea keluar dari mobil. Lea hanya mengangguk, sungguh perempuan yang tidak banyak protes, tapi Lea punya potensi untuk memberontak yang sangat kentara. Lea berjalan masuk ke dalam rumah, mengunci pintu. Langsung menuju ke kamarnya. Seorang ART
Hujan turun rintik-rintik ketika kaki Lea menginjak lantai rumah sakit. Dibimbing Erna, Lea menuju ruangan tempat Nika dirawat. Jantung perempuan itu berdentam tidak karuan. Semua bayangan buruk memenuhi kepalanya.Begitu sampai di ruangan Nika, Lea membeku mendengar keributan yang terjadi. Berbagai suara yang membuat Lea menyimpulkan betapa kacaunya keadaan saat itu. Tak ada yang bicara pada Lea, hanya ada Erna yang terus menggenggam tangan Lea saat keduanya duduk di sofa. "Mbak, apa yang terjadi?"Erna tak menjawab, sebab perempuan itu sedang melihat tuannya yang tampak hancur sementara dokter sejak tadi keluar masuk ke tempat Nika dirawat. "I-itu. Nyonya ...."Lea bisa mendengar getar kepanikan dari suara Erna. Lea menyimpulkan kalau keadaan sedang tidak baik-baik saja. Haruskah Lea ada di sana? Dia adalah orang luar, tidak sepatutnya berada di sana."Mbak, kenapa kita tidak pulang saja?" tanya Lea ketika hatinya berujar hal buruk bisa saja terjadi."Tuan mau Non ada di sini.""
"Kenapa kamu tidak bilang?" Seorang perempuan dengan wajah cantik, badan tinggi semampai mendekati Zio. Tanpa ragu langsung memeluk tubuh tinggi besar Zio. Han, sang aspri menyingkir, bagaimanapun perempuan itu statusnya lumayan dekat dengan Zio dan Nika. "Dia pergi, Nancy. Dia tinggalkan aku." Kata Zio. Pria itu tampak rapuh. Nancy sendiri hanya bisa menepuk pelan punggung Zio, tanpa banyak bicara. Di depan sana peti mati Nika sudah selesai dipersiapkan. Bahkan acara pemakaman hampir dimulai. "Mama sedang ke sini. Archie dan Zico juga," info Nancy. Mendengar tiga orang itu akan datang, Han lekas pergi ke depan untuk menyambut. "Kamu tidak boleh sedih di depan Archie. Dia sudah kehilangan mamanya, jangan biarkan dia kehilangan senyum kamu juga," Nancy menguatkan Zio. Zio mengusap cepat air matanya, lantas menarik napas dalam. Benar, Archie memerlukan dirinya. Dia tidak boleh terlihat sedih di mata bocah lima tahun itu. Tak berapa lama, suara Archie berceloteh terdengar
Rian meremas kuat rambutnya. Frustrasi melanda pria itu. Bagaimana dia tidak stres? Di rumah dia ditempeli Vika. Di rumah sakit dia sibuk dengan urusan pasien ditambah keberadaan Lea yang belum dia ketahui di mana rimbanya. Mantan suami Lea kehilangan jejak wanita itu sejak seminggu terakhir. "Di mana dia sekarang. Rumahnya kosong. Di rumah sakit juga tidak ada," gumam Rian.Otaknya terus berpikir, ke mana kira-kira Lea pergi. Perempuan itu sebatang kara, setahu Rian, Lea tidak punya saudara. Lantas ada di mana Lea sekarang.Dalam kerumitan pikiran yang tengah di rasa, Rian kedatangan tamu, seorang teman yang hari itu bercerita soal kebaikan Lea."Aku baru dengar dari Vika, kau bercerai dengan Lea?"Rian mengangguk dengan sang teman mendesah penuh sesal. "Kau akan menyesal sudah melepasnya," kata sahabat Rian.Rian tak pernah tahu kalau temannya itu tahu kalau Lea sedang berada dalam masa pemulihan paska operasi penggantian kornea mata. Satu prosedur di mana Lea berkesempatan bisa me
"Kamu kenapa, Zio?"Nancy yang baru keluar kamar Archie langsung mengejar Zio yang wajahnya tampak memar. Ada lebam di pipi pria tersebut. "Tidak apa-apa," balas Zio singkat."Tapi ini harus segera dikompres. Ingat besok kamu ada meeting dengan dewan direksi. Kamu tidak mungkin muncul dengan wajah babak belur begini."Sangat masuk akal. Zio mendesah ketika Nancy keluar kamar. Tak berapa lama kembali dengan kain dan es batu dalam wadah."Aku bisa sendiri. Pergilah.""Biar aku saja."Nancy mulai mengompres memar Zio dengan es batu dibalut kain. Pria itu hanya diam, macam patung. Tatapannya kosong. Dia seolah tidak melihat bagaimana Nancy berusaha menarik perhatiannya.Wanita itu sengaja memakai pakaian dengan belahan dada rendah. Hingga sebagian dada sekal Nancy tampak menyembul. Tanpa Zio sadari sentuhan Nancy mulai berubah seduktif, perempuan itu sedang mencoba membangkitkan gairah Zio.Bahkan tiba-tiba saja Nancy sudah mencium bibir seksi Zio. Melumatnya penuh hasrat, sampai pria i
"Kau benar-benar merepotkan."Zio memarahi sang adik yang kali ini kembali terlibat tawuran dengan sekolah sebelah. Zio sungguh pusing memikirkan bagaimana mengendalikan Zico."Akan kubekukan black card-mu jika kau masih membuat ulah," ancam Zio."Bekukan saja. Atau mau kau ambil sekalian, ini aku kembalikan," Zico menyerahkan kartu berwarna hitam dengan list warna emas di tepian kartu. Nama Zico tercetak timbul sebagai pemegang kartu dengan tinta warna silver.Zio menoleh pada sang adik, pria itu kehabisan akal untuk mengatasi kenakalan Zico. Pada akhirnya, Zio tidak berkata apa-apa lagi. Dia meninggalkan Zio yang langsung memberi hormat sambil melebarkan senyum.Zio kembali ke kantor, menyelesaikan pekerjaannya. Sampai hari menjelang sore tanpa dia sadari.Saat itulah Zio baru ingat kalau dia berencana membawa Lea ke rumah. Pria itu langsung menghubungi Han yang dia pikir sudah mengirim Lea ke rumah utama."Han, apa dia sudah pulang?"Han mengerutkan dahi di seberang. "Aku pikir dia
Lea memicingkan mata dengan telinga menajam. Kebiasaan saat dia mengindentifikasi orang baru yang dia temui, saat dulu dia masih tuna netra. Samar, tapi Lea bisa memperkirakan rupa perempuan yang berdiri di depannya. Suara perempuan dengan pakaian berupa dres rumahan tapi terhitung ketat. Inikah yang umum dikenakan wanita masa kini. Mengingat dua tahun belakangan ini, Lea buta sebuta-butanya soal dunia fashion. Walau sebelumnya dia juga tidak terlalu memperhatikan dunia glamor itu."Malah diam, aku tanya siapa kau?! Beraninya masuk ke kamar Zio?" tanya suara itu lagi. Jelas sarat rasa tidak suka."Saya Lea, maaf jika saya lancang. Tapi saya di sini atas keinginan tuan Zio.""Siapa kau berani menyebut nama Zio. Dia itu bukan pria sembarangan. Tidak semua orang mampu bertemu dengannya."Lea akui itu. Zio bukan pria biasa yang dapat disentuh, tapi dia bisa apa kalau dirinya sudah terlanjur nyemplung dalam kehidupan Zio."Malah diam, aku tanya kau siapa?""Dia istriku, Nancy."Jawaban te
Erna memegang pipinya yang terasa panas. Dipandangnya Nika yang wajahnya memerah penuh emosi. Erna tahu benar kalau Nika marah besar padanya.Dia sepenuhnya sadar akibat dari perbuatannya akan membuat Nika murka. Tapi Erna tidak mau Nika kembali melakukan kesalahan."Aku melakukannya karena aku peduli padamu, Nika. Aku tidak mau kamu menyakiti orang lain lagi. Cukup Nika! Cukup! Kita pulang saja ya?"Dari luapan emosi, kalimat Erna berubah jadi bujukan. Seperti yang dia katakan di hadapan Zio dan yang lainnya. Seburuk apapun perilaku Nika, dia tetap tak bisa mengabaikan perempuan itu.Erna tetap peduli, walau Nika kerap kali tidak memandang kebaikannya. Sebaik itu hati Erna. Gadis itu hanya ingin membalas kebaikan hati Nika yang pernah menyelamatkan keluarganya dulu.Ayahnya perlu biaya operasi waktu kecelakaan, Nika membantunya. Lalu adiknya ingin kuliah, Nika juga ringan tangan menolongnya.Sudah dikatakan jika berhubungan dengan balas budi, bakal runyam urusannya."Tidak akan! Aku
Derap langkah terdengar rusuh ketika Lea menoleh. Netranya berkaca-kaca melihat Zio berlari ke arahnya, lantas memeluknya. Ada hangat, lega, juga aman saat Zio merengkuh tubuh Lea dalam pelukannya."Maafkan aku." Kalimat itu yang Zio ucapkan begitu dia menemukan suaranya.Lea menggeleng dalam dekapan sang suami. Dia sendiri sudah menitikkan air mata sejak Zio memeluknya. "Apa kamu baik-baik saja?" Zio memeriksa keadaan Lea begitu dia menjauhkan diri dari Lea."Aku baik-baik saja. Jangan cemas. Kamu harus berterima kasih pada mereka. Mereka sudah menjagaku semalaman."Dua petugas mengangguk saat Zio sungguh mengucapkan terima kasih dengan tulus. "Kamu juga harus berterima kasih pada dia."Lea menggeser duduknya. Hingga sosok yang duduk di pojokan sambil menundukkan wajah terlihat."Erna?!" Terkejut Zio dibuatnya.Bagaimana bisa Erna tiba-tiba muncul setelah menghilang sekian lama."Maafkan saya, Tuan. Maaf, Bu." Kata Erna dengan mata memerah."Mbak Erna gak salah. Terima kasih sudah
Dita melotot penuh ketakutan sekaligus syok. Zio, pria itu duduk di hadapannya dengan wajah dingin yang membuat Dita gemetaran sebadan-badan.Perempuan itu menyadari kalau ucapan Nika sama sekali tidak bisa dia percaya. Nika mengatakan kalau Zio tidak akan tahu jika dialah yang melaporkan Lea ke polisi.Ternyata Dita kini sudah dibuat takut tak terkira hanya dengan tatapan suami Lea."Lepaskan aku! Kenapa aku dibawa ke sini? Apa salahku?!" Dita meski ketakutan nyatanya masih berani melawan."Salahmu? Salahmu karena sudah mengusik istriku! Kau akan menerima balasannya, berani sekali kau membantu dia.""Saya hanya membantunya mendapatkan apa yang seharusnya jadi miliknya," aku Dita terang-terangan."Mengaku rupanya. Kau sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, jadi sebaiknya kau diam saja!" Hardik Zio.Nyali Dita menciut seketika. Dia seharusnya tahu kalau Zio bukan lawan yang bisa dia hadapi. Bahkan kalau Dita punya kuasa, dia tidak akan menang melawan Zio."Lea mencuri tempatnya, apa
Malam terasa panjang untuk Lea dan Zio. Keduanya sama-sama tak bisa memejamkan mata sepanjang malam. Lea hanya bersandar di dinding yang terasa dingin untuknya.Pun dengan Zio yang terjaga selama posisi matahari digantikan bulan. Setelah enam bulan terpisah, baru kali keduanya tidak melalui malam bersama-sama.Rasanya tentu beda, baik Zio dan Lea merasa ada yang hilang dari sisi masing-masing.Zio baru saja ditinggal Zico, yang langsung menuju kantor polisi begitu tahu masalah yang membelit kakak iparnya. Pemuda baru gede itu dengan menggebu-gebu ingin memberi pelajaran pada Munaroh, tapi Zio mencegahnya."Jika kau ingin membantu, pulang sana temani Arch tidur. Sari bilang tadi dia tantrum tidak melihat mamanya. Kamu tahu sendiri kalau dia tantrum kayak apa.""Kenapa gak suruh bapaknya aja.""Kalau Arch mau mah, aku sudah suruh Miguel bawa dia. Biar sekalian mereka makin dekat."Tanpa diduga, Zico tak banyak protes langsung pamit pulang. Zio sempat dibuat tidak percaya, meski detik s
Tawa terdengar menggelegar di kamar Nika. Perempuan itu terlihat sangat puas. Dia baru kembali dari kantor Dreamcatcher, senang sekali melihat Lea digelandang ke kantor polisi.Sayangnya, niatnya yang ingin sedikit bermain-main dengan Lea gagal total saat Zio terus berada di samping sang wanita. Satu kejadian yang membuat kebahagiaan Nika menguap seketika.Selama dia dan Zio menikah, pria itu memang setia padanya. Tapi act of service-nya tak semanis pada Lea. Dengan Lea, Zio all out menunjukkan perasaannya."Dasar perempuan tidak tahu diri. Lihat saja setelah ini, kau akan menangis darah!"Nika menggeram penuh emosi, dia lantas menghubungi seseorang. "Uangmu sudah kukirim. Sekarang pergilah. Atau Zio akan menemukanmu."Orang di seberang mengulas senyum melihat nominal saldo rekeningnya. Dengan jumlah ini, dia bisa shopping sepuasnya di kota sebelah. Satu kegiatan yang sudah lama tidak dia lakukan.Nika dan orang itu tak akan menyangka kalau Zio tidak semudah itu dikalahkan. Pria itu
Ha? Apa itu tadi? Pencurian identitas, pemalsuan kematian? Apa yang sebenarnya terjadi."Saya tidak pernah melakukan itu!" Sanggah Lea cepat."Tapi laporan kami menyebutkan Anda melakukan hal tadi. Ditambah bukti yang kuat, jadi kami terpaksa menjemput Anda. Silakan ikut kami. Mohon kerja samanya." Si petugas meski wajahnya horor tapi nada bicaranya masih sopan. Terlebih Lea tidak menunjukkan tanda-tanda ingin melarikan diri."Tunggu dulu, Pak. Dia tidak mungkin melakukan itu. Lagi pula identitas siapa yang dia curi. Dia pakai namanya sendiri. Saya kenal dia sejak SMA, dan itu memang namanya. Tidak pernah ganti!" Arch terus melindungi Lea, setidaknya sampai Zio datang. Kalaupun harus ke kantor polisi, Lea harus ditemani."Semua bisa dijelaskan di kantor. Anda bisa menyewa pengacara jika Anda mau," satu lagi petugas bicara."He! Dia sudah punya Arthur Lawrence. Silakan lawan dia. Lagian bikin laporan kok aneh betul tuduhannya. Nyuri identitas sama memalsukan kematian. Kematian siapa
Sesuai keinginan Miguel dan Zio, dua hari setelahnya dua bodyguard sudah berjaga di depan sekolah Arch. Keduanya rekomendasi Miguel yang punya kenalan agensi penyedia jasa penjaga keamanan.Selama tiga hari bekerja, mereka berhasil menggagalkan usaha Nika untuk menemui Arch. Dua bodyguard Arch dibekali semua info mengenai orang terdekat Arch.Jadi mereka bisa menganalisa siapa saja yang boleh dan tidak boleh menemui Arch. Jelas saja Nika dibuat mengamuk, melihat dua pria berjas hitam menghadang langkahnya. Ini kali kedua, Nika dijegal saat berniat bertemu Arch.Perempuan itu bahkan sampai berteriak, membuat heboh di area tersebut. Tentu saja hal itu menganggu. Kawasan sekolah Arch adalah lingkungan sekolah elite yang sangat menjaga kondisi pembelajaran.Hingga sesi belajar mengajar bisa berjalan lancar dan kondusif. Tapi teriakan Nika yang lantang sudah pasti memicu ketidaknyamanan. Maka jangan salahkan dua bodyguard Arch lekas mencengkeram tangan Nika lantas mengusirnya dari tempat i
"Aku tidak akan berhenti, sampai aku dapat apa yang aku mau!" Zio berhenti melangkah saat Nika berteriak demikian. "Memangnya apa yang kau inginkan? Aku? Arch? Arch sudah jelas tidak mau melihatmu, dan aku ... juga demikian. Kamu menyakitiku dan Arch, Nika."Tangan Nika terkepal erat melihat Zio menjauh darinya. "Kamu tidak kenal aku Zi. Aku akan singkirkan semua yang jadi penghalangku. Tidak peduli meski mereka orang terdekatmu. Seperti dia, Lea juga harus pergi."Hati Nika makin panas melihat Zio dengan lembut menggandeng Lea masuk kembali ke gedung sekolah Arch. Diiringi Miguel. Ketiganya tampak bicara serius.Sungguh, Nika benci diabaikan. Dia sudah mengalaminya sejak kecil. Karena itu begitu dewasa, dia melakukan segala cara agar bisa jadi pusat perhatian. Tapi ternyata jalan yang Nika pilih salah. Alih-alih menarik atensi banyak orang dengan prestasi atau kebaikan hati. Nika pilih menjadikan dirinya murahan. Agar tiap lelaki tertarik padanya.Entah bagaimana Inez dulu terpikat
Nika tersenyum puas melihat Zio menghampiri Miguel dan Lea dengan wajah kesal. Dia pikir akan menonton pertunjukkan yang menarik. Perempuan itu sengaja mengambil foto Miguel saat berdiri di depan Lea. Miguel sedang menunduk, tengah membujuk Arch. Tapi dari sisi Nika mengambil gambar, foto tersebut justru tampak seperti Miguel sedang mencium Lea.Perempuan tersebut mengirimnya pada Zio. Dan begitulah, Zio langsung melesat pergi ke sekolah Arch. Padahal alasan Zio ke sana adalah juga karena laporan Lea, jika Nika ada di tempat itu juga.Plus, pengasuh Ivan juga memberi tahu kalau Lea ada di sana. Padahal Nika yang lebih dulu datang. Pengasuh Ivan tidak tahu kalau Lea dan Nika memiliki wajah yang persis sama.Nika pikir Zio akan termakan umpan yang dia lemparkan. Nika nyaris bersuka cita melihat Zio dan Lea akan bertengkar akibat salah paham yang dia ciptakan. Nyatanya tidak. Nika dibuat terkejut kala Zio dan Miguel justru berbincang akrab dengan Arch tetap berada dalam gendongan Lea.