Lea memicingkan mata dengan telinga menajam. Kebiasaan saat dia mengindentifikasi orang baru yang dia temui, saat dulu dia masih tuna netra. Samar, tapi Lea bisa memperkirakan rupa perempuan yang berdiri di depannya. Suara perempuan dengan pakaian berupa dres rumahan tapi terhitung ketat. Inikah yang umum dikenakan wanita masa kini. Mengingat dua tahun belakangan ini, Lea buta sebuta-butanya soal dunia fashion. Walau sebelumnya dia juga tidak terlalu memperhatikan dunia glamor itu."Malah diam, aku tanya siapa kau?! Beraninya masuk ke kamar Zio?" tanya suara itu lagi. Jelas sarat rasa tidak suka."Saya Lea, maaf jika saya lancang. Tapi saya di sini atas keinginan tuan Zio.""Siapa kau berani menyebut nama Zio. Dia itu bukan pria sembarangan. Tidak semua orang mampu bertemu dengannya."Lea akui itu. Zio bukan pria biasa yang dapat disentuh, tapi dia bisa apa kalau dirinya sudah terlanjur nyemplung dalam kehidupan Zio."Malah diam, aku tanya kau siapa?""Dia istriku, Nancy."Jawaban te
Suasana makan malam lumayan mencekam. Semua orang menjadikan Lea obyek yang lebih menarik, dari pada hidangan yang tersaji di atas meja. Inez dan Nancy nyaris kehilangan selera makan. Dua perempuan itu hanya sibuk memindai Lea yang tak kalah canggung dipandang sedemikian rupa.Dia sungguh rela tidak makan asal semua orang merasa nyaman menyantap makan malam mereka. Dia sudah terbiasa telat makan, bahkan sering menghindari makan jika anggota keluarga Rian sedang berkumpul."Makanlah," kata Zio penuh intimidasi.Lea terpaksa menurut, meski makanan yang dia telan rasanya susah melewati tenggorokan."Kapan kakak menikah?" Hanya Zico yang paling santai menanggapi kehadiran Lea. Padahal kemarin dia turut hadir di acara pemakaman Nika."Bukan urusanmu!""Issh, Kakak tidak seru. Padahal aku mau ngucapin selamat datang doang. Selamat datang kak Lea. Selamat datang di keluarga yang orangnya aneh semua.""Kau tahu namanya?" Zio bertanya."Aku tanyalah. Dari pada sibuk cari musuh, mending cari se
Ada yang hilang kala Archie berlalu dari hadapan Lea saat Nancy membawanya. Entah kenapa, Lea langsung merasa sayang pada bocah yang parasnya belum Lea rekam dengan baik di otaknya. Pertemuan pertama Lea dan Archie terlalu singkat. Nancy jelas tidak mengizinkan Arch dekat dengannya."Ingat, kau bukan siapa-siapa di rumah ini," kata Nancy tanpa suara."Oh, Zio kamu tampan sekali dengan setelan itu."Nancy sengaja pamer untuk menunjukkan kalau apa yang dipakai Zio kala itu adalah pilihannya. Perempuan itu berhenti sebentar untuk merapikan dasi Zio. Lagi-lagi Nancy sangat menikmati ekspresi wajah Lea yang diacuhkan oleh Zio.Samar bisa Lea dengar, Nancy bicara soal pekerjaan dengan Zio, sekali sekala ditimpali ocehan Arch yang sudah berada dalam gendongan sang papa. Mustahil kalau Lea tidak merasa tersisih. Ketiga orang itu mencerminkan gambaran keluarga bahagia.Pagi itu, Lea turun untuk sarapan ketika semua orang sudah tidak ada. Atau mereka semua sengaja menghindarinya, menganggap Lea
Nancy mengulas senyum, melihat Zio turun sendiri saat makan malam. Wanita itu juga makin senang mengetahui bagaimana mood Zio sedang tidak baik-baik saja."Papa ...."Panggilan Archie membuat Zio mau tak mau mengulas senyum. Zico tidak ada, pantas saja meja makan terlihat tenang. Juga ... Alah sudahlah, Zio sempat menoleh ke atas, melihat ke arah kamarnya. Tempat di mana Lea menangis tertahan dengan tubuh tertutup jubah mandi. Zio benar-benar kejam, dia memaksa Lea melucuti dres sederhana berwarna biru dengan motif floral. Manis sekali saat Lea pakai, tapi tidak dengan Zio yang langsung menunjukkan kemarahannya."Kau tidak dengar perintahku. Kau dilarang menyentuh miliknya! Lepaskan!"Zio bahkan dengan kasar ikut menyentak gaun itu, hingga lengan dan bahu Lea sedikit merah terkena tarikan jemari Zio."Aku mana tahu yang mana miliknya," gumam Lea. Gadis itu meringkuk di sudut walk in closet tidak berani mengambil pakaian lagi, takut salah dan Zio mengamuk. Dia tak mau mendengar pria i
"Keadaannya makin baik, jarak pandangnya juga makin jauh. Selamat Ibu, kornea matanya tidak mendapat penolakan. Itu artinya Ibu akan kembali bisa melihat. Tinggal menunggu pulih seratus persen."Lea tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Meski hidupnya terasa berat beberapa hari ini, setidaknya dia punya senjata untuk membantunya bertahan. Matanya bisa melihat dunia. Anugerah tak terhingga yang Lea terima setelah terkekang kegelapan selama ini.Lea tak henti menggenggam tangan Erna, orang yang selalu ada sejak dia diusir dari rumah Rian. Sejak dia mulai terhubung dengan Zio. Perempuan itu yang selalu menemaninya ke manapun, di manapun.Saking bahagianya, Lea sampai melupakan kekesalannya tadi pagi saat Zio membangunkannya dengan cara yang tidak manusiawi sama sekali.Rupanya laki-laki itu tega membiarkan Lea tidur di karpet walk in closet. Tanpa memindahkannya ke tempat yang lebih layak, tanpa menggantikan jubah mandi Lea.Kain yang waktu Zio masuk ke walk in closet untuk membangunk
"Kakak ipar katanya?" Rian bergumam dengan pandangan jauh menembus kaca jendela ruang kerjanya. Dia sudah kembali ke rumah.Namun pikirannya tak bisa lepas dari sosok Lea yang beberapa jam lalu dia temui. Mantan istrinya sungguh berbeda. Tampak mempesona dengan netra hazel cantik yang seolah membius Rian.Rian tak pernah merasa berdebar seperti tadi. Lea telah merebut perhatian Rian sepenuhnya. "Tapi remaja tadi siapa? Kenapa dia memanggil Lea dengan sebutan kakak ipar. Dilihat dari tampilannya anak tadi sepertinya anak orang kaya," ujar Rian sambil menerka-nerka siapa Zico.Jelas saja demikian, aura Zico sudah terlihat mahal, belum lagi barang-barang kelas wahid yang menempel di tubuhnya. Zico adalah gambaran putra mahkota yang sesungguhnya. Pikiran Rian berkecamuk, sungguh dia tidak bisa menghilangkan bayangan Lea dari pikirannya. Ketenangan Lea dalam menghadapinya juga sangat mengganggu Rian. Sikap Lea menyiratkan kalau tidak ada hubungan pernah terjalin di antara mereka. Kenyata
Lea menggeram marah, ingin memaki tapi tak berani. Pria di hadapannya terlalu mendominasi untuk dilawan. Apalagi saat ini Zio sedang menatapnya tajam. Pandangan penuh intimidasi sekaligus tantangan. Tanpa kata Lea berjalan melewati Zio yang sesaat terpana melihat kilat amarah di netra cantik Lea. Menakjubkan, meski setelahnya giliran Zio yang mendengus kesal. Dia seolah bisa merasakan kehadiran Nika di sana. Salah satu pemicu kebencian Zio pada Lea adalah kemiripan keduanya. Apalagi sekarang ada bagian tubuh Nika yang telah menyatu dengan Lea. Kornea mata Nika, saat Zio melihat ke dalam netra Lea, dia seolah menemukan Nika yang sedang menatapnya. Zio baru akan menyadari jika Lea bukan Nika, saat menyaksikan perbedaan warna mata keduanya. Nika bermanik coklat dan Lea memiliki netra hazel yang memukau."Kau mau apa?" Zio terkejut kala mendapati Lea sudah mencelupkan kaki ke kolam. Meski mini, kolam itu dibangun khas untuk Zio jadi kedalamannya mencapai dua lebih meter. Lea akan lang
Usia Zico baru 18 otewe 19 tahun. Pembawaannya cuek, tengil tapi sesungguhnya dia pengamat yang baik. Dia berandalan, tapi punya kepedulian yang besar. Zico tak segan menunjukkan rasa tidak sukanya akan seseorang.Di rumah ini tidak ada yang Zico takuti. Bahkan Zio sekalipun. Apalagi sang mama. Karakter keduanya berseberangan, hingga kerap bentrok. Namun Zico acapkali menunjukkan kalau dia bisa menilai sebuah kejadian dari sudut pandang yang berbeda. "Kalian itu wujudnya saja dewasa, tua. Tapi kelakuan tak lebih baik dari Archie."Kalimat itu membuat Zio menggeram marah. Zico terang-terangan mengkritik sikapnya pada Lea. "Kau tidak akan paham kenapa aku tidak suka padanya," gumam Zio.Lelaki itu sudah berada di kantor, meninggalkan Lea meringkuk di sofa seperti biasa. Dia lagi-lagi mengenakan pakaian yang disiapkan oleh Nancy. Pagi ini Nancy juga membuat keributan dengan menuduh Lea sengaja meracuni pikiran Archie untuk membencinya.Lea tidak mengetahui hal itu sebab mereka bicara s