"Keadaannya makin baik, jarak pandangnya juga makin jauh. Selamat Ibu, kornea matanya tidak mendapat penolakan. Itu artinya Ibu akan kembali bisa melihat. Tinggal menunggu pulih seratus persen."Lea tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Meski hidupnya terasa berat beberapa hari ini, setidaknya dia punya senjata untuk membantunya bertahan. Matanya bisa melihat dunia. Anugerah tak terhingga yang Lea terima setelah terkekang kegelapan selama ini.Lea tak henti menggenggam tangan Erna, orang yang selalu ada sejak dia diusir dari rumah Rian. Sejak dia mulai terhubung dengan Zio. Perempuan itu yang selalu menemaninya ke manapun, di manapun.Saking bahagianya, Lea sampai melupakan kekesalannya tadi pagi saat Zio membangunkannya dengan cara yang tidak manusiawi sama sekali.Rupanya laki-laki itu tega membiarkan Lea tidur di karpet walk in closet. Tanpa memindahkannya ke tempat yang lebih layak, tanpa menggantikan jubah mandi Lea.Kain yang waktu Zio masuk ke walk in closet untuk membangunk
"Kakak ipar katanya?" Rian bergumam dengan pandangan jauh menembus kaca jendela ruang kerjanya. Dia sudah kembali ke rumah.Namun pikirannya tak bisa lepas dari sosok Lea yang beberapa jam lalu dia temui. Mantan istrinya sungguh berbeda. Tampak mempesona dengan netra hazel cantik yang seolah membius Rian.Rian tak pernah merasa berdebar seperti tadi. Lea telah merebut perhatian Rian sepenuhnya. "Tapi remaja tadi siapa? Kenapa dia memanggil Lea dengan sebutan kakak ipar. Dilihat dari tampilannya anak tadi sepertinya anak orang kaya," ujar Rian sambil menerka-nerka siapa Zico.Jelas saja demikian, aura Zico sudah terlihat mahal, belum lagi barang-barang kelas wahid yang menempel di tubuhnya. Zico adalah gambaran putra mahkota yang sesungguhnya. Pikiran Rian berkecamuk, sungguh dia tidak bisa menghilangkan bayangan Lea dari pikirannya. Ketenangan Lea dalam menghadapinya juga sangat mengganggu Rian. Sikap Lea menyiratkan kalau tidak ada hubungan pernah terjalin di antara mereka. Kenyata
Lea menggeram marah, ingin memaki tapi tak berani. Pria di hadapannya terlalu mendominasi untuk dilawan. Apalagi saat ini Zio sedang menatapnya tajam. Pandangan penuh intimidasi sekaligus tantangan. Tanpa kata Lea berjalan melewati Zio yang sesaat terpana melihat kilat amarah di netra cantik Lea. Menakjubkan, meski setelahnya giliran Zio yang mendengus kesal. Dia seolah bisa merasakan kehadiran Nika di sana. Salah satu pemicu kebencian Zio pada Lea adalah kemiripan keduanya. Apalagi sekarang ada bagian tubuh Nika yang telah menyatu dengan Lea. Kornea mata Nika, saat Zio melihat ke dalam netra Lea, dia seolah menemukan Nika yang sedang menatapnya. Zio baru akan menyadari jika Lea bukan Nika, saat menyaksikan perbedaan warna mata keduanya. Nika bermanik coklat dan Lea memiliki netra hazel yang memukau."Kau mau apa?" Zio terkejut kala mendapati Lea sudah mencelupkan kaki ke kolam. Meski mini, kolam itu dibangun khas untuk Zio jadi kedalamannya mencapai dua lebih meter. Lea akan lang
Usia Zico baru 18 otewe 19 tahun. Pembawaannya cuek, tengil tapi sesungguhnya dia pengamat yang baik. Dia berandalan, tapi punya kepedulian yang besar. Zico tak segan menunjukkan rasa tidak sukanya akan seseorang.Di rumah ini tidak ada yang Zico takuti. Bahkan Zio sekalipun. Apalagi sang mama. Karakter keduanya berseberangan, hingga kerap bentrok. Namun Zico acapkali menunjukkan kalau dia bisa menilai sebuah kejadian dari sudut pandang yang berbeda. "Kalian itu wujudnya saja dewasa, tua. Tapi kelakuan tak lebih baik dari Archie."Kalimat itu membuat Zio menggeram marah. Zico terang-terangan mengkritik sikapnya pada Lea. "Kau tidak akan paham kenapa aku tidak suka padanya," gumam Zio.Lelaki itu sudah berada di kantor, meninggalkan Lea meringkuk di sofa seperti biasa. Dia lagi-lagi mengenakan pakaian yang disiapkan oleh Nancy. Pagi ini Nancy juga membuat keributan dengan menuduh Lea sengaja meracuni pikiran Archie untuk membencinya.Lea tidak mengetahui hal itu sebab mereka bicara s
Aura yang seolah ingin membekukan ruangan membuat Lea bergidik ngeri. Di depannya ada Zio yang menatap tajam padanya dan Zico bergantian. Pria itu ternyata sedang mengadakan kunjungan ke mall saat Lea dan Zico juga berada di sana."Jadi apa maksudnya?"Zico terdengar mendesah malas. Enggan sekali menjawab pertanyaan sang kakak yang sudah jelas balasannya apa."Aku hanya ...."Kalimat Zico terhenti kala Zio mengangkat tangannya. "Aku tanya dia," tegas Zio.Zico kembali membuat gesture bosan."Dan kau! Kita akan buat perhitungan setelah ini! Kau bolos lagi!"Zico menyambut tudingan sang kakak dengan decakan kesal. Lea sendiri sejak tadi hanya mengamati situasi dengan tubuh bergetar ngeri. Bagaimanapun dia salah, keluar rumah tanpa memberitahu Zio."Kau tidak bisu kan?"Pertanyaan Zio sama seperti semalam. Sarkas sekaligus penuh ejekan."Aku bosan jadi aku keluar jalan ....""Aku yang mengajaknya pergi. Aku lihat dia cuma dikurung di rumah sepanjang waktu. Dia bukan tahanan.""Masalahn
Rambut berwarna brunette itu menjuntai indah di tepian sofa. Di bagian wajah terlihat membingkai paras pemiliknya. Belum lagi wajah damai tersirat saat netra hazel itu terpejam. Bibir merona alami dengan warna nude, serta pipi memerah samar. Semua membuat Zio terpukau.Pria itu perlahan berjongkok untuk meraih helaian rambut kecoklatan milik Lea, memainkannya dengan ujung jari. "Pantas saja kamarnya temaram. Penghuninya tidur."Ditatapnya lagi Lea yang sepertinya tidur utuh tanpa mengganti pakaian. Bahkan sling bag perempuan itu masih tersampir di bahu. Ponsel yang baru dibeli juga tergeletak begitu saja di atas meja."Jadi ini hasilmu seharian kelayapan sampai buat darah tinggi orang," gerutu Zio.Pria itu masih belum beranjak dari tempatnya. Sampai Lea menggeliat pelan, lantas membuka mata. Dia kaget mendapati sosok Zio menjulang tinggi di hadapannya. Saking terkejutnya, Lea berdiri tiba-tiba sampai nyaris terjerembab. Pusing saat dia bangun mendadak."Senang?"Lea menunduk ketakuta
Vika sedang melamun di kamarnya. Kamar bernuansa pink yang ada di rumahnya sendiri. Dia hari ini sengaja pulang ke tempat sang kakak, setelah melihat seseorang yang dia kenal waktu pergi ke mall."Tidak mungkin itu dia. Dia bersama seorang pria muda. Tampilannya modis dan fashionable. Sejak kapan dia bisa tampil se-stylish itu. Tidak mungkin! Itu bukan dia!"Vika terus mengingkari kalau dia baru melihat seorang wanita yang persis seperti Lea. Namun dalam balutan mode terkini. Mulai dari rambut yang diwarnai brunette lantas ditata dengan gaya Korean layer cut.Salah satu style yang sedang trend saat ini, seiring dengan serbuan hallyu waves yang merajai tanah air. Banyak orang mulai aware mengenai semua hal berbau Korea. Mulai dari fashion, film, drama (drakor), musik (K-pop), makanan, gaya hidup.Perempuan yang Vika lihat dari kejauhan tampak cantik. Wanita itu berjalan bersama seorang pemuda yang umurnya masih belia, keduanya terlihat akrab, itu yang membuat Vika kepikiran terus. "Ap
"Apalagi sekarang?" Zico memandang tajam sang kakak yang balas melawannya dengan tatapan sebeku kutub. Kali ini Zico secara khusus dipanggil ke kantor Zio."Jangan mengacau!" Zio memperingatkan.Zico tersenyum miring. Pemuda itu langsung tahu ke mana arah pembicaraan kakaknya. "Jangan berpikir macam-macam. Aku tidak ada maksud lain selain ingin menolongnya.""Sudah kukatakan kau tidak perlu melakukannya!" tegas Zio mematahkan semua argumen Zico."Kenapa? Kau cemburu padaku? Yang benar saja. Meski ya, kakak iparku memang cantik, setelah di-make over dia makin ciamikk."Rahang Zio mengeras. Berdebat dengan adiknya memang tidak bakal ada habisnya. Zico memang pembuat onar yang ulung. Pandai sekali dia membuatnya darah tinggi. Sama seperti orang rumah yang hobi sekali membuatnya pusing.Semua gara-gara Nancy yang masih terus mengungkit perihal Lea yang kekeuh dia sebut pencuri. Dan Inez yang terus-terusan mengungkapkan rasa tidak sukanya pada Lea. Belum lagi ditambah masalah perusahaan
Lukisan seorang pria dan wanita sedang menggandeng seorang bocah laki-laki. Satu yang Lea kenali adalah rambut si wanita berwarna brunette, miliknya. Sementara di pria dengan tato bintang di pergelangan tangan. Zio memang memiliki tato di pergelangan tangan, tapi selalu tertutup jam. Lea tak pernah menyangka kalau ada orang lain yang tahu. Lea mulai menggila di tempat itu. Ini sudah hampir satu jam sejak hujan turun. Dia saja sudah dingin pol-polan. Bagaimana dengan Arch. "Arch! Di mana kamu! Ini Mama!" Teriak Lea dengan suara gemetar. Dalam hati sibuk berdoa, berharap menemukan Arch di sana. Jika tidak, Lea tak tahu harus mencari ke mana lagi. Tempat ini sudah lokasi paling ujung dari komplek tempat sekolah Arch berada. Setelah kawasan ini, ada area hutan lindung yang tertutup bagi masyarakat umum. "Arch, jawab! Kalau kamu dengar Mama." Bunyi ranting patah terdengar dari arah kiri. Lea lekas menoleh, dilihatnya samar seseorang sedang duduk di ayunan yang letaknya di sisi gedung
Kepala Zio bak dihantam batu, kehilangan Arch? Big no! Hatinya lekas menyahut. Bagi Zio Arch punya arti yang sangat besar."Aku pernah bilang, anak adopsi memang tidak lahir dari benih kita, tapi dia lahir dari hati. Cinta dan kasih kita yang melahirkannya."Zio diam, membiarkan kata-kata Lea menyiramnya. "Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Arch sekarang, yang aku takutkan, berkali-kali ditolak akan membuatnya terluka. Ingat, dia pernah dibuli karena statusnya yang tidak jelas. Arch pasti trauma dengan hal itu.""Ditambah sekarang kamu bersikap begini. Kamu mendiamkannya, mengabaikannya. Salah dia apa? Dia tidak tahu akan lahir dari rahim siapa. Dia tidak bisa memilih dari orang tua mana dia dilahirkan.""Percayalah, dalam hal ini dia yang paling menderita. Dibuang ke panti sejak lahir, lalu diambil lagi oleh mbak Nika, konon diadopsi, tidak tahunya anak sendiri.""Bagaimana anak sekecil itu bisa menghadapinya?"Zio terpekur. Kemarahannya mereda, tapi belum hilang. Zio sepenu
Sejak beberapa hari terakhir, Zio tak bisa fokus pada pekerjaannya. Lelaki itu lebih banyak melamun, pikirannya kosong. Dengan hati terasa sesak tiap kali dia teringat Arch.Putranya, oh bukan. Anak itu putra Miguel dan Nika. Setiap fakta itu muncul di kepalanya, Zio hanya bisa menitikkan air mata dengan tangan terkepal.Dia rindu dengan Arch, tapi mengingat perbuatan Nika, amarah itu kembali hadir. Zio sama sekali tak bisa memaafkan Nika. Perempuan itu bukan saja sudah menelantarkan Arch di panti asuhan, Nika juga Zio duga memanfaatkan Arch."Aku bingung, apa yang harus aku lakukan padamu," ratap Zio penuh kebimbangan.Saat Zio tengah dirundung kesedihan pasal sang putra. Suara ribut terdengar dari arah depan.Lea dan Rina terlibat pertengkaran. "Siapa kau berani melarangku menemui suamiku?" Lea bertanya pada Rina yang tampak mengangkat dagunya, seolah menantang Lea."Tuan Alkanders tadi memberi perintah begitu," balas Rina merasa mendapat mandat dari Zio.Padahal yang diberi perinta
Miguel melotot melihat Melani mendatanginya, dengan selembar kertas yang seketika membuat lelaki itu merutuki kebodohannya. Harusnya dia simpan kertas tersebut ke brankas. Bukan hanya dia masukkan ke dalam laci meja.Miguel cukup hafal watak Melani yang suka mengacak-acak ruang kerjanya. Sekedar untuk mencari tahu sang suami berselingkuh atau tidak. Melani memang tipe curigaan dan cemburuan. Dua sifat yang sebenarnya cukup membuat Miguel kerepotan.Kali ini kecerobohan Miguel bakal berbuntut panjang. Pasalnya ada Lea dan Arch di sana. Bisa dipastikan Lea akan jadi korban kesalahpahaman Melani dua kali."Maksudnya apa? Pasangan selingkuh? Siapa yang selingkuh?" Di luar dugaan, Lea langsung merespon tudingan Melani dengan berani."Kau! Kalian! Pasangan selingkuh! Dan dia anak hasil perbuatan kotor kalian kan! Ngaku!" Teriakan Melani lantang terdengar. Cukup membuat Arch ketakutan."Mel! Kamu apa-apaan sih? Bukannya kemarin aku sudah kasih tahu siapa dia. Dia Nyonya Alkanders dan itu put
"Kenapa Arch bilang begitu?" Miguel merasa ada yang tidak beres dengan anak yang duduk di depannya."Papa gak mau peluk Arch, gak mau cium Arch, gak mau bicara sama Arch. Papa sudah tidak sayang Arch."Bocah itu akhirnya menangis. Hati Miguel serasa ditusuk ribuan jarum kala Arch menangis di depannya. Tangan lelaki itu perlahan terulur, menyentuh pundak Arch bergeser ke punggung, lantas menariknya, hingga akhirnya Arch menangis di pundak Miguel."Arch gak minta banyak, Arch gak minta apa-apa. Arch cuma mau papa Zio sayang sama Arch," raung Arch sarat kesedihan."Mungkin papamu sedang stres, Arch. Jangan punya pikiran buruk sama papamu," tutur Miguel lembut.Dari sini, Miguel tahu kalau Arch sudah sangat sayang pada Zio. Itu wajar, mengingat Zio yang muncul lebih dulu menggantikan perannya sebagai seorang ayah."Stres kenapa? Papa kerja banyak yang bantuin. Ada Om Han juga ada nenek lampir. Bohong kalau stres.""Arch, urusan orang dewasa itu rumit. Kamu perlu tahu, tidak semua hal bisa
"Zi, Arch minta salim."Ucapan Lea membuat Zio menoleh, lantas dengan enggan mengulurkan tangan untuk Arch cium punggung tangannya."Arch pergi sekolah, Papa.""Hmm," hanya itu yang Zio ucapkan.Wajah ceria Arch berganti sendu ketika Zio mengabaikannya. Sudah beberapa hari ini, tak ada ciuman, pelukan bahkan senda gurau dari sang papa.Pria yang selalu Arch banggakan itu seolah tak peduli lagi padanya. Arch mengusap cepat air mata yang mulai menggenang di pelupuk netranya.Paras tampan itu tampak muram, tak ada senyum lebar macam biasa."Kamu ada masalah apa? Kenapa Arch yang jadi korban?" Lea kembali angkat bicara. Lea perhatikan, sudah hampir seminggu ini Zio mengabaikan Arch. Putranya yang peka tentu langsung merasakan perubahan sikap sang papa.Meski di depan Lea, Arch selalu tampak bahagia, bocah itu akan segera murung jika sedang sendiri. Perasaan anak kecil sejatinya sangat halus.Satu perubahan sikap akan membuat mereka sedih. Apalagi ini Arch, bocah yang tahu pasti kalau dir
Zio tak tahu bagaimana harus mengekspresikan perasaan. Sedih, kecewa, marah, semua rasa yang menyesakkan jiwa mengungkung hati lelaki itu. Tak pernah terbayangkan bagaimana Nika bisa menipunya mentah-mentah. Dia dibohongi habis-habisan oleh perempuan yang sangat dia cinta. "Arch adalah putra kandung Nika dan Miguel." Miguel memberitahu kalau anak buahnya mendapati fakta jika Nika pernah melahirkan hampir enam tahun lalu, sejurus perempuan itu kembali dari negeri seberang. Miguel menggerakkan anak buahnya untuk mencari masa lalu Nika dan inilah yang mereka temukan. "Dia membuang anaknya ke panti asuhan, lalu mengadopsinya saat berusia tiga tahun. Arch, dia bayi itu." Zio meremat rambutnya, bulir bening mula menuruni pipi. Dia tak pernah menitikkan air mata, bahkan ketika sang papa meninggal. Namun sakit hati karena orang tercinta membuat Zio hancur. Dia punya julukan tuan penguasa tapi dia kalah oleh cinta. Benar, cinta bisa membutakan mata hati, menumpulkan logika, hingga otak
"Sudah ya, Nek. Suruh Citra jangan mata-matain aku. Habis aku diomeli yang punya istri," keluh Egi ketika malam merayap datang. Perempuan yang disebut nenek hanya terbahak sebentar, untuk kemudian balas memandang Citra. "Kerjamu bagus, bonus segera meluncur." Citra melebarkan senyum sambil meninju udara kosong. Sebentuk selebrasi untuknya yang sukses dengan misinya. "Tuh kan, kong kalikong sih kalian. Tetep saja yang kena aku," gerutu Egi lagi. "Makanya bawa cepat calon istrimu ke depan nenek." "Oalah, Nek. Kalau dia segampang cewek lain yang mudah dibujuk pakai harta atau rayuan, sudah kukelonin dia dari kemarin di kamar." Timpukan bantal dari arah Citra. "Tolonglah, ada jomblo akut di sini." Citra berucap dengan wajah memelas. "Cepatlah cari cowok, biar kalau dia bisa kuseret ke penghulu kita bisa barengan." Egi menaikkan turunkan alisnya, membuat wajah Citra makin mendung. "Kalau Citra gak bisa cari bagaimana kalau Nenek yang carikan. Kau! Cepat bawa dia ke sini. Biar Nene
Di antara keresahan menunggu hasil tes DNA Miguel dan Arch, terselip masalah lain yang membuat Zio meradang hebat."Dia sama sekali gak flirting ke Egi, menggodanya atau apapun itu. Aku jamin dan berani jadi saksi. Diajak salaman aja enggak mau," Han berusaha menjelaskan.Dia tentu tidak ingin Zio dan Lea perang besar karena salah paham. Sementara Zio sudah lebih dulu melangkah menuju kamarnya."Pulang sana! Jadwalkan pertemuanku dengan Egi Abimana. Minta dibejek-bejek itu anak."Zio menutup pintu tepat di depan hidung Han yang menganga mulutnya. "Semoga gak bertengkar, kalau iya ... waduh."Bisa Han bayangkan buruknya mood Zio kalau sedang ada masalah sama istrinya. Lea adalah moodbooster Zio. Gesekan sedikit bisa ambyar semua jadwal yang sudah dia susun.Beralih ke dalam kamar, Zio sudah siap menghakimi Lea ketika dilihatnya sang istri sedang menikmati pemandangan dari sofa bed, spot favoritnya."Oh, sudah selesai. Bagaimana? Masih pusing tidak?" Lea lekas bangun begitu mencium arom