Vika sedang melamun di kamarnya. Kamar bernuansa pink yang ada di rumahnya sendiri. Dia hari ini sengaja pulang ke tempat sang kakak, setelah melihat seseorang yang dia kenal waktu pergi ke mall."Tidak mungkin itu dia. Dia bersama seorang pria muda. Tampilannya modis dan fashionable. Sejak kapan dia bisa tampil se-stylish itu. Tidak mungkin! Itu bukan dia!"Vika terus mengingkari kalau dia baru melihat seorang wanita yang persis seperti Lea. Namun dalam balutan mode terkini. Mulai dari rambut yang diwarnai brunette lantas ditata dengan gaya Korean layer cut.Salah satu style yang sedang trend saat ini, seiring dengan serbuan hallyu waves yang merajai tanah air. Banyak orang mulai aware mengenai semua hal berbau Korea. Mulai dari fashion, film, drama (drakor), musik (K-pop), makanan, gaya hidup.Perempuan yang Vika lihat dari kejauhan tampak cantik. Wanita itu berjalan bersama seorang pemuda yang umurnya masih belia, keduanya terlihat akrab, itu yang membuat Vika kepikiran terus. "Ap
"Apalagi sekarang?" Zico memandang tajam sang kakak yang balas melawannya dengan tatapan sebeku kutub. Kali ini Zico secara khusus dipanggil ke kantor Zio."Jangan mengacau!" Zio memperingatkan.Zico tersenyum miring. Pemuda itu langsung tahu ke mana arah pembicaraan kakaknya. "Jangan berpikir macam-macam. Aku tidak ada maksud lain selain ingin menolongnya.""Sudah kukatakan kau tidak perlu melakukannya!" tegas Zio mematahkan semua argumen Zico."Kenapa? Kau cemburu padaku? Yang benar saja. Meski ya, kakak iparku memang cantik, setelah di-make over dia makin ciamikk."Rahang Zio mengeras. Berdebat dengan adiknya memang tidak bakal ada habisnya. Zico memang pembuat onar yang ulung. Pandai sekali dia membuatnya darah tinggi. Sama seperti orang rumah yang hobi sekali membuatnya pusing.Semua gara-gara Nancy yang masih terus mengungkit perihal Lea yang kekeuh dia sebut pencuri. Dan Inez yang terus-terusan mengungkapkan rasa tidak sukanya pada Lea. Belum lagi ditambah masalah perusahaan
Jantung Lea berdebum kencang. Dia sudah berusaha mengenyahkan part Nancy dan Zio berciuman. Tapi bayangan itu justru kian nyata di benaknya. Lea yang kepo dengan pintu yang selalu dimasuki Zio ingin tahu itu ruangan apa. Tapi rasa penasarannya berbuah sesak. Dia melihat Nancy mencium Zio. Saat itu Lea langsung membekap mulutnya. Lantas berlari masuk ke kamar mandi. Dia buka keran sampai full hingga airnya seketika mengguyur kepalanya. Rasanya agak sakit tapi memang itu yang dia cari. "Mereka sering melakukannya. Mereka pasangan kekasih," gumam Lea menyimpulkan sendiri.Gadis itu berkali-kali memukul kepalanya, agar bayangan dua insan yang sedang bergumul panas di sebelah menghilang dari kepalanya."Kenapa tidak mau hilang sih? Kenapa juga mereka melakukannya di sana. Kalau ada orang tahu bagaimana? Eh, tapi itu kan bukan urusanku, kenapa aku peduli."Saat Lea masih menggerutu, di depan pintu kamar mandi ada Zio yang juga ingin masuk ke sana. Pria itu ingin mencuci bibirnya yang baru
Zio melirik tubuh yang terbaring elok di kasurnya. Iya, tidak salah, sosok itu tidur di ranjang Zio. Semalam, setelah acara menghapus jejak ciuman Nancy bertukar jadi pelajaran, private lesson bertukar saliva. Zio mendapati tubuh Lea menggigil kedinginan. Pria itu awalnya acuh, padahal Lea baru saja memberinya sensasi ciuman yang menakjubkan. Tapi saat tengah malam, waktu dia kembali dari ruang kerja, tentu setelah memastikan Nancy sudah tidak ada di sana. Zio kembali mengamati paras Lea yang tidur di sofa.Entah mendapat dorongan dari mana, pria itu lantas menggendong Lea untuk tidur satu ranjang dengannya. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang tidur di sampingnya setelah Nika meninggal."Rasanya seperti melihatmu kembali. Meski tetap tidak akan sama."Lea tidur sangat anteng sepanjang malam, tidak berisik. Tarikan napasnya halus dan teratur. Zio bahkan sampai memeriksa napas Lea untuk memastikan gadis itu masih bernapas. Kebiasaan saat masih bersama Nika. Sleep apnea adalah ke
Lea turun dari taksi online yang dia pesan dengan ragu. Dia melihat bangunan di sekitarnya. Deretan gedung yang berjajar rapi dengan konsep modern futuristik. Tempat yang jadi institusi Zico belajar.Belajar untuk menghasilkan masalah kalau begini ceritanya. Lea yang sedang merawat kebun Inez tiba-tiba dikejutkan dengan ponselnya yang berdering nyaring. Bagaimana Lea tidak terkejut jika selama ini tidak ada yang tahu nomor perempuan itu kecuali ....Dan disinilah dia, berjalan sendirian dengan bola mata lirik kiri kanan mencari ruangan yang ditunjukkan satpam di depan sana.Beberapa murid yang melihat Lea tampak tak acuh, inilah cermin pendidikan saat ini. Anak-anak kehilangan sopan santunnya. Tak ada rasa empati dan simpati dalam perilaku anak sehari-hari. Semua hanya memikirkan diri sendiri."Siang kakak, perlu bantuan?"Ah salah, masih ada satu dua anak-anak yang punya adab dan kepedulian. Contohnya di depan Lea. Seorang siswi yang dalam pandangan Lea cantik. "Mau ketemu Mister G
"Zio, Zio, bukan Kak Lea yang salah, tapi aku yang minta dia datang."Brak!"Mampus!" Zico mengumpat di pintu yang baru dibanting tepat di depan hidungnya. Jelas dia cemas akan keadaan Lea. Perempuan itu lebih suka diam, saat Zio menindasnya.Tidak peduli mereka suami istri, tapi Zico tidak suka jika Zio semena-mena pada wanita. Dia tukang tawur, tukang maki, selalu bentrok dengan mamanya yang kerap Zico sebut tantruman. Namun Zico tak pernah melakukan kekerasan fisik. Apalagi sampai menyakiti perempuan, tapi tetap, perempuan yang Zico bela punya tanda kutip. Tidak semua perempuan dia bela terutama yang modelan Nancy. Kata Zico, wanita seperti Nancy halal buat dilarung ke laut. Tega bener emang itu anak!Zico masih mematung di depan pintu saat Erna datang tergopoh-gopoh."Bagaimana, Mas?" tanya Erna cemas."Mana aku tahu, lagian elu pakai ngadu ke tuan kulkas, kalau Lea ke sekolahku.""Enggak, Mas. Suer, saya gak bilang apa-apa. Saya saja baru tahu Non Lea gak ada di rumah setelah s
"Jangan ngaco kamu!" Sergah Zio tampak gusar dengan cemas merayapi hati."Kenapa tidak mungkin. Ada satu orang asing di rumah ini. Dan sejak tadi dia tidak kelihatan. Bisa saja dia yang membawa Archie pergi saat kita semua tidak ada."Zio langsung tanggap maksud Nancy. Lelaki itu meraih ponsel, lantas menghubungi satu nomor. Tidak aktif. Zio menggeram marah saat itu juga."Periksa lagi, siapa tahu dia tertidur di suatu tempat. Kalian tahu sendiri Archie itu suka tidur sembarangan."Semua orang bergerak mengikuti perintah Zio. Pun dengan pria itu yang masuk ke ruang kerja, Archie suka sekali bermain di tempat itu. Pernah dia menemukan Archie tidur di bawah meja. Bagaimana balita itu tidak membuat heboh. Dua jam menghilang, dan ditemukan tidur di ruangan Zio."Ada tidak?" Nancy menerobos masuk. Dia melihat Zio lalu memeluknya."Aku takut hal buruk terjadi padanya." Sepasang tangan Nancy melingkari tubuh Zio. Air mata Nancy mengalir di pipi sang aspri."Dia tidak akan kenapa-kenapa. Tid
"Beneran Arch takut petir?" Zio bertanya lembut pada Archie yang baru diganti pakaiannya."Beneran Papa. Takut suaranya, takut kelipnya," balas Arch sambil mengucek mata. Zio dan Zico saling pandang, bagaimana hal segenting ini luput dari perhatian mereka. Tidak bisa keduanya bayangkan ketakutan Arch tiap kali hujan petir melanda."Terus Arch selama ini kalau hujan petir ngapain? Kok gak nyari papa atau om buat minta temenin?" Zico bertanya setelah melempar pakaian kotor Arch ke keranjang pakaian. Sang bocah bertepuk tangan heboh, sebab lemparan Zico sangat jitu."Kata Aunty Nancy, jadi anak cowok harus berani. Jadi Arch cuma sembunyi di balik selimut kalau ada petir," jawab Arch polos."Tapi tadi petirnya gede-gede biar pun hujannya gak gede. Arch takut banget. Semua orang belum balik, jadi Arch cari Aunty Le, kata mbak Desi, Aunty Le selalu ada di rumah. Enak tidur sama Aunty Le, kayak dikelonin mama." Arch menguap selepas bercerita panjang.Zico dan Zio kembali saling pandang."Ti
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa