Uhuk! Lea tersedak kala teringat ucapan Zio semalam. "Suka dia cium katanya. Gak kebalik tuh, dia yang suka main cium." Lea menggerutu sambil menggosok gigi. Gara-gara Zio, dia tidak bisa tidur semalam. Alhasil dia memutuskan bangun ketika sinar mentari mulai mengintip di ufuk timur.Saat jendela kamarnya mulai silau, Lea beranjak ke kamar mandi. Mencoba mengabaikan visual pria yang tidur tengkurap tanpa baju. Hingga punggung berotot Zio membuat penglihatan Lea terganggu. Sungguh baru Zio, pria yang dia lihat nyaris telanjang di depannya. Tahu sendiri selama jadi istri Rian dia buta, bahkan rupa Rian baru beberapa waktu lalu dia lihat. Oh kenapa dia jadi penasaran dengan rupa orang-orang yang pernah dia temui sebelumnya. Dia ingin tahu rupa Vika, Rina, orang-orang yang kerap membulinya di masa lalu. Bukan ingin membalas. Hanya ingin tahu saja. Lea melonjak kaget ketika pintu kamar mandi terbuka, Zio masuk tanpa peduli Lea ada di situ. Perempuan itu buru-buru membasuh muka untuk kem
"Kamu kerja jadi baby sitter?" Suara itu memecah kebuntuan obrolan antara Lea dan Rian.Zico sudah ingin maju ingin menjelaskan ketika Lea meraih lengan sang pemuda. Dari kode tatapan mata, Lea menyuruh Zico diam."Iya, ada masalah?" jawan Lea tenang. Dia menduga perempuan berwajah tirus di hadapannya adalah Vika. Siapa lagi perempuan yang akan menempel mantan suaminya selain Vika. Benar sekali, pria yang mendatangi Lea adalah Rian. Sempit sekali dunia ini. Bagaimana bisa Lea justru bertemu Vika dan Rian di komplek rumah mereka. Apa mereka kebetulan lewat atau ... kemungkinan paling relevan rumah Vika ada di sekitar sini."Dia jadi baby sitter, sayang," bisik Vika dengan bibir menyeringai penuh ejekan.Sementara Rian tampak menelisik bocah dalam gendongan Lea yang asyik makan kue basah. Pun dengan remaja yang kemarin Rian temui di rumah sakit. Pemuda yang memanggil Lea kakak ipar. Kenapa remaja ini Rian pikir selalu ada di sekitar Lea?"Kamu betulan kerja jadi pengasuh anak. Siapa a
Lea menunduk, menatap semua bubur ayam yang dilempar Inez ke halaman. Semua berserak tak bisa dimakan. Perlahan bulir bening itu mengalir. Tak pernahkah mereka merasa kelaparan? Kalau belum, maka Lea pernah merasakannya.Dalam fase terendah kehidupannya dulu, dia dan ayahnya pernah mengais di tong sampah untuk mencari makanan yang masih layak untuk mereka makan, sekedar untuk mengganjal perut.Sungguh, membuang makanan adalah hal yang tidak pernah Lea lakukan dalam hidupnya. Tapi kini, benda yang bagi banyak orang di luar sana sangat berharga, diperlakukan bak sampah tak berguna.Makanan itu baru, masih sangat bisa di makan, kenapa tidak diberikan pada orang yang memerlukan jika Inez tak suka sebab dia yang sudah beli."Mama, kenapa dibuang. Itu aku yang beli, Archie yang minta. Kak Lea cuma nemenin," Zico jelas marah dengan kelakuan mamanya yang mulai ikut-ikutan macam Nancy, tidak masuk akal."Kau membelanya? Aku ini mamamu Zico. Beraninya kamu melawan mama!" teriak Inez tak terima.
"Tuan Kulkas" frasa yang Lea jadikan nama untuk kontak Zio. Selepas pesan itu masuk, Lea tak segera beranjak pergi. Dia malah berdiri di dekat jendela. Memandang halaman tempat insiden bubur tadi pagi. Semua sudah kembali bersih. Kotak bubur dan isinya yang berselerak sudah tidak ada. "Tidak higienis," kutip Lea menirukan alasan Inez saat membuang makanan tersebut."Tidak higienis, nyatanya tempat jualan mereka bersih, lalat saja tidak ada yang berani mampir."Lea sendiri yakin kalau komplek tempat mereka tinggal akan menerapkan standar kebersihan yang sangat tinggi, mengingat penghuninya dari kelas atas semua.Tapi tidak termasuk dirinya, Lea cuma orang yang kesasar ke tempat ini. Asyik melamun, Lea kembali dikejutkan dengan bunyi ponselnya. "Kau tidak mati kan?"Lea mendengus kesal. Selain kulkas, ternyata mulut Zio pedas macam cabe carolina reaper."Apa kontaknya kuganti saja dengan TMC, tuan mulut cabe."Lea tertawa sendiri, begitu cepat mood Lea berubah. Detik sebelumnya dia se
Rian mengetukkan jemarinya saat dia teringat pertemuannya dengan Lea pagi tadi. Sungguh, pria itu dibuat penasaran oleh gerak gerik mantan istrinya. Di tambah tampilan Lea yang makin cantik dengan rambut brunette juga netra hazelnya yang memukau.Dia jadi pengasuh anak? Dia tidak salah dengar kan ya. Anak itu bahkan sempat memanggil mama pada Lea. Asyik melamun, Rian sampai tidak tahu kalau asistennya sudah berdiri di hadapannya."Pak, ini yang Anda minta."Rian menerima tablet dari pria berkacamata di depannya. "The Mirror, dikenal sebagai sebutan untuk kediaman Alkanders yang dimiliki oleh Aherzio Laurent Alkanders."Bola mata Rian melotot begitu tahu rupa Zio. "Dia pria yang hari itu bersama Lea," komen Rian. Mungkinkah apa yang dikatakan mamanya memang benar. Lea ada main dengan pria ketika status mereka masih suami istri.Namun keterangan berikutnya membuat Rian heran. "Istri tuan Alkanders dikabarkan sudah meninggal empat bulan lalu. Mereka memiliki anak berusia lima tahun berna
Ha? Lea mendongak di depan ruko. Bola matanya melebar melihat papan nama yang dipasang di bagian atas bangunan. Beneran, Lea's Florist. Perempuan itu masih bengong tak percaya sampai dia kemudian meraih ponsel, mencari kontak bernama TMC. Betulan diganti.Detik setelahnya Lea sudah memberondong pertanyaan pada Zio di ujung sana yang cuma menarik sudut bibirnya melihat Lea mencak-mencak sambil berkacak pinggang. Lucu sekali, dalam satu hari Zio bisa melihat Lea menangis, pingsan, tertawa dan sekarang marah padanya. Perempuan ini fleksibel sekali, pikir Zio."Kenapa malah diam? Jawab!""Kau ingin aku bicara apa?"Deg! Jantung Lea serasa berhenti berdetak mendengar suara Zio yang deep banget di telinga. "Malah diam, kau bisu lagi?"Lea seketika ingin mengumpat, benci sekali jika Zio menyebutnya bisu."Kerja sana biar gak bengong di kamar seharian, tapi kau harus pulang sebelum makan malam."Panggilan Zio akhiri dengan Lea menurunkan ponsel dari telinga. Ini betulan Zio memberinya sebua
Di tempat Rina, perempuan itu memelototkan mata, melihat video kiriman Vika. "Lea! Dia punya toko bunga?" pekiknya kesal. Dilemparnya sebuket bunga yang baru saja dia rangkai. Dia marah luar biasa. Ditambah lagi tokonya sepi, jarang ada pembeli. Rina sebenarnya tidak punya passion di dunia florist. Semua gara-gara sang mama yang tidak rela kalau toko bunga itu jatuh ke tangan Lea. Toko tersebut punya mereka tidak boleh berpindah tangan, apalagi diberikan pada Lea. Tidak boleh! Karena itu mama Rian memaksa Rina mengurusnya. Alhasil, bukannya untung tapi malah buntung. Tidak ada laba, mereka justru merugi tiap hari. Apalagi dua staf toko langsung berhenti begitu bukan Lea yang jadi atasannya. "Dasar perempuan kampung!" Rina memaki lantas masuk ke dalam rumah tanpa peduli pada tokonya. Bodo amat, dia mau cari kerja lain saja. Dia lulusan universitas, sudah pasti bisa kerja di perusahaan bonafit, macam AK Corp misalnya. "Kau kenapa, Rin? Toko bunganya siapa yang jaga?" Mama Rian be
Lea berbalik dan langsung terkejut, mendapati Zio sudah duduk di sofa di sudut ruangan. Perempuan itu langsung menutupi tubuhnya dengan gaun yang tadi dia lepas."Tu-tuan kapan pulang?""Sudah kubilang kau harus pulang sebelum makan malam. Kau ingin aku mengulangi perintahku!"Tuh kan, paras seperti bidadara surga, tapi mulut kek iblis neraka. "Jawab, Lea! Kau tidak bisu!"Lea mengkeret di depan tubuh besar Zio yang kini berdiri tepat di depannya. Pria itu seperti monster yang siap melahap tubuh Lea dalam sekali hap. "Atau kau punya cara lain untuk membujukku?" Nah ini yang kadang membuat Zio bingung. Dia benci perempuan ini, tapi sikapnya kadang bertolak belakang. Ingin sekali Zio bertindak kasar, tapi wajah tidak berdosa Lea selalu membuatnya kehilangan niat. Yang terjadi selanjutnya kadang di luar kendali Zio. Macam momen ciuman yang dua kali terjadi. Zio tak berkeinginan melakukannya, tapi tubuhnya reflek bertindak demikian.Apa ini efek karena dia sudah terlalu lama tidak dise