Rian mengetukkan jemarinya saat dia teringat pertemuannya dengan Lea pagi tadi. Sungguh, pria itu dibuat penasaran oleh gerak gerik mantan istrinya. Di tambah tampilan Lea yang makin cantik dengan rambut brunette juga netra hazelnya yang memukau.Dia jadi pengasuh anak? Dia tidak salah dengar kan ya. Anak itu bahkan sempat memanggil mama pada Lea. Asyik melamun, Rian sampai tidak tahu kalau asistennya sudah berdiri di hadapannya."Pak, ini yang Anda minta."Rian menerima tablet dari pria berkacamata di depannya. "The Mirror, dikenal sebagai sebutan untuk kediaman Alkanders yang dimiliki oleh Aherzio Laurent Alkanders."Bola mata Rian melotot begitu tahu rupa Zio. "Dia pria yang hari itu bersama Lea," komen Rian. Mungkinkah apa yang dikatakan mamanya memang benar. Lea ada main dengan pria ketika status mereka masih suami istri.Namun keterangan berikutnya membuat Rian heran. "Istri tuan Alkanders dikabarkan sudah meninggal empat bulan lalu. Mereka memiliki anak berusia lima tahun berna
Ha? Lea mendongak di depan ruko. Bola matanya melebar melihat papan nama yang dipasang di bagian atas bangunan. Beneran, Lea's Florist. Perempuan itu masih bengong tak percaya sampai dia kemudian meraih ponsel, mencari kontak bernama TMC. Betulan diganti.Detik setelahnya Lea sudah memberondong pertanyaan pada Zio di ujung sana yang cuma menarik sudut bibirnya melihat Lea mencak-mencak sambil berkacak pinggang. Lucu sekali, dalam satu hari Zio bisa melihat Lea menangis, pingsan, tertawa dan sekarang marah padanya. Perempuan ini fleksibel sekali, pikir Zio."Kenapa malah diam? Jawab!""Kau ingin aku bicara apa?"Deg! Jantung Lea serasa berhenti berdetak mendengar suara Zio yang deep banget di telinga. "Malah diam, kau bisu lagi?"Lea seketika ingin mengumpat, benci sekali jika Zio menyebutnya bisu."Kerja sana biar gak bengong di kamar seharian, tapi kau harus pulang sebelum makan malam."Panggilan Zio akhiri dengan Lea menurunkan ponsel dari telinga. Ini betulan Zio memberinya sebua
Di tempat Rina, perempuan itu memelototkan mata, melihat video kiriman Vika. "Lea! Dia punya toko bunga?" pekiknya kesal. Dilemparnya sebuket bunga yang baru saja dia rangkai. Dia marah luar biasa. Ditambah lagi tokonya sepi, jarang ada pembeli. Rina sebenarnya tidak punya passion di dunia florist. Semua gara-gara sang mama yang tidak rela kalau toko bunga itu jatuh ke tangan Lea. Toko tersebut punya mereka tidak boleh berpindah tangan, apalagi diberikan pada Lea. Tidak boleh! Karena itu mama Rian memaksa Rina mengurusnya. Alhasil, bukannya untung tapi malah buntung. Tidak ada laba, mereka justru merugi tiap hari. Apalagi dua staf toko langsung berhenti begitu bukan Lea yang jadi atasannya. "Dasar perempuan kampung!" Rina memaki lantas masuk ke dalam rumah tanpa peduli pada tokonya. Bodo amat, dia mau cari kerja lain saja. Dia lulusan universitas, sudah pasti bisa kerja di perusahaan bonafit, macam AK Corp misalnya. "Kau kenapa, Rin? Toko bunganya siapa yang jaga?" Mama Rian be
Lea berbalik dan langsung terkejut, mendapati Zio sudah duduk di sofa di sudut ruangan. Perempuan itu langsung menutupi tubuhnya dengan gaun yang tadi dia lepas."Tu-tuan kapan pulang?""Sudah kubilang kau harus pulang sebelum makan malam. Kau ingin aku mengulangi perintahku!"Tuh kan, paras seperti bidadara surga, tapi mulut kek iblis neraka. "Jawab, Lea! Kau tidak bisu!"Lea mengkeret di depan tubuh besar Zio yang kini berdiri tepat di depannya. Pria itu seperti monster yang siap melahap tubuh Lea dalam sekali hap. "Atau kau punya cara lain untuk membujukku?" Nah ini yang kadang membuat Zio bingung. Dia benci perempuan ini, tapi sikapnya kadang bertolak belakang. Ingin sekali Zio bertindak kasar, tapi wajah tidak berdosa Lea selalu membuatnya kehilangan niat. Yang terjadi selanjutnya kadang di luar kendali Zio. Macam momen ciuman yang dua kali terjadi. Zio tak berkeinginan melakukannya, tapi tubuhnya reflek bertindak demikian.Apa ini efek karena dia sudah terlalu lama tidak dise
Agra memandang satu persatu foto yang dikirim oleh seseorang. Sosok yang dia susupkan ke The Mirror. Dahinya berkerut dalam saat mendapati paras Lea ada di sana.Menurut sosok itu, Lea lah yang tinggal di kamar Zio dengan status masih abu-abu. Pasalnya Zio pernah mengatakan kalau Lea istrinya. Namun mereka semua tak serta merta percaya. Mengingat di zaman ini bisa saja pernikahan dijadikan alibi untuk menutupi perbuatan hina seseorang."Jadi kamu perempuan seperti itu?" gumam Agra sembari menatap wajah cantik Lea yang sedang tersenyum.Semua memang jadi masuk akal, jika Zio menggunakan pekerjaan pengasuh Archie untuk menutupi status Lea yang hanya seorang simpanan. Publik akan mudah tertipu dengan situasi seperti itu.Saat Agra masih sibuk mengamati wajah Lea yang dia akui persis Nika, satu pesan masuk ke ponselnya."Kakak bisa melenyapkannya. Dia punya toko bunga di jalan East West."Agra juga mendapati Vika mengirim beberapa foto Lea. Di mana Agra dibuat makin terpana olehnya. Aura
Pagi menjelang, Lea pagi-pagi sudah kabur ke tokonya. Di merasa sangat bersemangat. Senyumnya terus merekah mengiringi tiap langkah, melupakan kejadian dia dimaki dan disiram kuah sup.Saat toko mulai ramai dengan beberapa pembeli, Lea dan Agni juga Puspa sudah siap. Dua teman Lea bilang akan mulai pindah besok. Tadi mereka sudah mencicil membawa beberapa barang. "Kalau begitu kita harus belanja. Beli kasur sama yang lain.""Tidur di lantai juga tidak apa-apa. Yang penting tidak kehujanan sama kepanasan. Tempat itu bagus banget, bersih ada AC-nya lagi.""Yo tetap saja ndak bisa begitu. Di depan sana ada toko sayur. Kalian masak saja sendiri, kita beli kompor sama printilannya."Lea antusias sekali mencari barang yang Puspa dan Agni perlukan. Sampai dia teringat Zio. Wanita itu langsung mengirim pesan."Bolehkah aku gunakan uangnya untuk belanja?"Lea menunggu beberapa waktu, berharap Zio tidak ikut marah padanya atau sedang meeting. Tak berapa lama, satu balasan datang. Meski cuma "h
"Anda.""Kamu."Baik Lea maupun pria itu terkejut saat bertemu lagi untuk kedua kali. "Masih ingat saya?""Tuan Agra Attarva."Agra mengulas senyum. Lea masih mengingatnya. "Kebetulan lewat, lihat toko bunga, masih baru. Sekalian mampir.""Kami baru buka kemarin. Jadi bunga apa yang Anda inginkan. Semoga sudah ada," balas Lea ramah."Lyli." Agra menjawab singkat dengan Lea langsung memandangnya."Anda mau ke sana?"Agra mengangguk. Lea gegas menyiapkan pesanan Agra dengan pria itu tampak mengamati. Agra jelas terpukau dengan kelincahan dan kelihaian tangan wanita itu dalam menyusun kuntum bunga hingga membentuk sebuah rangkaian yang apik."Jika kamu memang penting baginya, tidak masalah bagiku untuk kembali menghancurkannya," batin Agra dengan senyum tipis terpulas di bibir.Masa bodoh dengan permintaan Vika yang menginginkan Lea lenyap. Agra justru ingin melihat Lea hidup untuk dia gunakan menyiksa Zio."Bunga Anda, Tuan. Semoga Anda suka. Terima kasih dan sila datang lagi." Puspa y
Dan benar saja, keesokan harinya Lea menggerutu. Dia tak bisa naik sepeda. Padahal dia sedang senang-senangnya naik kendaraan roda dua tanpa mesin itu.Dia menatap hampa sepeda hitamnya dengan bibir manyun. "Apa kubilang. Makanya jaga diri," ledek Zio meski wajahnya lempeng seperti jalan tol.Suasana rumah masih pagi, Zio baru kembali dari joging. Lea sengaja ingin berangkat pagi, dia sedang tidak ingin bertemu Inez dan Nancy. Selain itu dia juga sedang menunggu supplier bunga langganannya akan datang lebih pagi dari biasanya. Agni dan Puspa baru akan datang agak siang, mereka memutuskan pindah hari."Ayo!"Ha? Lea melongo ketika Zio tanpa ragu naik sepedanya. "Apa?""Aku antar."What? Lea tidak salah dengar? Zio mau mengantarnya."Gak! Remuk nanti sepedaku. Lihat kamu sebesar itu."Zio melirik sepeda Lea, agaknya benar. Benda itu tidak akan kuat menampung bobot mereka berdua. Zio masuk ke garasi, lalu mengambil satu motor matic. Setelah memakai helm dan masker, Zio melirik penuh ko
Lea menarik Arch ke belakang tubuhnya. Menyembunyikan si anak dari amarah yang mungkin saja Zio tunjukkan. Awalnya Lea pikir begitu, tapi ketika lebih dari lima menit Zio hanya diam. Lea hanya bisa menghela napas."Sebenarnya apa yang mau kamu katakan. Kalau tidak, aku mau pulang. Mau tidur."Lea maju, dengan Zio sigap menghalangi. Lea ke kiri, Zio ke kiri. Lea ke kanan, Zio ikut ke kanan. Lea jelas kesal dibuatnya. "Minggir, gak? Maunya apa sih?" Bentak Lea turut emosi."Bisa gak kita bicara baik-baik.""Kamu yang mulai," sewot Lea."Sayang," bujuk Zio. Lelaki itu maju, Lea mundur."Aku minta maaf, aku salah." Kata Zio lagi. Mukanya memelas, penuh permohonan. "Minta maafnya bukan sama aku."Lea menatap tajam Zio yang menggulirkan pandangannya pada Arch yang sama sekali tak berani melihat ke arahnya. Anak itu sejak tadi menjadikan Lea tameng seolah hanya Lea yang bisa melindunginya.Zio bungkam untuk beberapa waktu, hal itu membuat Lea jengah. Hingga dia memutuskan pergi saat itu j
"Mama!"Lirikan tajam dari Zio membuat Arch mengkeret. Bocah itu merangsek mundur, bersembunyi di belakang tubuh Sari, yang juga ketakutan. Perempuan itu teramat takut ketika melihat dua tuannya harus masuk rumah sakit bersamaan.Lea nyaris pingsan ketika Zio menemukan sang istri dalam pelukan Arch yang menjerit panik. Pria itu tanpa kata membawa Lea ke rumah sakit. Walau Arch turut serta tapi anak itu jelas gentar melihat paras murka sang papa. Arch hafal benar karakter Zio. "Kau diam saja di situ." Zio menunjuk kursi tunggu di depan ruangan tempat Lea dirawat.Walau Zio menampilkan kemarahan, tapi entah kenapa bocah itu bisa melihat kelegaan luar biasa terpancar dalam netra sekelam jelaga milik sang papa."Zio! Kau marahi putraku, aku hajar kamu!"Teriakan Lea membuat Zio menoleh. Sudah hampir pingsan pun masih bisa dengar Zio memarahi Arch."Enggak kok." Zio ikut masuk ruangan setelah Heri memberi izin.Lea tampak pucat, beberapa lembar selimut melilit tubuh sang wanita. Lea masi
Lukisan seorang pria dan wanita sedang menggandeng seorang bocah laki-laki. Satu yang Lea kenali adalah rambut si wanita berwarna brunette, miliknya. Sementara di pria dengan tato bintang di pergelangan tangan. Zio memang memiliki tato di pergelangan tangan, tapi selalu tertutup jam. Lea tak pernah menyangka kalau ada orang lain yang tahu. Lea mulai menggila di tempat itu. Ini sudah hampir satu jam sejak hujan turun. Dia saja sudah dingin pol-polan. Bagaimana dengan Arch. "Arch! Di mana kamu! Ini Mama!" Teriak Lea dengan suara gemetar. Dalam hati sibuk berdoa, berharap menemukan Arch di sana. Jika tidak, Lea tak tahu harus mencari ke mana lagi. Tempat ini sudah lokasi paling ujung dari komplek tempat sekolah Arch berada. Setelah kawasan ini, ada area hutan lindung yang tertutup bagi masyarakat umum. "Arch, jawab! Kalau kamu dengar Mama." Bunyi ranting patah terdengar dari arah kiri. Lea lekas menoleh, dilihatnya samar seseorang sedang duduk di ayunan yang letaknya di sisi gedung
Kepala Zio bak dihantam batu, kehilangan Arch? Big no! Hatinya lekas menyahut. Bagi Zio Arch punya arti yang sangat besar."Aku pernah bilang, anak adopsi memang tidak lahir dari benih kita, tapi dia lahir dari hati. Cinta dan kasih kita yang melahirkannya."Zio diam, membiarkan kata-kata Lea menyiramnya. "Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Arch sekarang, yang aku takutkan, berkali-kali ditolak akan membuatnya terluka. Ingat, dia pernah dibuli karena statusnya yang tidak jelas. Arch pasti trauma dengan hal itu.""Ditambah sekarang kamu bersikap begini. Kamu mendiamkannya, mengabaikannya. Salah dia apa? Dia tidak tahu akan lahir dari rahim siapa. Dia tidak bisa memilih dari orang tua mana dia dilahirkan.""Percayalah, dalam hal ini dia yang paling menderita. Dibuang ke panti sejak lahir, lalu diambil lagi oleh mbak Nika, konon diadopsi, tidak tahunya anak sendiri.""Bagaimana anak sekecil itu bisa menghadapinya?"Zio terpekur. Kemarahannya mereda, tapi belum hilang. Zio sepenu
Sejak beberapa hari terakhir, Zio tak bisa fokus pada pekerjaannya. Lelaki itu lebih banyak melamun, pikirannya kosong. Dengan hati terasa sesak tiap kali dia teringat Arch.Putranya, oh bukan. Anak itu putra Miguel dan Nika. Setiap fakta itu muncul di kepalanya, Zio hanya bisa menitikkan air mata dengan tangan terkepal.Dia rindu dengan Arch, tapi mengingat perbuatan Nika, amarah itu kembali hadir. Zio sama sekali tak bisa memaafkan Nika. Perempuan itu bukan saja sudah menelantarkan Arch di panti asuhan, Nika juga Zio duga memanfaatkan Arch."Aku bingung, apa yang harus aku lakukan padamu," ratap Zio penuh kebimbangan.Saat Zio tengah dirundung kesedihan pasal sang putra. Suara ribut terdengar dari arah depan.Lea dan Rina terlibat pertengkaran. "Siapa kau berani melarangku menemui suamiku?" Lea bertanya pada Rina yang tampak mengangkat dagunya, seolah menantang Lea."Tuan Alkanders tadi memberi perintah begitu," balas Rina merasa mendapat mandat dari Zio.Padahal yang diberi perinta
Miguel melotot melihat Melani mendatanginya, dengan selembar kertas yang seketika membuat lelaki itu merutuki kebodohannya. Harusnya dia simpan kertas tersebut ke brankas. Bukan hanya dia masukkan ke dalam laci meja.Miguel cukup hafal watak Melani yang suka mengacak-acak ruang kerjanya. Sekedar untuk mencari tahu sang suami berselingkuh atau tidak. Melani memang tipe curigaan dan cemburuan. Dua sifat yang sebenarnya cukup membuat Miguel kerepotan.Kali ini kecerobohan Miguel bakal berbuntut panjang. Pasalnya ada Lea dan Arch di sana. Bisa dipastikan Lea akan jadi korban kesalahpahaman Melani dua kali."Maksudnya apa? Pasangan selingkuh? Siapa yang selingkuh?" Di luar dugaan, Lea langsung merespon tudingan Melani dengan berani."Kau! Kalian! Pasangan selingkuh! Dan dia anak hasil perbuatan kotor kalian kan! Ngaku!" Teriakan Melani lantang terdengar. Cukup membuat Arch ketakutan."Mel! Kamu apa-apaan sih? Bukannya kemarin aku sudah kasih tahu siapa dia. Dia Nyonya Alkanders dan itu put
"Kenapa Arch bilang begitu?" Miguel merasa ada yang tidak beres dengan anak yang duduk di depannya."Papa gak mau peluk Arch, gak mau cium Arch, gak mau bicara sama Arch. Papa sudah tidak sayang Arch."Bocah itu akhirnya menangis. Hati Miguel serasa ditusuk ribuan jarum kala Arch menangis di depannya. Tangan lelaki itu perlahan terulur, menyentuh pundak Arch bergeser ke punggung, lantas menariknya, hingga akhirnya Arch menangis di pundak Miguel."Arch gak minta banyak, Arch gak minta apa-apa. Arch cuma mau papa Zio sayang sama Arch," raung Arch sarat kesedihan."Mungkin papamu sedang stres, Arch. Jangan punya pikiran buruk sama papamu," tutur Miguel lembut.Dari sini, Miguel tahu kalau Arch sudah sangat sayang pada Zio. Itu wajar, mengingat Zio yang muncul lebih dulu menggantikan perannya sebagai seorang ayah."Stres kenapa? Papa kerja banyak yang bantuin. Ada Om Han juga ada nenek lampir. Bohong kalau stres.""Arch, urusan orang dewasa itu rumit. Kamu perlu tahu, tidak semua hal bisa
"Zi, Arch minta salim."Ucapan Lea membuat Zio menoleh, lantas dengan enggan mengulurkan tangan untuk Arch cium punggung tangannya."Arch pergi sekolah, Papa.""Hmm," hanya itu yang Zio ucapkan.Wajah ceria Arch berganti sendu ketika Zio mengabaikannya. Sudah beberapa hari ini, tak ada ciuman, pelukan bahkan senda gurau dari sang papa.Pria yang selalu Arch banggakan itu seolah tak peduli lagi padanya. Arch mengusap cepat air mata yang mulai menggenang di pelupuk netranya.Paras tampan itu tampak muram, tak ada senyum lebar macam biasa."Kamu ada masalah apa? Kenapa Arch yang jadi korban?" Lea kembali angkat bicara. Lea perhatikan, sudah hampir seminggu ini Zio mengabaikan Arch. Putranya yang peka tentu langsung merasakan perubahan sikap sang papa.Meski di depan Lea, Arch selalu tampak bahagia, bocah itu akan segera murung jika sedang sendiri. Perasaan anak kecil sejatinya sangat halus.Satu perubahan sikap akan membuat mereka sedih. Apalagi ini Arch, bocah yang tahu pasti kalau dir
Zio tak tahu bagaimana harus mengekspresikan perasaan. Sedih, kecewa, marah, semua rasa yang menyesakkan jiwa mengungkung hati lelaki itu. Tak pernah terbayangkan bagaimana Nika bisa menipunya mentah-mentah. Dia dibohongi habis-habisan oleh perempuan yang sangat dia cinta. "Arch adalah putra kandung Nika dan Miguel." Miguel memberitahu kalau anak buahnya mendapati fakta jika Nika pernah melahirkan hampir enam tahun lalu, sejurus perempuan itu kembali dari negeri seberang. Miguel menggerakkan anak buahnya untuk mencari masa lalu Nika dan inilah yang mereka temukan. "Dia membuang anaknya ke panti asuhan, lalu mengadopsinya saat berusia tiga tahun. Arch, dia bayi itu." Zio meremat rambutnya, bulir bening mula menuruni pipi. Dia tak pernah menitikkan air mata, bahkan ketika sang papa meninggal. Namun sakit hati karena orang tercinta membuat Zio hancur. Dia punya julukan tuan penguasa tapi dia kalah oleh cinta. Benar, cinta bisa membutakan mata hati, menumpulkan logika, hingga otak