Di tempat Rina, perempuan itu memelototkan mata, melihat video kiriman Vika. "Lea! Dia punya toko bunga?" pekiknya kesal. Dilemparnya sebuket bunga yang baru saja dia rangkai. Dia marah luar biasa. Ditambah lagi tokonya sepi, jarang ada pembeli. Rina sebenarnya tidak punya passion di dunia florist. Semua gara-gara sang mama yang tidak rela kalau toko bunga itu jatuh ke tangan Lea. Toko tersebut punya mereka tidak boleh berpindah tangan, apalagi diberikan pada Lea. Tidak boleh! Karena itu mama Rian memaksa Rina mengurusnya. Alhasil, bukannya untung tapi malah buntung. Tidak ada laba, mereka justru merugi tiap hari. Apalagi dua staf toko langsung berhenti begitu bukan Lea yang jadi atasannya. "Dasar perempuan kampung!" Rina memaki lantas masuk ke dalam rumah tanpa peduli pada tokonya. Bodo amat, dia mau cari kerja lain saja. Dia lulusan universitas, sudah pasti bisa kerja di perusahaan bonafit, macam AK Corp misalnya. "Kau kenapa, Rin? Toko bunganya siapa yang jaga?" Mama Rian be
Lea berbalik dan langsung terkejut, mendapati Zio sudah duduk di sofa di sudut ruangan. Perempuan itu langsung menutupi tubuhnya dengan gaun yang tadi dia lepas."Tu-tuan kapan pulang?""Sudah kubilang kau harus pulang sebelum makan malam. Kau ingin aku mengulangi perintahku!"Tuh kan, paras seperti bidadara surga, tapi mulut kek iblis neraka. "Jawab, Lea! Kau tidak bisu!"Lea mengkeret di depan tubuh besar Zio yang kini berdiri tepat di depannya. Pria itu seperti monster yang siap melahap tubuh Lea dalam sekali hap. "Atau kau punya cara lain untuk membujukku?" Nah ini yang kadang membuat Zio bingung. Dia benci perempuan ini, tapi sikapnya kadang bertolak belakang. Ingin sekali Zio bertindak kasar, tapi wajah tidak berdosa Lea selalu membuatnya kehilangan niat. Yang terjadi selanjutnya kadang di luar kendali Zio. Macam momen ciuman yang dua kali terjadi. Zio tak berkeinginan melakukannya, tapi tubuhnya reflek bertindak demikian.Apa ini efek karena dia sudah terlalu lama tidak dise
Agra memandang satu persatu foto yang dikirim oleh seseorang. Sosok yang dia susupkan ke The Mirror. Dahinya berkerut dalam saat mendapati paras Lea ada di sana.Menurut sosok itu, Lea lah yang tinggal di kamar Zio dengan status masih abu-abu. Pasalnya Zio pernah mengatakan kalau Lea istrinya. Namun mereka semua tak serta merta percaya. Mengingat di zaman ini bisa saja pernikahan dijadikan alibi untuk menutupi perbuatan hina seseorang."Jadi kamu perempuan seperti itu?" gumam Agra sembari menatap wajah cantik Lea yang sedang tersenyum.Semua memang jadi masuk akal, jika Zio menggunakan pekerjaan pengasuh Archie untuk menutupi status Lea yang hanya seorang simpanan. Publik akan mudah tertipu dengan situasi seperti itu.Saat Agra masih sibuk mengamati wajah Lea yang dia akui persis Nika, satu pesan masuk ke ponselnya."Kakak bisa melenyapkannya. Dia punya toko bunga di jalan East West."Agra juga mendapati Vika mengirim beberapa foto Lea. Di mana Agra dibuat makin terpana olehnya. Aura
Pagi menjelang, Lea pagi-pagi sudah kabur ke tokonya. Di merasa sangat bersemangat. Senyumnya terus merekah mengiringi tiap langkah, melupakan kejadian dia dimaki dan disiram kuah sup.Saat toko mulai ramai dengan beberapa pembeli, Lea dan Agni juga Puspa sudah siap. Dua teman Lea bilang akan mulai pindah besok. Tadi mereka sudah mencicil membawa beberapa barang. "Kalau begitu kita harus belanja. Beli kasur sama yang lain.""Tidur di lantai juga tidak apa-apa. Yang penting tidak kehujanan sama kepanasan. Tempat itu bagus banget, bersih ada AC-nya lagi.""Yo tetap saja ndak bisa begitu. Di depan sana ada toko sayur. Kalian masak saja sendiri, kita beli kompor sama printilannya."Lea antusias sekali mencari barang yang Puspa dan Agni perlukan. Sampai dia teringat Zio. Wanita itu langsung mengirim pesan."Bolehkah aku gunakan uangnya untuk belanja?"Lea menunggu beberapa waktu, berharap Zio tidak ikut marah padanya atau sedang meeting. Tak berapa lama, satu balasan datang. Meski cuma "h
"Anda.""Kamu."Baik Lea maupun pria itu terkejut saat bertemu lagi untuk kedua kali. "Masih ingat saya?""Tuan Agra Attarva."Agra mengulas senyum. Lea masih mengingatnya. "Kebetulan lewat, lihat toko bunga, masih baru. Sekalian mampir.""Kami baru buka kemarin. Jadi bunga apa yang Anda inginkan. Semoga sudah ada," balas Lea ramah."Lyli." Agra menjawab singkat dengan Lea langsung memandangnya."Anda mau ke sana?"Agra mengangguk. Lea gegas menyiapkan pesanan Agra dengan pria itu tampak mengamati. Agra jelas terpukau dengan kelincahan dan kelihaian tangan wanita itu dalam menyusun kuntum bunga hingga membentuk sebuah rangkaian yang apik."Jika kamu memang penting baginya, tidak masalah bagiku untuk kembali menghancurkannya," batin Agra dengan senyum tipis terpulas di bibir.Masa bodoh dengan permintaan Vika yang menginginkan Lea lenyap. Agra justru ingin melihat Lea hidup untuk dia gunakan menyiksa Zio."Bunga Anda, Tuan. Semoga Anda suka. Terima kasih dan sila datang lagi." Puspa y
Dan benar saja, keesokan harinya Lea menggerutu. Dia tak bisa naik sepeda. Padahal dia sedang senang-senangnya naik kendaraan roda dua tanpa mesin itu.Dia menatap hampa sepeda hitamnya dengan bibir manyun. "Apa kubilang. Makanya jaga diri," ledek Zio meski wajahnya lempeng seperti jalan tol.Suasana rumah masih pagi, Zio baru kembali dari joging. Lea sengaja ingin berangkat pagi, dia sedang tidak ingin bertemu Inez dan Nancy. Selain itu dia juga sedang menunggu supplier bunga langganannya akan datang lebih pagi dari biasanya. Agni dan Puspa baru akan datang agak siang, mereka memutuskan pindah hari."Ayo!"Ha? Lea melongo ketika Zio tanpa ragu naik sepedanya. "Apa?""Aku antar."What? Lea tidak salah dengar? Zio mau mengantarnya."Gak! Remuk nanti sepedaku. Lihat kamu sebesar itu."Zio melirik sepeda Lea, agaknya benar. Benda itu tidak akan kuat menampung bobot mereka berdua. Zio masuk ke garasi, lalu mengambil satu motor matic. Setelah memakai helm dan masker, Zio melirik penuh ko
"Ada apa Mas Rian kemari?" Lea bertanya dengan tangan bersedekap di dada. Kenapa juga Rian ada di sini. Oh pertanyaan lebih penting, dari mana Rian tahu dia buka toko bunga di sini.Lea mendesah malas, dia sungguh ingin lepas dari Rian tapi kenapa pria itu justru makin getol mengejarnya. Bahkan sampai ke tempat ini. Bagaimana jika Vika sampai tahu, apa perempuan itu tidak makin marah padanya.Yang kemarin saja Vika sudah seperti predator menatap mangsanya. Vika bak ingin menelan Lea bulat-bulat. "Lea, kenapa sikapmu begini. Aku hanya ingin kita kembali. Beri aku kesempatan, aku minta maaf. Aku salah," balas Rian to the poin, tanpa basa basi."Mas masih tanya kenapa aku begini. Mas, kita itu sudah bercerai. Kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Tidak sepantasnya Mas Rian terus menemuiku, sementara Mas punya tunangan. Apa Mas gak memikirkan perasaan Vika. Tolonglah, jangan membuat masalah. Aku tidak mau kembali sama Mas, jadi jangan pernah temui aku lagi."Ucap Lea panjang kali lebar
"Zi ... eh Tuan tunggu."Gubrak! Aduh! Lea mengaduh dengan tangan menyentuh lututnya. Zio yang tadinya mau ke kamar mandi, urung melakukannya. Dia berbalik pada Lea yang terduduk di karpet.Pria itu menarik tangan Lea untuk melihat luka di lutut sang istri. "Kau itu bisa diam tidak? Ini pasti kau keluyuran waktu di toko!""Eng-enggak kok," kilah Lea."Bohong aja!" Lelaki itu lantas berdiri lalu mengambil ponselnya."Arthur kemari, langsung naik ke kamarku. Lea lututnya infeksi, kayaknya harus diamputasi."Lea memutar lehernya sangat cepat saat Zio mengatakan lututnya mau diamputasi. "Itu gak benar kan?"Zio mengedikkan bahu. Dengan Lea langsung merinding takut. Amputasi? Dia bakal tidak punya kaki. Dia akan jadi cacat. Bapak! Lea nyaris menangis mendengar kakinya akan dipotong.Lima belas menit kemudian, Lea benar-benar menangis saat pria yang Zio panggil Arthur benar-benar datang. Pria itu tanpa banyak kata memeriksa Lea. Saat Zio masuk ke walk in closet untuk berganti pakaian, Lea