"Jadi janda dua kali?" Lea menggumamkan kalimat itu untuk beberapa kali. Helaan napas terdengar mengiringi. Akan jadi apa nasibnya jika hal itu terjadi. Lea terdiam untuk beberapa waktu, sampai akhirnya dia menyemangati dirinya. Meski jadi janda dia akan memiliki tempat untuk bergantung hidup. Perempuan itu mulai bersiap untuk ke toko. Sampai saat ini, baik Nancy maupun Inez belum tahu kalau Lea punya toko bunga. Mereka tahunya Lea keluyuran tidak jelas. Walau lututnya masih sakit, Lea sudah terasa lebih baik. Hari ini rencananya ada Erna yang mengantarnya. Lea sempat berpapasan dengan Nancy yang sempat-sempatnya menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Nancy merasa kalau dirinya masih jadi orang yang paling dekat dengan Zio. Padahal yang dia lakukan hanya menyiapkan pakaian lelaki itu. "Aku pikir kau sudah harus mendepaknya dari kamarmu. Yang dia lakukan tidak pantas." Kata Zico yang bergabung dengan Lea di tangga lantai dua. "Aku punya hak apa kalau kakakmu menyukainya," balas
"Apa kau tahu Agra mengenal Lea?" Pesan dari Zico seketika membuat Zio mengubah ekspresi wajahnya. Pria itu mengeratkan rahang dengan emosi jelas kentara di parasnya. Nancy langsung melihat perubahan itu."Ada apa?" tanya perempuan tersebut."Bukan urusanmu! Ayo Arch kita berangkat. Papa antar ya."Horeee, Arch bersorak gembira mendengarnya. Pria itu menggendong sang putra, membawa tas serta lembaran kertas milik Lea. Di belakangnya mengekor sang pengasuh Arch. Perempuan yang diam-diam memperhatikan Zio dan Arch.Pria itu melangkah keluar rumah dengan wajah kesal. Bagaimana Agra bisa mengenal Lea? Ini sungguh di luar pengetahuan Zio.Sementara itu di toko Lea, masih ada Zico yang sejak tadi beradu pandang dengan Agra. Pria yang punya tipe wajah serupa, sama-sama oriental. Zico jelas tak akan pergi sebelum Agra meninggalkan tempat itu.Tak sampai lima belas menit, Agra sudah menghilang dari pandangan Zico. "Kakak kenal dia?" cecar Zico segera.Sikap pemuda itu membuat Agni dan Puspa
"Mak-maksud Tuan apa?" Lea bertanya dengan tubuh gemetar ketakutan. "Apa kau kenal Agra Attarva?" Zio mengulangi pertanyaannya. Kali ini mulutnya sampai berdesis menahan amarah.Bukannya segera menjawab, Lea justru makin memundurkan tubuh, dia mencoba kabur dari Zio. Satu hal yang membuat Zio naik pitam hingga tanpa ragu Zio langsung mencekik leher Lea.Bisa dibayangkan bagaimana syoknya Lea sebab tindakan Zio. Perempuan itu meronta, tangan mungilnya menahan dua tangan kekar Zio."Tu-tuan ...." Lea tersengal dengan wajah merah padam."Katakan! Apa hubunganmu dengan Agra Attarva?" tanya Zio sekali lagi."Tidak ada! Kami hanya pernah bertemu di makam nyonya Nika. Setelahnya dia datang ke toko untuk membeli bunga. Tuan sesak!"Lea setengah menjerit sampai Zio mengerjap pelan, baru dia sadar dengan perbuatannya. Pria itu hanya diam sambil memandang Lea yang terbatuk-batuk karena ulahnya."Kau dilarang bicara dengannya! Jangan pernah bertemu dengannya. Aku tidak suka!" Kata Zio penuh peri
Nancy melangkah masuk ke walk in closet, meski kesal sebab dia kembali ditolak, dia akan tetap menyiapkan pakaian untuk Zio. Sampai di tempat itu, Nancy membulatkan mata, sudah ada set pakaian untuk Zio. Nancy menggeram marah, tanpa ragu, dia mengembalikan pakaian itu ke lemari lalu memilih lagi."Dasar wanita kampungan ingin bersaing denganku rupanya. Jangan mimpi bisa menang dariku," cibir Nancy sambil memasukkan pakaian ke tempatnya.Selanjutnya jemari Nancy yang berkutek merah dengan lihai memilah, pakaian mana yang akan Zio kenakan. Melakukan hal itu membuat Nancy menggulung senyum."Kau bersikap seperti tadi pasti karena kau gengsi. Kau tidak mau menunjukkan kalau kau menyukaiku. Kau hanya menggunakan perempuan itu untuk membuatku cemburu," gumam Nancy percaya diri.Wanita itu masih saja tidak sadar jika Zio sejak dulu tak berminat padanya. Kalau lelaki itu sudah terpikat pada Nancy, pasti Zio akan menikahi adik iparnya itu. Nyatanya Zio lebih suka memenuhi wasiat terakhir Nika
"Maksudnya apa ya?" Lea bertanya pada Rina. Apa maksud mantan mertuanya menyebut Lea masuk ke mobil mewah setelah dia diusir dari rumah. Tidak mungkin kan mama Rian melihatnya ditolong Zio. Dia sendiri saja tidak tahu kalau yang menolongnya adalah Zio, sampai dia Nika cerita mengenai hal itu."Maksudnya kau ini murahan pantas saja jika Mas Rian menceraikanmu," cibir Rina menjawab pertanyaan Lea.Lea baru saja akan membalas ucapan Rina ketika lonceng kembali berbunyi. Kali ini Vika dan Rina yang dibuat syok akan kedatangan Rian. Lelaki itu sendiri langsung gugup mendapati Rina dan Vika ada di sana."Apa yang Mas lakukan di sini?" Rina lebih dulu bertanya."Kalian sendiri apa yang kalian lakukan?" Rian balik bertanya saat sadar kalau Vika dan Rina bisa saja melakukan hal buruk pada Lea."Kita mau silaturahmi sama Lea. Kami dengar dia punya toko baru, jadi kami datanglah melihat-lihat. Boleh juga." Rina menjawab seraya melangkah ke arah display bunga di toko Lea.Beda Rina, beda pula Vi
Lea mematung di atas sepedanya. Ditatapnya pria yang saat ini berdiri dengan sebuket bunga terulur padanya. Bunga tulip putih dan anggrek entah jenis apa yang jelas warnanya juga putih, bunga yang tadi Lea rangkai."Untukmu, aku minta maaf."Datar sekali ucapannya, hingga terdengar macam bot dalam sebuah sistem. Sejatinya sebuah perjuangan bagi seorang Zio untuk mengucapkan maaf. Ingat, lelaki itu punya karakter dingin dan sombong yang dijadikan satu. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kakunya Zio saat mengucapkan maaf.Frasa itu di lisan Zio berubah jadi seperti perintah, bukan permintaan maaf yang mampu meluluhkan hati orang lain. Pun dengan Lea alih-alih tersentuh akan permintaam maaf Zio, wanita itu malah jadi bingung sendiri."Maaf untuk apa?" Lea kali ini berani bertanya. Dia teringat baju yang kini dipakai Zio bukanlah pilihannya. Tapi pilihan nenek lampir, julukan yang Zico sematkan untuk Nancy. Jengkel tumbuh menjulang di hati Lea.Zio seketika kelabakan, dia mana pernah memb
Napas Lea serasa berhenti, saat Zio menunduk untuk mencium leher Lea yang semalam dia cekik. Ya Tuhan, Lea rasanya sampai lupa bernapas. Tubuh perempuan itu menegang kaku dengan jantung berdentam tidak karuan. Zio sendiri merasa aneh, dia biasanya sangat menjaga diri dari sentuhan dengan lawan jenis yang terlalu intim. Bahkan jabat tangan pun seperlunya saja. Namun dengan Lea semua batasan itu dia langgar.Apa karena status mereka yang sudah sah sebagai suami istri atau karena Zio memang menginginkan perempuan yang kini bak patung di bawah tubuhnya."Kau ini aneh sekali. Bukannya kau janda, kenapa reaksi tubuhmu selalu macam perawan kalau kudekati," ujar Zio setelah sempat mencuri cium bibir Lea.Demi mendengar ucapan Zio, Lea dengan segera mendorong tubuh besar Zio hingga dia terbebas dari kungkungan sang suami. "Bukan urusanmu!"Zio menyeringai, ini sangat mencurigakan. Perempuan yang sudah pernah menikah, biasanya akan mudah terbuai suasana meski hanya diberi sentuhan kecil. Tap
Arch mengulas senyum tiada henti saat Zio mau memasak untuknya. Dua maid tadi berujar kalau sang chef sudah pulang. Jam kerja juru masak di rumah Zio hanya sampai makan malam dihidangkan, setelahnya dia akan undur diri."Horee," teriak Arch menyambut sepiring telur dadar bercampur sayur yang diulurkan Zio. Sang lelaki juga menambahkan usapan di kepala Arch sekaligus mengecupnya sesaat.Nancy sejak tadi senyum-senyum sendiri melihat sikap manis Zio pada Arch. Dia dan Inez sempat membahas Lea yang kerap tak turun makan malam. Namun Zio tidak menanggapi, hingga topik kabur begitu saja. Tak berapa lama biang kerok lain datang. "Malam semua," sapa Zico ceria. Lelaki tanggung itu juga melakukan tos dengan Arch."Bagaimana?" Zico bertanya pada sang kakak."Apanya?" Zico mengerutkan dahi mendengar balasan Zio. Remaja tadi lantas menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Kerutan kini berganti pada Zio."Kakak ipar memintaku memberi penilaian pada pakaian yang sudah dia siapkan untukmu. Itu foton