Zio melirik tubuh yang terbaring elok di kasurnya. Iya, tidak salah, sosok itu tidur di ranjang Zio. Semalam, setelah acara menghapus jejak ciuman Nancy bertukar jadi pelajaran, private lesson bertukar saliva. Zio mendapati tubuh Lea menggigil kedinginan. Pria itu awalnya acuh, padahal Lea baru saja memberinya sensasi ciuman yang menakjubkan. Tapi saat tengah malam, waktu dia kembali dari ruang kerja, tentu setelah memastikan Nancy sudah tidak ada di sana. Zio kembali mengamati paras Lea yang tidur di sofa.Entah mendapat dorongan dari mana, pria itu lantas menggendong Lea untuk tidur satu ranjang dengannya. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang tidur di sampingnya setelah Nika meninggal."Rasanya seperti melihatmu kembali. Meski tetap tidak akan sama."Lea tidur sangat anteng sepanjang malam, tidak berisik. Tarikan napasnya halus dan teratur. Zio bahkan sampai memeriksa napas Lea untuk memastikan gadis itu masih bernapas. Kebiasaan saat masih bersama Nika. Sleep apnea adalah ke
Lea turun dari taksi online yang dia pesan dengan ragu. Dia melihat bangunan di sekitarnya. Deretan gedung yang berjajar rapi dengan konsep modern futuristik. Tempat yang jadi institusi Zico belajar.Belajar untuk menghasilkan masalah kalau begini ceritanya. Lea yang sedang merawat kebun Inez tiba-tiba dikejutkan dengan ponselnya yang berdering nyaring. Bagaimana Lea tidak terkejut jika selama ini tidak ada yang tahu nomor perempuan itu kecuali ....Dan disinilah dia, berjalan sendirian dengan bola mata lirik kiri kanan mencari ruangan yang ditunjukkan satpam di depan sana.Beberapa murid yang melihat Lea tampak tak acuh, inilah cermin pendidikan saat ini. Anak-anak kehilangan sopan santunnya. Tak ada rasa empati dan simpati dalam perilaku anak sehari-hari. Semua hanya memikirkan diri sendiri."Siang kakak, perlu bantuan?"Ah salah, masih ada satu dua anak-anak yang punya adab dan kepedulian. Contohnya di depan Lea. Seorang siswi yang dalam pandangan Lea cantik. "Mau ketemu Mister G
"Zio, Zio, bukan Kak Lea yang salah, tapi aku yang minta dia datang."Brak!"Mampus!" Zico mengumpat di pintu yang baru dibanting tepat di depan hidungnya. Jelas dia cemas akan keadaan Lea. Perempuan itu lebih suka diam, saat Zio menindasnya.Tidak peduli mereka suami istri, tapi Zico tidak suka jika Zio semena-mena pada wanita. Dia tukang tawur, tukang maki, selalu bentrok dengan mamanya yang kerap Zico sebut tantruman. Namun Zico tak pernah melakukan kekerasan fisik. Apalagi sampai menyakiti perempuan, tapi tetap, perempuan yang Zico bela punya tanda kutip. Tidak semua perempuan dia bela terutama yang modelan Nancy. Kata Zico, wanita seperti Nancy halal buat dilarung ke laut. Tega bener emang itu anak!Zico masih mematung di depan pintu saat Erna datang tergopoh-gopoh."Bagaimana, Mas?" tanya Erna cemas."Mana aku tahu, lagian elu pakai ngadu ke tuan kulkas, kalau Lea ke sekolahku.""Enggak, Mas. Suer, saya gak bilang apa-apa. Saya saja baru tahu Non Lea gak ada di rumah setelah s
"Jangan ngaco kamu!" Sergah Zio tampak gusar dengan cemas merayapi hati."Kenapa tidak mungkin. Ada satu orang asing di rumah ini. Dan sejak tadi dia tidak kelihatan. Bisa saja dia yang membawa Archie pergi saat kita semua tidak ada."Zio langsung tanggap maksud Nancy. Lelaki itu meraih ponsel, lantas menghubungi satu nomor. Tidak aktif. Zio menggeram marah saat itu juga."Periksa lagi, siapa tahu dia tertidur di suatu tempat. Kalian tahu sendiri Archie itu suka tidur sembarangan."Semua orang bergerak mengikuti perintah Zio. Pun dengan pria itu yang masuk ke ruang kerja, Archie suka sekali bermain di tempat itu. Pernah dia menemukan Archie tidur di bawah meja. Bagaimana balita itu tidak membuat heboh. Dua jam menghilang, dan ditemukan tidur di ruangan Zio."Ada tidak?" Nancy menerobos masuk. Dia melihat Zio lalu memeluknya."Aku takut hal buruk terjadi padanya." Sepasang tangan Nancy melingkari tubuh Zio. Air mata Nancy mengalir di pipi sang aspri."Dia tidak akan kenapa-kenapa. Tid
"Beneran Arch takut petir?" Zio bertanya lembut pada Archie yang baru diganti pakaiannya."Beneran Papa. Takut suaranya, takut kelipnya," balas Arch sambil mengucek mata. Zio dan Zico saling pandang, bagaimana hal segenting ini luput dari perhatian mereka. Tidak bisa keduanya bayangkan ketakutan Arch tiap kali hujan petir melanda."Terus Arch selama ini kalau hujan petir ngapain? Kok gak nyari papa atau om buat minta temenin?" Zico bertanya setelah melempar pakaian kotor Arch ke keranjang pakaian. Sang bocah bertepuk tangan heboh, sebab lemparan Zico sangat jitu."Kata Aunty Nancy, jadi anak cowok harus berani. Jadi Arch cuma sembunyi di balik selimut kalau ada petir," jawab Arch polos."Tapi tadi petirnya gede-gede biar pun hujannya gak gede. Arch takut banget. Semua orang belum balik, jadi Arch cari Aunty Le, kata mbak Desi, Aunty Le selalu ada di rumah. Enak tidur sama Aunty Le, kayak dikelonin mama." Arch menguap selepas bercerita panjang.Zico dan Zio kembali saling pandang."Ti
Uhuk! Lea tersedak kala teringat ucapan Zio semalam. "Suka dia cium katanya. Gak kebalik tuh, dia yang suka main cium." Lea menggerutu sambil menggosok gigi. Gara-gara Zio, dia tidak bisa tidur semalam. Alhasil dia memutuskan bangun ketika sinar mentari mulai mengintip di ufuk timur.Saat jendela kamarnya mulai silau, Lea beranjak ke kamar mandi. Mencoba mengabaikan visual pria yang tidur tengkurap tanpa baju. Hingga punggung berotot Zio membuat penglihatan Lea terganggu. Sungguh baru Zio, pria yang dia lihat nyaris telanjang di depannya. Tahu sendiri selama jadi istri Rian dia buta, bahkan rupa Rian baru beberapa waktu lalu dia lihat. Oh kenapa dia jadi penasaran dengan rupa orang-orang yang pernah dia temui sebelumnya. Dia ingin tahu rupa Vika, Rina, orang-orang yang kerap membulinya di masa lalu. Bukan ingin membalas. Hanya ingin tahu saja. Lea melonjak kaget ketika pintu kamar mandi terbuka, Zio masuk tanpa peduli Lea ada di situ. Perempuan itu buru-buru membasuh muka untuk kem
"Kamu kerja jadi baby sitter?" Suara itu memecah kebuntuan obrolan antara Lea dan Rian.Zico sudah ingin maju ingin menjelaskan ketika Lea meraih lengan sang pemuda. Dari kode tatapan mata, Lea menyuruh Zico diam."Iya, ada masalah?" jawan Lea tenang. Dia menduga perempuan berwajah tirus di hadapannya adalah Vika. Siapa lagi perempuan yang akan menempel mantan suaminya selain Vika. Benar sekali, pria yang mendatangi Lea adalah Rian. Sempit sekali dunia ini. Bagaimana bisa Lea justru bertemu Vika dan Rian di komplek rumah mereka. Apa mereka kebetulan lewat atau ... kemungkinan paling relevan rumah Vika ada di sekitar sini."Dia jadi baby sitter, sayang," bisik Vika dengan bibir menyeringai penuh ejekan.Sementara Rian tampak menelisik bocah dalam gendongan Lea yang asyik makan kue basah. Pun dengan remaja yang kemarin Rian temui di rumah sakit. Pemuda yang memanggil Lea kakak ipar. Kenapa remaja ini Rian pikir selalu ada di sekitar Lea?"Kamu betulan kerja jadi pengasuh anak. Siapa a
Lea menunduk, menatap semua bubur ayam yang dilempar Inez ke halaman. Semua berserak tak bisa dimakan. Perlahan bulir bening itu mengalir. Tak pernahkah mereka merasa kelaparan? Kalau belum, maka Lea pernah merasakannya.Dalam fase terendah kehidupannya dulu, dia dan ayahnya pernah mengais di tong sampah untuk mencari makanan yang masih layak untuk mereka makan, sekedar untuk mengganjal perut.Sungguh, membuang makanan adalah hal yang tidak pernah Lea lakukan dalam hidupnya. Tapi kini, benda yang bagi banyak orang di luar sana sangat berharga, diperlakukan bak sampah tak berguna.Makanan itu baru, masih sangat bisa di makan, kenapa tidak diberikan pada orang yang memerlukan jika Inez tak suka sebab dia yang sudah beli."Mama, kenapa dibuang. Itu aku yang beli, Archie yang minta. Kak Lea cuma nemenin," Zico jelas marah dengan kelakuan mamanya yang mulai ikut-ikutan macam Nancy, tidak masuk akal."Kau membelanya? Aku ini mamamu Zico. Beraninya kamu melawan mama!" teriak Inez tak terima.
Lea menarik Arch ke belakang tubuhnya. Menyembunyikan si anak dari amarah yang mungkin saja Zio tunjukkan. Awalnya Lea pikir begitu, tapi ketika lebih dari lima menit Zio hanya diam. Lea hanya bisa menghela napas."Sebenarnya apa yang mau kamu katakan. Kalau tidak, aku mau pulang. Mau tidur."Lea maju, dengan Zio sigap menghalangi. Lea ke kiri, Zio ke kiri. Lea ke kanan, Zio ikut ke kanan. Lea jelas kesal dibuatnya. "Minggir, gak? Maunya apa sih?" Bentak Lea turut emosi."Bisa gak kita bicara baik-baik.""Kamu yang mulai," sewot Lea."Sayang," bujuk Zio. Lelaki itu maju, Lea mundur."Aku minta maaf, aku salah." Kata Zio lagi. Mukanya memelas, penuh permohonan. "Minta maafnya bukan sama aku."Lea menatap tajam Zio yang menggulirkan pandangannya pada Arch yang sama sekali tak berani melihat ke arahnya. Anak itu sejak tadi menjadikan Lea tameng seolah hanya Lea yang bisa melindunginya.Zio bungkam untuk beberapa waktu, hal itu membuat Lea jengah. Hingga dia memutuskan pergi saat itu j
"Mama!"Lirikan tajam dari Zio membuat Arch mengkeret. Bocah itu merangsek mundur, bersembunyi di belakang tubuh Sari, yang juga ketakutan. Perempuan itu teramat takut ketika melihat dua tuannya harus masuk rumah sakit bersamaan.Lea nyaris pingsan ketika Zio menemukan sang istri dalam pelukan Arch yang menjerit panik. Pria itu tanpa kata membawa Lea ke rumah sakit. Walau Arch turut serta tapi anak itu jelas gentar melihat paras murka sang papa. Arch hafal benar karakter Zio. "Kau diam saja di situ." Zio menunjuk kursi tunggu di depan ruangan tempat Lea dirawat.Walau Zio menampilkan kemarahan, tapi entah kenapa bocah itu bisa melihat kelegaan luar biasa terpancar dalam netra sekelam jelaga milik sang papa."Zio! Kau marahi putraku, aku hajar kamu!"Teriakan Lea membuat Zio menoleh. Sudah hampir pingsan pun masih bisa dengar Zio memarahi Arch."Enggak kok." Zio ikut masuk ruangan setelah Heri memberi izin.Lea tampak pucat, beberapa lembar selimut melilit tubuh sang wanita. Lea masi
Lukisan seorang pria dan wanita sedang menggandeng seorang bocah laki-laki. Satu yang Lea kenali adalah rambut si wanita berwarna brunette, miliknya. Sementara di pria dengan tato bintang di pergelangan tangan. Zio memang memiliki tato di pergelangan tangan, tapi selalu tertutup jam. Lea tak pernah menyangka kalau ada orang lain yang tahu. Lea mulai menggila di tempat itu. Ini sudah hampir satu jam sejak hujan turun. Dia saja sudah dingin pol-polan. Bagaimana dengan Arch. "Arch! Di mana kamu! Ini Mama!" Teriak Lea dengan suara gemetar. Dalam hati sibuk berdoa, berharap menemukan Arch di sana. Jika tidak, Lea tak tahu harus mencari ke mana lagi. Tempat ini sudah lokasi paling ujung dari komplek tempat sekolah Arch berada. Setelah kawasan ini, ada area hutan lindung yang tertutup bagi masyarakat umum. "Arch, jawab! Kalau kamu dengar Mama." Bunyi ranting patah terdengar dari arah kiri. Lea lekas menoleh, dilihatnya samar seseorang sedang duduk di ayunan yang letaknya di sisi gedung
Kepala Zio bak dihantam batu, kehilangan Arch? Big no! Hatinya lekas menyahut. Bagi Zio Arch punya arti yang sangat besar."Aku pernah bilang, anak adopsi memang tidak lahir dari benih kita, tapi dia lahir dari hati. Cinta dan kasih kita yang melahirkannya."Zio diam, membiarkan kata-kata Lea menyiramnya. "Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Arch sekarang, yang aku takutkan, berkali-kali ditolak akan membuatnya terluka. Ingat, dia pernah dibuli karena statusnya yang tidak jelas. Arch pasti trauma dengan hal itu.""Ditambah sekarang kamu bersikap begini. Kamu mendiamkannya, mengabaikannya. Salah dia apa? Dia tidak tahu akan lahir dari rahim siapa. Dia tidak bisa memilih dari orang tua mana dia dilahirkan.""Percayalah, dalam hal ini dia yang paling menderita. Dibuang ke panti sejak lahir, lalu diambil lagi oleh mbak Nika, konon diadopsi, tidak tahunya anak sendiri.""Bagaimana anak sekecil itu bisa menghadapinya?"Zio terpekur. Kemarahannya mereda, tapi belum hilang. Zio sepenu
Sejak beberapa hari terakhir, Zio tak bisa fokus pada pekerjaannya. Lelaki itu lebih banyak melamun, pikirannya kosong. Dengan hati terasa sesak tiap kali dia teringat Arch.Putranya, oh bukan. Anak itu putra Miguel dan Nika. Setiap fakta itu muncul di kepalanya, Zio hanya bisa menitikkan air mata dengan tangan terkepal.Dia rindu dengan Arch, tapi mengingat perbuatan Nika, amarah itu kembali hadir. Zio sama sekali tak bisa memaafkan Nika. Perempuan itu bukan saja sudah menelantarkan Arch di panti asuhan, Nika juga Zio duga memanfaatkan Arch."Aku bingung, apa yang harus aku lakukan padamu," ratap Zio penuh kebimbangan.Saat Zio tengah dirundung kesedihan pasal sang putra. Suara ribut terdengar dari arah depan.Lea dan Rina terlibat pertengkaran. "Siapa kau berani melarangku menemui suamiku?" Lea bertanya pada Rina yang tampak mengangkat dagunya, seolah menantang Lea."Tuan Alkanders tadi memberi perintah begitu," balas Rina merasa mendapat mandat dari Zio.Padahal yang diberi perinta
Miguel melotot melihat Melani mendatanginya, dengan selembar kertas yang seketika membuat lelaki itu merutuki kebodohannya. Harusnya dia simpan kertas tersebut ke brankas. Bukan hanya dia masukkan ke dalam laci meja.Miguel cukup hafal watak Melani yang suka mengacak-acak ruang kerjanya. Sekedar untuk mencari tahu sang suami berselingkuh atau tidak. Melani memang tipe curigaan dan cemburuan. Dua sifat yang sebenarnya cukup membuat Miguel kerepotan.Kali ini kecerobohan Miguel bakal berbuntut panjang. Pasalnya ada Lea dan Arch di sana. Bisa dipastikan Lea akan jadi korban kesalahpahaman Melani dua kali."Maksudnya apa? Pasangan selingkuh? Siapa yang selingkuh?" Di luar dugaan, Lea langsung merespon tudingan Melani dengan berani."Kau! Kalian! Pasangan selingkuh! Dan dia anak hasil perbuatan kotor kalian kan! Ngaku!" Teriakan Melani lantang terdengar. Cukup membuat Arch ketakutan."Mel! Kamu apa-apaan sih? Bukannya kemarin aku sudah kasih tahu siapa dia. Dia Nyonya Alkanders dan itu put
"Kenapa Arch bilang begitu?" Miguel merasa ada yang tidak beres dengan anak yang duduk di depannya."Papa gak mau peluk Arch, gak mau cium Arch, gak mau bicara sama Arch. Papa sudah tidak sayang Arch."Bocah itu akhirnya menangis. Hati Miguel serasa ditusuk ribuan jarum kala Arch menangis di depannya. Tangan lelaki itu perlahan terulur, menyentuh pundak Arch bergeser ke punggung, lantas menariknya, hingga akhirnya Arch menangis di pundak Miguel."Arch gak minta banyak, Arch gak minta apa-apa. Arch cuma mau papa Zio sayang sama Arch," raung Arch sarat kesedihan."Mungkin papamu sedang stres, Arch. Jangan punya pikiran buruk sama papamu," tutur Miguel lembut.Dari sini, Miguel tahu kalau Arch sudah sangat sayang pada Zio. Itu wajar, mengingat Zio yang muncul lebih dulu menggantikan perannya sebagai seorang ayah."Stres kenapa? Papa kerja banyak yang bantuin. Ada Om Han juga ada nenek lampir. Bohong kalau stres.""Arch, urusan orang dewasa itu rumit. Kamu perlu tahu, tidak semua hal bisa
"Zi, Arch minta salim."Ucapan Lea membuat Zio menoleh, lantas dengan enggan mengulurkan tangan untuk Arch cium punggung tangannya."Arch pergi sekolah, Papa.""Hmm," hanya itu yang Zio ucapkan.Wajah ceria Arch berganti sendu ketika Zio mengabaikannya. Sudah beberapa hari ini, tak ada ciuman, pelukan bahkan senda gurau dari sang papa.Pria yang selalu Arch banggakan itu seolah tak peduli lagi padanya. Arch mengusap cepat air mata yang mulai menggenang di pelupuk netranya.Paras tampan itu tampak muram, tak ada senyum lebar macam biasa."Kamu ada masalah apa? Kenapa Arch yang jadi korban?" Lea kembali angkat bicara. Lea perhatikan, sudah hampir seminggu ini Zio mengabaikan Arch. Putranya yang peka tentu langsung merasakan perubahan sikap sang papa.Meski di depan Lea, Arch selalu tampak bahagia, bocah itu akan segera murung jika sedang sendiri. Perasaan anak kecil sejatinya sangat halus.Satu perubahan sikap akan membuat mereka sedih. Apalagi ini Arch, bocah yang tahu pasti kalau dir
Zio tak tahu bagaimana harus mengekspresikan perasaan. Sedih, kecewa, marah, semua rasa yang menyesakkan jiwa mengungkung hati lelaki itu. Tak pernah terbayangkan bagaimana Nika bisa menipunya mentah-mentah. Dia dibohongi habis-habisan oleh perempuan yang sangat dia cinta. "Arch adalah putra kandung Nika dan Miguel." Miguel memberitahu kalau anak buahnya mendapati fakta jika Nika pernah melahirkan hampir enam tahun lalu, sejurus perempuan itu kembali dari negeri seberang. Miguel menggerakkan anak buahnya untuk mencari masa lalu Nika dan inilah yang mereka temukan. "Dia membuang anaknya ke panti asuhan, lalu mengadopsinya saat berusia tiga tahun. Arch, dia bayi itu." Zio meremat rambutnya, bulir bening mula menuruni pipi. Dia tak pernah menitikkan air mata, bahkan ketika sang papa meninggal. Namun sakit hati karena orang tercinta membuat Zio hancur. Dia punya julukan tuan penguasa tapi dia kalah oleh cinta. Benar, cinta bisa membutakan mata hati, menumpulkan logika, hingga otak