Share

Satu kamar

Author: Nad28
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

SABRINA

"Tebak aku dimana?" seru penelpon di seberang ketika aku mengangkat teleponku.

 

Ini masih jam enam pagi dan aku sudah di telepon.

 

"Bandara. Ya, kan?"

 

Salsabila tertawa kencang. Hari ini dia memang tiba di Indonesia sesuai rencana. Seharusnya dia bisa menggunakan penerbangan pribadi, sesuai tawaran Mas Bara. Tapi, wanita itu menolak dan bersikeras untuk naik pesawat komersial saja. Dia memang sering beda pemikiran dengan Mas Bara. Kalau Mas Bara memikirkan kenyamanan dan kecepatan, Salsabila bilang itu pemborosan. Toh, dia tidak diburu deadline tertentu.

 

"Aku akan kerumahmu, Sabri. Ayo kita sarapan bersama."

 

Setelah mengatakan hal tersebut, wanita itu langsung menutup telepon. Dengan susah payah mengenyahkan kantuk, aku pergi mandi. Setelahnya aku meminta pembantu menyiapkan nasi goreng untuk Salsabila dan mungkin Mas Bara. Aku selalu berangkat lebih pagi dari Mas Bara, jadi aku tidak tahu pasti apa yang dimakan setiap hari. Untukku, seperti biasa roti selai coklat madu dan secangkir kopi atau teh.

 

"Selainya habis, Bu,"

 

"Habis?"

 

Seingatku kemarin masih ada separuh jar, kenapa sudah habis?

 

Pembantuku tersenyum kecil, "Bapak yang makan. Sarapan kemarin makan pakai roti selai, semalam pulang kantor ngemil itu juga. Langsung ludes."

 

Hah? Tumben banget.

 

Mumpung masih pagi dan Salsabila belum tiba di rumah, aku buru-buru membuat selai coklat madu baru. Aku terbiasa membuatnya sendiri, jadi ya, aku bisa membuatnya dengan cepat melakukannya. Saat aku masih mengolah selai dan pembantu kami menyiapkan nasi goreng, aku mendengar teriakan memanggil namaku dari arah ruang tamu.

 

"Sabrina!!"

 

Aku terperanjat saat Salsabila melompat kepelukanku. Aku dan Bila memang sangat dekat, mungkin karena kami seumuran. Selain itu kami juga memiliki kemiripan lain, sama-sama tidak punya teman dekat. Hidup di circle ini memang susah untuk memiliki teman yang baik, jadilah aku terperangkap di sini bersamanya. Tapi kemiripanku dan Bila justru berbeda dengan Mas Bara, dia punya banyak teman untuk bersenang-senang.

 

"Mas Bara mana?"

 

Aku menunjuk lantai atas dengan daguku.

 

"Sapalah dia dulu, sebentar lagi sarapan akan siap."

 

Dia tersenyum lebar kemudian naik ke lantai dua. Aku kembali menekur masakanku dan membantu pembantuku menata sarapan di meja. Tak berapa lama setelah kami usai menata, Bila turun sambil menyeret Mas Bara. Biasanya kalau akhir pekan Mas Bara akan bangun siang dan pergi sekitar jam sepuluh pagi untuk berolahraga atau mengunjungi teman-temannya. Meskipun sudah mandi dan segar, aku tau Mas Bara masih mengantuk.

 

"Bangun siang bikin rezeki kepatok ayam, Mas!" ujar Bila saat kami sudah duduk mengitari meja makan.

 

"Biarkan mereka mematok rezekiku di akhir pekan. Toh, aku sedang libur, Bi," balas Mas Bara males-malesan.

 

Salsabila memutar bola matanya, "Aku bahkan tidak bisa mengkritik apapun, karena keluarga kita makin kaya raya semenjak kamu yang mengelola semua usaha Papa."

 

Aku tersenyum melihat interaksi keduanya. Selalu ramai seperti ini.

 

"Iya, kamu harus tahu menambah pundi-pundi kekayaan itu melelahkan. Jadi, seharusnya kamu membiarkan aku tidur tenang saat weekend begini. Aku yakin Sabrina juga keberatan kamu bangunkan sepagi ini."

 

Salsabila tertawa menanggapi dan mulai mengambil nasi goreng ke piringnya.

 

"Kamu harusnya menyambut hangat kedatanganku, Mas. Aku sekarang, kan, sudah resmi jadi rekanmu untuk memperkaya keluarga kita." Salsabila masih saja punya bahan menimpali Mas Bara.

 

Mas Bara cuma geleng-geleng kepala menanggapi.

 

"Nih," Salsabila menyerahkan wadah nasi goreng ke Mas Bara, namun ditolaknya.

 

"Na, tolong," 

 

Aku melihat kemana tangannya menunjuk, roti bakar dan selai coklat madu. Sejak kapan dia makan makanan ini??

 

"Agendamu apa memang?"

 

Salsabila menelan makanannya kemudian menatap Mas Bara, "Aku mau bersenang-senang dengan Sabri sampai besok. Aku juga akan menginap di sini. Sebaiknya kamu segera pindah kamar untuk dua hari, Mas."

 

Mataku membulat menatap Salsabila, apa-apaan ini??

 

Salsabila memang tahu kalau aku dan Mas Bara pisah kamar. Kami hanya akan tinggal dalam satu kamar kalau ada orang tua kami saja, tapi tidak kalau dia yang datang berkunjung. Untuk apa??

 

"Masih banyak kamar lainnya, Bi," bantah Mas Bara.

 

"Kamar lain pasti udah lama kosong, baunya akan aneh. Aku tidur di kamar Sabri saja. Sabri biar ngungsi ke kamar Mas Bara."

 

Astaga.... Meskipun sudah biasa melakukannya, tetap saja aku tidak nyaman dengan hal itu. Kalau tidak penting sama sekali, lebih baik tidak usah.

 

"Bi, aku---"

 

"Ah, iya, Mama dan Papa bilang mau menyusulku ke sini nanti sore ini." Potong Salsabila pada perkataanku.

 

"Apa?!" Mas Bara mewakili keterkejutanku.

 

Salsabila memasang cengir polos, "Senin udah pulang kok. Mereka pasti kangen sama aku."

 

"Kenapa tidak ada yang mau memberitahu kami?" tanyaku curiga.

 

Salsabila menggidik bahu, "Nanti mungkin."

 

Alamat deh aku harus beres-beres kamar dan ngungsi ke kamar Mas Bara untuk dua malam, atau mungkin lebih.....

 

 

 

 

Nad28

Semoga suka dengan cerita pertamaku di Goodnovel^^

| Like

Related chapters

  • ISTRI PAJANGAN   Menyesal???

    BARA Ketukan keras yang berulang-ulang membuatku terjaga. Itu suara Salsabil yang memanggil-manggilku. Astaga kenapa sekalinya dia pulang membuat jengkel begini sih. "Ya ampun, istrimu lagi masak dan kamu masih ngebo?!?!" gerutunya ketika aku membukakan pintu. Dia langsung menerobos masuk kamar dan membuka semua tirai. "Astaga, ini weekend, Bi. Belum waktunya bangun," balasku sambil merebahkan diri kembali ke kasur. Salsabila duduk di dekatku dan memukul pelan lenganku, "Bangun. Mandi. Ayo sarapan bersama!" Aku membiarkan Bila berbicara dan tetap merebahkan diriku d

  • ISTRI PAJANGAN   Salahkah aku??

    SABRINA Meski saat sarapan dan makan malam Mas Bara tak pernah mau makan di rumah, aku akan tetap berusaha mencoba menjadi istri yang berbakti padanya. Kata orang, meluluhkan hati suami bisa dengan masakan istri yang enak dan penuh ketulusan, itulah hal yang sering aku lakukan beberapa bulan belakangan ini. Iya, dari awal setelah kami menikah dan pindah ke rumah ini, Mas Bara tak pernah sekalipun mau memakan masakanku. Aku selalu mengintruksikan diriku dengan kata-kata; mungkin saja Mas Bara masih belum mau memperlihatkan sisi keterbukaannya menerima diriku. Oleh sebab itu, aku berinisiatif ingin memberikannya perhatian lewat makan siangnya Mas Bara. Aku tak tau kenapa Mas Bara tak pernah mengizinkan aku untuk masuk ke dalam ruangannya, kata sekretaris dan reseps

  • ISTRI PAJANGAN   Aku nggak akan menggigitmu

    BARA Tubuhnya mengeluarkan parfum yang biasa digunakannya. Kurasa itu sisa-sisa parfum dan masih melekat ditubuhnya. Rambutnya beraroma stroberi seperti biasanya. Itu karena dia mencuci rambut sebelum tidur tadi. Aku terbiasa dengan aroma yang keluar ketika Sabrina berada di sekitarku. Dari dulu aromanya tak pernah berubah, sungguh konservatif. Wanita beraroma stroberi itu tampak gelisah. Punggungnya berkali-kali bergerak tak nyaman, sesekali aku mendengar helaan nafas kecilnya. "Na, kamu sulit tidur?" Dia sedikit menelengkan kepalanya dan mengangguk. "Kamu ng

  • ISTRI PAJANGAN   Pertama bagiku bukan yang pertama baginya...

    SABRINA Pak Broto mengadakan acara ulang tahun pernikahan ke empat puluh di salah satu hotel mewah miliknya. Aku masuk ke gala ballroom dan ikut nimbrung cipika cipiki dengan tamu lainnya. Setelah celingukan, aku akhirnya menemukan Pak Broto. Beliau sedang berkeliling dengan istrinya dan menyapa para tamu undangan. Akupun mendekati mereka dan di sambut dengan hangat. "Malam, Pak." Aku menyapa yang empunya acara, kemudian bergantian ke istrinya. "Selamat ulang tahun pernikahannya, Pak," ujarku. "Makasih, Sabri. Kamu sendiri? Mana Bara?" tanya Pak Broto sembari mengecek sekelilingku. Belum sempat aku menjawab, ada tamu lainnya datang

  • ISTRI PAJANGAN   Istri Rasa Selingkuhan

    BARAAku harus segera berangkat ke acara pernikahan Satria, acaranya satu jam lagi. Tapi Sabrina tidak juga nampak keluar dari kamarnya, padahal dia tahu ini hari penting. Sebenarnya aku bisa saja pergi tanpa dia, hanya saja Satria mengenal Sabrina. Bukan kenal baik, tapi ya mereka cukup sering ngobrol ketika bertemu. Bahkan menurutku Sabrina jauh lebih nyaman ngobrol dan bercanda dengan Satria dibandingkan denganku yang dihadapinya sehari-hari.Aku nyaris kembali menaiki tangga untuk menuju kamarnya, tapi pembantuku mencegah. Katanya Sabrina menitipkan pesan tidak akan ikut ke acara Satria."Ibu sakit, Pak.""Sakit apa?"Pembantuku itu cuma menggeleng kecil, "Cuma tadi Ibu pes

  • ISTRI PAJANGAN   Pentingkah kepercayaanku?

    Itu Nico. Dia berdiri di hadapanku yang sedang menghalau kerumunan. Dia mencekal pergelangan tanganku dan membawaku pergi. Langkah lebarnya membuat kami lekas mencapai tempat parkir. Dia memintaku untuk masuk ke mobilnya dan kami pergi dari sana. Air mataku pecah saat itu juga, hatiku sakit sekali mendengar hal-hal mengerikan yang dikatakan Michela tadi. Meskipun aku tahu kelakuan Mas Bara buruk diluar sana, tapi melalui informanku aku tahu Mas Bara selalu main rapi dan tak membiarkan siapapun mencium keburukannya. "Kenapa menikahi pria seperti itu?" tanya Nico ketika aku sudah usai menangis. Ternyata air mataku tidak sebanyak itu. Aku diam. Tidak ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu. "Dipermalukan seperti itu untuk seorang laki-laki yang kelakuannya buruk

  • ISTRI PAJANGAN   Belum siap

    "Mas." Aku memberanikan diri untuk memanggil laki-laki yang sedang mengemudikan mobil disampingku ini. Dia adalah suamiku yang beberapa hari sebelumnya telah resmi untuk menyongsong masa depan kami kedepannya yang bernama bahtera pernikahan. Sungguh aku tak menyangka akan bersuamikan dia. Laki-laki tampan dan berkarisma yang sebelumnya tak pernah terpikir akan menjadi pendamping hidupku, kini ia benar-benar nyata ada didekatku. "Kenapa?" tanya Mas Bara datar dan tanpa menoleh sedikitpun padaku, tiadaku dapati senyum lembut disana. Sungguh aneh menurutku, apa aku ada salah padanya hingga tiba-tiba Mas Bara seakan cuek padaku? "Apa?" ulang Mas Bara lagi, aku sedikit tersentak oleh intonasi suaranya. "Eum... Itu... Apa di rumah ada

  • ISTRI PAJANGAN   Kadaluarsa

    ~SELAMAT ULANG TAHUN PERNIKAHAN KE EMPAT TAHUN BAPAK DZIKRI BARA MAJID DAN IBU SABRINA MAJID~ ~HAPPY ANNIVERSARY MR. DZIKRI BARA MAJID AND MRS. SABRINA MAJID~ Semua tulisan papan rangkaian bunga maupun kartu ucapan itu isinya nyaris sama, mengucapkan selamat untuk ulang tahun pernikahan Mas Bara dan aku. Empat tahun. Time flies. Empat tahun, siapa sangka aku mampu bertahan dalam gelanggang pernikahan ini. Bahkan, diriku sendiri sendiri tak pernah mempercayainya. Menikah dengan salah seorang keturunan Majid memang sulit untuk tidak mendapatkan atensi seperti ini. Seluruh rekan dan media tahu kapan ulang tahun pernikahan kami, juga tanggal-tanggal penting lainnya. Alih-alih merasa terganggu, aku harus membiasakan diri untuk mene

Latest chapter

  • ISTRI PAJANGAN   Pentingkah kepercayaanku?

    Itu Nico. Dia berdiri di hadapanku yang sedang menghalau kerumunan. Dia mencekal pergelangan tanganku dan membawaku pergi. Langkah lebarnya membuat kami lekas mencapai tempat parkir. Dia memintaku untuk masuk ke mobilnya dan kami pergi dari sana. Air mataku pecah saat itu juga, hatiku sakit sekali mendengar hal-hal mengerikan yang dikatakan Michela tadi. Meskipun aku tahu kelakuan Mas Bara buruk diluar sana, tapi melalui informanku aku tahu Mas Bara selalu main rapi dan tak membiarkan siapapun mencium keburukannya. "Kenapa menikahi pria seperti itu?" tanya Nico ketika aku sudah usai menangis. Ternyata air mataku tidak sebanyak itu. Aku diam. Tidak ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu. "Dipermalukan seperti itu untuk seorang laki-laki yang kelakuannya buruk

  • ISTRI PAJANGAN   Istri Rasa Selingkuhan

    BARAAku harus segera berangkat ke acara pernikahan Satria, acaranya satu jam lagi. Tapi Sabrina tidak juga nampak keluar dari kamarnya, padahal dia tahu ini hari penting. Sebenarnya aku bisa saja pergi tanpa dia, hanya saja Satria mengenal Sabrina. Bukan kenal baik, tapi ya mereka cukup sering ngobrol ketika bertemu. Bahkan menurutku Sabrina jauh lebih nyaman ngobrol dan bercanda dengan Satria dibandingkan denganku yang dihadapinya sehari-hari.Aku nyaris kembali menaiki tangga untuk menuju kamarnya, tapi pembantuku mencegah. Katanya Sabrina menitipkan pesan tidak akan ikut ke acara Satria."Ibu sakit, Pak.""Sakit apa?"Pembantuku itu cuma menggeleng kecil, "Cuma tadi Ibu pes

  • ISTRI PAJANGAN   Pertama bagiku bukan yang pertama baginya...

    SABRINA Pak Broto mengadakan acara ulang tahun pernikahan ke empat puluh di salah satu hotel mewah miliknya. Aku masuk ke gala ballroom dan ikut nimbrung cipika cipiki dengan tamu lainnya. Setelah celingukan, aku akhirnya menemukan Pak Broto. Beliau sedang berkeliling dengan istrinya dan menyapa para tamu undangan. Akupun mendekati mereka dan di sambut dengan hangat. "Malam, Pak." Aku menyapa yang empunya acara, kemudian bergantian ke istrinya. "Selamat ulang tahun pernikahannya, Pak," ujarku. "Makasih, Sabri. Kamu sendiri? Mana Bara?" tanya Pak Broto sembari mengecek sekelilingku. Belum sempat aku menjawab, ada tamu lainnya datang

  • ISTRI PAJANGAN   Aku nggak akan menggigitmu

    BARA Tubuhnya mengeluarkan parfum yang biasa digunakannya. Kurasa itu sisa-sisa parfum dan masih melekat ditubuhnya. Rambutnya beraroma stroberi seperti biasanya. Itu karena dia mencuci rambut sebelum tidur tadi. Aku terbiasa dengan aroma yang keluar ketika Sabrina berada di sekitarku. Dari dulu aromanya tak pernah berubah, sungguh konservatif. Wanita beraroma stroberi itu tampak gelisah. Punggungnya berkali-kali bergerak tak nyaman, sesekali aku mendengar helaan nafas kecilnya. "Na, kamu sulit tidur?" Dia sedikit menelengkan kepalanya dan mengangguk. "Kamu ng

  • ISTRI PAJANGAN   Salahkah aku??

    SABRINA Meski saat sarapan dan makan malam Mas Bara tak pernah mau makan di rumah, aku akan tetap berusaha mencoba menjadi istri yang berbakti padanya. Kata orang, meluluhkan hati suami bisa dengan masakan istri yang enak dan penuh ketulusan, itulah hal yang sering aku lakukan beberapa bulan belakangan ini. Iya, dari awal setelah kami menikah dan pindah ke rumah ini, Mas Bara tak pernah sekalipun mau memakan masakanku. Aku selalu mengintruksikan diriku dengan kata-kata; mungkin saja Mas Bara masih belum mau memperlihatkan sisi keterbukaannya menerima diriku. Oleh sebab itu, aku berinisiatif ingin memberikannya perhatian lewat makan siangnya Mas Bara. Aku tak tau kenapa Mas Bara tak pernah mengizinkan aku untuk masuk ke dalam ruangannya, kata sekretaris dan reseps

  • ISTRI PAJANGAN   Menyesal???

    BARA Ketukan keras yang berulang-ulang membuatku terjaga. Itu suara Salsabil yang memanggil-manggilku. Astaga kenapa sekalinya dia pulang membuat jengkel begini sih. "Ya ampun, istrimu lagi masak dan kamu masih ngebo?!?!" gerutunya ketika aku membukakan pintu. Dia langsung menerobos masuk kamar dan membuka semua tirai. "Astaga, ini weekend, Bi. Belum waktunya bangun," balasku sambil merebahkan diri kembali ke kasur. Salsabila duduk di dekatku dan memukul pelan lenganku, "Bangun. Mandi. Ayo sarapan bersama!" Aku membiarkan Bila berbicara dan tetap merebahkan diriku d

  • ISTRI PAJANGAN   Satu kamar

    SABRINA "Tebak aku dimana?" seru penelpon di seberang ketika aku mengangkat teleponku. Ini masih jam enam pagi dan aku sudah di telepon. "Bandara. Ya, kan?" Salsabila tertawa kencang. Hari ini dia memang tiba di Indonesia sesuai rencana. Seharusnya dia bisa menggunakan penerbangan pribadi, sesuai tawaran Mas Bara. Tapi, wanita itu menolak dan bersikeras untuk naik pesawat komersial saja. Dia memang sering beda pemikiran dengan Mas Bara. Kalau Mas Bara memikirkan kenyamanan dan kecepatan, Salsabila bilang itu pemborosan. Toh, dia tidak diburu deadline tertentu. "Aku akan kerumahmu, Sabri. Ayo kita sarapan bersama." Setelah mengatakan hal tersebut, wanita itu langsung menu

  • ISTRI PAJANGAN   Selai madu cokelat

    SABRINA Aku meneguk kopi selagi terus mengunyah roti bakar Coklat madu di tangan kananku. Sarapan ini sangat lezat dan praktis. Ya, cukup juga mengenyangkan sebelum memulai mengawali hari. Tak butuh banyak waktu untuk menyelesaikan sarapanku tiap pagi, setelahnya aku langsung bersiap untuk berangkat. "Sudah mau berangkat?" Suara seseorang mengintruksikan, membuatku menengok ke sumbernya seketika. Cukup pagi kali ini Mas Bara bersiap ke kantor. Dia sudah menggunakan setelan rapi dan memasang dasinya sembari menghampiriku ke meja pantry dapur. Aku mengangguk kecil, "Aku berangkat dulu, Mas." Setelah mencuci tangan aku langsung menyambar tas dan berangkat kerja. Hari ini hari penting untuk meeting f

  • ISTRI PAJANGAN   Berubah

    BARA Aku melihat ke Rolex Daytona di pergelangan tanganku entah untuk keberapa kalinya. Gerakan itu kemudian diikuti dongakan mengecek arah pintu masuk. Kemana dia? Aku yakin sudah mengirimkan alamat dan jam dimana Sabrina harus muncul dan menemaniku sekarang, tapi kenapa belum kelihatan? Sebenarnya aku tak terlalu suka melibatkan Sabrina dipertemuan bisnis seperti ini. Aku tahu bagaimana gatalnya mulut para rekan dan media menguliti soal kehidupan pribadi kami dan aku tahu Sabrina tak nyaman menghadapinya. Hanya saja image bahwa rumah tangga kami baik-baik saja harus ditampilkan dengan sesekali muncul seperti ini. Setelah kulirik jam sekali lagi, akhirnya Sabrina muncul. Wanita itu berpenampilan anggun dalam balutan gamis hitam yang sangat terkesan elegan dan make up yang membuatnya semakin terlihat bersinar. Senyum yang diikut

DMCA.com Protection Status