Perintah Risma, membuat Alan terkejut, dulu memang ia berniat menceraikan Zahira, tapi rasanya saat ini ia telah berubah pikiran, kini hatinya yang justru tertawan oleh kecantikan Zahira. Gadis itu bukan hanya cantik di wajah, tapi juga cantik di hati, berbeda dengan kebanyakan kaum wanita yang selama ini dikenalnya, Zahira begitu sangat spesial.“Aku tidak akan menceraikan Zahira,” jawab Alan.“Alan, ada apa denganmu, apa kamu juga seperti Oma, terhipnotis oleh gadis cadar itu, sementara ibunya berusaha memenjarakanmu, apa hal ini tidak membuatmu, menyesal menikahi Zahira?” Risma menatap dalam Alan yang duduk di depannya.“Aku rasa ini bukan kemauan Bu Fatima, dia wanita yang baik, aku yakin, Bu Fatima hanya dijadikan kambing hitam, Ibu Fatima pasti memaafkanku, aku rasa ini perbuatan orang lain dengan memanfaatkan kasus kecelakaan itu.”“Jadi sekarang kamu, menyalahkan orang lain, lalu siapa yang menginginkan dirimu di penjara, kamu jangan terpedaya dengan Zahira, dan ibunya,” timpa
Begitu sampai di sebuah rumah mewah minimalis, Zahira turun dari mobil, dan langsung masuk ke dalam rumah, langkah kakinya menuju lantai atas, di mana kamar Amanda berada. Zahira terlihat marah, ia sungguh tak menyangka saudaranya berniat buruk pada ibunya.Brak! Di bukanya pintu kamar dengan keras, membuat sang pemilik kamar terkejut, Amanda menoleh ke arah pintu.“Zahira, ini sudah larut malam, untuk apa kamu datang ke rumahku!” bentak Amanda.Zahira melangkah mendekati Amanda, lalu mendorong tubuh Amanda hingga terjatuh di tempat tidur.“Kamu yang memberikan ibuku obat ini, hingga ibu mengalami seragan jantung ’kan!” tuduh Zahira dengan tegas.“Jangan menuduh tanpa bukti, aku bisa menuntutmu!” timpal Amanda berusaha bangkit. Tapi di dorong lagi oleh Zahira.“Mah...Ayah..!” teriak Amanda.Teriakan Amanda membuat Anita dan Wijaya berlari ke kamar Amanda.“Zahira!” bentak Anita, terkejut melihat Zahira ada di dalam kamar Amanda dan terlihat marah.“Zahira, ada apa?” tanya Wijaya.“Ama
Angin pagi memasuki jendela kamar perawatan, hingga menyapu wajah Zahira yang berdiri di dekat jendela, tatapannya menerawang jauh menembus bangunan tinggi yang menjuang ke langit. Lalu ia berjalan mendekati brankar, di mana sang ibu sedang terbaring. Zahira mengusap lembut tangan Fatima, dan menatap lembut sang ibu, dengan pelan, dia bertanya.“Apa, Amanda menemui ibu sebelum ibu sakit?”“Iya, Hira, Amanda menemui ibu, ia membawa seorang teman, katanya di suruh oleh Ayahmu, untuk menandatangani berkas, kata Amanda untuk beasiswamu di kampus,” jelas Fatima.“Ibu, asal tanda tangan ‘kan, tidak membaca isi formulir itu?”“Bagaimana ibu membacanya, kaca mata itu hilang entah ke mana, karena Amanda dan temannya buru-buru, ya sudah, ibu tanda tangan saja,” ungkap Fatima pelan.Zahira bernapas lega, karena dugaannya terbukti benar, tapi belum bisa mengungkapkan kejadian yang sebenarnya pada Fatima, dengan alasan kondisi Fatima, yang masih lemah.Tak berselang lama, Nina, masuk ke kamar per
“Zahira, Ibu, belum mengerti dengan ucapanmu, jelaskan dengan benar,” pinta Fatima dengan wajah dan nada serius.“Sebelas tahun yang lalu yang mengendari mobil sport, adalah Mas Alan, waktu itu ia berusia tepat tujuh belas tahun. Orang tua Mas Alan, mengambil keputusan, untuk menyembunyikan Mas Alan ke luar negeri dan menimpakan kesalahannya pada sopir keluarga yaitu Pak Badrun,” jelas Zahira.“Oh... jadi kedatangan Alan yang kedua kalinya, di rumah ibu, adalah karena ia menyadari, jika aku adalah korban kecelakaan itu, pantas saja, ia menawarkan pengobatan lagi pada cacat kakiku ini.” Fatima tampak berpikir.“Setelah mengetahui ini, apa ibu marah, atau akan memaafkan Mas Alan?”Helaan napas pelan terdengar di bibir Fatima, lalu tangannya meraih jemari Zahira dengan tatapan hangat.“Aku memaafkan Alan, aku melihat waktu itu ada rasa penyesalan di matanya, dan niatnya untuk bertanggung jawa
Zahira dan Alan sudah sampai di kediaman Fatima, rumah kecil dan mungil itu tampak asri dengan tanaman bunga yang terhampar di halaman yang luas.Alan keluar dari mobil sedannya di susul Zahira, sementara Fatima, sudah menyambut kedatangan putri dan menantunya di ambang pintu, seraya mengukir senyum, tidak ada yang membuatnya bahagia, kecuali kebahagian Zahira.“Assalamualaikum, ibu,” sapa salam Zahira sambil menjabat tangan dan mencium dengan takjim punggung tangan sang ibu, demikian juga Alan, walau terasa aneh, ia mengikuti apa yang dilakukan Zahira.“Masuklah,” ajak Fatima.“Lalu ketiganya masuk dan duduk di sofa usang.”“Aku ingin meminta maaf,” ujar Alan.“Ibu, sudah memaafkanmu, penuhi janjimu pada ibu,” pinta Fatima, menatap serius pria muda di samping Zahira.Alan seketika meraih tangan Zahira dan menatap Zahira penuh cinta.”Aku berjanji akan membuat Za
Abram menyetir sedan merah, menuju kantor Wira Campany, pria yang mengenakan kemeja warna biru doker itu menuju ruangannya, tapi kakinya terhenti ketika melihat Ridwan.“Pagi, Pah, bisakah kita bicara sebentar,” pinta Abram.“Oh.. Abram, Papah sibuk, hari ini ada meeting dengan klien penting dari Singapura, seandainya Alan sudah di sini, pasti dia bisa menghandle pekerjaanku,” timpal Ridwan.Pernyataan Ridwan semakin membuat meradang Abram, sejak dulu pria tengah baya itu meremehkan Abram, dalam bisnis.“Baiklah.” Abram, kembali melangkah menuju ruangannya, duduk dan mulai membuka laptopnya, foto Zahira tampak di layar laptop. Terlihat mata tajam Abram, begitu terpesona, bahkan mata tajamnya terlihat memuja Zahira.“Aku harus mendapatkanmu, Zahira, aku juga bisa seperti Alan, kamu pasti akan kagum, padaku, jika aku menduduki jabatan CEO ‘kan,” gerutu Abram, sambil tersunging senyum misteri.Sementara itu Zahira dan Alan, berjalan menyusuri kebun strawbery, keduanya tampak seperti sepa
Hati Zahira terasa perih, ia tak menyangka Abram, akan terobsesi padanya seperti orang telah kehilangan akal, di tatapnya lukisan itu, bentuk tubuhnya terekpos sempurna dalam kanvas, bahkan kaki Zahira terasa lemas, menatap dirinya yang setengah telanjang. Air mata seketika luruh, kenangan pahit tiga tahun yang lalu kembali terkuak.“Tidak akan aku biarkan kamu merusak mentalku seperti ini, ada yang harus aku pertahankan, yaitu Mas Alan,” gerutu Zahira, dengan cepat ia membawa lukisan itu keluar kamar, dan menuju halaman samping, diraihnya pemantik api, dan dibakarnya lukisan dirinya. Suara mobil berhenti di halaman rumah, Zahira terlihat panik, karena lukisan belum semua terbakar, dengan cepat di guyurnya api yang dengan air , lalu dibuang sisa lukisan yang sebagian besar menjadi abu itu ke dalam tong sampah.“Zahira, apa yang kamu lakukan di situ?” tanya Alan, dengan mengeryitkan dahi.“Ini, Mas, aku membakar sampah kertas,”
Risma keluar ruangan Alan, dengan wajah cemberut dan kesal, langkahnya diperlebar keluar dari gedung kantor Wira campany. Belum lagi langkahnya sampai, panggilan Abram, menghentikan langkah Risma.“Mamah...”“Oh Abram.”“Ada perlu apa, datang ke Wira Campany?” tanya Abram.“Mamah, baru saja bertemu Alan. Oh ..ya bagaimana perkerjaanmu?” tanya balik Risma, dengan wajah datarnya.“Pekerjaanku akan baik-baik saja, jika Mamah mendukungku, bukan mendukung Alan.” Terdengar suara Abram ketus.Wajah Risma, semakin kesal, kedua putranya saat ini membuat naik pitam.“Kita bicara di ruanganmu,” ajak Risma, lalu keduanya pun melangkah menuju ruang kantor AbramRisma duduk di kursi depan meja kerja, dan menatap Abram, yang sudah duduk di kursinya.“Mamah ingin tahu, dari mana kamu tahu, jika kamu bukan darah daging Ridwan?” suara Risma terdengar pelan.Abram, tersenyum, getir. ”Dari tes Dna yang aku lakukan 3 tahun yang lalu, Mamah sendiri yang membuatku curiga, jika aku bukan anak Ridwan, Mamah
Hari terus belalu, Zahira semakin menikmati kehidupannya. Fatima, mengajaknya untuk mengaji di pesantren, dan sedikit-demi sedikit Zahira mulai menjalan ibadah.“Zahira, jika ingatanmu pulih, ibu berharap, kamu tidak usah rujuk dengan Alan,”titah Bu Fatima“Kenapa?”“Karena selama kamu menjadi istrinya, kamu menderita, kamu tidak bahagia,”jawab Fatima“Tapi, Mas Alan adalah ayah kandung Rena. ““Rasid bisa menjadi ayah yang baik untuk Rena,”tegas FatimaZahira hanya terdiam.”Aku akan memutuskan, jika ingatanku sudah kembali,”jawab ZahiraZahira duduk di pendopo bersama santri wanita, ia dengan hikmat mendengarkan tausiah yang dibawakan Nyi Hanum, sekitar dua jam, selesai.“Zahira, bisa kita bicara?”ucap Nyi Hanum“Bisa Nyi Hanum.”Lalu keduanya berjalan kearah gazebo. Bagaimana kabarmu?”tanya Nyi Hanum“Baik, saya menjalani hipnoterapi oleh dokter Reha.”“Alhamdulilah, begitu banyak kejadian, yang menimpa kehidupanmu, aku senang kamu dapat melewatinya, satu minggu lagi, Rasid akan kem
Rita dan sang sopir yang mendengar suara tembakan saling pandang dan terkejut, lalu, tanpa berpikir panjang, kedua orang itu memberesi pakaiannya, dan pergi menyelinap, keluar dari vila, mereka tidak mau terlibat masalah hukum.“Cepat kita harus pergi, sebelum polisi datang,”ajak RitaTapi keduanya terlambat, polisi sudah sampai di pintu pagar dan menangkap kedua pasangan itu.Dua orang polisi bergegas masuk ke dalam vila, dan mereka menemukan tubuh pria yang tergeletak di lantai kamar tidur dengan darah mengucur deras.Zahira histeris”Nico!..teriaknya sambil menangis dan juga Rena ikut menangis dalam dekapan Zahira, sementara Alan masih terduduk menatap tubuh Abram, yang telah tewas.Polisi membawa Alan dan Zahira keluar kamar dan mengamankan TKP.Polisi wanita membawa Zahira yang masih ketakutan dan shock, kemudian Roy dan Santi terlihat berjalan ke arah halaman, keduanya bernapas lega mendapati Alan selamat walau telihat shock.“Syukurlah, Pak Alan berhasil menyelamatkan Bu Zahir
Tidak ada pemeriksaan yang ketat waktu memasuki halaman, keduanya turun dari mobil, disana terlihat Baron, sudah menunggu diambang pintu.“Kamu sudah siapkan uangnya ‘kan, untukku, aku ingin uang cash,”bisik Baron pada Santi.“Tentu saja, aku sudah siapkan, begitu kami selesai, Pak Baron bisa mengambil uang itu,”jawab Santi dengan tenang.Baron tersenyum, lalu mengajak Roy dan Santi memasuki villa mewah dan menuju ke sebuah studio, mata Santi mengedar ke semua ruangan.“Villa ini sangat klaisik dan indah,”ucap RoySeorang wanita turun menuruni tangga sambil mengendong anak kecil saat itu jaga Roy diam –diam mengarahkan ponselnya dan merekamnya.“Siapa wanita itu?”tanya Santi“Dia istri Tuan Nicolas, “jawab Baron, lalu membuka pintu studio dan ketiganya masuk, disana ada Abram, yang sudah menunggu.“Oh jadi ini Tuan Nicolas, suatu kehormatan bagi saya, bisa bertemu dengan pelukisnya langsung,”kata Roy“Aku bersedia untuk diwawancarai, tapi tidak berkenan, jika wajah di ekspos, cukup
Alan semakin geram, dentuman musik semakin keras, hingga Alan sudah tidak bisa mendengar percakapan Amanda dan Baron, tapi setidaknya ia tahu, jika Abram dan Zahira masih hidup, dan tinggal di vila puncak bukit, dengan segera, Alan melangkahkan kaki dan pergi keluar night klup.Alan sangat marah, jika benar Abram, selama ini menyembunyikan Zahira bahkan membuat Zahira hilang ingatan dengan obat –obat terlarang.Alan menaiki taksi yang masih menunggunya, dia sudah tak sabar untuk memastikan jika Zahira dan Abram, masih hidup. Setelah sampai di hotel, Alan memanggil Roy dan Santi ke dalam kamarnya.“Duduklah kalian,”suruh Alan dengan wajah serius, membuat kedua stafnya itu saling tatap dan takut.“Ada apa Pak Alan, apa kami membuat kesalahan?”tanya Roy“Tidak, ini bukan masalah pekerjaan, aku membutuhkan bantuan kalian,”balas Alan“Bantuan, apa, Pak?”tanya Santi penasaranAlan menghela napas sejenak, dan kembali serius.“Aku tidak sengaja, melihat Amanda, dan aku bertemu denganya. D
Semantar itu di viila, terlihat Amanda sedang berbicara serius dengan Abram“Apa kamu yakin itu Alan?”“Sangat yakin, tapi aku rasa dia ke Bali, karena urusan pekerjaan, karena Alan bersama dua stafnya,”ungkap Amanda“Tenanglah, mereka tidak akan sampai di pengunungan ini,”jawab Abram“Lebih baik kamu waspada, dan percepat pernikahanmu dengan Zahira, karena Zahira juga mulai meningat dirinya waktu kamu akan menodainya, ia bermminpi tentang itu,”jelas Amanda“Apa Zahira bercerita tentang itu padamu?”“Iya dia mengatakan jika bermimpi ada seorang pria yang mencoba menodainya dan menyayat dada pria itu dengan pisau.”Abram terdiam, ia berpikir tentang pagi ini kenapa Zahira menanyakan tentang luka di dadanya itu.“Kamu benar, aku segera akan mempercepat pernikahan, dan setelah itu pergi keluar negeri, setelah menikah,”jawab Abram serius“Baiklah , aku pergi dulu,”pamit Amanda.Malam semakin larut, Abram menuju kamar Zahira, setelah mengetuk pintu, Zahira membukakan pintu.“Nico,”“Ak
Zahiar telah siap, wanita itu semakin cantik, membuat Amanda semakin iri dengan saudari tirinya itu, ia sangat beruntung, dicintai dan digilai oleh dua orang pria.“Kamu cantik Zanet. Nicolas sangat beruntung memilikimu,”celoteh AmandaZahira hanya tersenyum, lalu keduanya berjalan menuju mobil Amanda, diikuti Abram.“Aku akan mengantar Zanet kembali ke sini,”ucap Amanda pada AbramAbram, hanya tersenyum, dan mengangguk, lalu Zahira dan Amanda memasuki mobil dan berlahan mobil pun keluar melewati pagar tinggi.“Amanda,seperti apa Nicolas waktu kuliah?”“Heumm...dia introvet,lebih senang menyendiri dan tak banyak memiliki teman, sebenarnya aku juga tidak dekat denganya,setelah lulus dari universiras, aku tidak tahu lagi kabarnya, dan bertemu, secara tak sengaja, di Bali, kerena aku ingin membeli karya lukisan,”Amanda berusaha mengarang cerita.Zahira tampak sedih. “kita akan pergi ke mana?”tanya Zahira“Aku dengar dari Nico, kalian akan melakukan pernikahan ulang ‘kan, jadi aku akan m
Alan menatap begitu lama villa mewah di atas bukit, area di dalam vila sudah tertutup korden, hingga tak terlihat apapun dari luar , ada dua penjaga yang terlihat di pintu gerbang masuk. Alan lalu menghela napas berat dan menurunkan teropongnya, kembali duduk di kursi, pikiran tertuju pada Zahira, diingantanya setiap moment yamg indah, bersama istri bercadarnya itu, berharap ada sebuah keajaiban yang terjadi.Malam semakin larut, Zahira sudah tertidur lelap di kamarnya, tiba-tiba ia berteriak.“Lepaskan!” lalu tersentak bangun dari tidurnya, keringat dingin mulai mengucur di dahinya padahal ruangan berACZahira mengusap wajahnya pelan. Ini ketiga kali aku mimpi yang sama, ada seorang lelaki yang ingin menodaiku, hingga aku melukainya dengan pisau di dadanya, apa ini sekedar mimpi, atau bagian dari masa laluku, batin Zahira.Semalaman Zahira tidak bisa tidur, ia duduk bersandar di pungung sandaran ranjang, memikirkan tentang mimpi yang sama, selama tiga hari ini. Semenjak ia tidak m
Sementara itu di vila lain, zahira sedang menatap wajahnya menyisir rambutnya dan menatap manik hitam yang mengkilat. Lalu terlihat Rita mengetuk pintu dan kemudian masuk“Nyonya Zanet, waktunya untuk mewarni rambut, lihat rambut Nyonya sudah terlihat menghitam.”“Aku tidak mau mewarni rambutku, aku ingin rambut alamiku yang hitam,” jawab Zahira sambil terus menyisir.“Tapi Nyonya , nanti Tuan Nico, marah.”Zahira menatap asistennya, aku yang akan bicara nanti, sekarang bersiap-siaplah, kita akan keluar jalan-jalan, aku sudah minta izin Nico,”suruh Zahira“Baiklah, “jawab RitaBeberapa saat kemudian Zahira telah rapi, kali ini ia mengenakan celana kain, dengan blouse warna pink lembut, lalu menuju keluar kamar“Kamu akan jalan-jalan?”tanya Abram“Iya, Nico, hanya tiga jam, saja,”ucap Zahira.“Hati-hati,”balas AbramLalu Zahira dan Rita yang mengendong Rena, keluar menuju mobilnya. Telihat sang sopir sudah menunggu, dan langsung menancap gas, begitu Rita dan Zahira masuk ke dalam mo
Kembali ke kota Jakarta, Alan sedang memimpin rapat di Wira Campany, semua antusias menyambut Alan, yang langsung menjabat CEO Wira Campany.“Sejak Bapak koma, akhirnya Pak Bagas memutuskan mengabungan projek PT Wirasatya di Wira Campany dan pembangunan pabrik farmasi suduh berjalan lancar,”salah satu team menjemen berucap.“Aku akan fokus pada Wira Campany, PT Wirasatya saya nyatakan bergabung dalam Wira Campany,”jawab Alan.“Ada beberapa projek yang suduh masuk, apa Pak Alan sudah siap membahasnya?”“Jelaskan saja, projek apa saja yang sudah masuk!”perintah Alan“Porjek pembangunan bendungan di Bandung, projek pembangunan sekolah di Semarang, dan projek pembangun hotel dan resort di Bali,”jelas stafAlan tampak berpikir sambil menatap berkas, ditanganya.“Kita bentuk tiga team, dan aku sendiri akan masuk dalam team, pembagunan hotel dan resort di Bali,”jawab Alan“Baik Pak, kami akan bentuk 3 team,untuk menyelesaikan ketiga projek kita,”jawab staf.Rapat pun berakhir, Alan kembali