Share

BAB 3 Membalas Pengkhianatan

Alan berangkat ke kantor, sebuah kantor yang berada di gedung pencangkar langit, lebih tepatnya lantai 10. Begitu  membuka lift,  Alan berjalan angkuh melewati para pegawai yang otomatis menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya pada putra pemilik perusahaan yang saat ini menjabat sebagai kepala manager.

Alan kembali menatap laptop di atas meja kerja, sibuk mengamati laporan  dan jadwal pertemuan dengan kliennya. Hingga dering ponsel, mengganggu konsentrasinya, nama Mama Risma tertera di layar ponsel.”

Hello, Ma.”

“Alan,  kamu sudah tak waras hah, siapa yang kamu nikahi,” suara melengking dengan nada penuh amarah memekakan telinga Alan.

“Zahira, namanya,” sahut Alan datar.

“Alan, siapa itu Zahira?” suara wanita kembali terdengar kesal.

“Adik, Amanda.“

“What! Ini tidak benarkan, Mama  cuma mimpi ’kan! Kenapa kamu menikahi anak itu, dia itu cuma anak dari wanita pelakor, Mamah pernah dengar tentang anak kedua Pak Wijaya, anak dari wanita simpanannya!” gertaknya lagi masih bernada keras, bahkan terlihat frustasi.

“Menikahi Zahira lebih baik dari pada menikahi Amanda,” sahut Alan.

“Apanya yang lebih baik, tidak selevel dengan kita, beda kasta, tidak sederajat, bibit dari wanita perusak rumah tangga, pokoknya kamu harus ceraikan wanita itu sekarang juga!” perintah Risma.

Tut!...tut!...sambungan ponsel terputus.

Alan hanya tersenyum datar, tidak peduli dengan ocehan wanita di seberang ponsel. Alan mengingat kembali tujuannya menikahi Zahira, sebelum mengambil keputusan itu, tepatnya beberapa menit ketika mengetahui Amanda berselingkuh dan saat mengetahui jika gadis bercadar di rumah Amanda seakan menutupi kejadian itu, timbullah niat Alan untuk menikahi gadis bercadar itu, tanpa ia tahu, jika sebenarnya gadis bercadar itu ternyata putri Pak Wijaya juga. Dan justru itu membuat Alan puas, pasti Amanda akan lebih kecewa, jika ia menikahi adik tirinya.

“Tanpa Mamah  minta, aku pasti akan menceraikan Zahira,” gumam Alan, lalu pria itu kembali menatap pada pekerjaannya, tangannya beralih pada tumpukan berkas-berkas, selama ini Alan dipercaya oleh orang tuanya untuk mengendalikan perusahan yang sudah dirintis  oleh mendiang opanya,  Alan satu-satuanya harapan keluarganya, sebenarnya Alan, memiliki kakak laki-laki beda dua tahun dengan Alan, tapi kakak laki-lakinya itu memilih bergelut di bidang seni, ketimbang bisnis, jadi keluarganya sangat berharap Alan akan melanjutkan memimpin perusahaan mereka.

Siang berganti malam, seperti biasanya, Alan selalu pulang larut, ia betah sekali dengan pekerjaannya, butuh ketekunan dan ketelitian serta kerja keras, ada ribuan karyawan yang bergantung pada perusahaannya, jadi ketekunan dan kerja keras sangatlah penting, jam tangannya menunjukkan pukul delapan malam, ia pun membereskan berkas-berkas di atas meja kerja, setelah rapi, ia melangkahkan kaki  menuju lift, dan berhenti di basement parkir, lalu melangkah menuju mobil sedan  warna hitam, tapi langkahnya terhenti, ketika kaki jenjang milik seorang wanita, tiba-tiba menghadangnya.

“Amanda,” ujar Alan. Sedikit terkejut dengan kehadiran Amanda.

“Al, apa kita bisa bicara sebentar,” pinta Amanda.

“Tidak bisa, aku akan segera pulang, aku sudah merindukan istriku, kamu tahu ‘kan, kami pengantin baru, lebih suka menghabiskan malam di atas ranjang, daripada bicara dengan jalang sepertimu!” jawab Alan, sambil terus melangkah.

“Al, aku minta maaf, aku khilaf Al...” Amanda terus memohon.

Alan berbalik ke arah Amanda. ”Khilaf, aku bisa melihat dan mendengar betapa kamu menikmati waktu bercumbu dengan lelaki itu, hahh entah siapa lelaki itu sama brengseknya denganmu,” umpat Alan.

“Tapi kenapa sih, kamu harus menikahi Zahira, kamu tahu Zahira itu siapa, dia anak wanita yang merusak pernikahan orang tuaku!”

“Memang itu tujuanku, untuk menyakitimu, bagaimana ternyata calon suamimu menikahi adik tirimu, semacam judul novel ‘kan?” balas Alan sinis, tapi puas membuat wajah Amanda terlihat meradang menahan marah.

Alan memasuki mobil, dan menutup pintu dengan keras, lalu menancapkan gas, melesat keluar dari basement, tidak memperdulikan teriakan kekesalan Amanda, baginya Amanda wanita yang sama dengan wanita lainya, hanya mengejar kedudukannya, atau mungkin kekayaannya.

Beberapa menit berlalu, ia sudah berada di depan rumah dan melihat gadis bercadar sedang duduk di lantai, punggungnya bersandar di dinding, dan terlihat sedang memejamkan matanya.

Telapak tangan Alan, memegang bahu Zahira, tapi seketika Zahira terkejut dan menorong dengan sekuat tenaga, hingga Alan terjengkang ke belakang.

“Jangan sentuh aku!” teriak Zahira ketakutan.

“Gadis aneh, aku ini suamimu, jangankan menyentuh, berbuat mesum pun diperbolehkan!” sarkas Alan dengan nada kesal.

Ketika menyadari yang menyentuh  bahunya adalah Alan, Zahira tertunduk. ”Maaf Mas, tadi aku kira orang lain,” sahut Zahira jantungnya masih berdegup kencang, bahkan rasanya kakinya sulit untuk berjalan.

“Apa yang kamu lakukan di situ, macam gembel saja?”

“Maaf Mas, aku tidak punya kunci cadangan untuk membuka pintu ini.” Suaranya sedikit gugup dan tubuhnya sedikit gemetar.

“Siapa suruh tidak minta kunci cadangan,” gerutu Alan, sembari membuka pintu rumah.

“Kenapa kamu gemetaran begitu,” sela Alan.

“Hira lapar, Mas, belum makan dari siang tadi, Hira kehabisan uang,” jawab Zahira tertunduk sambil memegangi perutnya.

“Sudah tahu, uang habis, pakai keluyuran segala, diam di rumah!” gertak Alan.

Zahira masih terlihat gemetar, ia hanya mengerjabkan matanya mendengar cercaan Alan, setelah pintu terbuka, Zahira segera mencuci tangan dan mengambil minum.

Aroma masakan tercium, sampai ke dalam kamar, lalu Alan memutuskan untuk keluar kamar, meskipun tadi ia sudah makan malam sebelum menuju ke rumah, tapi aroma masakan Zahira, sungguh membuat perutnya kembali keroncongan.

“Masak apa?”

Pertanyaan Alan  membuat Zahira terkejut, hingga pisau di tangannya terlepas.

“Ahh.. begitu saja terkejut, masak apa?” tanyanya lagi dengan nada meninggi.

“Masak, ayam kecap Mas, dan sayur tumis jamur, Mas Alan mau?”

“Nggak suka masakan kampung, nggak selera,” sahut Alan berbanding dengan perutnya yang berbunyi.

Zahira tersenyum, dapat dilihat dari matanya. ”Itu perutnya bunyi, Hira siapkan ya Mas,” ucap Zahira.

Alan hanya diam, tapi ia duduk di kursi makan, sambil sibuk memainkan ponselnya.

Zahira meletakan piring yang sudah di isi nasi dan ayam kecap dan tumis jamur, serta  air meneral  sudah disiapkan.

“Silakan Mas, maaf jika tidak enak,” ucap Zahira, lalu gadis itu berlalu memasuki kamarnya setelah membawa satu piring, ia memilih makan di dalam kamar daripada merusak suasana hati Alan, yang begitu ketus.

Alan tampak ragu, tapi makanan di depannya terlihat mengiurkan dan bersih, penataannya pun rapi ala restoran bintang 5, dan  aromanya benar-benar membuat cacing di perut Alan meronta-ronta.

Hemmm sial, masakannya enak banget, bisa-bisa aku tinggalkan restoran langgananku itu, tak kusangka gadis kampung seperti dia bisa memasak seenak ini, dan terlihat bersih, masakannya enak, penataannya juga seperti restoran bintang lima,” batin Alan sambil tersenyum.

Kini Zahira duduk di ranjang, ia mengingat kejadian beberapa jam tadi saat ia mendorong Alan, air matanya tiba-tiba luruh, mengingat kejadian beberapa tahun silam. Bahkan mimpi buruk itu masih sering datang di mimpinya, wajah seorang pria yang sangat di bencinya masih terlihat jelas dibenaknya. Pria yang melecehkannya dan hampir membuatnya ternoda, dan menyisakan trauma yang mendalam, setiap sentuhan lelaki, di artikan ancaman untuk dirinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aleisa Nirmala
bagus...suka...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status