Share

BAB 6 Benarkah Gadis Bercadar Itu Cantik, Bikin Penasaran

“Jangan mengada-ngada Oma, wajah tertutup  seperti itu, bagaimana jika teman-teman sosialita Mamah tanya, cantik apa nggak mantunya? Mamah harus bilang apa, mau bilang cantik, tapi wajahnya tertutup seperti itu,” gerutu Risma kesal.

“Cantik kok, Zahira sangat cantik, bukan hanya cantik wajah, tapi hatinya juga cantik.” Oma Sinta menjawab keraguan Risma.

“Sudah, kita makan dulu,” ajak Ridwan Wira Atmaja  suami Risma.

Semuanya yang duduk di kursi makan, mulai menyuap menu di depan piring, seperti biasa, Zahira memakan dengan cadar masih terpakai, ia memasukan sendok ke dalam cadarnya . Risma dan Ridwan hanya memperhatikan cara makan Zahira.

“Alan, menginaplah di sini beberapa hari, Oma mau belajar ngaji pada Zahira,” titah sang Oma.

“Tidak, Oma, aku tidak mau menginap di sini,” sahut Alan, tampak khawatir, jika menginap di rumah orang tuanya, itu berarti dia satu kamar dengan Zahira, pasti akan mempersulit aktivitasnya, jika satu kamar dengan Zahira.

“Kenapa  keberatan, Oma disini hanya satu minggu, setelah itu akan kembali ke  Yogyakarta, jadi turuti permintaan Oma,” tegas Sinta.

Alan, berdecak kesal, seraya memutar bola matanya, mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sang Oma.

Dalam hati, Risma tersenyum licik, bagi dirinya ini adalah kesempatan untuk membuat Zahira tidak betah menjadi menantunya dan segera meminta cerai Alan.

Malam semakin larut, Alan dan Zahira memasuki kamar. Kamar pribadi Alan, kamar besar dengan fasilitas lengkap, ranjang ukuran king zise, berada di tengah, di sampingnya ada meja kerja, ada pula lemari pendingin, juga ada alat gim di depan balkon.

Zahira hanya berdiri  di ambang pintu, ia terlihat bingung sembari menatap dan mengagumi kamar yang ukurannya hampir sama dengan rumah kecilnya di kampung.

“Kenapa berdiri, cepat masuk dan tutup pintu,” suruh Alan.

Tanpa menjawab, Zahira menutup pintu lalu melangkah pelan.

”Mas Alan, aku tidur di mana?”

“Pakai nanya, itu ‘kan ada sofa, tidur saja di situ.” Alan menunjuk sofa dengan dagunya, dan menatap kesal Zahira.

“Baik, tapi satu lagi Mas, aku ke sini tidak bawa ganti baju, bagaimana?”

Alan menghela napas. ”Ini pilih baju yang kamu suka, nanti akan diantar kurir, itu butik langganan keluarga, aku rasa baju model yang sering kamu pakai ada, cepat pilih !”

Zahira meraih ponsel milik Alan, lalu memilih beberapa baju khimar dan membelinya.

“Sudah Mas, satu lagi, Hira mau sholat, dan ketika sholat  tidak memakai cadar.”

“Ya..ya.. aku tahu maksudmu, aku juga tidak ingin atau penasaran dengan wajahmu.” Alan berucap sembari duduk di kursi menghadap dinding dan mulai sibuk dengan tablet di tangannya.

Usai salat, Zahira membaca ayat suci sesuai kebiasaannya, sekitar lima belas menit, semula  Alan merasa agak terganggu, tapi lama-lama mulai menikmati, ia sejenak menyingkirkan tablet dan mulai menikmati suara merdu Zahira, walau Alan tidak tahu artinya, suara merdu Zahira, membuatnya terhipnotis.

Lima belas menit berlalu, Zahira membuka mukena dan memakai cadar kembali, lalu merapikan sajadah dan mukenanya dan ditaruh di atas meja kecil di sudut kamar, setelahnya ia membaringkan tubuhnya di sofa dan memejamkan matanya.

Hening.... membuat Alan berlahan menoleh dan berjalan mendekati sofa. Alan mendapati Zahira sudah tertidur lelap.

“Cepat sekali tidurnya, seperti tidak ada beban hidup saja ini cewek, padahal tadi pas makan malam dibuly oleh Mama,” gumam pelan Alan.

Alan menatap wajah yang tertutup cadar, ia teringat akan perkataan sang Oma, bahwa Zahira cantik.

”Masa sih, gadis kecil dari kampung ini cantik,” gumamnya lagi.

Ahhh sial, kenapa aku harus peduli, tidak mungkin Zahira cantik, malah sebaliknya, aku yakin ia memakai cadar untuk menutupi kekurangannya, batin Alan.

Pagi masih berkabut, sinar mentari belum tampak di ufuk timur. Zahira terbangun dan di sebelahnya ada beberapa paper bag yang berisi pakaian, Zahira pun meraih salah satu paper bag dan membawanya ke kamar mandi. Setelahnya ia sudah terlihat rapi, dengan gamis santai dan cadarnya, lalu berjalan keluar kamar, pagi ini ia sudah janji akan menemani Oma Sinta, jalan santai di sekitar komplek.

Terlihat oma Sinta dan Zahira berjalan  ke arah masjid komplek, dan melaksanakan shalat subuh berjamaah.

Setelah itu, keduanya kembali berjalan menuju rumah sembari berbincang. ”Oma sudah setua ini, tapi sholatnya masih saja bolong-bolong, kamu baru saja menginjak usia 20 tahun, sudah menjalankan sholat wajib lima waktu, dan pinter ngaji, pasti wanita yang melahirkanmu adalah wanita yanag  hebat Zahira, bisa mendidik seorang anak dengan akhlak yang baik,” ujar Sinta.

“Ibuku wanita  biasa saja, Oma. Ibu hanya pedangang sayur, beliau menjalankan perintah Allah, bagaimana mendidik anak-anak, mengutamakan ilmu agama  sejak dini adalah yang terpenting,” jawab wanita muda dengan pelan dan santun.

 “Oma benar-benar kagum, dengan cara mendidik ibumu. Tapi bagaimana wanita sebaik ibumu, bisa menjadi wanita kedua, dalam rumah tangga Pak Wijaya?” Oma Sinta begitu penasaran, karena gosip yang beredar, Zahira adalah putri simpanan Pak Wijaya.

“Semua itu tidak benar, Oma, tapi, maaf, saya tidak bisa menceritakannya,” balas Zahira tampak sedih, terdengar dari nada bicaranya.

“Baiklah, Zahira, kamu tidak perlu menjelaskannya, setiap pernikahan memiliki ujiannya sendiri, aku harap pernikahanmu dengan Alan, baik-baik saja, dan segera memberikan kami cucu.”

Zahira hanya tersipu malu, bagaimana mungkin akan lahir cucu, jika Alan saja sudah berencana menceraikannya.

Wanita sepuh itu berjalan pelan, di sampingnya Zahira yang sesekali memegang lengan oma Sinta, yang sudah kesulitan berjalan.

Keduanya memasuki  pintu depan rumah, terlihat Risma yang baru keluar kamar merasa heran, sepagi ini oma Sinta sudah bangun.

“Dari mana kalian?”

“Aku dan Zahira dari masjid komplek.”

“Ngapain.”

“Ya sholat lah Ris, masa belanja.“ Oma Sinta menatap Risma.

”Oh ya Ris, rumah sebesar ini, mbok ya di kasih ruang untuk sholat,  semacam mushola, jadi kita bisa sholat berjamah,” pinta oma Sinta.

Risma menggeleng. ”Wah-wah, baru satu hari tinggal di sini, kamu sudah menyihir Oma, Zahira?”

“Maaf Mama Risma, Hira tidak mempengaruhi Oma.”

“Jangan  salahkan Zahira, ini kemauanku sendiri, sudah aku nanti akan bicara dengan Ridwan saja, tidak ada gunanya berbicara denganmu,” timpal Oma Sinta.

Oma Sinta berjalan menuju kamarnya, sementara itu Zahira, menjadi tidak enak pada Risma.

“Zahira, sana bantu Bibik memasak untuk sarapan, karena kau di sini, kamu  harus bantu pekerjaan rumah, paham ‘kan?”

“Iya Mamah Risma.” tanpa membantah ucapan Risma, Zahira bergegas menuju dapur, di sana sudah ada asisten rumah tangga.

“Saya akan bantu memasak Bi,” ucap Zahira.

“Oh Nyonya muda, tidak usah,” sahut wanita  baya merasa sungkan, atas kehadiran Zahira di dapur.

“Biarkan, Zahira membantu Bi Darni,” suruh Risma.

Akhirnya wanita yang bernama Darni itu, membiarkan Zahira memasak, bagi Zahira, tidak ada masalah, memasak sudah menjadi kebiasannya, bahkan ia tahu beberapa menu restoran, dan ia juga sebenarnya hoby memasak dan mencoba berbagai menu.

Beberapa menu sarapan sudah tersaji, lengkap dengan meminum jus buah segar. Zahira menyajikan dan menata di meja makan oval yang besar dengan delapan kursi .

Setelah itu  bergegas menuju kamar, sebelumnya ia mengetuk pintu.

Tok! tok!.. “Masuk” jawab Alan malas.

“Bisa nggak sih langsung masuk saja,” ucap Alan lagi bernada kesal.

“Hira, takut Mas, pas buka pintu, Mas Alan baru ganti baju, nanti marah,” sahut Zahira.

Alan  melotot ke arah Zahira, seakan tidak senang dengan jawaban Zahira.

“Dari mana kamu sepagi ini?”

“Tadi sama Oma, jalan–jalan, setelah itu masak,” balas Zahira.

“Baru sehari di sini, kamu sudah pandai mengambil hati Oma.” Alan menatap sinis.

”Awas, jika kamu mempengaruhi Oma, dia sudah tua gampang terpengaruh!” bentak Alan.

“Iya, Mas,” jawab Zahira singkat. Ia tidak mau banyak berdebat dengan Alan, karena Zahira tahu, pria di depannya itu tidak mau di kalahkan

Semua udah berkumpul di meja makan, Zahira duduk di sebelah Alan, berusaha bersikap tenang, walau nyatanya  ia tidak menyukai suasana formal saat makan, kebiasaan di kampung, ia makan dengan  duduk santai di lantai.

“Wah.. pagi ini ada yang berbeda, menu sarapannya terlihat seperti masakan restoran, apa  tadi ini Oma, delivery order di restoran langganan kita?” tanya Ridwan sembari menggeser kursi dan duduk.

“Ini semua, menantu kita yang masak, iya ‘kan, Risma,” jawab Oma Sinta.

Risma hanya mengangguk kesal, karena Zahira mendapat pujian dari Ridwan.

“Baiklah, aku akan mencoba masakan Zahira,” sahut Ridwan.

Ridwan meraih nasi sedikit, lalu mengambil omelet dan juga ayam rica-rica dan  tumis jamur, ke dalam piringnya, lalu berlahan menyuap. ”Hemmm benar-benar lezat,” puji Ridwan.

“Ya.. iyalah Pa, kebanyakan gadis kampung itu hanya pintar masak, dan pintar menyuci, tapi otaknya kadang kosong, apalagi dilihat dari penampilan Zahira, pasti gadis itu hanya berkutat di dapur, sumur dan kasur iya ‘kan, Zahira?” nada Risma masih terkesan merendahkan Zahira.

“Benar, Mah,“ jawab Zahira membenarkan perkataan Risma, gadis itu enggan bedebat dengan mamah mertuanya, sedangkan Alan, terlihat acuh, dan melahap menu di piringnya, tapi tidak dengan Oma Sinta.

“Jangan berkata seperti itu, menantu kita itu sangat spesial,” tukas Oma Sinta menatap tajam Risma, kemudian berganti menatap Zahira.” Zahira jangan di masukan hati, perkataan mamah mertuamu,” pinta oma Sinta lagi.

“Nanti malam, Papah mengundang keluarga Pak Wijaya, sebagai permintaan maaf, karena Alan tidak jadi menikahi Amanda,” sela Ridwan

“Buat apa meminta maaf, toh aku menikahi putri Pak Wijaya juga ‘kan,” timpal Alan.

“Bukan masalah itu saja, Alan. Kamu tahu ‘kan, pertemanan Papah sudah terjalin puluhan tahun, Pak Wijaya lebih dari sekedar rekan bisnis. Jadi aku mau kita secara resmi meminta maaf pada keluarga Wijaya,” balas Ridwan.

Sementara Zahira yang mendengar rencana Ridwan, hanya bisa terdiam, dalam hati ia sangat was-was, pasalnya itu akan menjadi pertemuanya dengan Amanda, sejak Zahira menikah dengan Alan. Zahira mengingat beberapa hari ini umpatan dan rutukan Amanda di tujukan padanya melalui ponselnya. Dan ia tidak bisa membayangkan jika bertemu Amanda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status