Share

BAB 7 Manik Mata Hitam Bagai Anggur Liar

Setelah makan pagi selesai, Alan dan Ridwan berangkat ke kantor. Kesempatan ini, dipakai Risma untuk mengerjai menantunya.

“Zahira, kamu bereskan semua perabot kotor ini, soalnya Bi Darni, aku suruh ke pasar!” perintah Risma.

“Baik, Mah.”

“Apa asisten rumah tengga paruh waktu tidak datang, kenapa harus Zahira yang melakukannya,” tukas Oma Sinta, keberatan jika Zahira yang membersihkan semua piring kotor.

“Halah Oma, ‘kan nggak selamanya kok, lagi  pula Zahira sudah biasa mengerjakannya, iya ‘kan Zahira, kamu tidak keberatan ‘kan?”

Zahira tersenyum, iris matanya terlihat ia tulus. ”Tidak apa–apa Oma, saya akan membersihkannya,” jawab Zahira, lalu tanpa berkata lagi ia menaruh piring–piring, lalu dibawanya  ke wastefel dapur dan mulai mencuci piring dan perabot lainnya.

Sesekali Zahira menatap jam di dinding  dapur, hari ini ada jadwal kuliah, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Risma, gadis yang bercadar itu bergegas menuju kamar, meraih tas  dan pergi.

“Mamah, Oma, Hira berangkat dulu ke kampus,” pamit Zahira.

“Oh ya Hira, biar sopir saja yang mengantarmu,” tawar Oma Sinta.

“Tidak bisa Oma, aku juga akan pergi sebentar lagi, Hira kamu naik taksi online saja,” timpal Risma memperlihatkan wajah juteknya.

“Iya Mah. Assalamualaikum,” salam Zahira sekaligus berpamitan pada mertuanya.

“Wa alaikumsalam,” jawab Oma Sinta.

“Adem, sekali kalau lihat Zahira, aku senang sekali, Alan mendapatkan jodoh wanita solehah seperti Zahira,” ujar Oma Sinta.

“Halah Oma, apa yang bisa dibanggakan dari Zahira, sebaliknya ini kesialan Alan mempersuntingnya,” sahut Risma.

“Apa kamu pikir Amanda lebih baik?”

“Tentulah, Oma, Amanda cantik, pintar, berpendidikan, anak dari pernikahan yang sah, tidak seperti Zahira, walaupun ia anak Pak Wijaya juga, tapi tetap saja berbeda.” Risma terus saja berbicara tentang tidak sukanya pada Zahira. Sementara Sinta hanya terdiam mendengar ocehan Risma.

Hari menjelang sore, Zahira sudah tiba di kediaman  mertuanya, ia tahu tugas rumah sudah menantikannya, apalagi tadi Risma sudah memerintahkan untuk memasak menu makan malam, untuk menyambut kedatangan keluarganya, yang tidak lain adalah Amanda, Anita dan Wijaya.

Setelah melaksakan salat ashar, Zahira bergegas menuju dapur, semua bahan sudah tersedia di dapur, dibantu Mbok Darni, Zahira dengan cekatan mengolah bahan menjadi menu masakan yang lezat, hampir dua jam Zahira berkutat di dapur, tepat suara azan magrib mengema, Zahira menghentikan aktivitasnya.

“Bi, Hira akan mandi dan salat dulu, nanti Hira bantu lagi,” ucap Zahira.

“Nggak usah, Non Zahira juga harus siap-siap menyambut tamu, biar Bi Darni yang menyelesaikannya,” sahut wanita di samping Zahira.

“Jangan Bi, biar Zahira saja, yang menyelesaikannya!” perintah Risma sudah berdiri di ambang  pintu dapur dengan kedua tangan bersedekap di dada.

“Iya Mah, nanti Zahira selesaikan semuanya,” Zahira melangkah bergegas  menuju kamar.

Risma tersenyum sinis. ”Biarkan, dia merasakan  betapa beratnya menjadi menantu keluarga Wira,” gumam Risma.

Tepat pukul delapan malam, Amanda dan kedua orang tuanya datang.  Walaupun terlihat Amanda masih kesal, tapi gadis   yang saat ini mengenakan dres sebatas lutut yang lapisi blezer terlihat anggun dan mempesona dengan tubuh semampainya.

“Amanda, cantik sekali, kamu memang kebanggaan keluargamu,” puji Risma seraya memeluk Amanda.

“Terima kasih tante,” sahut Amanda, seraya tersenyum hangat, menyambut  pelukan Risma.

“Silakan duduk Pak Wijaya, kami sangat senang atas kedatangan Anda, walaupun Alan akhirnya memilih putri kedua Pak Wijaya, kita tetap berbesan ‘kan?” ucap Ridwan sambil tersenyum ke arah besannya.

“Aku mengerti Pak Ridwan, kadang kita tidak bisa mencampuri keputusan anak-anak kita, oh ya, di mana Zahira?” tanya Wijaya.

“Masih ada di kamar, kalau Alan, tampaknya masih dalam perjalanan,” jawab Ridwan.

“Om, Tante, aku ke kamar, menemui Zahira, boleh ‘kan?” izin Amanda.

“Tentu, sayang, silakan,” sahut Risma.

Kaki jenjang Amanda melangkah menaiki tangga rumah mewah dan megah, di pandanginya segala kemewahan di dalam rumah bergaya klasik itu,  rasa sesak memenuhi hatinya, kenapa ia bisa begitu ceroboh, hingga perselingkuhannya diketahui Alan, dengan langkah pelan, Amanda menuju sebuah kamar.

Dan tanpa mengetuk, dibukanya kamar itu.

Ceklek! Membuat Zahira langsung menutup wajahnya dengan niqob.

“Kenapa Zahira, tidak perlu memutupi wajahmu  itu, aku ingin bicara denganmu, lagian ini ada di dalam kamar,” ujar Amanda, seraya duduk di sofa.

“Aku senang kamu datang,“ balas Zahira datar, seraya memakai cadarnya.

“Pasti kamu senang ‘kan? menjadi istri dari Alan Wirasatya, derajatmu naik, kastamu naik,” ucap Amanda ketus, lalu tatapannya menajam ke arah Zahira.

”Aku ingin bertanya tentang hari di mana Aku dan Rafa, bersama di kamar, kenapa kamu tidak memberitahukan kedatangan Alan padaku, kamu sengaja ya, biar Alan mengetahui perselingkuhanku!” gertak Amanda pelan, tapi terdengar tegas.

“Aku sudah mencegah Mas Alan untuk masuk, tapi ia memaksa masuk, maaf, Amanda aku tidak bisa mencegahnya,” balas Zahira.

Zahira masih berdiri di dekat pintu masuk, sementara Amanda terlihat bangkit dari tempat duduknya, dan perlahan mendekati Zahira, tatapannya menajam.

“Dasar anak pelakor, pasti darah pelakor mengalir juga pada dirimu, kamu memang sengaja membuat Alan memutuskan pertunanganku.” Tangan Amanda mencengkram leher Zahira dengan sangat kuat, lalu dengan keras menghempaskannya, di saat bersamaan, Alan masuk ke dalam kamar  dan langsung menangkap tubuh Zahira yang hampir terjatuh.

Tangan kekar Alan mendarat di bahu Zahira, wajahnya hampir menyetuh wajah Zahira, bahkan hidung Zahira sudah menempel di pipi Alan, pria itu merasakannya wajah yang  masih tertutup cadar. Dan di saat bersamaan, tatapannya tertuju pada manik hitam  dan bulu mata lentik milik Zahira.

Untuk sekian detik, kedua pasangan halal itu terbuai dalam pelukan tidak sengaja, sampai Alan tersadar dari kekagumannya pada dua manik hitam dan bulu lentik milik Zahira yang baru di sadarinya..

Lalu mengangkat bahu, Zahira supaya berdiri tegak.

“Ada apa ini? Amanda, kenapa bikin keributan di kamarku?”

“Alan, maafkan aku, tapi Zahira sangat keterlaluan, dia meledekku karena aku tidak jadi menikah denganmu.” Amanda mulai mengarang cerita.

Zahira hanya terdiam, tapi dalam hatinya berusaha menahan emosi.

“Aku tidak perduli dengan ucapan  pengkhianat sepertimu, sekarang keluarlah dari kamarku!” perintah Alan ketus.

Amanda hanya mendengus kesal, ucapannya sekarang tidak di anggap oleh Alan, kebencian sudah merasuki jiwa Alan, hingga ia memperlakukan Amanda seperti sampah yang tidak ada gunanya.

Alan menutup pintu, ketika Amanda telah keluar, lalu menatap Zahira yang masih berdiri.

“Apa kamu tidak mempunyai keberanian, untuk membela diri, aku tahu tuduhan Amanda itu tidak benar, tapi kenapa kamu tidak membela diri!” bentak Alan.

“Untuk apa membela diri, Mas Alan cukup pandai ‘kan, untuk menilai, tidak perlu aku membela diri, sementara Mas Alan sudah tahu kebenarannya,” balas Zahira berjalan  ke arah almari  dan menyiapkan baju untuk suaminya.

Alan hanya menatap kesal Zahira, kenapa wanita itu hanya diam ketika di perlakukan seperti itu.

“Aku akan ke bawah, mempersiapkan makan malam,” pamit Zahira setelah merapikan khimar dan cadarnya.

Sesampainya di bawah, Zahira menyapa Wijaya dan juga Anita ibu tirinya.

“Assalamualaikum, ayah, ibu Anita,” sapa Zahira seraya mencium takzim punggung tangan kedua orang tua yang sangat di hormati itu.

“Wa alaikumsalam, Zahira,” jawab Wijaya.

Sementara Anita terlihat cemberut, ketika menatap Zahira. Semua kini duduk di sofa ruang tamu.

Mereka berbicara ringan, sesekali membicarakan tentang bisnis, sesuatu yang tidak di pahami Zahira. Dan ia memilih hanya mendengarkan saja. Amanda memang cerdas dalam menangkap pembicaraan bisnis, terlihat Risma dan Ridwan begitu senang, jika berbicara dengan Amanda.

“Wah-wah...ini mantu idaman, sayang sekali, Amanda, kenapa kamu putus dengan Alan,” ujar Risma.

“Iya Bu Risma, saya juga menyayangkan mereka menjalin hubungan satu tahun, tapi tak kusangka,  Zahira dalam waktu  singkat bisa mengikat hati Alan, apa dia punya ilmu pelet,” timpal Anita, ekor matanya melirik ke arah Zahira.

“Huss, bicara apa kalian, di jaman modern ini, mana ada ilmu pelet,” sela Oma Sinta, membela Zahira, yang sejak tadi memilih diam.

Langkah kaki Alan, terdengar menuruni tangga, lalu menyapa semuanya.

“Selamat malam, jika sudah selesai basa-basinya, lebih baik kita makan malam sekarang,” ajak Alan ketus.

“Alan benar, kita mulai saja makan malamnya,” sahut Ridwan.

Lalu semuanya menuju  ruang makan mewah dengan meja oval yang besar, di atas meja sudah berjajar menu makanan.

“Ini semua yang masak Zahira,” ucap Risma.

Anita tersenyum miring, lalu berbisik ke telinga Amanda.

”Di mana pun dia berada, akan dijadikan babu.”

Amanda tersenyum dan melirik ke arah Zahira.

“Setelah ini, biarkan Zahira saja yang cuci piringnya Bu Risma, anak itu sudah biasa mengerjakan pekerjaan rumah, jadi manfaatkan saja,” sela Anita sambil tersenyum tipis.

Alan yang mendengar perkataan Amanda dan Anita menjadi geram, dan ia berpikir ini saatnya memperlihatkan pada Amanda.

Alan tiba-tiba meraih telapak tangan Zahira, sesaat, ia merasakan lembut telak tangan istrinya, selembut sutra.

“Istriku akan menjadi ratu, jadi seorang ratu tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah, aku bisa membayar puluhan asisten rumah tangga, kenapa aku harus merusak telapak tangan istriku,“ timpal Alan, lalu mengecup punggung tangan Zahira.

Zahira hanya terdiam, tapi jantungnya terasa bergetar, ketika bibir Alan mendarat di punggung tangannya.

Melihat Zahira diperlakukan semesra itu Amanda menahan marah, tatapannya tajamnya tak lepas dari saudara tirinya itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, karakter penurut kayak binatang zahira itu bukan contoh yg baik juga njing. karakter sampah yg g mendidik. jadi wanita itu harus kuat dan tegas dan bukannya pembohong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status