Alan beranjak dari kamar Zahira, dan ia menyimpan buku harian Zahira. Setelah itu Alan bergegas meninggalkan rumahnya. Alan tidak kembali menuju kantor, melainkan melajukan mobilnya menuju sebuah kantor pengacara, jantungnya sedikit berdebar, ada sesuatu yang akan ia bicarakan dengan pengacara keluarganya.Kini, pria rupawan itu, sudah duduk di depan pria yang seusia Papahnya, pria itu heran mendapati Alan datang tanpa janji terlebih dahulu.“Alan, tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, kamu sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang sukses, ada perlu apa, hingga kamu datang sendiri ke kantor.”“Aku ingin bertanya padamu tentang kasus kecelakaan, sebelas tahun yang lalu, siapa korban kecelakan itu?” tanya Alan dengan tegas.Sang pengacara terdiam, ia menatap dalam Alan, sudah bertahun lamanya kejadian itu, tapi baru sekarang Alan menanyakannya.“Apa, Pak Ridwan tahu, jika kamu menanyakan kejadian itu kembali?”“Tidak, Papah dan Mamah tidak tahu, aku bukan anak kecil lagi ‘kan, aku berh
Pagi hari, pukul delapan pagi, aroma masakan sudah tercium wangi, terdengar juga Zahira sedang berbincang dengan sang Oma, sambil tangannya aktif memasak di dapur.“Hira, kamu ‘kan, bersaudara dengan Amanda, tapi kenapa kalian berbeda, seperti langit dan bumi?” tanya Sinta.“Itu karena kami di asuh oleh ibu yang berbeda, Oma. Baik buruknya seorang terkadang ada campur tangan seorang ibu, mudah-mudahan Hira suatu saat bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anak Zahira kelak, kerena seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya,” jawab Zahira.“Oh... berbicara anak, aku berharap kalian segera memberikan kabar baik,” balas Sinta“Kabar baik apa, Oma?” tanya Alan, sembari menarik kursi dan duduk di sebelah sang Oma, lalu meraih gelas, dan menuang air mineral, ke dalam gelas.“Kabar baik, yaitu kabar mengenai kehamilan Zahira,” jawab Oma Sinta.Huk huk! Alan hampir saja memuntahkan air yang di telannya, lalu menatap tajam Zahira, yang saat itu juga menatapnya.“Kenapa, Alan, wajarkan, jik
Malam beranjak naik, Oma Sinta terlihat sedang menyeduh dua cangkir jamu, ia tersenyum, lalu meraih dua cangkir itu di meja makan, setelah itu mengetuk pintu.“Alan, Zahira, keluarlah sebentar,” suruh Oma Sinta.Tak lama kemudian pintu di buka, terlihat Alan dan Zahira berdiri di depan pintu.“Ada apa Oma, Alan lagi sibuk,” timpal Alan.“Iya, Oma tahu, kamu sibuk dengan Zahira, tapi biar kesibukan kalian itu membuahkan hasil, ayo minum jamu dulu.” Oma Sinta menarik tangan Alan, dan dibawanya pria itu duduk di kursi, sementara Zahira mengikutinya dari belakang, lalu ia pun duduk.“Ayo, kalian minum dulu, sebelum beraktivitas malam, mudah-mudahan akan segera ada kabar baik,” suruh wanita yang berusia 70 tahun dengan mengulum senyum.Alan, memutar bola mata, malas menanggapi ocehan sang Oma, tapi jika menolak, akan banyak ocehan yang ia terima, oleh karena itu Alan pun memutuskan menuruti kemauan sang Oma, Ia meraih cangkir di depannya, dan mulai meneguknya, walau rasanya terasa aneh, da
Alan memutuskan untuk turun dari mobil, dengan pelan, dan jantung berdebar, ia pelan menginjakan kaki di tanah, bahkan kakinya terasa bergetar, ingatannya sekilas mengingat kecelakaan sebelas tahun silam.Wakru itu Alan mengendari mobil sport barunya, dengan kecepatan penuh di jalanan yang sepi, tapi tiba-tiba seoarang wanita menyeberang jalan, mobil tak bisa dikendalikan, akhirnya Alan menabrak wanita itu.“Alan..” sapa seseorang membuatnya sadar dari lamunan, wanita itu berjalan ke arahnya dengan kaki pincangnya.“Apa, Zahira bersamamu?” tanya wanita itu lagi seraya mengamati dalam mobil“Oh... tidak Bu, aku datang sendiri, kebetulan ada pekerjaan di dekat sini, jadi aku putuskan untuk mampir mengunjungi ibu,” dalih Alan.Fatima, mengurai senyum hangat, prasangka buruknya mengenai menantunya pada waktu pertama kali bertemu, membuyar seketika, mengetahui perhatian sang menantu yang mengunjunginya.“Terima kasih Alan, masuklah, ibu akan buatkan teh hangat untukmu,” ajak Fatima.Alan
Zahira sudah berada di sebuah butik, dengan Via, Keduanya di sambut oleh karyawan butik dengan sangat ramah, keluarga Wira adalah satu pelangan butik.“Bu Zahira, ada beberapa pilihan, ibu mau yang mana?” Via menunjukkan tiga baju khimar dengan warna lembut.“Menurut, Kak Via yang mana yang pantas dipakai untuk acara Aniversary pernikahan?” tanya balik Zahira, sambil menatap ketiga khimar yang semuanya terlihat mewah.“Kalau menurutku yang ini.” Via menunjukkan khimar berwarna unggu, dengan desain yang sederhana tapi terkesan elegan.“Baiklah, Kak, pilih yang ini saja.” Akhirnya Zahira memilih khimar sesuai arahan Via.Via pun memilihkan tas dan juga sepatu yang senada dengan warna khimar.Sesampai di rumah, di sana ternyata sudah ada dua pegawai salon kecantikan yang menunggu Zahira.“Kalian sedang apa disini?”“Pak Alan, menyuruh kami untuk melakukan perawatan tubuh dan wajah, Bu Zahira, untuk acara pesta nanti malam.”“Apa yang kalian akan make up, aku memakai cadar,” sahut Zahira
Sementara di bawah, Alan sudah menyapa beberapa tamu yang hadir, Risma dan Ridwan juga sudah di sibukan dengan beberapa tamu. Amanda sudah hadir, ia datang bersama Anita sang ibu.“Apa, Pak Wijaya tidak ikut Bu Anita?” tanya Risma menyambut kedatangan Amanda dan ibunya.“Maaf, suami saya sedang tidak enak badan, jadi hanya titip salam saja.”“Oh tidak apa-apa, Amanda, temuilah Alan,“ suruh Risma seraya tersenyum pada Amanda.Gadis yang berpenampilan elegan dengan gaun merah marun, dan belahan dada rendah itu pun mendekati Alan.“Selamat malam Al,” sapa Amanda.“Hemm.. apa kamu datang sendiri, kenapa kamu tidak mengajak kekasihmu itu?” suara Alan masih terdengar sinis.“Aku tidak punya kekasih, apa yang kamu lihat itu salah paham,” bantah Amanda.Alan mencelos kasar, mendengar jawaban Amanda, baru saja akan melangkah pergi,” tangan Alan di pegang Amanda.“Tolonglah, jangan bersikap dingin padaku, setidaknya pe
Pria yang bernama Abram, masuk kedalam kamarnya, kamar yang telah lama ditinggalkannya. Kini pria itu berdiri di depan cermin, dengan bertelanjang dada, meraba bekas luka sayatan pisau, masih begitu tampak jelas, walaupun sudah dilakukan operasi plastik, tapi bekas itu masih terlihat, garis merah, yang cukup panjang. Wajahnya berubah bengis, kala menatap luka itu.Abram meraih kemeja, lalu mengenakannya, di sisirnya rambut hitam legamnya, setelah terlihat rapi dan tampan, ia pun melangkah keluar kamar.Satu persatu anak tangga di lewatinya, hingga sampailah di lantai bawah, di mana para tamu sedang menikmati pesta. Mengetahui jika putra pertamanya telah hadir, Ridwan pun segera menyampaikan pengumuman yang berkaitan dengan perusahaannya.“Selamat malam semuanya, saya ingin menyampaikan sesuatu di malam ini, berkaitan dengan kepemimpinan Wira Campany, selama ini jabatan CEO masih saya pegang, dan jabatan kepala manager di pengang oleh putra kedua saya, Alan Wirastaya dan saat ini, say
“Ah... cantik, kayak tahu saja wajah istriku, seperti apa,” timpal Alan kesal.“Apa kamu, mau menikahi wanita yang tidak cantik, Alan?”“Cukup, aku rasa tidak perlu memperdebatkan tentang wajahku,” tukas Zahira sedikit kesal, lalu ia memilih pergi meninggalkan Alan dan Abram.Kini kedua saudara itu berdiri berhadapan saling tatap, di mata keduanya tersimpan ke angkuhan yang amat dalam, seperti sedang memperjuangkan sesuatu.“Jadi, kamu sudah bosan dengan seni lukismu dan beralih ke dunia bisnis,” ucap Alan seraya memasukan telapak tangannya ke kantong celana dan menatap Abram.“Anggap saja seperti itu, Papah butuh penerus yang tangguh, jangan kamu pikir tiga tahun ini aku vakum, dari dunia bisnis, lantas kepintaran manajemenku luntur begitu saja,” balas Abram.“Aku cuma berpikir, apa yang membuatmu tertarik lagi terjun ke dunia bisnis?”“Apa kamu takut tersaingi, adikku,” sahut Abram, lalu menepuk bahu Alan, dengan melempar senyum penuh misteri. Setelah itu pergi meninggalkan Alan.Al
Hari terus belalu, Zahira semakin menikmati kehidupannya. Fatima, mengajaknya untuk mengaji di pesantren, dan sedikit-demi sedikit Zahira mulai menjalan ibadah.“Zahira, jika ingatanmu pulih, ibu berharap, kamu tidak usah rujuk dengan Alan,”titah Bu Fatima“Kenapa?”“Karena selama kamu menjadi istrinya, kamu menderita, kamu tidak bahagia,”jawab Fatima“Tapi, Mas Alan adalah ayah kandung Rena. ““Rasid bisa menjadi ayah yang baik untuk Rena,”tegas FatimaZahira hanya terdiam.”Aku akan memutuskan, jika ingatanku sudah kembali,”jawab ZahiraZahira duduk di pendopo bersama santri wanita, ia dengan hikmat mendengarkan tausiah yang dibawakan Nyi Hanum, sekitar dua jam, selesai.“Zahira, bisa kita bicara?”ucap Nyi Hanum“Bisa Nyi Hanum.”Lalu keduanya berjalan kearah gazebo. Bagaimana kabarmu?”tanya Nyi Hanum“Baik, saya menjalani hipnoterapi oleh dokter Reha.”“Alhamdulilah, begitu banyak kejadian, yang menimpa kehidupanmu, aku senang kamu dapat melewatinya, satu minggu lagi, Rasid akan kem
Rita dan sang sopir yang mendengar suara tembakan saling pandang dan terkejut, lalu, tanpa berpikir panjang, kedua orang itu memberesi pakaiannya, dan pergi menyelinap, keluar dari vila, mereka tidak mau terlibat masalah hukum.“Cepat kita harus pergi, sebelum polisi datang,”ajak RitaTapi keduanya terlambat, polisi sudah sampai di pintu pagar dan menangkap kedua pasangan itu.Dua orang polisi bergegas masuk ke dalam vila, dan mereka menemukan tubuh pria yang tergeletak di lantai kamar tidur dengan darah mengucur deras.Zahira histeris”Nico!..teriaknya sambil menangis dan juga Rena ikut menangis dalam dekapan Zahira, sementara Alan masih terduduk menatap tubuh Abram, yang telah tewas.Polisi membawa Alan dan Zahira keluar kamar dan mengamankan TKP.Polisi wanita membawa Zahira yang masih ketakutan dan shock, kemudian Roy dan Santi terlihat berjalan ke arah halaman, keduanya bernapas lega mendapati Alan selamat walau telihat shock.“Syukurlah, Pak Alan berhasil menyelamatkan Bu Zahir
Tidak ada pemeriksaan yang ketat waktu memasuki halaman, keduanya turun dari mobil, disana terlihat Baron, sudah menunggu diambang pintu.“Kamu sudah siapkan uangnya ‘kan, untukku, aku ingin uang cash,”bisik Baron pada Santi.“Tentu saja, aku sudah siapkan, begitu kami selesai, Pak Baron bisa mengambil uang itu,”jawab Santi dengan tenang.Baron tersenyum, lalu mengajak Roy dan Santi memasuki villa mewah dan menuju ke sebuah studio, mata Santi mengedar ke semua ruangan.“Villa ini sangat klaisik dan indah,”ucap RoySeorang wanita turun menuruni tangga sambil mengendong anak kecil saat itu jaga Roy diam –diam mengarahkan ponselnya dan merekamnya.“Siapa wanita itu?”tanya Santi“Dia istri Tuan Nicolas, “jawab Baron, lalu membuka pintu studio dan ketiganya masuk, disana ada Abram, yang sudah menunggu.“Oh jadi ini Tuan Nicolas, suatu kehormatan bagi saya, bisa bertemu dengan pelukisnya langsung,”kata Roy“Aku bersedia untuk diwawancarai, tapi tidak berkenan, jika wajah di ekspos, cukup
Alan semakin geram, dentuman musik semakin keras, hingga Alan sudah tidak bisa mendengar percakapan Amanda dan Baron, tapi setidaknya ia tahu, jika Abram dan Zahira masih hidup, dan tinggal di vila puncak bukit, dengan segera, Alan melangkahkan kaki dan pergi keluar night klup.Alan sangat marah, jika benar Abram, selama ini menyembunyikan Zahira bahkan membuat Zahira hilang ingatan dengan obat –obat terlarang.Alan menaiki taksi yang masih menunggunya, dia sudah tak sabar untuk memastikan jika Zahira dan Abram, masih hidup. Setelah sampai di hotel, Alan memanggil Roy dan Santi ke dalam kamarnya.“Duduklah kalian,”suruh Alan dengan wajah serius, membuat kedua stafnya itu saling tatap dan takut.“Ada apa Pak Alan, apa kami membuat kesalahan?”tanya Roy“Tidak, ini bukan masalah pekerjaan, aku membutuhkan bantuan kalian,”balas Alan“Bantuan, apa, Pak?”tanya Santi penasaranAlan menghela napas sejenak, dan kembali serius.“Aku tidak sengaja, melihat Amanda, dan aku bertemu denganya. D
Semantar itu di viila, terlihat Amanda sedang berbicara serius dengan Abram“Apa kamu yakin itu Alan?”“Sangat yakin, tapi aku rasa dia ke Bali, karena urusan pekerjaan, karena Alan bersama dua stafnya,”ungkap Amanda“Tenanglah, mereka tidak akan sampai di pengunungan ini,”jawab Abram“Lebih baik kamu waspada, dan percepat pernikahanmu dengan Zahira, karena Zahira juga mulai meningat dirinya waktu kamu akan menodainya, ia bermminpi tentang itu,”jelas Amanda“Apa Zahira bercerita tentang itu padamu?”“Iya dia mengatakan jika bermimpi ada seorang pria yang mencoba menodainya dan menyayat dada pria itu dengan pisau.”Abram terdiam, ia berpikir tentang pagi ini kenapa Zahira menanyakan tentang luka di dadanya itu.“Kamu benar, aku segera akan mempercepat pernikahan, dan setelah itu pergi keluar negeri, setelah menikah,”jawab Abram serius“Baiklah , aku pergi dulu,”pamit Amanda.Malam semakin larut, Abram menuju kamar Zahira, setelah mengetuk pintu, Zahira membukakan pintu.“Nico,”“Ak
Zahiar telah siap, wanita itu semakin cantik, membuat Amanda semakin iri dengan saudari tirinya itu, ia sangat beruntung, dicintai dan digilai oleh dua orang pria.“Kamu cantik Zanet. Nicolas sangat beruntung memilikimu,”celoteh AmandaZahira hanya tersenyum, lalu keduanya berjalan menuju mobil Amanda, diikuti Abram.“Aku akan mengantar Zanet kembali ke sini,”ucap Amanda pada AbramAbram, hanya tersenyum, dan mengangguk, lalu Zahira dan Amanda memasuki mobil dan berlahan mobil pun keluar melewati pagar tinggi.“Amanda,seperti apa Nicolas waktu kuliah?”“Heumm...dia introvet,lebih senang menyendiri dan tak banyak memiliki teman, sebenarnya aku juga tidak dekat denganya,setelah lulus dari universiras, aku tidak tahu lagi kabarnya, dan bertemu, secara tak sengaja, di Bali, kerena aku ingin membeli karya lukisan,”Amanda berusaha mengarang cerita.Zahira tampak sedih. “kita akan pergi ke mana?”tanya Zahira“Aku dengar dari Nico, kalian akan melakukan pernikahan ulang ‘kan, jadi aku akan m
Alan menatap begitu lama villa mewah di atas bukit, area di dalam vila sudah tertutup korden, hingga tak terlihat apapun dari luar , ada dua penjaga yang terlihat di pintu gerbang masuk. Alan lalu menghela napas berat dan menurunkan teropongnya, kembali duduk di kursi, pikiran tertuju pada Zahira, diingantanya setiap moment yamg indah, bersama istri bercadarnya itu, berharap ada sebuah keajaiban yang terjadi.Malam semakin larut, Zahira sudah tertidur lelap di kamarnya, tiba-tiba ia berteriak.“Lepaskan!” lalu tersentak bangun dari tidurnya, keringat dingin mulai mengucur di dahinya padahal ruangan berACZahira mengusap wajahnya pelan. Ini ketiga kali aku mimpi yang sama, ada seorang lelaki yang ingin menodaiku, hingga aku melukainya dengan pisau di dadanya, apa ini sekedar mimpi, atau bagian dari masa laluku, batin Zahira.Semalaman Zahira tidak bisa tidur, ia duduk bersandar di pungung sandaran ranjang, memikirkan tentang mimpi yang sama, selama tiga hari ini. Semenjak ia tidak m
Sementara itu di vila lain, zahira sedang menatap wajahnya menyisir rambutnya dan menatap manik hitam yang mengkilat. Lalu terlihat Rita mengetuk pintu dan kemudian masuk“Nyonya Zanet, waktunya untuk mewarni rambut, lihat rambut Nyonya sudah terlihat menghitam.”“Aku tidak mau mewarni rambutku, aku ingin rambut alamiku yang hitam,” jawab Zahira sambil terus menyisir.“Tapi Nyonya , nanti Tuan Nico, marah.”Zahira menatap asistennya, aku yang akan bicara nanti, sekarang bersiap-siaplah, kita akan keluar jalan-jalan, aku sudah minta izin Nico,”suruh Zahira“Baiklah, “jawab RitaBeberapa saat kemudian Zahira telah rapi, kali ini ia mengenakan celana kain, dengan blouse warna pink lembut, lalu menuju keluar kamar“Kamu akan jalan-jalan?”tanya Abram“Iya, Nico, hanya tiga jam, saja,”ucap Zahira.“Hati-hati,”balas AbramLalu Zahira dan Rita yang mengendong Rena, keluar menuju mobilnya. Telihat sang sopir sudah menunggu, dan langsung menancap gas, begitu Rita dan Zahira masuk ke dalam mo
Kembali ke kota Jakarta, Alan sedang memimpin rapat di Wira Campany, semua antusias menyambut Alan, yang langsung menjabat CEO Wira Campany.“Sejak Bapak koma, akhirnya Pak Bagas memutuskan mengabungan projek PT Wirasatya di Wira Campany dan pembangunan pabrik farmasi suduh berjalan lancar,”salah satu team menjemen berucap.“Aku akan fokus pada Wira Campany, PT Wirasatya saya nyatakan bergabung dalam Wira Campany,”jawab Alan.“Ada beberapa projek yang suduh masuk, apa Pak Alan sudah siap membahasnya?”“Jelaskan saja, projek apa saja yang sudah masuk!”perintah Alan“Porjek pembangunan bendungan di Bandung, projek pembangunan sekolah di Semarang, dan projek pembangun hotel dan resort di Bali,”jelas stafAlan tampak berpikir sambil menatap berkas, ditanganya.“Kita bentuk tiga team, dan aku sendiri akan masuk dalam team, pembagunan hotel dan resort di Bali,”jawab Alan“Baik Pak, kami akan bentuk 3 team,untuk menyelesaikan ketiga projek kita,”jawab staf.Rapat pun berakhir, Alan kembali