Sepasang manusia berbeda jenis sedang berpelukan mesra sambil bertaut bibir, mereka begitu sangat menikmatinya. Tanpa sepengetahuan keduanya yang sedang di mabuk asmara, terlihat seorang pria mengepalkan telapak tangannya, matanya berubah tajam, seakan kemarahan sudah tampak di puncak kepalanya. Tapi ia menahan kemarahan, dengan pelan memundurkan langkahnya dan berbalik.
Di depannya berdiri gadis dengan pakaian hitam yang tertutup, seluruh tubuhnya tertutup kain lebar, bukannya hanya tubuh, tapi wajahnya hanya memperlihat bagian matanya saja, gadis itu berdiri dengan kaki gemetar.
“Jangan katakan pada siapa pun, jika aku datang ke sini,“ ucap pria itu dengan pelan, tapi tampak menahan amarah.
“Gadis itu mengangguk ketakutan.”
Lalu pria bertubuh tegap dan gagah itu menuruni tangga dan menuju mobil sedan warna hitam yang terparkir di halaman rumah minimalis bercat dinding putih.
Hatinya hancur sehancur-hancurnya mendapati calon istrinya berselingkuh di saat menjelang hari pernikahannya.
Dihentikannya mobil sedan itu, lalu kepalan tangannya memukul setir dengan sangat keras, dengan bersusah payah pria berhidung mancung itu, menenangkan dirinya, tak mudah bisa melihat kenyataan akan pengkhianatan di depan matanya.
“Berani sekali wanita seperti dia mengkhianatiku, sungguh pengkhinaan yang teramat keji, seorang Alan Wirasatya, putra pemilik dari Wira Company, perusahaan konstruksi bergengsi di negeri ini, dikhianati!” gerutunya, sambil menahan amarah.
Di raihnya ponsel dari dalam saku celana denimnya, lalu menghubungi seseorang.
“Hello, Amanda,” sapanya berusaha bersikap tenang dengan nada bicara datar.
Tampak di seberang ponsel, seorang gadis terlihat gugup, ia terkejut menerima panggilan video call.
“Hello, sayang,” balas wanita itu tampak gugup berusaha mengancingkan dua kancing kemejanya yang terbuka.
“Bangun tidur?” basa–basi Alan, ia tahu wanita di seberang ponsel itu habis bercinta.
“Iya, semalam aku begadang, menyelesaikan pekerjaan,” dalihnya sedikit gugup.
“Aku cuma ingin memberitahumu, jika aku sudah kembali ke Jakarta.”
“Apa! Kenapa tidak bilang sayang, aku bisa menjemputmu di bandara.”
“Tidak perlu, aku juga akan mempercepat pernikahan kita, besok pagi bersiaplah, aku akan menikahimu,” ucap Alan sambil menampilkan senyum hangatnya walau hatinya terasa di tusuk ribuan pisau.
Mata gadis yang masih terlihat sayu itu tampak terkejut. ”Besok, bukankah pernikahan kita masih dua minggu lagi?”
“Tidak ada bedanya besok, apa dua minggu lagi, ‘kan,” tegas Alan.
“Okey, aku persiapkan sekarang juga.”
Alan mematikan ponselnya, ia sungguh jijik melihat wanita yang baru saja melakukan video call dengannya.
“Wajah jalang, kenapa aku bisa terpikat dengan wanita seperti itu, lihat saja nanti, akan aku permalukan dirimu Amanda,” ketusnya. Lalu menancapkan gas mobilnya menuju ke suatu tempat.
Sementara itu Amanda bergegas merapikan bajunya. ”Sial, sial, kenapa Alan memajukan pernikahan. Aku bahkan belum mempersiapkan tubuhku ini, aku tidak boleh ketahuan, jika aku sudah tidak perawan lagi, gerutu wanita berbadan seksi, sambil memunguti satu persatu pakaiannya. Amanda berencana, pergi ke sebuah klinik kecantikan dan membuat area kewanitaannya terasa lebih sempit bak seorang perawan yang baru memulai bercinta di malam pernikahannya. Senyum mengembang di bibirnya, membayangkan jika Alan Wirasatya menyentuh tubuhnya dan membawanya terbang melayang, selama menjalin hubungan dengan Alan, pria itu selalu menjaga sikapnya, kadang Amanda heran, kenapa pria yang memiliki segalanya dan hidup di jaman modern seperti ini, masih berpikiran bahwa malam pernikahan adalah hal yang penting, di mana sepasang pria dan wanita untuk pertama kali menyerahkan tubuh pada pasangan halalnya.
***
Pagi terlihat cerah, Alan sudah memakai taxedo, termewah dan termahal, yang ia pesan beberapa minggu yang lalu, khusus di sebuah butik ternama di ibukota. Di tatapnya wajah tampan rupawan, nyaris sempurna, tapi ia tak habis pikir, kenapa wanita seperti Amanda bisa mengkhianatinya, bahkan jika putus dari Amanda ada puluhan gadis yang mengantri untuk dirinya.
Alan merasa salah memilih Amanda sebagai calon istrinya, kedua orang tuanya yang sejak satu tahun ini menjodohkan Alan dan Amanda, teman sekaligus klien bisnis keluarganya, menganggap perjodohan ini adalah hal yang sangat sempurna, baik bagi hubungan bisnis maupun hubungan keluarga.
Alan berjalan keluar kamarnya, lalu melangkah menuruni anak tangga, hatinya terasa mendidih, setiap kali mengingat kejadian kemarin, melihat dua bibir saling berbagi ludah, keduanya menikmati pergulatan itu. Seperti dibakar amarah, bukan lagi rasa cemburu, karena sejatinya cemburu adalah tanda cinta, tapi ketika cinta itu telah musnah, maka hanya kebencian akan sebuah pengkhianatan yang tersisa.
Mobil sedan hitam melesat menuju ke pemukiman elite, tempat mempelai wanita tinggal, tidak lama kemudian sampailah ia di kediaman bergaya minimalis nan megah, beberapa tamu dan kerabat sudah berkumpul dan siap untuk menyaksikan peristiwa penting.
Alan membuka pintu mobil dan berjalan dengan tenang memasuki dalam rumah yang telah dekorasi penuh dengan bunga bernuansa putih dan hijau.
“Selamat datang Alan, kenapa pernikahan dipercepat dan kenapa kedua orang tuamu, tidak hadir?” tanya seorang pria bertubuh tegap di usianya menjelang 60 tahun itu.
“Orang tuaku tidak mengetahui, jika aku mempercepat pernikahan ini, aku tidak mau mengganggu perjalanan bisnis mereka, karena akan mempengaruhi perusahaan,” jawab Alan tegas.
“Baiklah, tamu dan pemuka agama sudah hadir kita mulai acara ijab qobul ini, untuk resepsi pernikahan, kita adakan ketika kedua orang tuamu kembali,” ucap lelaki paruh baya yang mengenakan kemeja beserta jas warna hitam, di sebelah seorang wanita berkebaya mewah tampak tersenyum bahagia.
Alan memasuki ruangan, terlihat sudah duduk pemuka agama, yang siap menikahkan kedua mempelai, ia juga melihat Amanda sudah berpakaian kebaya warna putih, dengan rambut yang sudah di konde khas Jawa dengan melati menjuntai, senyum terlihat merekah, di bibir merah delima, tubuh semampai itu terlihat anggun.
Alan menatap sinis, lalu matanya mengedar keseluruh ruangan mencari sosok yang ia temui kemarin yaitu gadis bercadar.
Ke mana gadis itu, aku tidak peduli sekalipun ia hanya seorang pembantu di sini, batinnya, mata elangnya menyusuri hingga, ia menangkap gadis yang mengenakan baju khimar warna pink lembut demikian juga dengan penutup wajahnya warna senada, matanya tertunduk ketika bersitatap dengan mata Alan.
“Silakan duduk Alan, kita mulai proses ijab qobul ini,” suruh pemuka agama.
Alan beranjak dari tempatnya berdiri, lalu duduk, kemudian telihat Amanda di tuntun oleh sang ayah untuk duduk di dekat Alan.
“Tunggu, aku datang ke sini bukan untuk menikahi Amanda,” tegas Alan.
Tentu yang hadir di ruangan itu terkejut dan saling pandang, apalagi Amanda dan kedua orang tuanya sangat terkejut mendengar penuturan Alan.
“Apa yang kamu katakan Alan !” Pria paruh baya yang tak lain adalah ayah Amanda itu naik pitam
“Kalau bukan menikah denganku, kamu mau menikahi siapa, Al?” tanya Amanda kesal.
“Gadis bercadar itu!” tegas Alan dengan sangat yakin, matanya menatap tajam ke arah gadis bercadar, yang saat itu juga terkejut dengan ucapan Alan.
“Zahira, kamu ingin menikahi Zahira, adikku!” pekik Amanda.Alan tidak menghiraukan Amanda, ia segera memberi kode untuk segera melaksanakan ijab qobul.Amanda menarik tangan Alan, seakan tidak terima dengan keputusan pria berusia 28 tahun itu.“Apa maksudmu Alan, aku tak terima kamu permalukan seperti ini!” Amanda membentak Alan.“Apa perlu aku ungkap perselingkuhanmu di sini, aku punya bukti Amanda, bagaimana kamu bertukar lidah dengan seorang lelaki,” bisik Alan.Amanda terkejut mendengar penuturan Alan. Ia melepas genggaman tangan Alan dan membiarkan pria itu melakukan ijab qobul.Lain halnya dengan gadis bercadar, jantungnya seketika berdegup kencang, mendengar penuturan pria yang kemarin berbicara singkat dengannya.Tiba-tiba sebuah tangan menariknya.“Alan menginginkan menikahimu Zahira, Ayah rasa lebih baik kamu terima pinangang Alan, untuk menutupi rasa malu keluarga ini, dan untuk kelangsungan bisnis ayah,” ucap Wijaya yang merupakan ayah kandung dari Amanda dan Zahira.Za
Alan berangkat ke kantor, sebuah kantor yang berada di gedung pencangkar langit, lebih tepatnya lantai 10. Begitu membuka lift, Alan berjalan angkuh melewati para pegawai yang otomatis menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya pada putra pemilik perusahaan yang saat ini menjabat sebagai kepala manager.Alan kembali menatap laptop di atas meja kerja, sibuk mengamati laporan dan jadwal pertemuan dengan kliennya. Hingga dering ponsel, mengganggu konsentrasinya, nama Mama Risma tertera di layar ponsel.”“Hello, Ma.”“Alan, kamu sudah tak waras hah, siapa yang kamu nikahi,” suara melengking dengan nada penuh amarah memekakan telinga Alan.“Zahira, namanya,” sahut Alan datar.“Alan, siapa itu Zahira?” suara wanita kembali terdengar kesal.“Adik, Amanda.““What! Ini tidak benarkan, Mama cuma mimpi ’kan! Kenapa kamu menikahi anak itu, dia itu cuma anak dari wanita pelakor, Mamah pernah dengar tentang anak kedua Pak Wijaya, anak dari wanita simpanannya!” gertaknya lagi masih bernada keras
Kembali suara ponsel berdering nyaring, ibu Alan yaitu Risma sedang menelepon.“Hello, Ma, ada apa?”“Besok malam, bawa istrimu ke rumah, Papah dan Oma, mau melihat istrimu, dan bersiaplah menceraikan dia, aku yakin, ia tidak sesuai dengan kriteria Omamu!” perintah Risma dengan sangat tegas.“Soal cerai Mamah tidak usah khawatir, pasti aku akan ceraikan Zahira, gadis kampung itu pasti tidak akan berontak,” jawab Alan pelan, takut jika Zahira mendengar.Bukannya takut sih, karena selama ini Alan tidak pernah takut pada siapapun, kecuali sang Oma, ia bergitu hormat dan patuh pada sang Oma. Alan cuma tidak mau menyingung perasaan Zahira, walau perasaan gadis itu sebenarnya tidak penting, tapi Alan juga punya etika dan strategi, bersikap manis pada lawannya adalah suatu strategi dalam bisnis, menurut Alan. Eh lawan? Apa benar yang mau di lawan Zahira, bukankah lawan sebenarnya adalah Amanda, dan gadis polos bercadar itu hanyalah tumbal, dari kekesalannya, setidaknya itu yang ada dalam p
Sementara itu di kediaman orang tua Alan, terjadi ketegangan seorang pria dengan rambut halus memenuhi wajahnya, tampak bersitegang dengan seorang pria paruh baya.“Untuk apa kamu datang ke rumah ini?” Ridwan berucap sambil menatap sinis pria yang masih berdiri“Apa aku sudah tak punya hak untuk datang ke rumah ini Pah,” sahut ketus pria berusia 30 tahun sambil duduk menyilangkan kaki di sofa.“Kenapa kamu belum berubah, Abram, menjadi liar dan tidak bisa mengurus dirimu sendiri,” tukas Risma.“Ahhh.. sudahlah Mah, jangan bicara itu lagi, toh aku tidak menyusahkan kalian.” Pria yang bernama Abram itu, meraih sebungkus rokok di saku kemejanya, lalu menyulutnya dengan pemantik.”Aku datang ke rumah ini, karena aku dengar Alan sudah menikah, kenapa kalian tidak mengundangku?”“Kami sendiri tidak tahu, jika Alan menikah, anak itu juga lama–kelamaan sama denganmu, gara-gara seorang wanita bisa menghancurkan masa depannya sendiri,” celoteh Risma kesal.“Kenapa, bukankah Amanda calon menant
“Jangan mengada-ngada Oma, wajah tertutup seperti itu, bagaimana jika teman-teman sosialita Mamah tanya, cantik apa nggak mantunya? Mamah harus bilang apa, mau bilang cantik, tapi wajahnya tertutup seperti itu,” gerutu Risma kesal.“Cantik kok, Zahira sangat cantik, bukan hanya cantik wajah, tapi hatinya juga cantik.” Oma Sinta menjawab keraguan Risma.“Sudah, kita makan dulu,” ajak Ridwan Wira Atmaja suami Risma.Semuanya yang duduk di kursi makan, mulai menyuap menu di depan piring, seperti biasa, Zahira memakan dengan cadar masih terpakai, ia memasukan sendok ke dalam cadarnya . Risma dan Ridwan hanya memperhatikan cara makan Zahira.“Alan, menginaplah di sini beberapa hari, Oma mau belajar ngaji pada Zahira,” titah sang Oma.“Tidak, Oma, aku tidak mau menginap di sini,” sahut Alan, tampak khawatir, jika menginap di rumah orang tuanya, itu berarti dia satu kamar dengan Zahira, pasti akan mempersulit aktivitasnya, jika satu kamar dengan Zahira.“Kenapa keberatan, Oma disini hanya
Setelah makan pagi selesai, Alan dan Ridwan berangkat ke kantor. Kesempatan ini, dipakai Risma untuk mengerjai menantunya.“Zahira, kamu bereskan semua perabot kotor ini, soalnya Bi Darni, aku suruh ke pasar!” perintah Risma.“Baik, Mah.”“Apa asisten rumah tengga paruh waktu tidak datang, kenapa harus Zahira yang melakukannya,” tukas Oma Sinta, keberatan jika Zahira yang membersihkan semua piring kotor.“Halah Oma, ‘kan nggak selamanya kok, lagi pula Zahira sudah biasa mengerjakannya, iya ‘kan Zahira, kamu tidak keberatan ‘kan?”Zahira tersenyum, iris matanya terlihat ia tulus. ”Tidak apa–apa Oma, saya akan membersihkannya,” jawab Zahira, lalu tanpa berkata lagi ia menaruh piring–piring, lalu dibawanya ke wastefel dapur dan mulai mencuci piring dan perabot lainnya.Sesekali Zahira menatap jam di dinding dapur, hari ini ada jadwal kuliah, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Risma, gadis yang bercadar itu bergegas menuju kamar, meraih tas dan pergi.“Mamah, Oma, Hira berangk
Wijaya, Anita dan Amanda sudah meninggalkan rumah mewah Ridwan. Sementara Alan, langsung naik ke lantai atas masuk ke dalam kamar, sikap acuh terlihat kembali. Oma yang badannya ringkihpun langsung memasuki kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang, sementara Risma masih ingin membuat Zahira tidak betah menjadi menantunya.“Zahira, kamu tahu ‘kan tugasmu,” suruh Risma.“Baik Mah.”Zahira langsung menuju meja makan yang penuh dengan piring kotor, ia meraih piring kotor dan mencucinya di wastafel, jam menunjukkan pukul sebelas malam, ketika Zahira selesai mengerjakan tugas dari ibu mertuanya.Semantara itu, Alan sudah berbaring di tempat tidur, matanya tertutup tapi pikirannya masih terjaga, ia teringat akan bola mata Zahira, yang hitam, bagai anggur liar, begitu pekat, tapi berkilau, dan hidung yang menempel di pipinya, ia merasakan jika hidung Zahira mancung.Ahh sial, kenapa aku jadi membayangkan wajah bocah itu, batin Alan, menutup kepalanya dengan selimut.Ceklek!... Pintu kamar ter
Amanda melangkahkan kakinya menuju lorong sebuah kantor, tepat di pintu yang bertuliskan Kepala Manger, Wira Company, ia berhenti, sejenak terdiam, lalu membuka dua kancing kemejanya, sedikit memperlihat indah dadanya yang membusung, terkesan menggoda. Wajah cantik, dengan kulit putih yang bersih, kecantikannya setera dengan artis ibukota, mungkin itu sebabnya Alan jatuh cinta pada Amanda, kecantikannya begitu terkesima, selain itu wanita yang telah menyelesaikan pendidikannya di universitas bergengsi di Kota Jakarta dengan nilai cumulade, juga tidak diragukan kecerdasannya, tawaran untuk menduduki jabatan penting di beberapa perusahaan nasional, tetapi Amanda lebih memilih untuk menjalin kerja sama dengan Wira Company.Tok! tok! Pintu pun diketuk, hingga sebuah suara menyuruhnya masuk.Pintu dibuka pelan, dan Amanda melangkah masuk, setelah menutup pintu, ia tak ingin pembicaraannya dan juga moment berdua bersama Alan terlihat oleh karyawan lain.Alan masih sibuk membubuhkan tanda ta