"Aku adalah Pendekar Pemburu Iblis," jawab pemuda itu.
"Bagus sekali julukanmu, semoga beruntung," kata wanita bercadar hitam itu.
"Akhirnya kita bisa bertemu lagi," kata Pendekar Pemburu Iblis.
Terlihat dahi wanita itu berkerut, ia tidak mengerti ucapan pemuda di depannya. Wanita itu memandang lekat Pendekar Pemburu Iblis yang sedang tersenyum nakal kepadanya.
"Apakah kau pernah bertemu denganku?" tanya wanita bercadar itu.
"Betul sekali, Nyai, aku pernah menabrakmu dulu," jawab pemuda gagah itu.
"Oh, ya ... ya aku ingat, hahaha ... hahaha," wanita itu tertawa merdu.
Pendekar Pemburu Iblis semakin mengawang-awang perasaannya. Sementara orang-orang di bawah panggung begitu ramai bersorak melihat mereka berdua.
"Ayo bertarung ... ayo bertarung!"
Teriakan-teriakan para penonton membahana, mereka ingin agar Pendekar Pemburu Iblis segera bertarung memilih lawan. Setelah dirasa cukup menyapa orang-orang yang sedang meng
Wisaka mengguncang-guncang tubuh Cantaka. Anak itu bergeming, Wisaka semakin panik. Ia periksa seluruh nadinya, tidak ada yang aneh, semua normal. Harusnya Cantaka tidak pingsan. Wisaka mencurigai sesuatu.Bukk.Belum sempat berpikir tentang kecurigaannya, dada Wisaka tekena pukulan yang dilancarkan oleh Cantaka. Tentu saja Wisaka kaget bukan kepalang. Walau tidak merasa sakit, tak urung dirinya terjengkang."Hihihi ... hihihi ... hihihi." Cantaka bangkit dan berlari sambil tertawa cekikikan."Kualat, kau Bocah," kata Wisaka sambil mengejar Cantaka.Kena, Wisaka memeluknya sambil berguling-guling, mereka tertawa bersama."Bocah nakal, orang tua dikerjain!" seru Wisaka."Hihihi ... hihihi ... hihihi." Cantaka tetap tertawa tanpa merasa bersalah.Wisaka semakin gemas, ia memeluk anaknya semakin erat. Pada saat itu, tiba-tiba ia ingat Mayang, anaknya yang lain yang diculik perempuan bercadar kuning dan Rima yang berjiwakan C
Wisaka berkata sambil menarik tangan musuhnya itu. Ia membantunya berdiri."Ambil hadiahnya ... ambil hadiahnya!""Ayo gendong dan bawa pulang!"Teriakan-teriakan penonton menambah panas hati Pemburu Iblis. Hatinya tak rela wanita itu berpindah tangan. Dirinya tak henti-hentinya mengutuk dirinya yang sombong menantang kembali orang buat melawannya.'Bagaimana ini? Mengapa Wisaka yang memenangkan sayembara?' pikir Iblis betina itu. Pikirannya kalut, tentu saja dengan begitu mudah penyamarannya akan diketahui. Apalagi sekarang kekuatannya belum pulih sepenuhnya, karena kegagalan dulu menjadikan Faruq sang pengantin, sebagai tumbal."Ambil hadiahnya!""Ayo, bawa pulang!"Sorak-sorai dan teriakan-teriakan penonton, semakin ramai. Semua berharap agar Wisaka membawa wanita bercadar itu.Wanita itu nampak duduk dengan tegang, ia duduk sambil meluruskan punggungnya. Sesungguhnya ia berharap Pemburu Iblis itu tidak dikalahkan oleh
Gadis itu dibantu temannya membawa jenazah Pendekar Pemburu Iblis. Mereka berpandangan satu sama lainnya, mungkin merasa shock. Mayat itu keadaannya begitu mengenaskan. Badan gosong mengkerut serta telanjang bulat. Matanya melotot tanda ketika sakratul maut datang begitu menakutkan.Saat kembali ke kamarnya mereka juga mendapati Karmilah tengah duduk melamun seperti menyesali diri. Saat disapa ia hanya menoleh sekejap dan melamun kembali. Akhirnya teman-temannya menjauh, membiarkannya sendirian."Dia kenapa?" bisik temannya bertanya."Entahlah, setelah dia kembali dari ruangan pemimpin kita, dia seperti itu, terbengong-bengong tanpa bisa ditanya," temannya bertanya sambil berbisik pula."Kenapa, ya?"Mereka, gadis-gadis yang belum menjadi tumbal Iblis Tengkorak serentak menggeleng. Apalagi setelah penyeret mayat Pemburu Iblis bercerita, dalam hati mereka muncul rasa takut. Para gadis-gadis itu tidak bisa tidur sampai pagi. &nbs
Dengan diam-diam Onet mengikuti gadis berbaju serba hitam itu. Wisaka dan Cantaka mengikuti sambil sesekali berlindung di balik pohon.Sekar Ayu merasa curiga karena Wisaka begitu saja melepaskan dirinya. Ia bingung harus ke mana dirinya menuju kini? Diam-diam sudut matanya melihat ke atas pohon. Ia melihat seekor kera seperti mengikutinya dari tadi, dan gadis itu tahu kalau kera itu adalah peliharaan Wisaka.Tap tap tap.Karena kebingungan akhirnya ia naik pohon dan berbaring di cabangnya. Ia berpura-pura tidur sambil berpikir.'Apa yang harus kulakukan,' pikirnya.Lama-lama ia tertidur juga akhirnya. Wisaka kesal jadinya.Sementara itu di tempat yang berbeda, seorang wanita dengan cadar kuning nampak mondar-mandir di halaman sebuah gubuk sederhana. Hari sudah semakin sore.Seorang wanita dengan anak perempuan kecil di pangkuan menatap heran."Apa yang membuatmu gelisah, Kakak?" tanya perempuan itu."Orang yang kunantikan
Wisaka berseru memanggil wanita bercadar kuning. Namun, wanita itu terus melesat.Pendekar Pemburu Iblis tiba-tiba muncul di hadapan Wisaka. Membuat pemuda itu terkesiap kaget. Wisaka menyingkirkannya, tetapi badan Pemburu Iblis itu berat bagaikan batu."Enyahlah, kau!" teriak Wisaka.Pemburu Iblis itu diam saja, wanita bercadar itu semakin menjauh. Wisaka tidak dapat menyusulnya karena selalu dihalangi oleh Pemburu Iblis."Maksudmu apa?" tanya Wisaka. "Aku ada urusan penting dengan wanita bercadar kuning itu!" teriak Wisaka geram. Ia kemudian melepaskan pukulan jarak pendek.Blaaar.Hancurlah badan Pemburu Iblis itu. Wisaka cepat melesat memburu ke arah menghilangnya wanita bercadar. Sunyi, tak ada siapa pun, bahkan pohon-pohon kecil yang berayun pun sudah diam kembali."Sialan!" maki Wisaka. Ia merasa kesal karena kesempatan bertemu anaknya, Mayang, lenyap sudah.Brukkk.Saat Wisaka mundur ia menabrak sesua
Wisaka heran dengan persyaratan lomba seperti begitu. Untuk sesaat ia tak bisa menjawab. "Pertandingan macam apa ini? Mengapa syaratnya harus perjaka, aku baru dengar seumur hidup?" tanya Wisaka geram. "Peraturannya memang begitu, Kisanak?" jelas petugas. "Siapa yang membuat peraturan?!" tanya Wisaka lagi. "Wanita Bercadar Hitam, ia yang menginginkan seluruh pendekar yang bertarung adalah seorang perjaka tulen," kata petugas kembali, menjelaskan. "Peraturan yang aneh," desis Wisaka. Ia tidak mengerti mengapa semua yang bertarung harus seorang perjaka tulen. 'Bukankah ini mengundang kecurigaan?' tanya Wisaka dalam hati. "Bagaimana, Kisanak, apakah kau seorang perjaka?" tanya petugas pencatat lagi tak sabar. "Iya, dia masih perjaka, Paman," jawab Cantaka. Wisaka kaget sekali mendengar pernyataan Cantaka. Lelaki itu memandang Cantaka yang mengedipkan sebelah matanya dengan cengengesan. "Ya sudah, dua minggu l
"Wahai, kau rupanya," kata Anjani alias Wanita Bercadar Kuning. "Ya, aku menyelamatmu karena suatu urusan, di mana Mayang?" Wisaka langsung menodong perempuan itu dengan pertanyaan. "Aku ... aku--" "Jawab!" bentak Wisaka memotong perkataan Anjani. "Wahai, dia ada bersamaku, sudahlah biarkan aku mengurusnya," jawab Anjani. "Tidak bisa, kau harus mengembalikannya!" seru Wisaka. "Wahai, biarkan aku ikut menyayangi keponakanku, eh," kata Anjani keceplosan, ia menutup mulutnya. "Maksudmu apa?" tanya Wisaka. Wisaka merasa penasaran dengan kata-kata Anjani. Maksudnya apa ia bilang keponakan? Pria itu melihat wanita bercadar itu salah tingkah. Anjani kebingungan harus menjelaskan apa kepada Wisaka. Ia menggaruk kepalanya yang terasa gatal tiba-tiba, memandang Wisaka dan Cantaka bergantian. Hiaaat.Anjani menyerang Wisaka, kemudian melesat pergi. Namun, Wisaka tidak tinggal diam ia cepat mengejarnya. Dil
"Siapa, wahai?" tanya Anjani. Tetap saja kata wahai belum bisa dihilangkan. "Gayatri," jawab Wisaka singkat. "Gayatri siapa?" tanya wanita bercadar itu cerewet. "Nanti aku ceritakan," jawab Wisaka lagi. Mereka bertiga melesat meninggalkan tempat tersebut menuju goa tempat tinggal Wisaka. Meskipun Cantaka masih bocah, ia bisa mengimbangi lari manusia dewasa di sampingnya itu, apalagi Onet sambil duduk di bahunya. Wisaka mengambil sebuah buntelan yang sudah usang, pertanda benda itu sudah berusia puluhan atau mungkin ratusan tahun. Laki-laki itu menyerahkannya kepada Anjani. Anjani yang merasa penasaran dengan cepat membuka isi buntelan tersebut. Ia terbelalak melihatnya. "Baju ini bagus sekali, walau sudah berusia lama," ujar Anjani sambil memeriksa baju tersebut. Sebuah baju yang bermodel kerah Shanghai, berkain halus ringan melayang. Selain baju tersebut, ada tusuk konde yang berhiaskan untaian manik-manik pula.
Anggini tidak menyangka Eyang Gayatri sampai turun untuk membasmi para iblis ini. "Anggini, lama tidak berjumpa." Eyang Gayatri mengusap rambut gadis itu. Dia sudah menganggapnya sebagai cucu. Setelah Cempaka --muridnya menikah dengan Wisaka. Makanya Eyang Gayatri menganjurkan Cempaka untuk mengajari jurus Bunga Persik. Sementara itu, Iblis Tengkorak tengah berjuang mengenyahkan suara dari telinganya. Darah kental semakin banyak mengucur dari telinganya. Jurus Kijang Mengorek Telinga ini memang begitu dahsyat. Apalagi yang melemparkan jurus Eyang Astamaya. Iblis Tengkorak tidak bisa berkutik. Benang ajaib yang membelitnya semakin membuatnya tidak berdaya. Sejurus kemudian Eyang Gayatri menunduk malu. Sebelumnya kedua orang tua itu saling bertatapan mata. Eyang Astamaya tersenyum kepada Gayatri. Eyang Gayatri tersenyum juga dari balik cadarnya. Eyang Gayatri memberikan kantung hitam kepada Eyang Astamaya. Tempat arwah iblis yang menyamar menjadi Sumina
Jaka dan Anggara tengah terpesona, mereka melihat kehebatan makhluk yang bernama Suminar. Namun Jaka sudah mendapat peringatan dari bapaknya, itu hanyalah tipuan."Anggara, usap matamu … usap matamu!" Jaka berteriak."Baiklah, Jaka!"Mereka berkali-kali mengusap mata masing-masing, kemudian mundur karena kaget. Perempuan itu tampak sangat menyeramkan kini. Kedua matanya pecah, meleleh darah kental di mukanya."Wow!" Jaka berteriak.Anehnya, Suminar masih bisa tahu posisi Anggara dan Jaka. Dia mempersiapkan sebuah serangan."Kang, hati-hati!" Anggara berteriak memperingatkan Jaka."Siap!" Jaka mempersiapkan sebuah pukulan jarak jauh.Setelah yakin dengan perkiraannya, Suminar mendorong sebuah kekuatan dahsyat ke arah mereka berdua. Tentu saja Anggara dan Jaka secepat kilat berganti posisi. Angin yang dihasilkan dari serangan Suminar melabrak sebuah pohon.Draaak … bruuuk.Pohon bes
Suminar bergerak diam-diam. Dia mulai menjamah Anggara. Lidahnya perlahan-lahan menjulur-julur keluar masuk dengan cepat. Kepalanya berubah menjadi kecil dan gepeng. Ia menampakkan wujud aslinya, seekor ular siluman.Suminar yang masih bertubuh manusia, menyentuh tubuh lelaki itu. Anggara belum menyadari apa yang terjadi. Dia masih tertidur pulas. Suminar mendesis, air liurnya menetes dari sela-sela taringnya yang tajam."Mengapa tubuhnya berbau amis?" Hati Suminar bertanya-tanya. Dia merasa terganggu dengan bau badan Anggara. Lelaki itu tetap terlelap.Suminar mengabaikan bau badan Anggara. Dia meneruskan aksinya. Malam ini Anggara harus menjadi pengantinnya. Ritual ini harus segera dilakukan. Tidak boleh gagal lagi."Beruntung sekali, aku menemukan pemuda ini … ssst … ssst, dia cari mati dengan mengantarkan nyawanya ke sini." Wanita siluman itu sangat senang. Dia tidak berpayah-payah mencari tumbal untuk malam purnama ini. Dia mendes
Semua kaget dengan pernyataan Wisaka. Besok malam gadis itu harus menjadi umpan Sepasang Iblis dari Timur. Sebenarnya Wisaka mempunyai rencana yang begitu hebat. Wisaka sudah paham kebiasaan sepasang iblis itu."Besok malam adalah malam purnama. Kalau sepasang iblis itu benar adanya Iprit, mereka pasti akan mencari tumbal. Seorang gadis untuk ritual pengantin." kata Wisaka menjelaskan."Tidakkah itu berbahaya, wahai Wisaka?" tanya Anjani."Tentu saja kita akan mengawalnya, mengawasi diam-diam." Wisaka mengatur siasat untuk besok malam. Mereka mendengarkan baik-baik.Jaka memegang tangan Dialin yang terasa dingin, mencoba menyalurkan kehangatan. Dialin memandang Jaka, kemudian menunduk. Hatinya merasa bahagia bertemu dengan Jaka. Pengganti kekasihnya yang tewas di tangan sepasang iblis. Dialin seperti mendapatkan kembali roh jiwanya. Sejak kematian kekasihnya, jiwanya juga terasa ikut mati.Dialin seperti mendapat kekuatan kembali. Dendam mengalir d
Jaka bangkit dari tidurnya, duduk di dahan sambil memperhatikan jalan. Bayangan hitam itu begitu cepat melesat. Jaka tidak sempat melihatnya.Tidak lama kemudian datang dua orang yang sama berpakaian hitam juga. Rupanya mereka mengejar bayangan tadi. Jaka beranjak mengikuti keduanya."Sialan!" umpat si pengejar."Ke mana dia perginya?" tanya yang satu lagi."Entahlah, ayo cepat kita susul!"Jaka yang bersembunyi di rimbunan pepohonan melihat mereka pergi. Pemuda itu menggeliatkan badan."Ssst …."Satu desisan terdengar dari samping pemuda itu. Jaka cepat menoleh, terlihat olehnya seorang gadis tengah menempelkan telunjuknya di bibirnya."Dialin!" seru Jaka tertahan. Senang sekali Jaka bisa bertemu dengan gadis tersebut.Dialin memberi isyarat supaya Jaka diam. Matanya masih memperhatikan ke arah jalan tadi. Takut pengejarnya datang lagi."Mereka sudah pergi," bisik Jaka.Dialin me
Jaka menghadik Aliya yang sudah kurang ajar kepadanya. Dia belum tahu dengan siapa berhadapan. Jaka menuntun Anggini mengajaknya pergi."Tunggu!" seru Aliya.Jaka, Anggara dan Anggini mengurungkan niatnya pergi dari tempat itu. Memandang heran kepada Aliya."Seenaknya saja kau bawa dia!" sergah Aliya sambil menunjuk Anggini."Mau kau apakan adikku?" tanya Jaka.Aliya terdiam saat Jaka menyebutkan Anggini sebagai adiknya. Lama dia memperhatikan wajah lelaki di depannya itu. Ketampanan Jaka sudah membuatnya terpesona."Dia adikmu?" tanya Aliya kepada Jaka."Kau pikir aku siapanya?" dengkus Anggini kesal. "Ayo! gak usah ladeni dia, Perempuan Gila!"Aliya sangat marah saat dikatakan perempuan gila oleh Anggini. Aliya meradang, menyerang Anggini dengan beringas. Sudah dari tadi dia ingin sekali menyakiti Anggini. Gadis yang dicintai oleh Anggara."Berani sekali kau mengatai diriku gila, Perempuan Sundal,"
Jaka memperhatikan Dialin yang berkelebat cepat meninggalkannya. Heran sendiri, padahal wajahnya tidak ada yang aneh. "Bahkan kata orang aku ganteng," pikir Jaka. Pemuda itu tertawa kecil.Jaka membiarkan Dialin pergi. Dunia ini sempit, nanti juga pasti bertemu lagi. Hari di penghujung siang. Binatang malam mulai bernyanyi. Onet sudah mengambil posisi paling nyaman di sebuah pohon.Sementara Jaka merebahkan diri di dahan bercabang. Berbantalkan kedua tangannya, dia kembali bersyair."Malam yang datang tanpa hadirmuGelap mencumbu bayanganBintang membisu di sudut langitRembulan mengintip malu-maluMemelukmu adalah keniscayaanKerinduan entah untuk siapamenyeruak nakal dalam benakCinta datang tanpa diundangMemenuhi segala ruang hati"Jaka memandang langit, mencoba mencari bayangan wajah gadis yang baru saja dikenalnya. Perlahan-lahan raut wajah itu terukir di antara awan. Jaka tersenyum sendiri me
Jaka bangkit dari tidurnya, dia duduk di dahan pohon sambil mengamati sekitar. Suara halus itu mengganggu konsentrasinya. Tidak terlihat siapa pun ... senyap. Dia kembali bersyair. "Wahai angin yang menyembunyikan rasa Datanglah di sela daun-daun Hinggap bersama burung-burung Bernyanyilah walau suara parau Aku pastikan suaramu merdu di telingaku." Tak ada balasan, tetap hening. Jaka merasa penasaran. "Kau mempermainkan aku, Gadis," gumam Jaka. Jaka merasakan aura seseorang yang mempunyai kemampuan lumayan. Wanita penyair itu punya ilmu cukup tinggi. Jaka hampir tidak bisa mendeteksi keberadaannya, Jaka bersyair kembali. "Samarkudendangkan nyanyian Angin pengembara membawanya Berkelana di jagat senyap Langit akan menangkap tandanya Awan 'kan menjadi saksi Bertemunya dua hati" Terdengar tawa lirih. Namun, seperti ada nada luka pada tawanya itu. Jaka yang berhati halus
Sepasang siluman itu melayang keluar dari gerbang Negeri Bunga Persik. Mereka berkelana mencari raga baru untuk memulai rencana baru.Sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara duduk berdua di tepi danau. Mereka lupa sekeliling sampai malam sudah semakin larut. Mereka tidak menyadari kalau aura di sekitarnya sudah berubah.Hawa dingin malah semakin membuat mereka bertambah dekat. Tidak menyadari bahaya mengintai. Mereka malah melakukan hubungan terlarang.Kedua Iblis itu semakin mengipasi mereka dengan hawa dingin. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat sepasang manusia tersebut. Keduanya menunggu waktu yang tepat untuk menukar raga.Rupanya lelaki dari pasangan itu lama-lama sadar ada sesuatu yang mengganggunya. Ia sedikit paham dengan ilmu kanuragan. Ada aura yang semakin dingin berada di sekitarnya."Keluar, kau!" teriak lelaki itu."Hahaha hahaha hahaha hahaha." Hanya suara tawa yang menjawabnya."Sebaiknya kau menye