“Apa? Menikah?”Dari pintu utama, Ello muncul dan mendengar niatan Gala. Ello berjalan cepat mendekat ke arah Gala, lalu menarik kerah baju yang dikenakan oleh Gala. Sehingga Gala terpaksa berdiri, dan tubuhnya setengah terangkat.“Apa maksud kamu menikah? Ingat, Nabila calon istriku. Seharusnya kemarin aku dan Nabila sudah sah menjadi suami istri. Tapi kenapa tiba-tiba kamu mau menikahi Nabila? Kamu anggap apa kakakmu ini?!” sentak Ello.Faisal berusaha melerai Ello dan Gala. Khawatir akan ada keributan besar antara kakak beradik itu.“Sudah, Ello, kita bicarakan dulu masalah ini dengan kepala dingin. Papi juga ingin mendengar penjelasan dari Gala, kenapa dia tiba-tiba ingin menikahi Nabila?” timpal Faisal.Nabila ketakutan, amarah Ello tampak kian memuncak. Namun, tidak dengan Gala, seakan tidak ada ketakutan sama sekali dari sorot matanya.“Kenapa? Cemburu? Gue memang mau menikahi Nabila, kenapa? Mau marah?” tanya Gala.“Aaa, Mas Gala!” teriak Nabila, saat pukulan keras dari tangan
“Ck, nggak nyaman sekali tidur di lantai. Kenapa, sih, aku harus mengalami dipenjara?” gerutu Weni, saat dirinya terpaksa tidur di atas lantai.Weni berguling ke sana kemari. Tidak ada rasa nyaman sedikit pun walau pun beberapa kali ia merubah posisi tidurnya.“Aaargh! Sial, kenapa bisa begini?” Weni pun beberapa kali menepuk jidat, tangan serta kakinya, saat nyamuk menghinggapi kulitnya.“Berisik, woy! Bisa diam, nggak?” sentak penghuni sel yang lain.Weni melirik tajam ke arah wanita yang baru saja menegurnya. Lantas ia mencoba memejamkan matanya. Namun, tetap saja ia tidak bisa tidur nyenyak. Selain dingin, di sana juga banyak nyamuk.Bu Retno hanya terdiam sambil membelakangi Weni. Tampak ia tidak peduli lagi terhadap menantunya itu.“Bu, pinjam kaos kakinya, dong!” pinta Weni.Bu Retno hanya menoleh sebentar saja, setelah itu ia lanjut tidur membelakangi.Weni yang merasa tidak dipedulikan lagi oleh bu Retno, kesal dan marah terhadap wanita tua itu.“Bu, kok Ibu malah diam saja,
Beberapa hari kemudian “Gala, coba kamu pikirkan lagi tentang niatan kamu itu. Kamu terlalu terburu-buru dalam memutuskan pernikahan ini. Kamu belum tahu siapa Nabila, kamu juga belum tahu sifat asli Nabila seperti apa. Mami sayang sama kamu, Gala. Mami ingin yang terbaik untuk kamu dan Sandi,” ujar Erina, ketika Gala tengah sibuk menatap layar laptop, mengerjakan tugas dari kantor di taman belakang.“Mam, aku tahu apa yang terbaik buat aku dan Sandi. Mami jangan melihat Nabila dengan sebelah mata saja. Coba Mami mengenal Nabila lebih dekat. Nabila wanita baik, dia sangat menyayangi Sandi. Sifat lembut Nabila, sifat keibuannya, keluguannya, kesabaran yang dia miliki, itu yang membuat aku jatuh cinta kepadanya. Mami harusnya belajar untuk menerima apa yang menjadi pilihan aku. Pliss, Mam, dukung keinginan aku. Aku hanya ingin hidupku tenang dan bahagia. Apakah Mami mau, aku terus menerus terpuruk atas meninggalnya Delima? Apa Mami mau aku terus menjalani hidup sendiri tanpa pendamping
“Kenapa harus menikah sederhana? Gala kan orang kaya, banyak sekali uang, kenapa nggak menggelar pesta saja sekalian yang mewah dan ngundang artis terkenal? Aneh kamu, Nabila. Bukannya menggelar pesta, tapi malah memilih sederhana. Gini nih, didikan ibumu selalu saja kampungan. Kelakuan kamu persis sekali dengan ibumu,” cetus Laksmi.Nabila menunduk mendengar hinaan Laksmi terhadap ibunya. Ingin marah, akan tetapi Nabila tidak mungkin melakukannya. Ia tidak enak terhadap Gala.“Laksmi sebaiknya kamu diam saja! Jangan buat aku malu. Salah aku sudah menyetujui permintaan kamu untuk datang ke sini. Kasihan Nabila, hargai keputusannya,” ujar Bayu.“Hehhh … diam saja kamu, Mas! Aku tidak butuh pendapat kamu!” sahut Laksmi, menatap tajam ke ayah suaminya.Nabila menghela napas kasar. Ia merasa tidak enak terhadap Gala, karena sikap Laksmi yang seperti itu.“Maaf, Tante, tapi saya sangat menghargai keinginan Nabila. Lagi pula, ada benarnya keinginan Nabila. Yang penting kan sah, tanpa harus
Hari-H pernikahan, Gala dan Nabila telah duduk di hadapan penghulu. Serta kehadiran seluruh keluarga inti yang menjadi saksi pernikahan sederhana mereka.Dengan balutan kebaya milik Oma Nira, Nabila tampil anggun dan mempesona. Hal itu membuat Gala semakin tertarik pada wanita itu.“Sudah siap, Mas Gala?” tanya penghulu.“Siap, Pak. Kita mulai saja sekarang,” jawab Gala.Penghulu pun segera menuntun Gala untuk mengucapkan ijab qabul.“Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Putri binti Hari dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”“Bagaimana para saksi, sah?” tanya penghulu.“Sah!”Dalam satu kali tarikan napas, akhirnya Gala telah berhasil mempersunting Nabila sebagai istri.Suasana haru menyelimuti ruangan itu. Di mana dua sejoli yang saling jatuh cinta tanpa melewati masa hubungan pacaran, telah sah menjadi pasangan suami istri.Nabila mengecup tangan Gala, setelah Gala menyempatkan cincin di jari manis Nabila.“Baiklah, sepertinya tugasku menyaksikan pernikahan kalian sudah selesai
Tatapan Laksmi lurus menatap seseorang yang tidak lain adalah Mona. Begitu pun dengan Mona, ia terpaku saat melihat Laksmi ada di tempat Gala. Namun, sebuah tepukan kecil berhasil membuatnya tersadar dari lamunannya.“Kenapa bengong? Ayok, pulang!” ajak Bayu.Laksmi kemudian melanjutkan langkahnya. Saat berpapasan dengan Mona, mereka tampak saling melirik sekilas. Setelah itu Laksmi pun keluar dari gerbang rumah Gala.Mona menatap kepergian Laksmi. Ia begitu syok melihat wanita itu. Tidak disangka setelah sekian lama, kini mereka dipertemukan lagi tanpa disengaja.“Mama kenapa, sih, kok bengong? Mama kenal sama dia?” tanya Akbar.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Lantas ia melajukan kembali langkahnya ke dalam rumah Gala. Di dalam sana, Mona langsung mendekati keluarga Gala.“Jeng Mona, kok nggak ngabarin kalau mau ke sini?” tanya Erina, ia langsung menyambut kedatangan Mona dan suaminya.Mona berdiri mematung, menatap tajam ke arah Gala dan juga Nabila yang masih mengenakan pak
“Berhenti, Pa. Kita putar balik!” titah Mona.Akbar menautkan kedua alisnya, bingung dengan permintaan Mona yang tiba-tiba ingin putar balik.“Loh, kenapa putar balik? Bukannya kita mau pulang?” tanya Akbar bingung.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bingung harus menjelaskan seperti apa kepada suaminya.“Nanti kamu bakal tahu sendiri, Pa. Sebaiknya cepat putar balik. Waktu kita nggak banyak,” jawab Mona tergesa-gesa.Sesuai perintah, Akbar kemudian memutar balik mobilnya ke arah kediaman Gala. Padahal, mereka telah berada di pertengahan jalan. Namun, Mona memaksa untuk kembali ke rumah Gala.Sesampainya di kediaman Gala, dengan kaki bergetar ia berjalan ke teras rumah.“Kenapa kembali lagi?” tanya Gala, kini ia tengah duduk sendirian di kursi teras rumah. Ia telah berganti pakaian dengan baju santai.Dengan tangan bergetar, Mona menyodorkan Sandi kepada Gala.“Kenapa?” tanya Gala. Dalam hati ia tersenyum puas melihat ekspresi Mona yang tidak bisa berkutik itu.Mona menghela napa
“Mas, uang kita yang dua ratus ribu mana?” “Tadi dipinjam sama ibu.”“Amira panas, Mas. Panasnya sangat tinggi. Kenapa kamu kasih? Mas, tolong minta lagi uang itu sama ibu. Kita harus membawa Amira ke dokter. Aku takut terjadi apa-apa sama anak kita. Kita tidak punya uang lagi selain uang itu.”Arsya yang tengah meminum kopi, segera berdiri dan mendekati Nabila, istrinya yang tengah menggendong Amira, putri mereka yang baru berusia 2 bulan.“Hanya demam biasa, coba kamu kompres saja Amira, nanti juga dia bakalan sembuh,” imbuh Arsya.Nabila menggeleng pelan, jelas Amira membutuhkan penanganan dokter. Suhu tubuh Amira sudah berada di atas normal. Membuat Nabila bersikeras ingin membawanya ke dokter.“Tidak, Mas, Amira butuh pertolongan dokter. Kita tidak bisa membiarkannya seperti ini. Pokoknya kamu minta lagi uang itu dari ibu. Aku tidak mau tahu, Amira harus dibawa ke dokter,” sahut Nabila.Arsya kemudian pergi ke dapur, kemudian kembali dengan membawa rantang berisi air dan juga ha
“Berhenti, Pa. Kita putar balik!” titah Mona.Akbar menautkan kedua alisnya, bingung dengan permintaan Mona yang tiba-tiba ingin putar balik.“Loh, kenapa putar balik? Bukannya kita mau pulang?” tanya Akbar bingung.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bingung harus menjelaskan seperti apa kepada suaminya.“Nanti kamu bakal tahu sendiri, Pa. Sebaiknya cepat putar balik. Waktu kita nggak banyak,” jawab Mona tergesa-gesa.Sesuai perintah, Akbar kemudian memutar balik mobilnya ke arah kediaman Gala. Padahal, mereka telah berada di pertengahan jalan. Namun, Mona memaksa untuk kembali ke rumah Gala.Sesampainya di kediaman Gala, dengan kaki bergetar ia berjalan ke teras rumah.“Kenapa kembali lagi?” tanya Gala, kini ia tengah duduk sendirian di kursi teras rumah. Ia telah berganti pakaian dengan baju santai.Dengan tangan bergetar, Mona menyodorkan Sandi kepada Gala.“Kenapa?” tanya Gala. Dalam hati ia tersenyum puas melihat ekspresi Mona yang tidak bisa berkutik itu.Mona menghela napa
Tatapan Laksmi lurus menatap seseorang yang tidak lain adalah Mona. Begitu pun dengan Mona, ia terpaku saat melihat Laksmi ada di tempat Gala. Namun, sebuah tepukan kecil berhasil membuatnya tersadar dari lamunannya.“Kenapa bengong? Ayok, pulang!” ajak Bayu.Laksmi kemudian melanjutkan langkahnya. Saat berpapasan dengan Mona, mereka tampak saling melirik sekilas. Setelah itu Laksmi pun keluar dari gerbang rumah Gala.Mona menatap kepergian Laksmi. Ia begitu syok melihat wanita itu. Tidak disangka setelah sekian lama, kini mereka dipertemukan lagi tanpa disengaja.“Mama kenapa, sih, kok bengong? Mama kenal sama dia?” tanya Akbar.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Lantas ia melajukan kembali langkahnya ke dalam rumah Gala. Di dalam sana, Mona langsung mendekati keluarga Gala.“Jeng Mona, kok nggak ngabarin kalau mau ke sini?” tanya Erina, ia langsung menyambut kedatangan Mona dan suaminya.Mona berdiri mematung, menatap tajam ke arah Gala dan juga Nabila yang masih mengenakan pak
Hari-H pernikahan, Gala dan Nabila telah duduk di hadapan penghulu. Serta kehadiran seluruh keluarga inti yang menjadi saksi pernikahan sederhana mereka.Dengan balutan kebaya milik Oma Nira, Nabila tampil anggun dan mempesona. Hal itu membuat Gala semakin tertarik pada wanita itu.“Sudah siap, Mas Gala?” tanya penghulu.“Siap, Pak. Kita mulai saja sekarang,” jawab Gala.Penghulu pun segera menuntun Gala untuk mengucapkan ijab qabul.“Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Putri binti Hari dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”“Bagaimana para saksi, sah?” tanya penghulu.“Sah!”Dalam satu kali tarikan napas, akhirnya Gala telah berhasil mempersunting Nabila sebagai istri.Suasana haru menyelimuti ruangan itu. Di mana dua sejoli yang saling jatuh cinta tanpa melewati masa hubungan pacaran, telah sah menjadi pasangan suami istri.Nabila mengecup tangan Gala, setelah Gala menyempatkan cincin di jari manis Nabila.“Baiklah, sepertinya tugasku menyaksikan pernikahan kalian sudah selesai
“Kenapa harus menikah sederhana? Gala kan orang kaya, banyak sekali uang, kenapa nggak menggelar pesta saja sekalian yang mewah dan ngundang artis terkenal? Aneh kamu, Nabila. Bukannya menggelar pesta, tapi malah memilih sederhana. Gini nih, didikan ibumu selalu saja kampungan. Kelakuan kamu persis sekali dengan ibumu,” cetus Laksmi.Nabila menunduk mendengar hinaan Laksmi terhadap ibunya. Ingin marah, akan tetapi Nabila tidak mungkin melakukannya. Ia tidak enak terhadap Gala.“Laksmi sebaiknya kamu diam saja! Jangan buat aku malu. Salah aku sudah menyetujui permintaan kamu untuk datang ke sini. Kasihan Nabila, hargai keputusannya,” ujar Bayu.“Hehhh … diam saja kamu, Mas! Aku tidak butuh pendapat kamu!” sahut Laksmi, menatap tajam ke ayah suaminya.Nabila menghela napas kasar. Ia merasa tidak enak terhadap Gala, karena sikap Laksmi yang seperti itu.“Maaf, Tante, tapi saya sangat menghargai keinginan Nabila. Lagi pula, ada benarnya keinginan Nabila. Yang penting kan sah, tanpa harus
Beberapa hari kemudian “Gala, coba kamu pikirkan lagi tentang niatan kamu itu. Kamu terlalu terburu-buru dalam memutuskan pernikahan ini. Kamu belum tahu siapa Nabila, kamu juga belum tahu sifat asli Nabila seperti apa. Mami sayang sama kamu, Gala. Mami ingin yang terbaik untuk kamu dan Sandi,” ujar Erina, ketika Gala tengah sibuk menatap layar laptop, mengerjakan tugas dari kantor di taman belakang.“Mam, aku tahu apa yang terbaik buat aku dan Sandi. Mami jangan melihat Nabila dengan sebelah mata saja. Coba Mami mengenal Nabila lebih dekat. Nabila wanita baik, dia sangat menyayangi Sandi. Sifat lembut Nabila, sifat keibuannya, keluguannya, kesabaran yang dia miliki, itu yang membuat aku jatuh cinta kepadanya. Mami harusnya belajar untuk menerima apa yang menjadi pilihan aku. Pliss, Mam, dukung keinginan aku. Aku hanya ingin hidupku tenang dan bahagia. Apakah Mami mau, aku terus menerus terpuruk atas meninggalnya Delima? Apa Mami mau aku terus menjalani hidup sendiri tanpa pendamping
“Ck, nggak nyaman sekali tidur di lantai. Kenapa, sih, aku harus mengalami dipenjara?” gerutu Weni, saat dirinya terpaksa tidur di atas lantai.Weni berguling ke sana kemari. Tidak ada rasa nyaman sedikit pun walau pun beberapa kali ia merubah posisi tidurnya.“Aaargh! Sial, kenapa bisa begini?” Weni pun beberapa kali menepuk jidat, tangan serta kakinya, saat nyamuk menghinggapi kulitnya.“Berisik, woy! Bisa diam, nggak?” sentak penghuni sel yang lain.Weni melirik tajam ke arah wanita yang baru saja menegurnya. Lantas ia mencoba memejamkan matanya. Namun, tetap saja ia tidak bisa tidur nyenyak. Selain dingin, di sana juga banyak nyamuk.Bu Retno hanya terdiam sambil membelakangi Weni. Tampak ia tidak peduli lagi terhadap menantunya itu.“Bu, pinjam kaos kakinya, dong!” pinta Weni.Bu Retno hanya menoleh sebentar saja, setelah itu ia lanjut tidur membelakangi.Weni yang merasa tidak dipedulikan lagi oleh bu Retno, kesal dan marah terhadap wanita tua itu.“Bu, kok Ibu malah diam saja,
“Apa? Menikah?”Dari pintu utama, Ello muncul dan mendengar niatan Gala. Ello berjalan cepat mendekat ke arah Gala, lalu menarik kerah baju yang dikenakan oleh Gala. Sehingga Gala terpaksa berdiri, dan tubuhnya setengah terangkat.“Apa maksud kamu menikah? Ingat, Nabila calon istriku. Seharusnya kemarin aku dan Nabila sudah sah menjadi suami istri. Tapi kenapa tiba-tiba kamu mau menikahi Nabila? Kamu anggap apa kakakmu ini?!” sentak Ello.Faisal berusaha melerai Ello dan Gala. Khawatir akan ada keributan besar antara kakak beradik itu.“Sudah, Ello, kita bicarakan dulu masalah ini dengan kepala dingin. Papi juga ingin mendengar penjelasan dari Gala, kenapa dia tiba-tiba ingin menikahi Nabila?” timpal Faisal.Nabila ketakutan, amarah Ello tampak kian memuncak. Namun, tidak dengan Gala, seakan tidak ada ketakutan sama sekali dari sorot matanya.“Kenapa? Cemburu? Gue memang mau menikahi Nabila, kenapa? Mau marah?” tanya Gala.“Aaa, Mas Gala!” teriak Nabila, saat pukulan keras dari tangan
Selepas keinginan Gala telah tercapai, Gala mengajak Nabila untuk pulang ke rumahnya.“Mas, apa tindakan Mas tadi ke mbak Nadin, apakah tidak akan menimbulkan masalah lain? Aku takut loh, Mas!” ujar Nabila, saat mereka berdua telah berada di dalam mobil.“Takut? Kenapa mesti takut? Seharusnya Nadin yang takut, karena telah berani bermain-main dengan kamu. Itu sama saja artinya dia telah bermain-main denganku, Nabila, kamu harus yakin, selama ada aku di dekat kamu, tidak akan terjadi apa-apa,” sahut Gala.Perjalanan yang jauh, membuat Nabila merasa lelah dan ngantuk. Gala yang menyadari itu, lantas menyuruh Nabila untuk segera tidur.“Tidur saja tidak apa-apa. Nanti setelah kita sampai, aku bangunin kamu,” ujar Gala.Nabila mengangguk, ia kemudian merubah sedikit posisi jok mobilnya menjadi posisi setengah rebahan.Gala tersenyum melihat Nabila yang nurut. Lamanya di perjalanan, akhirnya Gala telah sampai di depan gerbang rumahnya. Satpam yang berjaga, melihat mobil Gala tiba, segera
“Mas, aku … aku tunggu di dalam mobil saja, ya!” ujar Nabila, saat ia dan Gala telah sampai di halaman rumah Nadin.Gala menoleh ke arah Nabila, memberikan pengertian bahwa semua akan baik-baik saja.“Tidak apa-apa, kita turun sama-sama. Aku yang akan memberikan pelajaran untuk Nadin. Jangan buat aku kecewa, Nadin harus meminta maaf dan mencium kaki kamu,” sahut Gala.Gala keluar dari mobil, menutup pintunya lalu berputar menghampiri pintu mobil di samping Nabila dan membukakannya.“Ayok turun, tidak usah takut selama ada aku,” ajak Gala, mengulurkan tangannya.Nabila yang ragu, menatap Gala yang terus meyakinkannya.“Ayok, Sayang. Tidak apa-apa,” ajak Gala.Nabila menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Kemudian menerima uluran tangan Gala.Dengan silih bergandengan tangan, Gala dan Nabila menunggu seseorang membukakan pintu setelah Gala menekan bel.Tidak berselang lama, ART di rumah itu membukakan pintu dan menyambut kedatangan Gala.“Eh, ternyata Pak Gala. Mari masuk,