Kening Deon mengerut setelah mendengar pernyataan Melinda barusan.
“Apa maksudmu pernah bertemu denganku bukan sebagai Bruno?”
Lantas, Melinda hanya tersenyum miring, lalu berjalan menuju pintu kamar. Dia terdiam sejenak dan berkata, “Entahlah. Mungkin cuma perasaan gue aja.”
Perempuan itu pun keluar dari kamar Deon. Akan tetapi, sang lelaki masih memikirkan ucapan Melinda. Bisa jadi yang Melinda lihat adalah diri Deon yang dulu sebelum dia benar-benar lupa siapa dirinya.
“Apa jangan-jangan dia ketemu sama diriku yang dulu sebelum aku benar-benar lupa ingatan kayak sekarang?” batin Deon. Dia segera merebahkan diri, lalu kedua matanya terpejam.
“Cewek jalang! Ngapain lo di kamar Deon?!” tanya Anggraini dengan nada membentak setelah melihat bahwa perempuan yang ada di ranjang sang lelaki ialah Melinda.Melinda tertawa renyah, lalu beranjak bangkit dari ranjang. Dia hanya mengenakan gaun yang sangat tipis. Oleh karena itu, terlihat jelas lekukan tubuhnya yang sintal.“Seharusnya gue yang tanya sama lo, lo ngapain ke kamar Deon? Dan … lo apain Deon?” Melinda bertanya dengan tenang. Dia mendekati Anggraini, lalu menatapnya lebih dekat.Anggraini menggertakkan giginya. Di titik ini, Deon menggerak-gerakkan kepalanya, lalu ia angkat dari pundak sang perempuan. Sang lelaki berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dilihatnya Melinda di hadapan dengan pakaian minim, Deon mengerutkan keni
Ketika Deon berusaha meresapi pernyataan Melinda tentang seorang perempuan yang jauh lebih sadis darinya itu, sang lelaki mendapatkan sebuah bayangan samar.“Bayangan apa lagi ini?” batin Deon.“Jangan melamun! Kita sedang di dalam perjalanan dan mobil lo lajuin dengan kecepatan yang tinggi,” tegur Melinda.Deon pun kembali berkonsentrasi menyetir, menambah kecepatan mobil hingga tak lebih dari 15 menit, mereka tiba di tempat tujuan.“Jangan deket-deket sama bangunan kosong itu. Kita cari tempat aman untuk parkir mobil,” ucap Melinda kemudian.Seperti yang Melinda katakan, Deon mencari tempat yang aman dan cukup renggang
Deon menelan ludahnya sendiri. Dia sungguh tidak percaya bahwa perempuan bernama Melinda ini pada akhirnya mengkhianatinya.“Mel—”Deon tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Kepalanya dipukul dengan gagang pistol oleh sang perempuan.“Gue nggak menyuruh lo ngomong! Diem lo!” bentak Melinda dengan nada tinggi di dekat telinga Deon.Seketika itu, rahang Deon mengeras. Dia menggertakkan giginya karena merasa ingin sekali menghantam wajah Melinda.“Okay! Baiklah. Apa yang kamu inginkan?” tanya Deon kemudian.Melinda mengangkat satu sudut bibirnya. Sementara itu,
Sang perempuan bergaun merah bertepuk tangan sambil tersenyum lebar. Dia pun berdiri di hadapan Deon dan Melinda dengan hanya berjarak satu meter.“Sialan! Kenapa kepalaku tiba-tiba sakit kayak gini?!” batin Deon sambil memegangi kepalanya. “Dan … siapa cewek di dalam pikiranku ini?”Melinda terlihat sangat tegang. Sementara itu, sang perempuan dengan lipstik merah memiringkan senyuman.“Aku sangat terkesan denganmu, Melinda. Aku pikir seperti inilah caramu berpikir. Mengkhianati Tyrex dan Ayah yang sudah membesarkanmu sejak kecil. Kamu memang perempuan nggak tahu diuntung!” tegasnya dengan tatapan tajam yang mengintimidasi.Melinda menelan ludahnya sendiri. Sedangkan, Deon
“Kalian urus si Melinda tengik. Sedangkan, aku akan melawan cowok yang terlihat tampan dan menarik itu.” Kikan tersenyum lebar sambil menatap Deon.Tepat ketika para anggota Tyrex mendengar perintah sang ketua, Melinda diserang dari berbagai sisi. Sementara itu, Deon mau tak mau harus siap melawan Kikan dengan senjata chainsaw miliknya.“Menarik!” seru Deon sambil menghindari setiap serangan Kikan. Sebisa mungkin, Deon harus menjaga jarak dari sang lawan. Kalau tidak, tentu saja bagian tubuhnya bisa terluka dengan tingkat yang tinggi.“Kamu cepat juga!”Kikan mempercepat gerakan tangannya. Menurut Deon, lawannya saat ini asal serang saja karena tidak ada target pasti yang ingin di
“Perketat keamanan di luar gedung!” titah Kikan dengan suara menggelegar. Pria bertopi koboi secepatnya menghubungi anggota lain yang berjaga di luar gedung.“Perketat keamanan di luar!”“Kami diserang! Komplotan Bruno dengan persenjataan lengkap sedang mengamuk!”Mendengar pengakuan dari salah satu anggota di luar melalui alat komunikasi radio, kening Kikan mengerut. Semakin tajam dia menatap Deon.“Cowok sialan! Kamu cerdik juga!”Di titik ini, Deon pun tertawa terbahak-bahak. Dengan kilat, dia menepis tangan Kikan, lalu menyerangnya dengan tendangan memutar. Sang perempuan berhasil dirubuhkan. Deon tak berh
Kikan yang merasakan liarnya lidah Deon bermain di dalam mulutnya pun berusaha mendorong lelaki ini. Sayangnya, Deon punya tenaga yang tidak terbatas saat ini dan menyulitkan sang perempuan melakukan aksinya. Tak berhasil menggunakan tangan, Kikan mencoba dengan kakinya.Secepat kilat, Deon menjauh sebelum kaki lawannya itu membuatnya lumpuh dalam sekejap. Deon tersenyum kecut menyaksikan wajah Kikan yang seolah-olah syok.“Ada apa? Tatapanmu kosong sekali. Apa kamu udah mulai menikmati percumbuan kita?”Di titik ini, Deon tertawa terbahak-bahak. Dia berjalan mondar-mandir di depan Kikan sambil menyatukan kedua tangan di belakang punggung.“Rasanya … nikmat sekali.” 
Mendengar informasi yang baru saja disampaikan oleh salah satu anggota Tyrex, Deon lantas menyeringai.“Yakin udah ngalahin semua anggota Bruno?”“Kenapa aku harus nggak yakin? Bruno cuma sampah rendahan. Mereka bisa keok sama anggota Tyrex nggak lebih dari lima menit,” jawab Kikan dengan nada sombong.Deon tertawa terbahak-bahak. “Angkuh sekali kamu! Aku jadi semakin tertarik untuk mengalahkanmu!”Saat sang lelaki hendak menyerang, tiba-tiba Kikan mengulurkan tangan dan berkata, “Berhenti!”Tentu saja, pergerakan Deon terhenti.“Aku udah nggak