Kikan yang merasakan liarnya lidah Deon bermain di dalam mulutnya pun berusaha mendorong lelaki ini. Sayangnya, Deon punya tenaga yang tidak terbatas saat ini dan menyulitkan sang perempuan melakukan aksinya. Tak berhasil menggunakan tangan, Kikan mencoba dengan kakinya.
Secepat kilat, Deon menjauh sebelum kaki lawannya itu membuatnya lumpuh dalam sekejap. Deon tersenyum kecut menyaksikan wajah Kikan yang seolah-olah syok.
“Ada apa? Tatapanmu kosong sekali. Apa kamu udah mulai menikmati percumbuan kita?”
Di titik ini, Deon tertawa terbahak-bahak. Dia berjalan mondar-mandir di depan Kikan sambil menyatukan kedua tangan di belakang punggung.
“Rasanya … nikmat sekali.”
 
Mendengar informasi yang baru saja disampaikan oleh salah satu anggota Tyrex, Deon lantas menyeringai.“Yakin udah ngalahin semua anggota Bruno?”“Kenapa aku harus nggak yakin? Bruno cuma sampah rendahan. Mereka bisa keok sama anggota Tyrex nggak lebih dari lima menit,” jawab Kikan dengan nada sombong.Deon tertawa terbahak-bahak. “Angkuh sekali kamu! Aku jadi semakin tertarik untuk mengalahkanmu!”Saat sang lelaki hendak menyerang, tiba-tiba Kikan mengulurkan tangan dan berkata, “Berhenti!”Tentu saja, pergerakan Deon terhenti.“Aku udah nggak
Begitu saja, Deon melayangkan tendangan hingga berhasil membentur perut lawannya yang mengenakan tudung dan penutup mulut. Sang lawan segera melompat mundur hingga beberapa saat kemudian, rekan-rekannya yang lain datang menghampiri.Di titik ini, Deon tersenyum kecut menatap satu per satu lawan yang penampilannya hampir sama.“Wah, wah, ada ninja di sini,” cetus Deon sambil tertawa sesekali.Roki segera mendekati sang bos dan berkata, “Bos, hati-hati. Penampilan mereka emang setara dengan kemampuan yang mereka miliki. Soalnya, ketua mereka adalah seorang ninja dari Jepang.”Deon mengangguk setelah mendengar penjelasan Roki.“Ak
Deon menoleh ke sebelah kanan. Seorang pria paruh baya dengan rambut yang sebagiannya sudah memutih terlihat berjalan. Setibanya, dia berdiri di depan Deon dengan jarak beberapa meter, lalu menyilangkan tangan.Di titik ini, sang lelaki mengangkat sebelah alisnya, lalu berjalan mendekat beberapa langkah. Deon meneliti sang pria paruh baya yang mengenakan baju tanpa lengan dan terlihat bahwa otot-ototnya menyembul.“Coba aku tebak. Kamu pasti orang penting di Ular Kobra.”Deon membuang puntung rokok, lalu menginjaknya.Pria paruh baya tertawa terbahak-bahak. “Ya, ya. Kamu sudah bisa menebak saya ini siapa di Ular Kobra.”“Ketua
Ketika Roki hendak membuka pintu mobil untuk masuk, sebuah teriakan menggelegar menghentikannya.“Woy! Kami datang!”Perhatian Roki dan Deon pun teralihkan. Keduanya melihat ke sumber suara. Segerombolan pria dengan celana jeans sobek-sobek dan berkacamata terlihat telah memenuhi jalan. Di titik ini, Deon pun keluar lagi dari mobil, lalu berjalan menghampiri segerombolan pria tersebut.Roki mengikuti di belakang Deon.“Siapa kalian?” tanya Deon.Orang-orang tersebut menanggapi pertanyaan Deon hanya dengan tawa bergelak. Lantas, kening Deon mengerut. Roki mendekati sang ketua, lalu berbisik, “Bos, mereka adalah komplotan Jenas!&
“Bos kalian sudah kalah!” teriak Deon sambil mengangkat pedang tinggi-tinggi dengan tajamnya yang menghadap ke langit.Semua mata anggota komplotan Jenas tertuju pada Deon. Sedangkan, Deon tersenyum tipis dan mulai berkata dengan suara menggelegar: “Jenas hari ini resmi bubar! Kalian, anggota Jenas, akan bergabung menjadi anggota Bruno yang baru.”Tidak ada tanggapan dari anggota Jenas. Deon melihat bahwa beberapa anggota menelan ludahnya sendiri.“Ada yang keberatan?”Untuk kesekian kalinya, tidak ada tanggapan dari anggota Jenas. Di titik ini, kening Deon lantas mengerut.“Aku tanya, ADA YANG KEBERATAN?!”
Setelah berhasil mengisi bahan bakar, Deon dan Roki melanjutkan perjalanan untuk ke markas besar Bruno. Namun, di tengah perjalanan, Deon tertarik oleh sebuah insiden di sebuah toko di pinggir jalan yang cukup ramai.“Roki, menepi,” perintah Deon kemudian.Sesuai titah sang lelaki, Roki pun menepikan mobil, lalu bertanya, “Ada apa, Bos?”“Aku punya ide menarik!” pungkas Deon sambil tersenyum lebar. Setelah itu, dia membuka pintu mobil, lalu keluar.Ditatapnya sekitar 15 pria begundal yang tengah memalak di sebuah toko. Roki pun mengangguk-angguk.“Jadi, lo tertarik sama mereka?”
Deon benar-benar terkejut karena pria dengan anting-anting tersebut dapat menangkis pukulannya dengan sangat cepat dan mudah. Kini, sang lawan lantas tersenyum sombong padanya. Setelah mengembuskan napas panjang, Deon mulai berpikir.“Kayaknya dia bukan orang sembarangan. Aku yakin banget, nggak ada preman pasar dengan kemampuan hebat kayak dia,” pikir Deon yang kemudian kembali mengatur postur kuda-kudanya.“Ada apa? Lo sedang berpikir kenapa gue jauh lebih hebat dari lo?” tukas si pria dengan jaket kulit yang akhirnya semakin membuat Deon heran.“Hebat sekali kamu. Kamu bisa membaca pergerakanku. Dan sekarang, kamu bisa membaca pikiranku. Tapi, yah, emang bener. Aku salut dengan kemampuanmu. Aku nggak akan mengelak kalau kamu emang jauh lebih
Mengetahui kenyataan bahwa ketua Tyrex Cabang Pertama akhirnya muncul juga, Deon tersenyum lebar. Dia justru semakin terlihat bersemangat untuk melakukan sebuah pertarungan satu lawan satu dengan sang lelaki.“Jangan pikir aku akan terkejut!”Deon memulai serangannya dengan sebuah tendangan memutar yang terangkat secara menyamping. Dengan sangat lugas, sang lawan menunduk, kemudian menunggu momen saat Deon kembali berdiri tegak dan menjaga keseimbangannya. Usai itu, barulah dia menyerang dengan tinju lurus.Kali ini, Deon tidak membiarkan dirinya terkena oleh pukulan lawan. Dia menangkap tinju lelaki beranting dengan sangat mudah, lalu berusaha memelintirnya. Akan tetapi, tenaga sang lawan tidak dapat diremehkan.
Kikan tetap menarik lengan Deon sampai akhirnya keluar dari bar dan tiba di sebuah gang sempit. Dengan sangat keras, Kikan mengempaskan punggung Deon pada dinding. Perempuan ini menumpu kedua tangannya di antara kepala sang lelaki.“Ada apa ini?!” Deon bertanya dengan penuh penekanan.“Jangan ikut campur urusanku!” tegas Kikan dengan tatapan yang begitu tajam. Tak sedikit pun dia mengalihkan pandangan dari mata Deon.“Oh, gitu. Okay, aku sadar kalau itu bukan urusanku. Tapi, seorang laki-laki nggak akan tinggal diam saat melihat perempuan sedang tersiksa di depannya,” pungkas Deon, santai.“Tersiksa?! Apa aku terlihat tersiksa?! Dasar bodoh!”
Atas kedatangan Deon yang secara tiba-tiba, Kikan cukup terkejut. Keningnya mengerut dan berangsur-angsur menjaga jarak. Sementara itu, lelaki dengan sweater yang telah mendapatkan pukulan keras dari Deon, kini menatap dengan tajam penuh intimidasi.“Sialan. Siapa lo?! Berani-beraninya lo memukul gue!” tegas lelaki dengan sweater.Deon mengangkat sebelah alisnya, lalu berkata, “Siapa aku nggak penting. Yang jelas, kamu udah bertindak kasar sama cewek. Kamu itu cowok, bukan banci, kan?!”Mendengar tanggapan Deon tersebut, sang lelaki dengan sweater lantas tertawa terbahak-bahak.“Sialan. Baru kali ini gue nemuin orang yang berani sama gue. Lo belum tahu siapa gue, hah?!”
Deon terakhir kali mengingat bahwa dirinya telah menyelesaikan pertarungan dengan Aldrikov, juga Kikan yang memberikan ucapan selamat padanya. Kini, saat lelaki ini terbangun, entah mengapa dia terlihat sangat kebingungan.“Di mana aku?” tanya Deon sambil beranjak duduk. Dia melirik ke sekitar ruangan yang tak cukup luas tempatnya berada saat ini.Selang beberapa saat, matanya berhenti pada perempuan yang terlihat membatu.“Anggraini? Apa aku ada di rumah sakit?” tanya Deon kesekian kalinya.“Deon! Syukurlah lo udah sadar!”Tanpa menjawab pertanyaan sang lelaki, Anggraini lantas memeluk tubuh Deon yang dipenuhi oleh perba
Semua persiapan telah dilakukan oleh Deon dan Aldrikov. Kini, keduanya saling tatap satu sama lain.“Aku yang menang, Tua Bangka!”Keduanya melesat dengan sangat cepat. Deon menggerakkan tangannya secara vertikal, tetapi Aldrikov melompat begitu tinggi hingga melewati tubuh Deon. Hal ini membuat lelaki bertubuh atletis ini tersentak kaget. Dia kehilangan momentum. Alhasil, ketika berbalik badan, tangan Aldrikov telah siap melukai wajah dan perutnya.Walau begitu, Deon tak tinggal diam. Tak ingin kalah cepat, dia memutar kedua tangannya ke arah kanan dan berhasil menangkis serangan lawan. Sayangnya, entakan yang begitu kuat membuat Deon terempas beberapa meter.“Kamu terlalu percaya diri.”
Deon dan Aldrikov menoleh ke sumber suara. Keduanya tercengang karena melihat bahwa Kikan-lah yang memiliki suara menggelegar barusan. Deon mengerutkan kening, lalu meningkatkan kewaspadaan. Baginya, tidak mungkin perempuan sadis ini tidak ikut campur dalam pertarungannya.“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu mau mengganggu pertarunganku dengan si tua bangka ini?!” tegas Deon dengan tatapan yang begitu tajam.Kikan lantas tertawa bergelak mendengar dugaan Deon.“Nggak juga. Aku datang nggak untuk mengganggu jalannya pertarunganmu dengan Aldrikov.”Sambil mengangkat sebelah alisnya, Deon bertanya, “Lalu? Apa yang kamu inginkan?”
“B-bang … sat!”Tubuh Deon lemas seketika. Anggraini terbelalak kaget karena merasakan cairan kental memenuhi tangannya. Dia lihat, lalu air matanya pun keluar begitu banyak.“DEON!”Di titik ini, napas Deon mulai tak beraturan. Dia seperti orang yang kedinginan, tetapi udara yang masuk ke mulutnya sangat terbatas. Bahkan saat Anggraini menjadi lemas, Deon tidak mampu menopang beban tubuhnya hingga harus tergeletak di tanah.Dengan posisi berbaring, Deon menyaksikan wajah pria paruh baya yang masih mengacungkan pistol ke arahnya. Sang lawan menyeringai, lalu berkata, “Saya sudah mengatakannya padamu. Kamu akan mati di tempat ini.”
Ketika pria berambut panjang hendak pergi bersama para anak buahnya yang bertugas membawa Deon, sebuah suara menghentikannya.“Serahkan Deon sama gue!”Pria paruh baya berbalik badan. Yang terlihat ialah seorang perempuan yang sedang membawa dua pistol di tangan dan dua pedang yang terselip di punggung.“Oh, bukankah kamu ….” Pria tersebut tidak melanjutkan kalimatnya. Namun, dia pun tertawa kemudian.“Ya, ya. Saya pernah mendengar desas-desus kalau salah satu senjata pembunuh Tyrex ikut bergabung ke Bruno. Dan tentu saja, yang mereka maksud adalah kamu. Kamulah pengkhianatnya.”Perempuan yang tak lain ialah Melind
Mendengar pernyataan pria berambut panjang, tatapan Deon semakin serius. Baginya, sekarang basa-basi tidak lagi diperlukan. Entah benar atau tidak bahwa para anggota Bruno tengah bertempur dengan anak buah si pemasok senjata ini.“Kalau gitu, kita buktiin di sini siapa yang lebih hebat.”Ketika Deon hendak menyiapkan kuda-kuda, pria berambut panjang berkata, “Tidak perlu.”Selang beberapa saat pria tersebut memberikan sinyal pada salah satu anak buahnya. Deon semakin waspada. Namun, dia tidak cukup cekat dalam menghindari sebuah peluru yang kemudian dilesatkan oleh anak buah si pemasok senjata. Alhasil, timah panas menancap di bahu sebelah kanan Deon.“Sialan!” jerit Deon sambil m
Tidak mudah bagi Deon untuk melakukan pergerakan saat ini. Bahwa keadaan tubuhnya dipenuhi luka dan juga para anak buah pria berambut panjang terlihat siap dengan berbagai senjata yang mereka bawa. Untuk itu, Deon hanya menatap ke arah sang lawan. Sesekali bergantian menatap Anggraini yang sedang dalam keadaan tertodong senjata.“Akhirnya, kami menemukanmu. Sebelum jadi mayat di sini, ada baiknya kita bicara beberapa patah kata,” ucap pria berambut panjang sambil berjalan mondar-mandir.Deon berusaha bangkit meski tubuhnya masih terasa pegal dan sakit. Tidak dipungkiri ada beberapa tulang yang patah akibat dirinya yang menggelinding di bukit terjal ini.“Oh, aku kira kalian nggak bisa berbasa-basi. Ternyata, sama aja.”