Setelah berhasil mengisi bahan bakar, Deon dan Roki melanjutkan perjalanan untuk ke markas besar Bruno. Namun, di tengah perjalanan, Deon tertarik oleh sebuah insiden di sebuah toko di pinggir jalan yang cukup ramai.
“Roki, menepi,” perintah Deon kemudian.
Sesuai titah sang lelaki, Roki pun menepikan mobil, lalu bertanya, “Ada apa, Bos?”
“Aku punya ide menarik!” pungkas Deon sambil tersenyum lebar. Setelah itu, dia membuka pintu mobil, lalu keluar.
Ditatapnya sekitar 15 pria begundal yang tengah memalak di sebuah toko. Roki pun mengangguk-angguk.
“Jadi, lo tertarik sama mereka?”
Deon benar-benar terkejut karena pria dengan anting-anting tersebut dapat menangkis pukulannya dengan sangat cepat dan mudah. Kini, sang lawan lantas tersenyum sombong padanya. Setelah mengembuskan napas panjang, Deon mulai berpikir.“Kayaknya dia bukan orang sembarangan. Aku yakin banget, nggak ada preman pasar dengan kemampuan hebat kayak dia,” pikir Deon yang kemudian kembali mengatur postur kuda-kudanya.“Ada apa? Lo sedang berpikir kenapa gue jauh lebih hebat dari lo?” tukas si pria dengan jaket kulit yang akhirnya semakin membuat Deon heran.“Hebat sekali kamu. Kamu bisa membaca pergerakanku. Dan sekarang, kamu bisa membaca pikiranku. Tapi, yah, emang bener. Aku salut dengan kemampuanmu. Aku nggak akan mengelak kalau kamu emang jauh lebih
Mengetahui kenyataan bahwa ketua Tyrex Cabang Pertama akhirnya muncul juga, Deon tersenyum lebar. Dia justru semakin terlihat bersemangat untuk melakukan sebuah pertarungan satu lawan satu dengan sang lelaki.“Jangan pikir aku akan terkejut!”Deon memulai serangannya dengan sebuah tendangan memutar yang terangkat secara menyamping. Dengan sangat lugas, sang lawan menunduk, kemudian menunggu momen saat Deon kembali berdiri tegak dan menjaga keseimbangannya. Usai itu, barulah dia menyerang dengan tinju lurus.Kali ini, Deon tidak membiarkan dirinya terkena oleh pukulan lawan. Dia menangkap tinju lelaki beranting dengan sangat mudah, lalu berusaha memelintirnya. Akan tetapi, tenaga sang lawan tidak dapat diremehkan.
Tanpa basa-basi lagi, Deon menyerang dengan semua kemampuan yang ia miliki. Dia berlari dan berniat menerjang Kevin. Sayang sekali, terjangannya ditangkap dengan sangat mudah. Ia lalu dibanting hingga menggelepar di tanah dengan kepala yang terbentur.Di titik ini, Deon menjerit dan mengumpat karena rasa sakit yang ia rasakan di kepala. Walau begitu, Kevin terlihat tidak berniat menghentikan serangannya. Dia tak segan-segan kembali memaksa Deon bangkit.“Bangun lo! Tolol!”Kevin dengan sangat lugas mengentak dada Deon menggunakan telapak tangannya hingga membuat lelaki tersebut terempas ke badan mobil. Untuk kesekian kalinya, Kevin kembali mengangkat Deon, lalu membantingnya ke kap depan mobil.“Ma
Deon mengembuskan napas lega setelah melakukan serangan kejut yang menyebabkan Kevin kini terkulai tidak berdaya usai terempas pada badan mobil. Terlihat bahwa kepalanya bocor dan cairan kental mengalir di sana. Saat Deon melihatnya pun, lelaki tersebut sudah tak bisa memutar lehernya ke mana pun.“Kayaknya aku terlalu berlebihan, deh,” pikir Deon.Tentu saja, mobil Deon juga tampak penyok akibat kerasnya tubuh Kevin terempas. Lelaki bertubuh atletis ini justru lebih mengkhawatirkan mobilnya. Dia berjalan dan memeriksa kendaraan tersebut.“Ini biayanya akan sangat mahal. Mau nggak mau harus ganti yang baru,” ucap Deon.Tak lama kemudian, Roki bersama para preman lain menghampirinya.
Jaya Kusuma tersentak kaget mendengar perintah Deon. Keningnya mengerut, lalu bertanya, “Memangnya kenapa kita harus membatalkannya, Deon?”“Tyrex.” Tatapan Deon berubah serius. “Tyrex punya jaringan yang sangat besar di seluruh Asia. Aku curiga kalau pemasok senjata ilegal yang membuat janji denganmu itu adalah salah satu komplotan Tyrex. Kita harus menutup semua kemungkinan!Aku nggak mau kita terlibat perang di markas sendiri.”Jaya Kusuma kembali duduk. Dia terlihat memikirkan saran Deon barusan.“Aku cukup setuju dengan pendapatmu. Tapi, bagaimana caranya kita bisa membatalkan perjanjian itu, sedangkan mereka sudah dalam perjalanan menuju ke markas ini?”
Cukup lama Deon menunggu para pemasok senjata itu melakukan aksi dan membuka topeng mereka. Namun, terlihat bahwa obrolan antara Jaya Kusuma dengan mereka masih terlihat normal. Deon yang tengah membidik melalui scope senapan lantas mengerutkan kening.“Kenapa kalian masih belum memperlihatkan taring? Ayo, cepat serang si tua bangka itu dan aku bisa menembak kalian satu per satu dari sini,” batin Deon.Tak lama kemudian, para pemasok senjata membuka bagasi kontainer yang terparkir di halaman, memperlihatkan berbagai jenis dan model senjata yang ada di dalamnya.“Jaya Kusuma sialan. Kamu emang nggak cocok jadi ketua Bruno. Kamu terlalu ceroboh karena membiarkan musuh masuk ke kandang sendiri,” ucap Deon dalam hatinya saat menyaksikan Jaya Kusuma tengah
Salah satu orang di kontainer itu menyembulkan kepala untuk memastikan apa yang terjadi dengan kendaraan mereka. Di titik ini, Deon menurunkan kecepatan, lalu memberikan jarak antara Jeep dengan kontainer. Usai itu, dia kembali menambah laju mobil hingga berhasil menyamai kecepatan kontainer.“Nggak akan kubiarkan kalian berbuat seenaknya!”Deon menoleh ke kiri, menatap lelaki yang mengendarai kontainer. Terlihat bahwa pria berambut panjang tersenyum tipis, lalu bicara pada anak buahnya yang bertugas menyetir.Tentu saja, Deon selalu menjaga jarak antara mobilnya dengan kontainer untuk menghindari serempetan yang bisa saja terjadi. Selang beberapa saat, dilihatnya pria berambut panjang mengacungkan sebuah pistol. Dengan lugas, Deon menurunkan kecepatan mobilnya.
Tidak mudah bagi Deon untuk melakukan pergerakan saat ini. Bahwa keadaan tubuhnya dipenuhi luka dan juga para anak buah pria berambut panjang terlihat siap dengan berbagai senjata yang mereka bawa. Untuk itu, Deon hanya menatap ke arah sang lawan. Sesekali bergantian menatap Anggraini yang sedang dalam keadaan tertodong senjata.“Akhirnya, kami menemukanmu. Sebelum jadi mayat di sini, ada baiknya kita bicara beberapa patah kata,” ucap pria berambut panjang sambil berjalan mondar-mandir.Deon berusaha bangkit meski tubuhnya masih terasa pegal dan sakit. Tidak dipungkiri ada beberapa tulang yang patah akibat dirinya yang menggelinding di bukit terjal ini.“Oh, aku kira kalian nggak bisa berbasa-basi. Ternyata, sama aja.”