Home / Romansa / I'm Sorry Laras / Pelarian Damar

Share

Pelarian Damar

Author: mangpurna
last update Last Updated: 2024-12-22 20:54:01

Lampu disko berkedip liar, berpendar dalam warna merah, ungu, dan biru yang menusuk mata. Musik berdentum keras, menggema seolah mencoba menenggelamkan rasa sakit di hati siapa pun yang berada di dalam ruangan itu. Di sudut terpencil, di sebuah meja kecil yang penuh dengan botol minuman, Damar duduk sendirian. Kepalanya tertunduk, matanya menatap kosong ke dalam gelas yang masih berisi setengah alkohol. Di bawah kilauan lampu, wajahnya tampak kusut, lelah, dan penuh kesedihan yang tak tersembunyikan.

Tangannya yang gemetar perlahan mengangkat gelas itu, meneguk cairan yang membakar tenggorokannya. Tapi rasa sakit itu—yang ia coba lupakan—tidak pernah benar-benar pergi. Alkohol hanya memperdayanya, memberinya kehangatan sesaat, sementara hatinya terus dihantui luka yang menganga.

"Kenapa... Kenapa kau lakukan ini padaku, Laras?" gumamnya pelan, nyaris tertelan dentuman musik yang mengguncang dinding ruangan. Namun, di dalam pikirannya, suaranya bergema keras. Ia memejamkan matanya, ber
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • I'm Sorry Laras   Jebakan Sofia

    Saat itu, dua sekuriti yang sejak tadi mengawasi dari jauh segera bergerak maju. "Lepaskan dia, Pak, atau kami akan bertindak," salah satu dari mereka memperingatkan dengan nada dingin.Namun, Damar sudah tidak peduli. Ia melepas kerah pelayan itu, lalu melangkah terhuyung-huyung ke arah sekuriti. "Oh, jadi kalian mau melawan ku? Mau jadi pahlawan di sini? Ayo! Aku tidak takut!" katanya sambil menunjuk-nunjuk dengan jari yang gemetar. "Kalian semua sama saja! Berpikir lebih baik dariku, padahal kalian cuma... cuma..." ucapannya ngelantur, terhenti karena tubuhnya oleng, hampir jatuh ke lantai.Sekuriti tidak membuang waktu. Dengan cekatan, mereka menangkap tubuh Damar yang limbung, lalu menyeretnya menuju pintu keluar. "Pak, maaf, tapi Anda harus pergi. Dan untuk keselamatan semua pihak, Anda tidak diperbolehkan kembali ke sini," ucap salah satu sekuriti dengan tegas."Kalian... tidak berhak mengusirku!" Damar meronta, meski tenaganya sudah sangat lemah. "Ini tempatku! Aku ini bayar d

    Last Updated : 2024-12-23
  • I'm Sorry Laras   Keputusan Damar

    Damar menoleh ke samping dan matanya melebar ketika melihat Sofia yang masih menangis di sudut tempat tidur, tubuhnya hampir telanjang. Panik, ia langsung duduk dan merapatkan selimut ke tubuhnya sendiri. "Ya Tuhan, apa yang terjadi? Kenapa aku telanjang dan ada di kamarnya Sofia?" ucapnya dengan suara gemetar.Ratna mendengus, menatapnya tajam. "Seharusnya aku yang bertanya padamu! Apa yang sudah kau lakukan terhadap Sofia?"Laras, yang sejak tadi berdiri tanpa berkata apa-apa, akhirnya membuka mulut dengan suara lirih. "Mas Damar..." Hanya dua kata, tapi penuh dengan kesedihan dan luka."Aku tidak tahu, Bu," jawab Damar buru-buru. "Yang aku ingat, aku hanya pergi ke diskotik semalam untuk minum sendirian. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi!""Tentu saja kau tidak ingat!" suara Raka tiba-tiba terdengar dari ambang pintu, matanya menatap Damar dengan penuh tuduhan. "Kau pulang dalam keadaan mabuk berat. Sudah jelas kau tidak sadar dengan apa yang kau lakukan!"Ratna lalu berali

    Last Updated : 2024-12-24
  • I'm Sorry Laras   Kenyataan Pahit

    Damar terdiam beberapa saat, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Baik, Bu. Aku akan menikahi Sofia." Keputusannya meluncur seperti belati yang menusuk hati Laras. Ia tahu ini akan terjadi, tetapi mendengarnya langsung dari mulut suaminya membuat dadanya terasa sesak.Laras terkesiap. Namun, ia menolak menunjukkan kelemahannya. Dengan suara lirih, namun penuh tekad, ia berkata, "Baik, Mas Damar. Kalau itu keputusanmu, Kalau begitu aku akan pergi dari rumah ini. Aku minta tolong segera urus perceraian kita."Damar memandang Laras dengan sorot mata yang dingin, namun di balik itu tersimpan kebimbangan. "Terserah kalau kau mau pergi, aku tidak akan menghalangimu," ujarnya dengan nada dingin, "tapi yang jelas jangan pernah berharap kalau aku akan menceraikanmu. Aku tidak akan membiarkanmu bahagia dengan lelaki lain. Karena Aku yakin, jika aku menceraikanmu, kau pasti akan menemui selingkuhanmu itu, dan me jalin hubungan yang lebih serius karena tidak ada lagi yang menghal

    Last Updated : 2024-12-25
  • I'm Sorry Laras   Masalah Baru

    Wanita itu tampak ragu-ragu, seolah ingin melarikan diri. Laras langsung berlari ke arahnya, penuh harapan, meskipun kakinya hampir goyah karena kelelahan."Bu! Tunggu, tolong jangan pergi! Saya hanya ingin bicara!" teriak Laras, suaranya memohon. Wanita itu tampak ketakutan, melangkah mundur, namun akhirnya berhenti setelah mendengar nada putus asa Laras.Saat Laras tiba di depannya, ia terengah-engah, mencoba menenangkan napasnya. "Bu... saya bukan orang jahat. Tolong, ibu tidak perlu takut sama saya," ucapnya sambil mengatur napas. Wanita itu memandang Laras dengan waspada, namun tatapannya melembut saat melihat air mata di wajah Laras."Saya hanya ingin tahu... apa yang terjadi di panti ini? Apa ibu tahu ke mana anak-anaknya pergi? Tolong, anak saya, Indira, dititipkan di sini. Saya hanya ingin tahu dia selamat atau tidak," kata Laras dengan suara yang hampir patah. Tatapannya memohon, penuh harap, berharap wanita di depannya bisa memberikan jawaban."Mbak mencari anak mbak, ya?" t

    Last Updated : 2024-12-25
  • I'm Sorry Laras   Laras terusir

    Laras tertegun. Ia ingat kejadian itu. “Ya Tuhan, Bi... itu cuma sekali aku tidak membantu Bibi. Itupun alasannya karena Bibi mau meminjam uang sebanyak dua puluh juta hanya untuk pesta ulang tahun Desi, anak Bibi. Sebelumnya, sudah sering Bibi meminjam uang dan tidak pernah mengembalikannya. Aku tidak pernah mempermasalahkannya. Tapi waktu itu, alasannya terlalu tidak masuk akal,” ucap Laras, mencoba menjelaskan.“Iya, tapi gara-gara kamu tidak mau meminjamkan uang, Desi jadi malu sama teman-temannya! Dia sudah terlanjur bilang akan mengadakan pesta ulang tahun besar-besaran. Karena pestanya batal, dia jadi bahan ejekan teman-temannya! Kamu tahu itu?!” bentak Mariyam, matanya menyala penuh kemarahan.Laras menggeleng pelan, air matanya mulai jatuh. “Bi, itu bukan salah aku. Desi sendiri yang terlalu tinggi angan-angannya tanpa melihat kemampuan. Saya tidak punya kewajiban untuk membiayai itu, apalagi hanya untuk kesenangan semata.”“Kurang ajar kamu, Laras!” Mariyam menunjuk wajah Lar

    Last Updated : 2024-12-26
  • I'm Sorry Laras   Berita yang tak terduga

    Melihat itu, Bu Yuni langsung berteriak ke arah kerumunan tetangga yang sudah berkumpul sejak mendengar keributan sebelumnya. "Tolong! Tolong bantu saya! Laras pingsan, kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga!"Beberapa pria yang berada di dekat situ segera bergegas mendekat. "Cepat, kita angkat dia ke mobil," kata salah satu dari mereka. Dua pria dengan sigap mengangkat tubuh Laras, sementara Bu Yuni terus menggenggam tangan Laras yang dingin.Mobil tetangga yang kebetulan terparkir tak jauh dari sana langsung dijadikan tumpangan darurat. "Bu Yuni, ayo naik. Kami bawa Laras ke rumah sakit!" ucap seorang pria sambil membuka pintu mobil.Bu Yuni mengangguk cepat, air matanya hampir menetes. "Terima kasih, Pak. Laras, bertahanlah, Nak. Kita akan segera ke rumah sakit," bisiknya penuh doa, sambil mengelus punggung tangan Laras yang terkulai lemah.Di dalam mobil, suasana begitu tegang. Wajah Laras terlihat begitu pucat, seolah warna kehidupan telah hilang dari dirinya. Hanya n

    Last Updated : 2024-12-27
  • I'm Sorry Laras   Damar Bimbang

    Bu Yuni menggeleng pelan, wajahnya menunjukkan ekspresi iba bercampur prihatin. "Ibu tidak heran, Nak. Semua tetangga juga sudah tahu bagaimana sikap keluargamu itu, terutama Bibimu. Mereka selalu merasa lebih tinggi dari pada orang lain, sombong, dan arogan. Padahal, kenyataannya, hidup mereka juga tidak jauh berbeda dengan kita, bahkan mungkin lebih pas-pasan. Tapi mereka selalu ingin terlihat seperti orang kaya."Kata-kata Bu Yuni membuat Laras semakin sadar betapa berat perjuangannya melawan orang-orang seperti bibinya. Namun, di tengah perasaan itu, Bu Yuni melanjutkan dengan suara penuh keyakinan. "Laras, soal tempat tinggal... Mohon maaf, Nak, ibu belum bisa membantu banyak. Rumah ibu sendiri kecil, dan ibu tinggal dengan keluarga besar. Tapi, ibu teringat sesuatu. Ayahmu dulu pernah cerita kalau rumah masa kecil kalian, yang lama, masih belum dijual. Rumah itu mungkin sudah tak terawat, tapi setidaknya kamu bisa tinggal di sana untuk sementara waktu. Bagaimanapun juga, itu kan

    Last Updated : 2024-12-28
  • I'm Sorry Laras   Kabar yang mengejutkan

    Laras menghela napas panjang sebelum melangkah keluar. "Ini rumah saya, Bu. Tapi kenapa rasanya seperti tempat yang tidak lagi saya kenal?"Ibu Yuni memegang pundak Laras, memberikan kekuatan. "Mungkin karena Rumah ini sudah lama ditinggalkan, Laras. Tapi ibu yakin, di dalamnya pasti masih tersimpan semua kenangan indahmu bersama ayah dan ibumu. Tempat ini masih bisa menjadi tempat yang penuh kehangatan lagi, asal kamu mau memulainya lagi."Laras terdiam. Matanya menatap pintu gerbang yang penuh debu, mengingat momen saat ia kecil, berlari-lari bersama almarhum ayahnya di halaman itu. Ia melangkah perlahan ke arah pintu, tangannya menyentuh gagang yang dingin dan penuh karat. Saat pintu terbuka dengan suara derit panjang, udara lembap bercampur aroma debu menyambutnya."Dulu rumah ini selalu terasa hangat, Bu," bisik Laras dengan suara yang bergetar. "Tapi sekarang... rasanya kosong. Bahkan dingin."Ibu Yuni tersenyum tipis, mencoba menguatkannya. "Rumah ini hanya butuh sedikit sentu

    Last Updated : 2024-12-29

Latest chapter

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan dengan Dika

    Indira tersentak. Matanya melebar, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Adik? Ibu... aku punya adik?" tanyanya, suaranya hampir berbisik.Laras mengangguk pelan, matanya mulai basah. "Iya, Nak. Kau punya adik laki-laki. Namanya Dika. Saat kau... hilang dulu, Ibu sedang mengandungnya."Indira masih sulit memproses kenyataan bahwa ia memiliki seorang adik. Pikirannya berputar-putar, mencoba menghubungkan semua yang baru saja ia dengar. Ia mengusap matanya yang masih basah dan bertanya lirih, "Ibu, kalau begitu... Dika di mana sekarang? Aku ingin bertemu dengannya."Laras tersenyum lembut, mengusap rambut Indira penuh kasih. "Sekarang Dika sedang sekolah, Nak. Jam segini dia pasti ada di kelas."Indira mengangguk pelan, mencoba menenangkan dirinya. "Kalau begitu, aku akan menunggu sampai dia pulang. Aku tidak sabar bertemu dengannya, Bu. Aku ingin melihat wajah adikku sendiri."Laras tersenyum lebih lebar, meski matanya tetap basah. "Dia pasti sangat senang kalau ta

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan yang mengharukan

    Laras melepaskan pelukan dari Indira, lalu berbalik menghadapi Surti dengan tatapan penuh kemarahan. "Surti, aku tidak akan membiarkanmu memaksa anakku membayar hutang yang sudah kulunasi. Kalau kau masih menginginkan TV itu, silakan...ambillah! Aku sudah tidak peduli lagi!"Surti hanya tertawa kecil, lalu melipat tangannya di dada dengan penuh kesombongan. "Tidak bisa, Laras. Tadinya aku memang hanya mengincar TV bobrokmu itu, tapi setelah melihat anakmu yang seperti 'dompet berjalan', aku berubah pikiran. Lebih baik kau suruh saja dia melunasi hutangmu sekarang juga."Yuni, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya maju dengan nada penuh kemarahan. "Surti! Jangan bicara seperti itu! Kau tidak tahu apa-apa soal keluarga ini, jadi jangan coba-coba memanfaatkan situasi demi keuntunganmu sendiri. Kau benar-benar keterlaluan!"Surti tersenyum sinis, tatapannya tak gentar sedikit pun. "Tentu saja aku memanfaatkan situasi ini. Aku ini adalah seorang pebisnis, Nek Yuni. Aku harus pintar meliha

  • I'm Sorry Laras   Rindu yang terbalas

    Dunia seolah berhenti berputar untuk Laras. Napasnya tertahan, tubuhnya gemetar hebat. "Indira...?" bisiknya, seolah nama itu membawa gelombang kenangan dan rasa sakit yang tak terkatakan. Air matanya mulai berjatuhan, deras, membasahi pipinya.Tanpa pikir panjang, Laras bangkit dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Ia berlari, nyaris tersandung, dan langsung merengkuh Indira dalam pelukan yang erat. "Anakku..." suaranya pecah oleh tangis yang membanjiri perasaannya. "Indira... ini benar kamu kan,

  • I'm Sorry Laras   Pertemuan kembali

    "Tidak bisa! Aku akan tetap mengambil TV ini sebelum kau melunasi semua hutang hutangmu itu," ujar Surti geram, suaranya menggema dengan nada penuh intimidasi.Laras berdiri di depan TV tua itu, berusaha melindunginya dengan tubuhnya yang mulai lemah. "Tapi... bukankah hutang-hutang saya sudah lunas minggu lalu saat saya membayarnya?" tanyanya tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca.Surti mendengus sinis, melipat tangannya dengan angkuh. "Enak saja kau bilang lunas. Yang kau bayar kemarin itu hanya bunganya saja. Sedangkan pokoknya belum kau lunasi sama sekali!"Kata-kata Surti membuat Laras tertegun, seluruh tubuhnya terasa lemas. "Itu tidak mungkin... saya yakin kalau saya sudah membayar semuanya. Bahkan dengan bunga bunganya sekalian," jawabnya hampir berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Surti tertawa kecil, lalu mendekat dengan ekspresi penuh kemenangan. "Yang kau bayar itu hanya bunganya 3%, sedangkan bunga di tempatku itu adalah 15%! Jadi kau masih berhutang ban

  • I'm Sorry Laras   Awal pertemuan

    Yuni menghela napas panjang, wajahnya penuh dengan rasa sedih. "Maryam mengusir ibumu, Nak. Dia mengatakan bahwa rumah itu sekarang adalah miliknya. Dia bahkan mencaci ibumu, menyebut Laras sebagai wanita yang tidak tahu diri, meski ibumu yang sudah menyelamatkannya dari kehancuran dulu."Indira tidak bisa menahan air matanya lagi. Tubuhnya bergetar menahan kemarahan dan kesedihan yang bercampur aduk. "Bagaimana mungkin... bagaimana mungkin ada orang sekejam itu? Ibu saya sudah melakukan banyak hal untuknya. Kenapa dia membalasnya dengan cara seperti itu?"Yuni mengusap bahu Indira dengan lembut. " itu karena Maryam sudah dibutakan oleh rasa iri dan dendam, Nak. Dia merasa kalau ibumu terlalu sempurna, bisa mendapatkan segalanya yang tidak pernah bisa dia miliki. Ketika ibumu jatuh, Maryam lah yang paling merasa puas. Dia ingin memastikan Laras selalu menderita."Indira menggenggam tangan Yuni erat, air matanya terus mengalir. "Lalu, bagaimana ibu saya bisa bertahan selama ini, Nek? A

  • I'm Sorry Laras   Secercah Harapan

    Indira duduk di dalam mobil, wajahnya masih menampilkan ekspresi penuh tekad meski hatinya diliputi kegalauan. Lamunannya buyar saat mendengar ketukan lembut di jendela mobil. Dengan alis yang berkerut, ia menoleh ke arah suara dan melihat seorang wanita tua berdiri di luar, wajahnya tampak penuh kerutan namun memancarkan kehangatan."Dewi, bukakan pintunya," ucap Indira singkat. Dewi segera keluar dan membuka pintu bagi wanita tua itu."Maaf, Nak, kalau nenek mengganggu," kata wanita itu dengan suara lirih. "Tadi nenek tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian dengan Maryam. Apakah benar kamu anaknya Laras yang selama ini hilang?"Indira terperangah mendengar nama ibunya disebut. Matanya melebar, sementara hatinya melonjak dengan harapan. "Iya, Nek, saya Indira. Apakah nenek kenal dengan ibu saya?"Wanita itu tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Nama nenek Yuni. Tentu saja nenek kenal ibumu. Bahkan, nenek sangat mengenalnya."Indira dan Dewi saling berpandangan, tatapan mereka dipenuh

  • I'm Sorry Laras   Sandiwara Maryam dan Desi

    Maryam meneguk ludah, tahu ini saatnya memberikan pukulan terakhir. “Dia sudah mati,” ucapnya cepat, suaranya datar, seperti menusukkan belati dingin ke hati Indira.Indira tertegun. Ia mundur selangkah, tubuhnya kehilangan keseimbangan, hampir terjatuh. Syukurlah asistennya dengan sigap menangkap tubuhnya, memegangi bahunya agar ia tidak terjatuh ke tanah.“Apa... apa yang Ibu katakan?” bisik Indira dengan suara parau, hampir tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. “Ibu saya... sudah meninggal?”"Iya, dia sudah meninggal 10 tahun lalu," ucap Maryam, suaranya dingin dan penuh keyakinan, meski ada gemetar halus yang berusaha disembunyikannya. Senyum licik terselip di sudut bibirnya, namun dengan cepat ia berusaha menyamarkannya.Indira membeku. Kata-kata Maryam seperti petir yang menyambar di siang bolong. "Tidak... ini tidak mungkin... Ibu saya tidak mungkin meninggal!" suaranya pecah, tubuhnya limbung seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tangannya gemetar, mencengkeram e

  • I'm Sorry Laras   Mencari keberadaan Laras

    Indira, di usianya yang masih muda, adalah pendiri dan CEO dari brand skincare terkenal bernama "Lumea Glow", yang telah merevolusi dunia kecantikan. Lumea Glow bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di pasar internasional, dengan produk-produk unggulannya yang fokus pada bahan alami dan ramah lingkungan. Mulai dari serum wajah, pelembap, hingga masker premium, semua produk buatannya menjadi incaran banyak selebriti dan influencer terkenal.Kesuksesan Indira bukan datang secara instan. Di balik kemewahan dan prestasinya, tersimpan kisah perjuangan dan kerja keras. Setelah meninggalkan masa kecilnya yang penuh luka, ia tumbuh menjadi gadis yang gigih. Ia memulai Lumea Glow ketika masih berusia 18 tahun, hanya bermodalkan pengetahuan skincare yang ia pelajari secara otodidak, tekad yang besar, dan sedikit modal hasil beasiswa kuliahnya di bidang bisnis.Kini, Lumea Glow memiliki lebih dari 30 cabang offline di seluruh Indonesia, serta ribuan mitra reseller yang tersebar hingga ke

  • I'm Sorry Laras   15 tahun kemudian

    Ratna mendesah, matanya melirik Damar dengan kesal. "Itu tidak penting! Seharusnya kamu fokus pada siapa yang ada di foto itu bersama Laras," ucapnya, nadanya tajam.Damar mengalihkan pandangannya ke foto itu lagi. Matanya membelalak lebih lebar ketika menyadari siapa pria yang berdiri di samping Laras. "Ini... Faris? Apa yang dia lakukan bersama Laras?" tanyanya dengan nada penuh kebingungan.Ratna langsung memukul lengan anaknya dengan geram. "Damar! Jangan pura-pura pikun! Faris itu kan selingkuhannya Laras. Apa kamu lupa?" teriak Ratna.Damar mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan ibunya. "Iya, Bu... Tapi kenapa dia ada bersama Laras di sana? Apa yang mereka lakukan?"Ratna mendengus kesal. "Tentu saja sekarang mereka bebas bisa bersama setelah kamu menceraikan Laras. Kamu itu terlalu bodoh, Damar. Semenjak Laras mengkhianatimu, kamu jadi kehilangan akal!" ucap Ratna dengan nada tinggi.Ucapan itu seperti menusuk Damar. Ia merasakan amarahnya kembali membara. Perasaan cemburu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status