Rakha menghela napas gusar, Leon yang melihat itu langsung berdecap kesal.
"Si Gilang mana sih? Ninggalin kita di apart seenaknya sekarang malah telat ke kantin, gue congkel matanya baru tau rasa!"
Rakha mengangkat garpu yang dia pegang, kini giliran Leon yang menghela napas.
"Serem lu njerr! Mentang-mentang ketahuan anu sama Nisa jadi gini,” sindir Leon.
"Ck diem lu, jangan tambahin mood gue jadi buruk!" ujar Rakha tak santai.
Rakha memang baru saja dilabrak oleh Lisa karena kepergok bermesraan dengan kembarannya Nisa di belakang sekolah. Jika diperhatikan lebih jeli, tingkat ke playboyan Rakha memang tidak tenar, tapi dia satu-satunya orang dari kedua sahabatnya yang sudah pernah berhubungan sangat jauh dengan pacarnya. Jadi dia lebih berpengalaman dibandingkan Gilang. Jika dia mau dia bisa menjadi buaya tenar seperti Gilang Kertarajasa.
"Shit! Lo bisa gak sih gak ikutin gue Gilang peak!"
"Lo bisa gak manggil nama gue gak pake embel-embel peak?!"
Rakha dan Leon beralih memperhatikan dua manusia yang tengah berdebat. Mereka Gilang dan Ran.
"Apa itu mangsa baru Gilang?" tanya Leon.
"Cantik njer, tapi kok gue baru lihat ya?" Rakha berpikir keras.
"Panggil sono si IQ Jongkok,” Suruh Leon.
"OYY PLAYBOY IQ JONGKOK! SINI LU!" Tanpa berbasa-basi Rakha berteriak membuat seisi kantin melihat k earahnya dengan tatapan sinis karena merasa terganggu.
Gilang yang merasa terpanggil menoleh dan mendapati Rakha dan Leon yang menatapnya bak melihat mangsa lezat.
"IQ jongkok?" desis Ran, dia melihat Rakha dan Gilang bergantian, lantas ia mengerti siapa yang dimaksud oleh Rakha.
"Iya lu, Gilang Kertarajasa anaknya Dedy Kertarajasa yang sering ngelawak itu!" teriak Leon, sengaja mempermalukan Gilang.
Gilang menggeram merasa dipermalukan. Ran melihat name tag yang dikenakan oleh Gilang tertulis nama lengkap pria itu, Gilang Kertarajasa. Dia baru fakta besar sekarang.
"Jadi playboy dengan IQ jongkok itu lu! Astogeee pas banget masa! Hahahaha!" Ran benar-benar tertawa lepas.
Gilang langsung membekap mulut Ran.
"Mphhh!" Ran menggeliat.
"Diem lu atau gue habisi lo di sini, kali ini di bibir!" ancam Gilang dengan berbisik.
Ran melepaskan tangan Gilang dengan paksa. “Coba ae kalo lo berani. Dasar playboy IQ jongkok.”
"Lu nantang?" ujar Gilang.
"Iya, emang kenapa? Lu kira gue takut gitu sama anak kecil kayak lo? Paling juga nempel langsung mundur,” cerocos Ran, dia menginjak kaki Gilang lalu pergi.
"Oy, awas lu!" teriak Gilang.
Sebelum benar-benar pergi Ran menjulurkan lidahnya.
"Gak sadar apa dia juga masih kecil,” desis Gilang, tanpa terasa dia tersenyum seraya terus memperhatikan kepergian cewek aneh itu.
Rakha berdecap sebal saat Gilang dengan santai duduk di depannya. Gilang mengumpat cewek bernama Ran itu.
"Heh, lu ninggalin kita kenapa, hah?" tanya Rakha.
"Gegara tuh cewek,” ungkap Gilang, dia memesan bakso dan es teh manis.
“Kok bisa?” Rakha kembali bertanya.
“Gue ketemu dia di depan rumah,” jawab Gilang tidak berniat berbohong sama sekali. Dia selalu jujur dengan kedua sahabatnya.
"Kok tuh cewek bisa di tempat lu?" tanya Leon.
"Dia tinggal di sana, ini kesempatan gue buat bales perlakuan dia kemarin!" Gilang mengepalkan tangannya di udara.
Rakha menatap Leon, mencoba bertanya dengan isyarat mata. Leon langsung mengedikan bahu.
"Gue bakalan bales tuh cewek, bekap mulutnya biar gak nyerocos lagi, jewer balik kupingnya itu! Iya gue harus bales dendam! Tunggu pembalasan cogan, hahaha!"
Rakha dan Leon bergidik ngeri, merasa sahabatnya ini sudah gila.
"Kalian kok diem aja sih! Dukung gue kek!" seru Gilang berapi-api.
"Emang lo mau nyaleg di mana, Lang?" tanya Leon dengan tampilan wajah tanpa dosa itu.
"Jadi presiden baru? Yang ada semua cewek lu embat kita kagak kebagian,” ujar Rakha, dia terkekeh.
Leon tertawa mendengar penuturan Rakha, terlebih Gilang yang kini mengerucutkan bibirnya pertanda dia jengkel karena tidak mendapat dukungan.
"Kasih gue waktu sebulan untuk buat Ran tergila-gila sama gue." Gilang menatap Leon dan Rakha penuh yakin.
Kedua pria itu meringis mendengar penuturan Gilang yang penuh tekad.
“Kalo gagal?” Rakha menantang, dia merasa kejadiannya akan seru jika begini caranya. Dia menyukai tantangan.
“Gue traktir lo makan—”
“Ogah, gue orang kaya,” saut Rakha dan Leon kompak.
Sombong!
Gilang menatap sinis dua orang di depannya. “Iya tahu gue ....”
“Kalo lo gak bisa, lo harus berhenti mainin cewek selama sebulan. Lo harus tutup rapat-rapat insting buaya lo,” kata Leon.
Tumben pintar! Itu kalimat yang ada dalam pikiran dua pria ini.
“Setuju! Kalo gue kalah berhenti panggil gue IQ Jongkok.”
“Oke.” Leon dan Rakha berucap serempak.
Sejak hari itu Ran menjadi sasaran baru untuk Gilang menguji kemampuannya.
Hari ke sepuluh Ran bersekolah dia mulai mengerti pelajaran walau belum sepenuhnya. Itulah untungnya jika dulu dia selalu berprestasi di sekolah. Dan sepuluh hari ini juga dia harus berhadapan dengan cowok bernama Gilang Kertarajasa. Di sekolah dia harus beradu mulut sebelum masuk kelas, dan saat keluar kelas pun sama. Dan sekarang, saat dia kembali ke kediamannya, sama saja, karena ternyata Gilang adalah tetangganya, apartemen mereka hanya berjarak satu kamar.Lalu saat dia hendak menaiki lift ada pria itu juga. Tuhan memang selalu ingin mengujinya!"Ck, lu bisa gak sih gak nyampah di depan mata gue? Bosen gue lihat lo lagi lo lagi!" Ran mencengkeram rok saking frustrasinya.Gilang melakukan kebiasaannya, yaitu memainkan kunci mobil. Dia tersenyum sinis, lalu ia berjalan memasuki lift, mendahului cewek yang sudah mengajaknya adu mulut.Ran melihat arloji di tangannya, lalu dia juga ikut memasuki lift. Dia ingin segera berbaring di kamar dan mengerjakan s
"KALIAN NGAPAIN?!"Perempuan dengan rambut dicepol ke atas ini melongo, terlebih lagi melihat dua orang yang beraksi di lift tidak terpengaruh dengan teriakannya.Gilang tetap melanjutkan aksinya, dia sudah berhasil membawa Ran larut dalam permainannya. Ran melingkarkan tangannya di leher Gilang, membalas setiap permainan Gilang."OOY! STOP NAPAH! GUE JUGA JADI MAU, ASTOGE!"Tetap saja kedua orang itu tidak terpengaruh. Hebat bukan? Mereka tak tahu malu."Ran!"Ya dia tahu siapa Ran, karena dia adalah Ecca sahabatnya. Dia tidak menyangka saat ingin menaiki lift melihat sahabatnya tengah melakukan hal tidak baik dengan lelki berseragam SMA. Apa Ran waras? Dia tidak sadar akan statusnya sekarang?Gilang maupun Ran mulai kehabisan napas, lalu keduanya menghentikan aksi mereka.Ecca menatap kedua makhluk itu datar, dia memasuki lift dan menekan lantai tujuannya."Udah?" tanya Ecca dengan nada putus asa.Ran masih berp
PLAKK!Gilang meringis karena Ecca menamparnya."Apa-apaan sih lo?” ujar Gilang."Sekali lagi lo ngelecehin adek gue, gue bukan cuma nampar dan banting lo ke lantai, tapi dari roftop sampe aspal!" Ecca berkecak pinggang.Gilang menatap Ecca tak kalah menantang. Dia tidak ada takut-takutnya.Ran cekikikan sendiri. Lalu Ecca menarik rambut perempuan itu."Eccaaaa!""Diem lu curut! Lu juga, kalo gue pergokin lu gituan lagi, gue potong uang jajan lu!" Ecca bersandiwara, dalam hati dia bersorak senang karena berhasil menganiaya sahabatnya.Ran menyipitkan mata.'Uang jajan dari hongkong! Yang ada dia yang minjem ke gue,' batin Ran."Eh lu anak SMA, keluar sono!" usir Ecca.Gilang berdecak, dia menatap Ran lalu menjulurkan lidahnya. Lantas ia keluar dari rumah dua adik kakak gadungan itu.PLETAK!Ran menjitak kepala Ecca. "Balesan karena lo ngejambak rambut gue.”Ecca mendengus, l
SMA Antariksa terkenal dengan muridnya yang mencapai berbagai macam prestasi. Walau di dalamnya masih banyak murid yang memiliki IQ jongkok. Contohnya saja Gilang Kertarajasa. Lelaki berperawakan tinggi dengan tubuh kurus ini hanya peduli pada satu prestasi. Ya prestasinya di sekolah hanya satu yang saat ini sedang dia lakukan."Kita putus.”Gadis berambut pendek bername tag Emma ini membelalakkan mata."Pu–tus? Ta–pi kita baru pacaran dua hari.”"Jelas, 'kan? Kita putus, gue gak suka lama-lama pacaran,” ujar Gilang dengan ekspresi datar.Wajah Emma tampak mengerut, dia benar-benar marah saat ini."Jadi ternyata bener ya! Lo itu tukang mainin cewek! Lu–""Emang iya.” Gilang menjawab dengan lugas.Emma yang mendengar itu terdiam sesaat. Lelaki tampan di hadapannya benar-benar tidak tahu malu. Lalu lelaki itu tersenyum seakan menunjukan kemenangan yang begitu kentara."Dasar gak ta
Satu bulan yang lalu ...Ran menyusuri koridor rumah sakit dengan panik, saat menemukan kamar rawat yang ia tuju langkahnya terhenti dan dia membuka pintu secara perlahan."Hiks, Gaur. bangun please, kakak gak mau lihat kamu kayak gini, kamu harus bangun, kamu satu-satunya keluarga yang kakak punya, hiks ....”"Din.” Ran memanggil.Dinda menoleh lalu memeluk Ran sahabatnya. Ecca juga sudah ada di sana, dia sudah menangis. Dan ada seorang gadis terbaring lemah di brankar dengan alat-alat medis menempel di tubuhnya.Dokter mempersilakan keluarga pasien keluar, dan di sinilah mereka, di ruang tunggu dengan Dinda yang masih terpukul melihat keadaan adiknya."Gaurine koma, gue takut,” lirih Dinda."Kita doakan yang terbaik buat Gaurine,” ujar Ran."Btw, kok bisa gini sih, Din?" tanya Ecca.Dinda menghapus air matanya. Lalu mulai menceritakan duduk masalahnya di mana yang membuat adiknya seperti sekarang."Gaurine
Suami Dinda datang, sebenarnya dia sudah mendengar semuanya."Gue mohon sama lo, Ran, jadi Gaurine untuk sementara waktu,” ujar suami Dinda—Rafhan.Wanita ini membelalakkan matanya dia tidak menyangka Rafhan akan mengatakan ini."Papan kayu. Lo setuju juga?” Dinda terharu."Dia juga adik gue, please! Lo belum kerjakan Ran, gue bakalan penuhin semua kebutuhan lo selama lo jadi Gaurine. Gue mohon, berapa pun yang lo minta gue bakalan kasih.” Rafhan menatap Ran penuh harap."Ayolah Ran!" Ecca ikut-ikutan.Ran masih menggelengkan kepala, dia tidak menginginkan ini."Please ....” Rafhan dan Dinda memohon bahkan hendak bersujud tapi Ran berdiri lalu menjauh."Okee! Tapi please jangan kayak gitu! Jangan mohon-mohon kayak gitu!" sentak Ran kesal.Dia paling lemah dengan hal yang seperti ini.Rafhan dan Dinda sangat senang, begitu juga dengan Ecca, ternyata cerita gilanya bisa me
Ran sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah barunya. Dengan langkah malas dia menghampiri meja makan."Ecca kebo banget sih, mentang-mentang sibuk kuliah,” gerutu Ran, dia bangkit lalu mengambil buah apel di kulkas dan langsung menggigitnya.Apartemen yang baru Ia tinggali lima bulan ini memang cukup luas, ini adalah apartemen yang orang tuanya berikan sebagai kado pernikahannya. Akan tetapi sejak menikah dia dan Dio lebih memilih tinggal di rumah kecil yang sudah mereka beli dan untuk sekarang apartemen ini sangat berguna, terlebih apartemen ini atas namanya."Semangat Ran. Ini demi sahabat lo.” Ran menyemangati diri sendiri untuk hari ini.Ran menghabiskan buah apel lalu dia mengenakan sepatu berwarna hitam lengkap dengan kaus kaki putih. Dia mengenakan ransel dan langsung keluar dan menutup pintu. Dia berharap harinya akan lebih ringan sekarang, dia akan fokus menjalani perannya sebagai Gaurine dan menyingkirkan segala hal yang membuat har