PLAKK!
Gilang meringis karena Ecca menamparnya.
"Apa-apaan sih lo?” ujar Gilang.
"Sekali lagi lo ngelecehin adek gue, gue bukan cuma nampar dan banting lo ke lantai, tapi dari roftop sampe aspal!" Ecca berkecak pinggang.
Gilang menatap Ecca tak kalah menantang. Dia tidak ada takut-takutnya.
Ran cekikikan sendiri. Lalu Ecca menarik rambut perempuan itu.
"Eccaaaa!"
"Diem lu curut! Lu juga, kalo gue pergokin lu gituan lagi, gue potong uang jajan lu!" Ecca bersandiwara, dalam hati dia bersorak senang karena berhasil menganiaya sahabatnya.
Ran menyipitkan mata.
'Uang jajan dari hongkong! Yang ada dia yang minjem ke gue,' batin Ran.
"Eh lu anak SMA, keluar sono!" usir Ecca.
Gilang berdecak, dia menatap Ran lalu menjulurkan lidahnya. Lantas ia keluar dari rumah dua adik kakak gadungan itu.
PLETAK!
Ran menjitak kepala Ecca. "Balesan karena lo ngejambak rambut gue.”
Ecca mendengus, lalu dia duduk di sofa dan menyalakan televisi.
"Jadi, dia siapa lo?" Ecca cengar-cengir mengingat kejadian di lift.
Ran ikut duduk, lalu ia mengambil alih remote dan melihat ftv.
"Ck, udah hampir selesai acaranya!" dengus Ran.
"Hidup lo penuh drama banget njeerr, ntar juga tuh ftv diulang lagi,” ujar Ecca.
"Serah, mood gue ancur gegara si Gilang,” ucap Ran.
"Gimana rasanya?" tanya Ecca.
"Apa?" tanya Ran.
"Yang di lift,” ujar Ecca.
"Lembek,” jawab Ran.
"TerusRangoda Ecca.
"Lumayan juga.” Ran menghela napas, dia tetap menjawab pertanyaan absurd sahabatnya.
"Lo nikmatin tadi, ngaku ae,” tuding Ecca, lalu terbahak-bahaj.
"Ck, gue dilecehin lu malah ketawa, sahabat macam apa sih?" ucap Ran.
"Ya lo nikmatin sih, gimana gue mau marah coba? Btw, enakan mana sama Dio mantan lo?" ujar Ecca.
"Ya Gil—eh apaan sih lo!" teriak Ran, dia hampir mengakui Gilang lebih hebat dari mantan suaminya.
"Hahaha! Gilang ya? Asotogeee cabat kuhh suka ama berondongggg!" Ledek Ecca.
Ran mengambil ranselnya dan menimpuki Ecca. Perempuan itu tetap lanjut meledek sahabatnya seraya terus tertawa.
***
Gilang baru saja keluar dari kamar mandi, dia sudah mengenakan baju santai. Dia tidak punya rencana untuk pergi untuk sekarang. Terlebih dua pacarnya mulai membuatnya bosan.
Tring! Tring!
Gilang melihat ponsel seraya mengeringkan rambutnya yang basah. Dia mendengus dan mengabaikan pesan dari pacar-pacarnya.
Tring! Tring!
Gilang membiarkan saja notifikasi itu, lantas ia menggantung handuknya dengan rapi dan keluar dari kamar. Dia mendatangi kulkas dan mengambil spageti instan, dia memanaskannya dan menunggu.
"Lucu juga itu cewek,” gumam Gilang.
Gilang mengingat Ran. Perempuan yang membuatnya penasaran. Walau sudah berhasil mendapatkan sedikit dari perempuan itu, Gilang masih penasaran. Tidak biasanya Gilang sepenasaran ini terhadap perempuan, terlebih perempuan aneh seperti Ran.
Gilang menuangkan spageti ke piring, mematikan kompor gas, dia mulai mengaduk spageti dengan bumbunya. Lantas melahapnya.
Memakan makanan instan memang sudah menjadi kebiasaannya. Jauh dari keluarga membuatnya terbiasa, ayahnya yang sibuk dengan bisnis membuatnya memilih tinggal di apartemen. Padahal rumahnya tak jauh dari sini.
Terlebih orang tuanya sudah bercerai sejak dia masih dibangku sekolah dasar. Mungkin itu juga penyebab lain yang membuatnya menjadi Playboy seperti sekarang. Apa itu semacam trauma? Atau hanya sebagai modus pemberontakan anak muda? Yang pasti Gilang seperti ini bukan hanya karena hormon remaja,tapi karena kejadian masa lalu yang menurutnya pahit.
SMA Antariksa terkenal dengan muridnya yang mencapai berbagai macam prestasi. Walau di dalamnya masih banyak murid yang memiliki IQ jongkok. Contohnya saja Gilang Kertarajasa. Lelaki berperawakan tinggi dengan tubuh kurus ini hanya peduli pada satu prestasi. Ya prestasinya di sekolah hanya satu yang saat ini sedang dia lakukan."Kita putus.”Gadis berambut pendek bername tag Emma ini membelalakkan mata."Pu–tus? Ta–pi kita baru pacaran dua hari.”"Jelas, 'kan? Kita putus, gue gak suka lama-lama pacaran,” ujar Gilang dengan ekspresi datar.Wajah Emma tampak mengerut, dia benar-benar marah saat ini."Jadi ternyata bener ya! Lo itu tukang mainin cewek! Lu–""Emang iya.” Gilang menjawab dengan lugas.Emma yang mendengar itu terdiam sesaat. Lelaki tampan di hadapannya benar-benar tidak tahu malu. Lalu lelaki itu tersenyum seakan menunjukan kemenangan yang begitu kentara."Dasar gak ta
Satu bulan yang lalu ...Ran menyusuri koridor rumah sakit dengan panik, saat menemukan kamar rawat yang ia tuju langkahnya terhenti dan dia membuka pintu secara perlahan."Hiks, Gaur. bangun please, kakak gak mau lihat kamu kayak gini, kamu harus bangun, kamu satu-satunya keluarga yang kakak punya, hiks ....”"Din.” Ran memanggil.Dinda menoleh lalu memeluk Ran sahabatnya. Ecca juga sudah ada di sana, dia sudah menangis. Dan ada seorang gadis terbaring lemah di brankar dengan alat-alat medis menempel di tubuhnya.Dokter mempersilakan keluarga pasien keluar, dan di sinilah mereka, di ruang tunggu dengan Dinda yang masih terpukul melihat keadaan adiknya."Gaurine koma, gue takut,” lirih Dinda."Kita doakan yang terbaik buat Gaurine,” ujar Ran."Btw, kok bisa gini sih, Din?" tanya Ecca.Dinda menghapus air matanya. Lalu mulai menceritakan duduk masalahnya di mana yang membuat adiknya seperti sekarang."Gaurine
Suami Dinda datang, sebenarnya dia sudah mendengar semuanya."Gue mohon sama lo, Ran, jadi Gaurine untuk sementara waktu,” ujar suami Dinda—Rafhan.Wanita ini membelalakkan matanya dia tidak menyangka Rafhan akan mengatakan ini."Papan kayu. Lo setuju juga?” Dinda terharu."Dia juga adik gue, please! Lo belum kerjakan Ran, gue bakalan penuhin semua kebutuhan lo selama lo jadi Gaurine. Gue mohon, berapa pun yang lo minta gue bakalan kasih.” Rafhan menatap Ran penuh harap."Ayolah Ran!" Ecca ikut-ikutan.Ran masih menggelengkan kepala, dia tidak menginginkan ini."Please ....” Rafhan dan Dinda memohon bahkan hendak bersujud tapi Ran berdiri lalu menjauh."Okee! Tapi please jangan kayak gitu! Jangan mohon-mohon kayak gitu!" sentak Ran kesal.Dia paling lemah dengan hal yang seperti ini.Rafhan dan Dinda sangat senang, begitu juga dengan Ecca, ternyata cerita gilanya bisa me
Ran sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah barunya. Dengan langkah malas dia menghampiri meja makan."Ecca kebo banget sih, mentang-mentang sibuk kuliah,” gerutu Ran, dia bangkit lalu mengambil buah apel di kulkas dan langsung menggigitnya.Apartemen yang baru Ia tinggali lima bulan ini memang cukup luas, ini adalah apartemen yang orang tuanya berikan sebagai kado pernikahannya. Akan tetapi sejak menikah dia dan Dio lebih memilih tinggal di rumah kecil yang sudah mereka beli dan untuk sekarang apartemen ini sangat berguna, terlebih apartemen ini atas namanya."Semangat Ran. Ini demi sahabat lo.” Ran menyemangati diri sendiri untuk hari ini.Ran menghabiskan buah apel lalu dia mengenakan sepatu berwarna hitam lengkap dengan kaus kaki putih. Dia mengenakan ransel dan langsung keluar dan menutup pintu. Dia berharap harinya akan lebih ringan sekarang, dia akan fokus menjalani perannya sebagai Gaurine dan menyingkirkan segala hal yang membuat har
Rakha menghela napas gusar, Leon yang melihat itu langsung berdecap kesal."Si Gilang mana sih? Ninggalin kita di apart seenaknya sekarang malah telat ke kantin, gue congkel matanya baru tau rasa!"Rakha mengangkat garpu yang dia pegang, kini giliran Leon yang menghela napas."Serem lu njerr! Mentang-mentang ketahuan anu sama Nisa jadi gini,” sindir Leon."Ck diem lu, jangan tambahin mood gue jadi buruk!" ujar Rakha tak santai.Rakha memang baru saja dilabrak oleh Lisa karena kepergok bermesraan dengan kembarannya Nisa di belakang sekolah. Jika diperhatikan lebih jeli, tingkat ke playboyan Rakha memang tidak tenar, tapi dia satu-satunya orang dari kedua sahabatnya yang sudah pernah berhubungan sangat jauh dengan pacarnya. Jadi dia lebih berpengalaman dibandingkan Gilang. Jika dia mau dia bisa menjadi buaya tenar seperti Gilang Kertarajasa."Shit! Lo bisa gak sih gak ikutin gue Gilang peak!""Lo bisa gak manggil nama gue gak pake
Hari ke sepuluh Ran bersekolah dia mulai mengerti pelajaran walau belum sepenuhnya. Itulah untungnya jika dulu dia selalu berprestasi di sekolah. Dan sepuluh hari ini juga dia harus berhadapan dengan cowok bernama Gilang Kertarajasa. Di sekolah dia harus beradu mulut sebelum masuk kelas, dan saat keluar kelas pun sama. Dan sekarang, saat dia kembali ke kediamannya, sama saja, karena ternyata Gilang adalah tetangganya, apartemen mereka hanya berjarak satu kamar.Lalu saat dia hendak menaiki lift ada pria itu juga. Tuhan memang selalu ingin mengujinya!"Ck, lu bisa gak sih gak nyampah di depan mata gue? Bosen gue lihat lo lagi lo lagi!" Ran mencengkeram rok saking frustrasinya.Gilang melakukan kebiasaannya, yaitu memainkan kunci mobil. Dia tersenyum sinis, lalu ia berjalan memasuki lift, mendahului cewek yang sudah mengajaknya adu mulut.Ran melihat arloji di tangannya, lalu dia juga ikut memasuki lift. Dia ingin segera berbaring di kamar dan mengerjakan s
"KALIAN NGAPAIN?!"Perempuan dengan rambut dicepol ke atas ini melongo, terlebih lagi melihat dua orang yang beraksi di lift tidak terpengaruh dengan teriakannya.Gilang tetap melanjutkan aksinya, dia sudah berhasil membawa Ran larut dalam permainannya. Ran melingkarkan tangannya di leher Gilang, membalas setiap permainan Gilang."OOY! STOP NAPAH! GUE JUGA JADI MAU, ASTOGE!"Tetap saja kedua orang itu tidak terpengaruh. Hebat bukan? Mereka tak tahu malu."Ran!"Ya dia tahu siapa Ran, karena dia adalah Ecca sahabatnya. Dia tidak menyangka saat ingin menaiki lift melihat sahabatnya tengah melakukan hal tidak baik dengan lelki berseragam SMA. Apa Ran waras? Dia tidak sadar akan statusnya sekarang?Gilang maupun Ran mulai kehabisan napas, lalu keduanya menghentikan aksi mereka.Ecca menatap kedua makhluk itu datar, dia memasuki lift dan menekan lantai tujuannya."Udah?" tanya Ecca dengan nada putus asa.Ran masih berp