Satu bulan yang lalu ...
Ran menyusuri koridor rumah sakit dengan panik, saat menemukan kamar rawat yang ia tuju langkahnya terhenti dan dia membuka pintu secara perlahan.
"Hiks, Gaur. bangun please, kakak gak mau lihat kamu kayak gini, kamu harus bangun, kamu satu-satunya keluarga yang kakak punya, hiks ....”"Din.” Ran memanggil.Dinda menoleh lalu memeluk Ran sahabatnya. Ecca juga sudah ada di sana, dia sudah menangis. Dan ada seorang gadis terbaring lemah di brankar dengan alat-alat medis menempel di tubuhnya.Dokter mempersilakan keluarga pasien keluar, dan di sinilah mereka, di ruang tunggu dengan Dinda yang masih terpukul melihat keadaan adiknya."Gaurine koma, gue takut,” lirih Dinda."Kita doakan yang terbaik buat Gaurine,” ujar Ran."Btw, kok bisa gini sih, Din?" tanya Ecca.Dinda menghapus air matanya. Lalu mulai menceritakan duduk masalahnya di mana yang membuat adiknya seperti sekarang."Gaurine seneng banget bisa masuk ke SMA Antariksa, bahkan tanpa kesulitan sama sekali, dia tes online, ngirim data diri dan pas tesnya keluar dia langsung ke terima. Tapi dia belum menuhin satu syarat, dia lupa ngirim foto dia.”Ecca mengernyit merasa sahabatnya itu ngawur. Tapi Ran serius mendengarkan."Dia lupa kalo dia belum siapin foto, dia dateng ke studio foto, terus pas pulangnya dia ditabrak lari sama truk, hiks! Bahkan dia baru sampe di Jakarta empat hari lalu, cuma demi pindah ke sekolahan itu.” Dinda menangis sejadi-jadinya.Ran mengelus pundak sahabatnya."Tapi, tapi sekarang pas udah ke terima dianya gak bisa dateng, padahal ini keinginan dia sejak lama, hiks! Gue bego jadi kakak, seharusnya gue gak sibuk ngurusin suami gue, seharusnya gue anter adik gue, hiks!""Udah jangan nangis, Gaurine pasti sedih kalo lihat kakaknya kayak gini,” ujar Ran.Ecca menunduk, entah kenapa terbesit ide di kepalanya."Gue pernah nonton drakor, anak SMA yang gak bisa masuk sekolah digantiin sama gadis umur dua puluh satu tahun, dia pura-pura jadi anak SMA dan nemu jodoh,” ujar Ecca, dia mulai dengan dunia halusinasinya di saat situasi seperti ini.Ran sangat geram, dia menatap tajam Ecca dan siap menyembur sahabatnya itu dengan kata-kata pedas andalannya."Dasar bego! Lu pikir ini drakor! Ini asli Ecca bego! Kita lagi sedih lu malah becanda! Dasar begooo!" ujar Ran lalu mengacak-acak rambut Ecca.Dinda terdiam, membiarkan dua orang itu bertengkar, tak peduli dengan orang-orang sekitar yang terlihat risi.Dinda mengambil ponsel, membuka galeri dan melihat foto adiknya Gaurine yang di potret dari belakang. Lalu ditatap olehnya Ecca dan Ran."Ran!" panggil Dinda, ia menyeka air matanya.Ran menghentikan aksinya dan kembali jinak seperti semula."Gue punya ide, gimana kalo lo yang pura-pura jadi Gaurine sampe dia bangun dari koma.”Seperti ada ribuan batu bata menimpa tubuh seorang Ran Cecillia, tubuhnya langsung kaku, mulutnya mangap, merasa tak sangka Dinda sahabatnya paling cerdas berkata demikian."Nama lo Ran Cecilia, nama adek gue Ran Gaurine, dan kalo dilihat dari belakang kalian sama.” Dinda mengatakannya dengan semangat penuh.Sedangkan Ran hanya bisa menatapnya dengan tatapan kosong. Merasa virus bodoh yang disebarkan Ecca menular pada Dinda yang pintar.“So, lo bisa gantiin dia. Lagian lo juga belum kerja lagikan.”Dinda sangat antusias mengingat semua ini demi adiknya, dia ingin melakukan cara apa pun agar saat Gaurine bangun dia masih bisa menggapai mimpinya yang tertunda."No!" Ran menyilangkan kedua tangannya menolak dengan tegas ide gila dari kedua sahabatnya ini.Ecca dan Dinda terlihat sedih, Ecca juga ikut-ikutan, dia itu memang penghasut andalin"Muka gue sama Gaurine itu beda, umur kita juga beda, dan bedanya lagi dia masih muda gue udah janda,” kata Ran."Janda muda," tutur Ecca dan Dinda kompak.Ran memutar kedua bola matanya malas. Dua orang ini sudah gila baginya."Pokoknya gue gak mau, kalo ketahuan gue bisa ancur guys! Dan lagi, kalo Gaurine sadar dan kalian cerita yang sebenernya terjadi apa sekolah bisa nerima? Gue yakin enggak, yang ada kita dituntut,” ujar Ran realistis.Dinda diam, tapi dia tidak mau perjuangan adiknya sia-sia.“Dan lagi apa salahnya sekarang lo tinggal konfirmasi ke sekolah kalo Gaurine gak bisa masuk sekolah karena kecelakaan, mereka pasti akan ngerti,” jelas Ran kembali realistis.Di sini dia merasa dirinya yang paling waras. Sementara Ecca memang sudah bodoh dari jaman dahulu kala. Lalu Dinda—Ran tidak dapat menyalahkan wanita yang saat ini sedang kalang kabut itu.“Gak bisa, Ran. SMA Antariksa itu ketat, kalo satu orang gak bisa masuk dengan kondisi apa pun, akan digantikan murid lain. Banyak yang ngantri pindah ke sana.” Dinda menjelaskan peraturan kejam sekolah yang cukup terkenal itu.“Oh ya, sekarang ‘kan gak ada penerimaan siswa baru. Kok adek lo bisa masuk ke sana?” tanya Ecca.Ran berdecak kesal. “Setiap tahun SMA Antariksa akan menerima siswa pindahan dari sekolah lain. Itu jalur khusus dibilangnya.”Ecca mengangguk paham saat ini. Dia tidak pernah tahu ada hal seperti itu.“Ran, please ....” Dinda menatap Ran penuh permohonan.Wanita ini masih pada jawaban pertamanya. Dia tidak ingin menipu banyak orang. Hidupnya sudah hancur sejak lima bulan lalu, dia tidak mau menambah kehancurannya.Dinda menangis dan emraih tangan Ran. Llau dia berkata dengan nada lirih, “Gue mohon, Ran. Gue akan lakuin apa pun, apa yang lo minta akan gue kasih. Please bantu gue.”Shit! Ran tak akan mampu melihatnya.Suami Dinda datang, sebenarnya dia sudah mendengar semuanya."Gue mohon sama lo, Ran, jadi Gaurine untuk sementara waktu,” ujar suami Dinda—Rafhan.Wanita ini membelalakkan matanya dia tidak menyangka Rafhan akan mengatakan ini."Papan kayu. Lo setuju juga?” Dinda terharu."Dia juga adik gue, please! Lo belum kerjakan Ran, gue bakalan penuhin semua kebutuhan lo selama lo jadi Gaurine. Gue mohon, berapa pun yang lo minta gue bakalan kasih.” Rafhan menatap Ran penuh harap."Ayolah Ran!" Ecca ikut-ikutan.Ran masih menggelengkan kepala, dia tidak menginginkan ini."Please ....” Rafhan dan Dinda memohon bahkan hendak bersujud tapi Ran berdiri lalu menjauh."Okee! Tapi please jangan kayak gitu! Jangan mohon-mohon kayak gitu!" sentak Ran kesal.Dia paling lemah dengan hal yang seperti ini.Rafhan dan Dinda sangat senang, begitu juga dengan Ecca, ternyata cerita gilanya bisa me
Ran sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah barunya. Dengan langkah malas dia menghampiri meja makan."Ecca kebo banget sih, mentang-mentang sibuk kuliah,” gerutu Ran, dia bangkit lalu mengambil buah apel di kulkas dan langsung menggigitnya.Apartemen yang baru Ia tinggali lima bulan ini memang cukup luas, ini adalah apartemen yang orang tuanya berikan sebagai kado pernikahannya. Akan tetapi sejak menikah dia dan Dio lebih memilih tinggal di rumah kecil yang sudah mereka beli dan untuk sekarang apartemen ini sangat berguna, terlebih apartemen ini atas namanya."Semangat Ran. Ini demi sahabat lo.” Ran menyemangati diri sendiri untuk hari ini.Ran menghabiskan buah apel lalu dia mengenakan sepatu berwarna hitam lengkap dengan kaus kaki putih. Dia mengenakan ransel dan langsung keluar dan menutup pintu. Dia berharap harinya akan lebih ringan sekarang, dia akan fokus menjalani perannya sebagai Gaurine dan menyingkirkan segala hal yang membuat har
Rakha menghela napas gusar, Leon yang melihat itu langsung berdecap kesal."Si Gilang mana sih? Ninggalin kita di apart seenaknya sekarang malah telat ke kantin, gue congkel matanya baru tau rasa!"Rakha mengangkat garpu yang dia pegang, kini giliran Leon yang menghela napas."Serem lu njerr! Mentang-mentang ketahuan anu sama Nisa jadi gini,” sindir Leon."Ck diem lu, jangan tambahin mood gue jadi buruk!" ujar Rakha tak santai.Rakha memang baru saja dilabrak oleh Lisa karena kepergok bermesraan dengan kembarannya Nisa di belakang sekolah. Jika diperhatikan lebih jeli, tingkat ke playboyan Rakha memang tidak tenar, tapi dia satu-satunya orang dari kedua sahabatnya yang sudah pernah berhubungan sangat jauh dengan pacarnya. Jadi dia lebih berpengalaman dibandingkan Gilang. Jika dia mau dia bisa menjadi buaya tenar seperti Gilang Kertarajasa."Shit! Lo bisa gak sih gak ikutin gue Gilang peak!""Lo bisa gak manggil nama gue gak pake
Hari ke sepuluh Ran bersekolah dia mulai mengerti pelajaran walau belum sepenuhnya. Itulah untungnya jika dulu dia selalu berprestasi di sekolah. Dan sepuluh hari ini juga dia harus berhadapan dengan cowok bernama Gilang Kertarajasa. Di sekolah dia harus beradu mulut sebelum masuk kelas, dan saat keluar kelas pun sama. Dan sekarang, saat dia kembali ke kediamannya, sama saja, karena ternyata Gilang adalah tetangganya, apartemen mereka hanya berjarak satu kamar.Lalu saat dia hendak menaiki lift ada pria itu juga. Tuhan memang selalu ingin mengujinya!"Ck, lu bisa gak sih gak nyampah di depan mata gue? Bosen gue lihat lo lagi lo lagi!" Ran mencengkeram rok saking frustrasinya.Gilang melakukan kebiasaannya, yaitu memainkan kunci mobil. Dia tersenyum sinis, lalu ia berjalan memasuki lift, mendahului cewek yang sudah mengajaknya adu mulut.Ran melihat arloji di tangannya, lalu dia juga ikut memasuki lift. Dia ingin segera berbaring di kamar dan mengerjakan s
"KALIAN NGAPAIN?!"Perempuan dengan rambut dicepol ke atas ini melongo, terlebih lagi melihat dua orang yang beraksi di lift tidak terpengaruh dengan teriakannya.Gilang tetap melanjutkan aksinya, dia sudah berhasil membawa Ran larut dalam permainannya. Ran melingkarkan tangannya di leher Gilang, membalas setiap permainan Gilang."OOY! STOP NAPAH! GUE JUGA JADI MAU, ASTOGE!"Tetap saja kedua orang itu tidak terpengaruh. Hebat bukan? Mereka tak tahu malu."Ran!"Ya dia tahu siapa Ran, karena dia adalah Ecca sahabatnya. Dia tidak menyangka saat ingin menaiki lift melihat sahabatnya tengah melakukan hal tidak baik dengan lelki berseragam SMA. Apa Ran waras? Dia tidak sadar akan statusnya sekarang?Gilang maupun Ran mulai kehabisan napas, lalu keduanya menghentikan aksi mereka.Ecca menatap kedua makhluk itu datar, dia memasuki lift dan menekan lantai tujuannya."Udah?" tanya Ecca dengan nada putus asa.Ran masih berp
PLAKK!Gilang meringis karena Ecca menamparnya."Apa-apaan sih lo?” ujar Gilang."Sekali lagi lo ngelecehin adek gue, gue bukan cuma nampar dan banting lo ke lantai, tapi dari roftop sampe aspal!" Ecca berkecak pinggang.Gilang menatap Ecca tak kalah menantang. Dia tidak ada takut-takutnya.Ran cekikikan sendiri. Lalu Ecca menarik rambut perempuan itu."Eccaaaa!""Diem lu curut! Lu juga, kalo gue pergokin lu gituan lagi, gue potong uang jajan lu!" Ecca bersandiwara, dalam hati dia bersorak senang karena berhasil menganiaya sahabatnya.Ran menyipitkan mata.'Uang jajan dari hongkong! Yang ada dia yang minjem ke gue,' batin Ran."Eh lu anak SMA, keluar sono!" usir Ecca.Gilang berdecak, dia menatap Ran lalu menjulurkan lidahnya. Lantas ia keluar dari rumah dua adik kakak gadungan itu.PLETAK!Ran menjitak kepala Ecca. "Balesan karena lo ngejambak rambut gue.”Ecca mendengus, l
SMA Antariksa terkenal dengan muridnya yang mencapai berbagai macam prestasi. Walau di dalamnya masih banyak murid yang memiliki IQ jongkok. Contohnya saja Gilang Kertarajasa. Lelaki berperawakan tinggi dengan tubuh kurus ini hanya peduli pada satu prestasi. Ya prestasinya di sekolah hanya satu yang saat ini sedang dia lakukan."Kita putus.”Gadis berambut pendek bername tag Emma ini membelalakkan mata."Pu–tus? Ta–pi kita baru pacaran dua hari.”"Jelas, 'kan? Kita putus, gue gak suka lama-lama pacaran,” ujar Gilang dengan ekspresi datar.Wajah Emma tampak mengerut, dia benar-benar marah saat ini."Jadi ternyata bener ya! Lo itu tukang mainin cewek! Lu–""Emang iya.” Gilang menjawab dengan lugas.Emma yang mendengar itu terdiam sesaat. Lelaki tampan di hadapannya benar-benar tidak tahu malu. Lalu lelaki itu tersenyum seakan menunjukan kemenangan yang begitu kentara."Dasar gak ta