SMA Antariksa terkenal dengan muridnya yang mencapai berbagai macam prestasi. Walau di dalamnya masih banyak murid yang memiliki IQ jongkok. Contohnya saja Gilang Kertarajasa. Lelaki berperawakan tinggi dengan tubuh kurus ini hanya peduli pada satu prestasi. Ya prestasinya di sekolah hanya satu yang saat ini sedang dia lakukan.
"Kita putus.”
Gadis berambut pendek bername tag Emma ini membelalakkan mata.
"Pu–tus? Ta–pi kita baru pacaran dua hari.”
"Jelas, 'kan? Kita putus, gue gak suka lama-lama pacaran,” ujar Gilang dengan ekspresi datar.
Wajah Emma tampak mengerut, dia benar-benar marah saat ini.
"Jadi ternyata bener ya! Lo itu tukang mainin cewek! Lu–"
"Emang iya.” Gilang menjawab dengan lugas.
Emma yang mendengar itu terdiam sesaat. Lelaki tampan di hadapannya benar-benar tidak tahu malu. Lalu lelaki itu tersenyum seakan menunjukan kemenangan yang begitu kentara.
"Dasar gak tahu malu! Gue benci sama lo!" Emma mulai menangis.
Gilang tersenyum sinis lalu berkata, "Oh ya, makasih buat dua harinya, lo bener-bener hebat waktu main.”
Gilang terkekeh lalu pergi tanpa peduli dengan umpatan yang diteriakkan Emma.
"BAJINGAN!"
Ya, itu prestasi Gilang, playboy, tapi walau reputasinya sudah diketahui seluruh sekolah, masih ada saja perempuan di sekolah ini yang mau jadi pacarnya. Aneh? Tidak. Itu sebab pesona lelaki ini tidak dapat diragukan lagi.
Gilang meminum air mineral dengan rakus, ternyata butuh energi banyak untuk memutuskan Emma. Gilang memang begitu, jika sudah dapat yang dia mau, dia akan meninggalkan mangsanya, tak peduli meraung-raung memanggilnya.
Julukannya pun 'PLAYBOY IQ JONGKOK'. Itu julukan yang diberikan temannya. Bukan tanpa sebab, itu karena dalam pelajaran Gilang selalu mendapat peringkat akhir, tapi urusan perempuan dia yang paling depan. Hebat bukan? Hebat!
Bruk!
Begitulah kira-kira bunyinya. Gilang menabrak seseorang hingga dia mau pun orang itu jatuh. Buku-buku jadi berserakan, itulah suara yang didengar Gilang tadi.
"Bisa jalan gak sih! Atau lo gak punya mata! Dasar lelaki jaman sekarang matanya ditaro disiku! Tanggung jawab lo lelaki buta! Beresin buku-buku gue!"
Gilang mengerutkan kening saat perempuan yang sudah berdiri di depannya mengomelinya seperti tante-tante, tapi tunggu, penampilannya jauh dari kata tante-tante.
"Lu denger gak sih!" Gadis ini melotot.
Gilang terkekeh, lalu dia bergumam, "Untung cantik.”
Gilang berdiri lalu ditatapnya gadis berseragam sama dengannya itu. Wajahnya cukup cantik, tapi sangat asing.
‘Apa dia anak baru?’ batin Gilang membuatnya menyeringai seakan seperti Singa yang mendapatkan mangsa baru.
"Beresin buku sama tas gue!" suruhnya.
"Bawel banget sih lo, anak baru ya? Belum tahu siapa gue?" ucap Gilang sinis.
Tatapan mata Gilang sangat menusuk, tapi itu tidak berpengaruh untuk gadis garang di hadapannya.
"Kenapa? Mau belagu? Sok berkuasa? Sini gue tunjukin cara belagu gimana!"
"Argghss!" Gilang meringis karena gadis itu menarik telinganya keras, seperti jeweran yang diberikan tantenya yang cerewet.
"Ampun gak!”
"Ampun tante!" Gilang refleks berbicara seperti itu.
Gadis ini menarik keras telinga Gilang membuat empunya meringis lebih parah. Banyak pasang mata yang melihatnya, bahkan tak sungkan untuk tertawa bahkan mengabadikan momen langka ini. Di mana lagi mereka bisa melihat Gilang di jewer oleh seorang perempuan? Kejadian ini sangat langka.
"Tante?” Perempuan ini melotot.
"Lo kayak tante-tante, bawel, rempong, ganas!" ungkap Gilang.
Gadis ini melepaskan jewerannya. Lalu Ia menghela napas.
"Beresin!" Perintahnya. Karena tak mau dapat masalah lagi Gilang membereskan buku-buku yang berserakan.
Gadis ini menghela napas.
"Gue terlalu mencurigakan, padahal hari pertama,” desisnya pelan.
"Nih.” Gilang memberikan tas gadis ini.
"Anter gue ke ruangan kepsek!" tegas gadis ini.
"Males!" Gilang sengaja menampilkan wajah sebal.
"Mau gue jewer lagi lo!"
"Ck, ayo!" ujar Gilang, dia berjalan lebih dulu. Lalu dia memelototi setiap pasang mata yang melihatnya membuat mereka terdiam.
"Btw nama gue Ran Ce—eh Ran Gaurine,” ujar gadis yang bernama Ran ini.
"Hm, gak nanya ogeb.” Gilang menyahut tidak ramah.
Ran menghela napas. "Dasar berondong!" desisnya.
Gilang mendengarnya, menurutnya gadis yang sebaya dengannya menyebut dirinya seperti itu aneh sekali. Namun, dia merasa ini akan jadi sangat menarik sebab akan seru mulai sekarang.
***
Ran menggeliat tak nyaman saat duduk di kursinya. Lima menit lalu dia baru saja memperkenalkan diri di depan kelas sebagai Ran Gaurine, gadis SMA pindahan dari Surabaya. Dia memasuki kelas IPA 2.
‘Ck, ini rok pendek amat, anak sekolah jaman sekarang pakeannya gak bermoral,’ rutuknya dalam hati.
Ran mengambil bukunya, dia tak memedulikan sekelilingnya. Banyak lelaki yang memperhatikannya, terlebih memperhatikan bodynya yang terlihat menggairahkan. Ran tahu otak mesum lelaki di kelas ini.
"Gaurine,” panggil seorang lelaki yang duduk di sebelah Ran.
"Panggil Ran aja.” Ran menatap ketus lelaki berkacamata di sampingnya.
"Eh iya, Ran kenalin aku Daffa,” ujar Daffa seraya menyodorkan tangannya.
"Iya Daff.” Ran membalas uluran tangan lelaki culun itu lalu kembali menarik tangannya.
Guru sudah mulai mengajar, dan demi Tuhan, Ran sangat merasa bodoh di sini. Dia tidak paham apa yang guru terangkan, dia hanya bisa berdoa guru di depannya tidak akan menyuruhnya menjawab.
'Pelajaran anak jaman sekarang susah-susah, pantes aja banyak bolosnya. Perasaan pas jaman SMA gua pelajarannya gampil deh, apalagi dulu gue masuk IPA juga. Tuhan tolong hambamu ini, semoga guru di depan gak lihat gue.' Ran hanya bisa membatin.
Tapi Tuhan berkehendak lain. "Ran Gaurine, kamu maju dan jawab soal di papan tulis.”
"Sekakmat ...," desis Ran.
Mau tidak mau dia mengangguk, walau dia susah payah berdiri.
"Hei ....”
Ran menoleh ke arah Daffa, matanya berbinar saat Daffa menyodorkan bukunya tanpa sepengetahuan guru.
"Pake aja, tulis di depan.” Daffa sudah paham arti tatapan Ran.
Ran tersenyum dan mengambil buku Daffa, lalu dia langsung maju, dengan penuh kepercayaan diri dia menulis jawaban yang sudah ada di buku.
'Makasih Daffa sayang, gemesin deh!' batin Ran.
***
Ran langsung membanting ranselnya pada sofa di apartemen.
"Gimana sekolahnya, mak?" Gadis ini terkekeh dan langsung menjatuhkan bokongnya di samping Ran.
Wanita ini menghela napas panjang, menatap sinis kepada kawannya yang mengambil posisi di sampingnya.
"Gegara lu nih, Ecca! Gue harus ngerasain masa-masa SMA yang udah jauh tertinggal bertahun-tahun yang lalu!" Emosi Ran meluap.
"Marisa selalu punya banyak ide menyelamatkan keadaan, Marisa Ecca gitu loh!" Marisa atau sering disapa Ecca ini bersorak dengan semangat.
Satu jitakan mendarat mulus di kening Ecca, membuat empunya mengerang sakit karena kening mulusnya benjol.
"Gue gak mau jadi Ran Gaurine anak SMA 17 tahun. Gue ini Ran Cecilia, umur dua puluh dua tahun dan gue janda! Gegara lu sih nih! Mana ada janda kayak gue masih SMA!” oceh Ran heboh.
Ya, Ran Cecilia, itu nama aslinya. Umurnya sudah dua puluh dua tahun dan menyandang status janda lima bulan yang lalu. Mantan suaminya Dio, pacar dan teman masa SMA-Nya. Mereka memilih menikah muda dan akhirnya hubungan mereka kandas.
Ecca tertawa terlebih melihat Ran yang masih mengenakan seragam SMA putih abu dengan rok yang sangat pendek. Untuk rok dia yang membelinya dan sengaja membeli dengan ukuran yang lebih kecil.
Ran menghela napas, dia jadi ingat kejadian yang membuatnya harus berpura-pura jadi anak SMA berumur tujuh belas tahun bernama Ran Gaurine
Satu bulan yang lalu ...Ran menyusuri koridor rumah sakit dengan panik, saat menemukan kamar rawat yang ia tuju langkahnya terhenti dan dia membuka pintu secara perlahan."Hiks, Gaur. bangun please, kakak gak mau lihat kamu kayak gini, kamu harus bangun, kamu satu-satunya keluarga yang kakak punya, hiks ....”"Din.” Ran memanggil.Dinda menoleh lalu memeluk Ran sahabatnya. Ecca juga sudah ada di sana, dia sudah menangis. Dan ada seorang gadis terbaring lemah di brankar dengan alat-alat medis menempel di tubuhnya.Dokter mempersilakan keluarga pasien keluar, dan di sinilah mereka, di ruang tunggu dengan Dinda yang masih terpukul melihat keadaan adiknya."Gaurine koma, gue takut,” lirih Dinda."Kita doakan yang terbaik buat Gaurine,” ujar Ran."Btw, kok bisa gini sih, Din?" tanya Ecca.Dinda menghapus air matanya. Lalu mulai menceritakan duduk masalahnya di mana yang membuat adiknya seperti sekarang."Gaurine
Suami Dinda datang, sebenarnya dia sudah mendengar semuanya."Gue mohon sama lo, Ran, jadi Gaurine untuk sementara waktu,” ujar suami Dinda—Rafhan.Wanita ini membelalakkan matanya dia tidak menyangka Rafhan akan mengatakan ini."Papan kayu. Lo setuju juga?” Dinda terharu."Dia juga adik gue, please! Lo belum kerjakan Ran, gue bakalan penuhin semua kebutuhan lo selama lo jadi Gaurine. Gue mohon, berapa pun yang lo minta gue bakalan kasih.” Rafhan menatap Ran penuh harap."Ayolah Ran!" Ecca ikut-ikutan.Ran masih menggelengkan kepala, dia tidak menginginkan ini."Please ....” Rafhan dan Dinda memohon bahkan hendak bersujud tapi Ran berdiri lalu menjauh."Okee! Tapi please jangan kayak gitu! Jangan mohon-mohon kayak gitu!" sentak Ran kesal.Dia paling lemah dengan hal yang seperti ini.Rafhan dan Dinda sangat senang, begitu juga dengan Ecca, ternyata cerita gilanya bisa me
Ran sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah barunya. Dengan langkah malas dia menghampiri meja makan."Ecca kebo banget sih, mentang-mentang sibuk kuliah,” gerutu Ran, dia bangkit lalu mengambil buah apel di kulkas dan langsung menggigitnya.Apartemen yang baru Ia tinggali lima bulan ini memang cukup luas, ini adalah apartemen yang orang tuanya berikan sebagai kado pernikahannya. Akan tetapi sejak menikah dia dan Dio lebih memilih tinggal di rumah kecil yang sudah mereka beli dan untuk sekarang apartemen ini sangat berguna, terlebih apartemen ini atas namanya."Semangat Ran. Ini demi sahabat lo.” Ran menyemangati diri sendiri untuk hari ini.Ran menghabiskan buah apel lalu dia mengenakan sepatu berwarna hitam lengkap dengan kaus kaki putih. Dia mengenakan ransel dan langsung keluar dan menutup pintu. Dia berharap harinya akan lebih ringan sekarang, dia akan fokus menjalani perannya sebagai Gaurine dan menyingkirkan segala hal yang membuat har
Rakha menghela napas gusar, Leon yang melihat itu langsung berdecap kesal."Si Gilang mana sih? Ninggalin kita di apart seenaknya sekarang malah telat ke kantin, gue congkel matanya baru tau rasa!"Rakha mengangkat garpu yang dia pegang, kini giliran Leon yang menghela napas."Serem lu njerr! Mentang-mentang ketahuan anu sama Nisa jadi gini,” sindir Leon."Ck diem lu, jangan tambahin mood gue jadi buruk!" ujar Rakha tak santai.Rakha memang baru saja dilabrak oleh Lisa karena kepergok bermesraan dengan kembarannya Nisa di belakang sekolah. Jika diperhatikan lebih jeli, tingkat ke playboyan Rakha memang tidak tenar, tapi dia satu-satunya orang dari kedua sahabatnya yang sudah pernah berhubungan sangat jauh dengan pacarnya. Jadi dia lebih berpengalaman dibandingkan Gilang. Jika dia mau dia bisa menjadi buaya tenar seperti Gilang Kertarajasa."Shit! Lo bisa gak sih gak ikutin gue Gilang peak!""Lo bisa gak manggil nama gue gak pake
Hari ke sepuluh Ran bersekolah dia mulai mengerti pelajaran walau belum sepenuhnya. Itulah untungnya jika dulu dia selalu berprestasi di sekolah. Dan sepuluh hari ini juga dia harus berhadapan dengan cowok bernama Gilang Kertarajasa. Di sekolah dia harus beradu mulut sebelum masuk kelas, dan saat keluar kelas pun sama. Dan sekarang, saat dia kembali ke kediamannya, sama saja, karena ternyata Gilang adalah tetangganya, apartemen mereka hanya berjarak satu kamar.Lalu saat dia hendak menaiki lift ada pria itu juga. Tuhan memang selalu ingin mengujinya!"Ck, lu bisa gak sih gak nyampah di depan mata gue? Bosen gue lihat lo lagi lo lagi!" Ran mencengkeram rok saking frustrasinya.Gilang melakukan kebiasaannya, yaitu memainkan kunci mobil. Dia tersenyum sinis, lalu ia berjalan memasuki lift, mendahului cewek yang sudah mengajaknya adu mulut.Ran melihat arloji di tangannya, lalu dia juga ikut memasuki lift. Dia ingin segera berbaring di kamar dan mengerjakan s
"KALIAN NGAPAIN?!"Perempuan dengan rambut dicepol ke atas ini melongo, terlebih lagi melihat dua orang yang beraksi di lift tidak terpengaruh dengan teriakannya.Gilang tetap melanjutkan aksinya, dia sudah berhasil membawa Ran larut dalam permainannya. Ran melingkarkan tangannya di leher Gilang, membalas setiap permainan Gilang."OOY! STOP NAPAH! GUE JUGA JADI MAU, ASTOGE!"Tetap saja kedua orang itu tidak terpengaruh. Hebat bukan? Mereka tak tahu malu."Ran!"Ya dia tahu siapa Ran, karena dia adalah Ecca sahabatnya. Dia tidak menyangka saat ingin menaiki lift melihat sahabatnya tengah melakukan hal tidak baik dengan lelki berseragam SMA. Apa Ran waras? Dia tidak sadar akan statusnya sekarang?Gilang maupun Ran mulai kehabisan napas, lalu keduanya menghentikan aksi mereka.Ecca menatap kedua makhluk itu datar, dia memasuki lift dan menekan lantai tujuannya."Udah?" tanya Ecca dengan nada putus asa.Ran masih berp
PLAKK!Gilang meringis karena Ecca menamparnya."Apa-apaan sih lo?” ujar Gilang."Sekali lagi lo ngelecehin adek gue, gue bukan cuma nampar dan banting lo ke lantai, tapi dari roftop sampe aspal!" Ecca berkecak pinggang.Gilang menatap Ecca tak kalah menantang. Dia tidak ada takut-takutnya.Ran cekikikan sendiri. Lalu Ecca menarik rambut perempuan itu."Eccaaaa!""Diem lu curut! Lu juga, kalo gue pergokin lu gituan lagi, gue potong uang jajan lu!" Ecca bersandiwara, dalam hati dia bersorak senang karena berhasil menganiaya sahabatnya.Ran menyipitkan mata.'Uang jajan dari hongkong! Yang ada dia yang minjem ke gue,' batin Ran."Eh lu anak SMA, keluar sono!" usir Ecca.Gilang berdecak, dia menatap Ran lalu menjulurkan lidahnya. Lantas ia keluar dari rumah dua adik kakak gadungan itu.PLETAK!Ran menjitak kepala Ecca. "Balesan karena lo ngejambak rambut gue.”Ecca mendengus, l