Para perawat mendorong brangkar menuju ruang tindakan. Dokter segera datang dan pintu ditutup. Ryan mondar-mandir di depan ruang tunggu. Dia sudah memberitahu orangtua sahabatnya itu. Ryan khawatir melihat kondisi sahabatnya. Bisa dipastikan Aldo semalaman terguyur air yang dingin. Tangannya dan wajahnya pucat pasi. "Ryan," panggil Wijaya. "Nak ... apa yang terjadi?" tanya Rina. "Aldo menguyur dirinya di kamar mandi," jawab Ryan. Wijaya mengembuskan napas kasar. "Anak itu ... sudah begini dia baru sadar." Wijaya menatap wajah Ryan. "Katakan Ryan. Apa Aldo sering menyiksa Rere?"Ryan tersentak. Dia bingung untuk menjawab. Haruskah dia berkata yang sebenarnya. Sebagai sahabat, dia tidak bisa memberi nasihat kepada Aldo agar bersikap lebih baik. "Katakan Ryan," tuntut Wijaya.Ryan mengangguk. "I-iya ... Aldo sering menyiksanya. Aldo juga sering memukul Rere. Tapi itu sebelum mereka menikah. Aldo hanya cemburu. Rere tidak pernah menuruti perintahnya."Wijaya mengepal geram. Rina me
Australia "Ken ... cepat bangun," pekik Rere dari arah dapur. Kenan masih bergelung selimut. Dia enggan untuk bangun. Rere selesai membuat sarapan pagi. Dia lalu ke kamar Kenan. Rere tidak bekerja karena kondisinya saat ini tengah berbadan dua. Rere menyewa rumah sederhana untuk mereka berdua. Rere menghidupi dirinya dan Kenan dengan uang tabungan. Dan juga dengan uang yang dia ambil dari sang suami. Rere masuk ke kamar Kenan. dia duduk di tepi ranjang. Rere mengusap lembut puncak kepala Kenan. "Ken ... hari ini tidak libur, Sayang. Kamu harus sekolah," ucap Rere. Kenan membuka matanya. Dia sudah bangun sedari tadi. "Kenan enggak mau sekolah. Mereka semua mengejekku. Kita pulang saja, Mom. Ken tidak suka di sini.""Apa yang mereka katakan?" tanya Rere. "Mereka semua pergi sekolah naik mobil. Diantar mama dan papa. Kalau yang kaya, mereka diantar supir yang memakai seragam. Sedangkan Ken ... hanya pakai sepeda. Mereka suka merusak sepedaku," keluh Kenan. Rere mengusap lembut k
Kenan pulang ke rumah. Dia masuk ke kamarnya dan mulai menulis surat untuk Aldo. Kenan ingin menanyakan kenapa daddynya itu lebih memilih Celine daripada ibunya sendiri."Alamat rumah Daddy apanya? Yang aku ingat hanya rumah lama saja. Tapi ... apa majikan Liora itu akan menyampaikan surat ini?" Kenan menepuk jidatnya. "Kenapa tidak gunakan media sosial saja. Aku akan membuat video dan menyebarkannya."Kenan mengunci pintu kamarnya. Dia meletakkan ponsel di meja. Kenan berdiri dan mulai bicara. "Daddy ... Kenan di sini. Kenan dan Mommy di Australia. Kenapa Daddy lebih memilih tante Celine daripada Mommy. Sebentar lagi adik bayi akan lahir. Kemarilah Dad, Kenan akan menunggumu." Kenan mematikan kamera videonya. Dia memutar kembali video itu. "Nah ... sepertinya ini sudah cukup ." Kenan mulai mengupload video itu tapi tidak bisa. Dia sedikit kesal dan mulai mencoba kembali. Tapi tidak bisa. Di dalam mobil John terkekeh geli. Rere mengernyit melihat tingkah aneh temannya. "Kamu ken
"Kamu kenapa?" tanya Liora."Aku tidak jadi mengirim surat," jawab Kenan. Sesuai perjanjian. Kenan dan Liora bertemu di bangku jalanan, tempat mereka pertama kali bertemu. "Kenapa?" tanya Liora ingin tahu. "Daddyku sering memukul mommy. Pantas saja mommy pergi," jawab Kenan. "Ibuku juga begitu. Ayahku sering menyiksa kami," ungkap Liora. "Lalu ... di mana ayahmu?" tanya Kenan dengan menatap penuh pada wajah teman barunya. Liora mengedikan bahu. "Entahlah ... dia pergi dengan meninggalkan hutang. Ibuku harus menjadi pelayan.""Kasihan," ucap Kenan. Liora memberi tatapan tidak suka. Dia tidak ingin seseorang mengasihani dirinya. "Bagaimana kalau kita ke tempat majikanku. Dia punya anak perempuan seperti kita. Namanya Angel," ajak Liora. "Apa rumah tuanmu tidak jauh?" tanya Kenan.Liora mengeleng. "Hanya melewati dua blok saja. Di sana hanya ada perumahan elite."Kenan tersenyum. "Kedengarannya menarik. Aku tidak punya teman. Menambah teman bagus sepertinya."Kenan menaiki sepe
"Wah ... lucu sekali anak ini," ucap para karyawan kantor. Semua heboh dan kagum akan tingkah kedua anak kecil yang beradegan layaknya tuan putri dan pangeran. Ryan dan Wijaya masuk ke gedung kantor. Wijaya heran melihat para karyawannya itu heboh dan meniru adegan melamar seorang wanita. "Ehem." Wijaya berdehem lalu menatap satu per satu bawahannya. Semuanya berdiri tegak dan memasang tampang tidak bersalah. "Selamat pagi, Pak.""Apa yang kalian lihat?" tanya Wijaya. "Hanya video viral, Pak," jawab salah satu pria. Wijaya mengangguk. "Jam kerja sebentar lagi dimulai. Lakukan pekerjaan kalian dengan baik.""Siap, Pak," ucap para karyawan serempak. Wijaya dan Ryan masuk ke dalam lift khusus. Ryan meraih ponselnya. Dia penasaran dengan video yang para rekannya maksud."Apa kamu penasaran dengan video viral itu?" tanya Wijaya. Ryan terkekeh. "Mau lihat saja. Akhir-akhir ini banyak sekali video viral."Ryan mencari-cari video yang tengah viral. Salah satu karyawan mengirim video i
Dengan tidak sabarnya John mengetuk pintu rumah Rere. Dia ingin memberitahu Rere perihal ini. Rere memutar kunci dan membuka pintu. "John ... ada apa?" tanya Rere heran. John menyelonong masuk kedalam. Dia duduk di sofa dengan diikuti oleh Rere. John meletakkan ponselnya di meja. "Kamu lihat video anakmu. Aku sudah menghapusnya dari dunia maya," ucap John.Dahi Rere berkerut. Dia mengambil ponsel itu dan memutar video yang dimaksud oleh John. Rere mengerjap. Dia tersentak kaget melihat video itu. "Apa ini tersebar di dunia maya?"John mengangguk. "Iya ... anakmu viral di dunia maya. Seluruh dunia tengah membicarakannya.""Apa kamu tidak bisa menghapusnya?" tanya Rere."Sudah aku hapus. Tapi aku tidak yakin bisa semuanya. Video itu sudah tersebar luas. Banyak yang mengunduhnya dan kembali menyebarkan video itu," terang John.Rere menghela. "Apa mungkin Aldo sudah melihat video ini? Dia pasti akan mencariku. Aku tidak mau kembali padanya.""Apa rencanamu?" tanya John. "Aku harus pe
Aldo membuka matanya. Dia terbangun dari tidur lelapnya. Dengan perlahan dia mengerakkan tangannya. Sedikit-sedikit tangan itu bergerak.Aldo juga mencoba mengerakkan kakinya. Dengan perlahan dia menurunkan kakinya dari ranjang tidur. Braakk ... !Aldo terjatuh dari tempat tidur. Dia meneteskan air mata. Bagaimana dia akan pergi menyusul istri dan anaknya. Kondisinya saja seperti pria lumpuh. Pintu kamar terbuka. Perawat pria datang dan segera membantu Aldo bangun."Tuan ... kenapa tidak memencet tombol saja. Saya akan datang jika diperlukan," ucap perawat itu. Ada satu tombol pemanggil di kamar Aldo. Jika ditekan maka perawat akan datang ke kamarnya. Aldo didudukkan di kursi roda. "Kita mandi dulu. Setelah itu saya akan menjemur Tuan. Cuaca pagi ini sangat cerah."Pelayan menyiapkan air hangat untuk Aldo. Lalu membantu Aldo untuk membersihkan dirinya. Setelah siap, pelayan itu membawa Aldo turun.Seperti biasanya. Aldo akan berjemur di pagi hari. Rina dan Wijaya tersenyum melih
"Seminggu lagi Anda datang kemari. Posisinya normal. Semuanya baik-baik saja. Hanya tunggu waktu saja," jelas Dokter. "Apa tidak apa-apa lewat begini?" tanya Rere. Kandungan Rere sudah mencapai 40 minggu. Namun tanda-tanda untuk melahirkan tidak ada sama sekali. "Tidak apa-apa, karena kandungan Anda tidak bersalah. Kita akan tunggu 42 minggu batasnya. Jika masih belum keluar tanda-tanda melahirkan. Maka akan kami beri tindakan," ucap Dokter. Rere tidak ingin melakukan operasi caesar. Menurutnya kondisi pulihnya akan lama. Tidak seperti melahirkan secara normal. Apalagi dia hanya berdua dengan Kenan. Tidak ada siapapun yang menemani. Kenan mengecup hasil USG adik bayinya. "Kapan dia akan lahir, Mom?""Sebentar lagi, Ken," jawab Rere. Rere beralih pada Dokter. "Terima kasih, Dok. Minggu depan saya akan kembali."Dokter mengangguk. "Sama-sama, Nyonya."Rere membawa Kenan keluar dari ruangan Dokter. Kenan mengusap perut besar mommynya. "Mom ... apa adik Kenan perempuan?" tanyan