"Seminggu lagi Anda datang kemari. Posisinya normal. Semuanya baik-baik saja. Hanya tunggu waktu saja," jelas Dokter. "Apa tidak apa-apa lewat begini?" tanya Rere. Kandungan Rere sudah mencapai 40 minggu. Namun tanda-tanda untuk melahirkan tidak ada sama sekali. "Tidak apa-apa, karena kandungan Anda tidak bersalah. Kita akan tunggu 42 minggu batasnya. Jika masih belum keluar tanda-tanda melahirkan. Maka akan kami beri tindakan," ucap Dokter. Rere tidak ingin melakukan operasi caesar. Menurutnya kondisi pulihnya akan lama. Tidak seperti melahirkan secara normal. Apalagi dia hanya berdua dengan Kenan. Tidak ada siapapun yang menemani. Kenan mengecup hasil USG adik bayinya. "Kapan dia akan lahir, Mom?""Sebentar lagi, Ken," jawab Rere. Rere beralih pada Dokter. "Terima kasih, Dok. Minggu depan saya akan kembali."Dokter mengangguk. "Sama-sama, Nyonya."Rere membawa Kenan keluar dari ruangan Dokter. Kenan mengusap perut besar mommynya. "Mom ... apa adik Kenan perempuan?" tanyan
"Ini Kakek, Ken," ujar Wijaya. Mata Kenan menatap Aldo yang duduk di kursi roda. Dia teringat akan ucapan dari John dan Rere. Daddynya sendiri telah memukul wanita yang melahirkannya. Dan membuatnya berada di negeri orang. "Kalian siapa?" tanya John. "Kami mertua Rere," sahut Rina. "Masuklah," kata John Kenan menghadang semuanya untuk masuk. "Kenapa Daddy datang?! Apa Daddy ingin memukul mommy lagi?" John tersentak akan ucapan Kenan. Dia tidak mengira jika Kenan mengetahui sifat buruk Aldo. Aldo meraih tangan kecil Kenan. "Maafkan Daddy, Ken. Sungguh Daddy minta maaf padamu."Kenan mendorong kursi roda Aldo. "Kenan membenci Daddy." Kenan hendak pergi tetapi John meraih tangannya. "Mau kemana?" Kenan melepas tangannya. "Lepaskan!"Aldo meraih tangan Kenan dan membawa tubuh putranya itu ke dalam pelukan hangatnya. Kenan meronta minta dilepas. Tapi Aldo memeluknya dengan kuat. "Dengarkan Daddy, Ken. Semuanya memang Daddy yang salah."Kenan melepas pelukkan Aldo. Dia Mendoron
Rere mengerjap. Dia membuka matanya dengan perlahan. "Ken ...."Rina dan Wijaya yang duduk di sofa segera menghampiri menantunya. Rere memandang mertuanya. "Di mana Kenan dan putriku? Apa kalian kemari untuk mengambilnya? Kumohon ... jangan ambil mereka dariku," lirih Rere dengan terisak. Rina mengeleng. "Tidak, Nak. Kami di sini karena kami ingin menjemputmu. Membawamu pulang ke rumah yang memang seharusnya tempatmu tinggal.""Rere ... kami tahu, Aldo banyak bersalah padamu. Maafkan kami karena tidak mendidiknya dengan benar. Kami di sini bukan untuk mengambil anak-anakmu. Tapi ingin menjemputmu, Nak," ucap Wijaya. "Tapi kalian punya menantu lain. Kalian menginginkan anakku untuknya. Jangan lakukan itu ... kumohon," ucap Rere. Rina mengeleng. "Kamu menantu kami. Hanya kamu seorang, Re."Rina mengusap puncak kepala Rere. Tidak ada niatan baginya untuk mengantikan Rere dengan wanita lain. Rina sudah menyukai Rere saat keduanya bertemu. Pintu ruangan terbuka. Menampilkan Aldo dan
Aldo tertidur di sofa rumah sakit. Kenan sudah bersama nenek dan kakeknya di rumah. Hanya Aldo yang menemani Rere saat ini. Besok Rere sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Dengan perlahan Rere turun dari ranjang. Putri kecil mereka menangis. Aldo mengerjap. Dia terbangun dari tidur lelapnya. Aldo bergegas karena melihat Rere perlahan mendekati putrinya. "Biar aku saja. Kamu duduklah," ucap Aldo. Rere kembali duduk di ranjang. Aldo memeriksa putri mereka. "Popoknya kotor.""Bawa dia kemari. Akan aku ganti," kata Rere. Aldo mengambil putri kecilnya. Lalu meletakkannya di ranjang pasein. Dia mengambil segala keperluan ganti si kecil. Rere menganti popok kotor putrinya dengan yang baru. Aldo memperhatikan hal itu. Selesai dengan itu, kembali Aldo membereskan semuanya. Rere menyusui putrinya. Kembali Aldo memperhatikan keduanya. Rere masih dingin. Tidak ada obrolan hangat ataupun acara saling sentuh menyentuh.Rere hanya bicara jika dia perlu saja. Selebihnya Rere akan diam dan
Rere duduk di kursi roda. Aldo mendorong kursi roda keluar rumah sakit. Administrasi sudah diurus olehnya. Rere mengernyit, melihat mobil berwarna merah yang dia beli terparkir manis di parkiran. "Ini mobilku," ujar Rere. "Iya ... ini mobilmu. Aku meminjamnya untuk membawamu pulang," kata Aldo. Aldo membuka pintu mobil bagian belakang. Dia mengambil alih Rachel terlebih dulu. Tempat tidur bayi sudah disiapkan di dalam mobil. Aldo meletakkan Rachel terlebih dulu. Setelah itu membantu Rere untuk masuk ke mobil. Aldo masuk menyusul. Menghidupkan mesin dan mengemudikannya menuju rumah baru. Di dalam perjalanan tidak ada satu pun yang bicara.Rere terdiam dan begitu juga dengan Aldo. Suasana kembali canggung. Setiap Aldo bicara kepada Rere. Yang ada hanya jawaban ketus dan bernada marah yang Aldo dapatkan. Rere mengernyit menatap perumahan elite yang dia lewati. "Apa kita ke rumah baru?" Aldo mengangguk. "Iya ... kita langsung saja ke rumah baru. Kenan juga sudah ada di sana.""Ba
"Semoga sampai ditujuan Ma, Pa," ucap Rere. "Terima kasih, Sayang," balas Rina. Rina dan Wijaya akan kembali pulang hari ini. Perawat yang mereka bawa juga ikut pulang. Rina mengambil alih Rachel. "Nenek pulang, Sayang." Rina mengecup kecil kedua pipi cucunya. Dia menoleh memandang Rere. "Liburan musim ini, kalian pulang ke Indonesia.""Iya, Ma. Rere pasti akan berkunjung ke sana," jawabnya. Rina menyerahkan kembali Rachel pada ibunya. Rina beralih pada cucu pertamanya Kenan. "Ken ... apa kamu ingin jadi artis? Sedari tadi kamu asyik membuat video. Nenek dan Kakek mau pulang," ujar Rina. "Kenan lagi buat live story ini. Nenek sangat cantik dalam video ini," ucapnya. Rina terkesiap. "Nenek belum pakai baju bagus. Kalau mau live kasih tahu."Wijaya geleng-geleng kepala. "Ingat umur, Ma.""Ish ... Papa. Tidak ada batasan umur untuk terkenal," protes Rina. "Enggak ada yang ketinggalan?" tanya Aldo. "Tidak ada. Semuanya sudah siap," jawab Wijaya. "Kalau begitu, kita berangkat sek
Aldo menyusul Rere yang masuk ke rumah. Terlihat istrinya itu tengah berkutat di dapur. Aldo masuk ke kamar Rachel. Dia melihat dulu keadaan putrinya. "Masih tidur rupanya," gumam Aldo lalu keluar kamar dengan menutup pintu dengan pelan. Aldo menyusul Rere yang berada di dapur. "Aku akan pesan makanan saja. Kamu tidak perlu memasak. Aku akan membuatkanmu jamu."Rina memang sudah membeli perlengkapan jamu pasca persalinan. Rere enggan untuk meminumnya karena memang rasanya yang pahit. Tapi mertuanya itu berpesan untuk menghabiskannya. Setidaknya sampai empat puluh hari. Aldo membuatkan istrinya itu jamu. Untung saja mama Rina telah menulis satu per satu urutan dari jamu itu. Aldo mengaduknya dengan sedikit air hangat. "Nih ... habiskan," ujar Aldo seraya tangannya menyerahkan larutan jamu. Rere mengambilnya dan masih terdiam. Rasanya yang pahit di indra perasa, masih terbayang-bayang.Aldo mengeluarkan permen dari balik saku celananya. Dia membukanya. "Habiskan dengan sekali tegu
Aldo berkutat membuat sarapan di dapur. Rere masih belum keluar dari kamarnya. Begitu juga dengan Kenan.Hari ini Aldo akan pergi mencari pekerjaan. Papa Wijaya telah meromendasikan beberapa perusahaan yang menjadi rekan bisnis mereka. Aldo membuat dua gelas susu dan juga roti selai. Hari ini Kenan akan sekolah di tempat barunya. Aldo mengetuk kamar Kenan. "Ken ...."Pintu kamar terbuka. Aldo tersenyum melihat Kenan yang sudah rapi. Langsung saja Kenan menuju ruang makan tanpa bertegur sapa dengan sang daddy. Aldo hanya mengelengkan kepalanya. Dia tahu Kenan marah karena masalah semalam. Tadi malam saat keduanya makan malam. Kenan juga diam tanpa bicara. Sedang Rere lebih memilih makan di dalam kamar. Kenan duduk di kursi meja makan. Dia terdiam melihat sarapan yang telah dibuat Aldo."Pagi Kenan," sapa Aldo. "Sarapannya hanya roti dan susu saja. Kamu sarapan dulu. Hari ini Daddy akan mengantarmu ke sekolah.""Kenan pakai sepeda saja berangkatnya. Daddy tidak perlu mengantar.