Braakk ... !
Kedua orang yang tengah asik memadu kasih tersentak kaget. Dua orang dengan beda umur itu lekas mengambil pakaian yang tengah berserakan di bawah lantai.Renita menggeleng, air mata sudah mengalir deras di pipinya. Ia sama sekali tidak menyangka, kekasih yang dia pacari selama 5 tahun tega mengkhianatinya.Renita bahkan tidak percaya kalau selingkuhan kekasihnya itu adalah ibu tirinya. Ibu tiri yang baru satu tahun menikah dengan ayahnya.Dion menghampiri Renita. "Sayang ... ini tidak seperti yang kamu lihat."Renita menghunuskan tatapan tajam. Tangannya sudah mengepal ingin memukul wajah dari Dion.Plaakk ... plaakk ... !Dua tamparan mendarat di pipi kiri dan kanan Dion. "Dasar berengsek! Apalagi yang mau kamu jelaskan. Apa kurang jelas perbuatanmu ini? Tega sekali kamu, Dion. Wanita itu istri dari Ayahku!"Dion menunduk, dia memang bersalah telah mengkhianati kekasihnya. Tetapi dia sendiri tidak tahan akan godaan dari ibu tiri Renita.Renita tidak pernah mau memberi apa yang Dion inginkan. Ibu tiri Renita masih belum terlalu tua. Mereka hanya saling membutuhkan saja. Ibu tiri Renita, tidak puas berhubungan intim dengan suaminya, sedangkan Dion tidak mendapatkan apa yang dia mau dari Renita.Karena saling membutuhkan, hubungan terlarang itu terjadi. Ibu tiri Renita menghampiri sepasang kekasih yang tengah bertengkar itu."Ren ... ini bukan salah Dion. Kamu sendiri yang tidak bisa memberikan apa yang kekasihmu inginkan," ucap Dewi.Renita berdecak. "Ck! Jalang tetap saja jalang. Meski Daddy-ku mengangkat derajatmu tapi kamu tetap saja murahan."Dewi merasa geram akan perkataan Renita. "Tutup mulutmu! Tua bangka itu yang tidak bisa memuaskanku."Plaakk ... !Renita menampar wajah ibu tirinya. Dari awal Renita memang tidak menyetujui ayahnya menikah lagi. Apalagi ibu tirinya ini masih sangat muda. Semua ketakutan Renita benar adanya. Ayahnya telah dikhianati oleh istrinya sendiri. Bermain gila bersama pemuda yang umurnya lebih muda."Kamu sudah tahu jika suamimu itu sudah tua. Tapi kenapa kamu masih ingin menikahinya, huh?" hardik Renita.Dewi tersenyum sinis. "Tentu saja demi uangnya.""Dasar tidak tahu malu. Aku akan memastikan kalian akan mendapatkan balasan yang setimpal," hardik Renita.Dewi malah terkekeh keji. "Tua bangka itu sudah tidak punya apa-apa. Aku sudah mengalihkan semua asetnya di tanganku."Betapa kagetnya Renita mendengar itu. Bagaimana bisa ayahnya ditipu oleh seorang jalang.Dewi merangkul lengan Dion. Dia bahkan bermanja dengan kekasih gelapnya itu. "Sekarang kalian sudah jatuh miskin. Aku dan Dion akan hidup bersama. Kami berdua saling mencintai.""Cuih!" Renita meludah kepada pasangan beda usia ini. "Menjijikan ... ambil saja harta itu. Tapi ingat satu hal, kalian akan mendapatkan balasan yang setimpal."Renita pergi meninggalkan pasangan baru itu. Dion ingin mengejar mantan kekasihnya tetapi Dewi menghalangi."Dion ... lupakan saja dia. Sekarang hanya tinggal kita berdua. Kita akan hidup bersama dan kaya raya dengan harta orang tuanya," tutur Dewi."A-aku ... merasa bersalah telah mengkhianati Renita. Dia adalah wanita yang kucinta," ujar Dion."Sudahlah ... lupakan dia. Lebih baik kita lanjutkan saja permainan yang belum selesai tadi," ucap Dewi.Dion dan Dewi lalu masuk kembali ke dalam kamar hotel. Mereka melanjutkan kegiatan yang tadi sempat tertunda.Sementara Renita yang sakit hati, terus mengendarai mobilnya tanpa arah. Kelakuan Dion sungguh tidak bisa dimaafkan. Apa wanita lain tidak ada sampai ibu tiri pun diembat juga. Dasar berengsek!Mobil berhenti di tepi jalan. Hari sudah mulai gelap dan terdengar suara pria bermain gitar. Renita menoleh pada kerumunan pemuda yang terlihat bersenang-senang. Sekumpulan pengamen.Namun, seorang pria menarik perhatian Renita. Entah apa yang merasuki, ia terlihat tertarik. Suara yang merdu, permainan gitar, semuanya memikat.Rere nekat turun dari mobil, lalu berjalan menghampiri sekumpulan pemuda tanpa peduli apakah mereka ini orang jahat.Para pria yang melihat wanita cantik menghampiri mereka, segera berhenti bernyanyi. "Siapa nih cewek?" tanya Ryan."Mana aku tahu," sahut Aldo.Rere berdiri berhadapan dengan para pria itu. Entah mengapa tidak ada rasa takut di dalam hatinya. Mungkin karena dia memang ingin bersenang-senang."Kamu ...." Tunjuk Rere pada Aldo."Saya?" Tunjuk Aldo pada dirinya sendiri."Kamu ikut bersamaku. Aku akan bayar 5 juta. Aku ingin kamu bernyanyi untukku semalaman," ucap Rere.Aldo melirik ke arah Ryan. Temannya itu malah mengedikan bahu. Seolah memberi jawaban terserah pada Aldo.Aldo berpikir sejenak akan tawaran dari Rere.Kalau dia menerima tawaran dari Rere, maka uangnya bisa dia berikan pada Ryan. Dan Aldo perhatikan, Rere juga sangat cantik."Oke ... aku terima tawaran kamu," ucap Aldo.Aldo meminjam gitar dari Ryan dan mengikuti Rere masuk ke dalam mobilnya. Para temannya yang lain malah bersorak meledek Aldo.Aldo melambaikan tangan kepada temannya, lalu menutup kaca mobil. Rere melajukan mobilnya menuju hotel sederhana. Untung saja dia selalu berhemat meski kaya. Uang di dalam tabungannya masih cukup untuk kehidupannya selama setahun.Rere turun dan Aldo mengikuti dirinya. Rere memesan kamar untuk mereka. Kemudian masuk ke dalam lift bersama. Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua.Rere membuka pintu kamar yang dia pesan. Dia lalu mempersilakan Aldo untuk masuk dulu, kemudian Rere menutup pintu tidak lupa menguncinya."Kamu ... duduk dulu di sofa. Aku akan membersihkan diri," ucap Rere.Rere masuk ke dalam kamar mandi dengan membawa baju handuk di tangannya. Aldo duduk di sofa sembari memainkan gitar di tangannya. Setelah beberapa saat, Rere keluar dari kamar mandi.Rere meraih gagang telepon untuk memesan minuman juga cemilan. Dia yang masih mengenakan baju handuk, duduk di samping Aldo."Mulailah bernyanyi ... aku request lagu putus cinta dan pengkhianatan."Aldo mengerti, ternyata wanita yang duduk di sampingnya ini lagi putus cinta. Aldo mulai bernyanyi dengan diiringi petikan gitar.Wanita ini terlihat beberapa kali mengusap air matanya. Aldo diam saja dan terus bernyanyi. Namun, ia seperti tidak fokus. Wanita yang belum memberitahu namanya ini malah sesenggukkan."Tenanglah." Aldo menghentikan permainan gitarnya. Putus cinta saja sampai seperti ini. Padahal di dunia ini lelaki itu banyak."Teruskan saja nyanyianmu. Kau kubayar untuk bernyanyi."Kesal juga mendengar perintah dari gadis ini. Tapi, apa yang wanita ini katakan benar adanya. Aldo kembali bernyanyi lagu galau."Kenapa dia berbuat seperti itu padaku? Kenapa?" Rere masih mengingat pengkhianatan Dion. Sakit sekali. Jika wanita lain, mungkin tidak seperih ini. Namun ini, malah berselingkuh dengan ibu tiri yang sudah menjadi kerabatAldo diam saja dan terus bernyanyi. Bisa gila ia berlama-lama bersama wanita ini. Tapi, diperhatikan sekali lagi, benar-benar cantik. Menjadi penghibur untuk satu malam saja, Aldo bersedia.Terdengar ketukan pintu kamar. Aldo menghentikan suara nyanyiannya dan Rere beranjak dari duduknya. Dia membukakan pintu pada petugas hotel yang membawa minuman serta cemilan.Rere mempersilakan petugas itu masuk ke dalam kamar. Pria pelayan hotel meletakan minuman beserta gelas sloky di meja. Setelah itu, lelaki ini mempersilakan tamu mencicipi hidangan, lalu keluar dengan menerima uang tip. Botol wine diambil, dibuka tutupnya, lalu Rere menuangkan anggur tersebut ke dalam gelasnya dan gelas Aldo. "Minumlah ... lepaskan dulu gitarmu."Aldo meletakan gitar di samping kursi sofa. Dia lalu meminum wine yang telah dituangkan oleh Rere. Kesedihan wanita itu tampak berkurang.Selagi meneguk minumannya, Rere memperhatikan wajah tampan Aldo. Rupa itu begitu bersih, juga terawat. Aldo seperti bukan seorang pengamen jalanan.Memang Aldo bukanlah seorang pengamen. Aldo berasal dari keluarga berada. Dia hanya mempunyai teman seorang pengamen.Aldo anak konglomerat yang berasal dari kota J. Dia
Renita mengkhwatirkan kondisi ayahnya. Bagaimana dia harus menjelaskan ini semua? Ayahnya pasti akan syok akan kabar ini. Istri yang dipercaya telah mengkhianatinya dengan berselingkuh serta mengambil harta.Dia tidak dapat membayangkan bagaimana nasib mereka ke depannya. Dia baru saja lulus kuliah dan belum bekerja. Selama ini Renita telah hidup mewah dengan harta ayahnya.Renita anak tunggal dari Tuan Arif dan Nyonya Maria. Ibu dari Renita telah meninggal dunia sejak Renita umur 15 tahun. Sekarang umur Renita sudah 22 tahun dan dia baru saja lulus kuliah.Hubungan asmara bersama Dion sudah terjalin sejak duduk di bangku sekolah. Ayahnya juga tidak menyetujui hubungan keduanya dikarenakan Dion tidak selevel dengan martabat keluarga.Namun, demi anaknya. Tuan Arif menyetujui hubungan mereka. Sekarang terbukti dengan kejadian ini, Tuan Arif telah dibohongi oleh dua orang yang ia cintai serta percaya.Renita ragu untuk mengetuk pintu kamar. Namun, ia harus memberitahu segalanya. Pintu
3 Bulan kemudianRere mulai merasakan pusing di kepalanya. Dia juga sudah seminggu ini mengalami mual-mual. Rere bangkit dari tidurnya. Dia bergegas menuju wastafel kamar mandi, lalu memuntahkan seluruh isi dalam perutnya. Hanya ada cairan bening yang dia muntahkan. Rere juga merasa pusing. Setelah itu, dia keluar dari kamar mandi. Rere mengambil ponsel yang terletak di atas meja lampu tidur. Dia mengirim pesan kepada teman kantornya kalau hari ini tidak dapat masuk kerja.Rere memang sudah mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan swasta. Sudah dua bulan dia bekerja di perusahaan itu. Dia harus segera pergi ke dokter. Jika dibiarkan, maka akan membuatnya kesulitan untuk bekerja. Rere masuk ke kamar mandi lagi untuk membersihkan diri. Selesai mandi, dia mengambil pakaian ganti dan mulai bersiap. Dia tidak lagi sarapan. Entah mengapa akhir-akhir ini dia juga tidak bernapsu untuk makan.Rere masuk ke mobilnya dan melesat laju menuju rumah sakit. Sekitar 30 menit, dia tiba di sana. Depan
Bandara Kota J.Rere berjalan dengan menyeret koper besar di tangannya. Hari ini untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di kota J.Dia menghentikan taksi, lalu masuk ke dalam. Rere menyerahkan alamat rumah sewa yang ia dapatkan dari iklan di media sosial.Mobil taksi melaju menuju alamat yang ditunjukan Rere. Satu jam perjalanan untuk sampai di rumah sewa tersebut.Supir taksi keluar menurunkan koper penumpangnya. Rere turun dan memberi bayaran kepada supir taksi itu. Di depan rumah sudah menunggu bapak pemilik rumah sewa."Selamat siang, Pak!" Rere mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Saya Rere, yang kemarin menelepon untuk menyewa rumah ini.Bapak itu menyambut jabat tangan Rere. "Iya ... ini kuncinya. Rumahnya sudah dibersihkan. Tinggal masuk saja.""Makasih, Pak," ucap Rere seraya mengambil kunci rumah."Sama-sama, Nona. Kalau begitu saya permisi," ucapnya. Bapak pemilik rumah itu segera pergi. Rere membuka pintu dan segera masuk ke dalam. Akhirnya, di sinilah dia aka
5 Tahun kemudianRere ngos-ngosan karena berlari dari dalam mobilnya menuju pintu masuk kantor. Hari ini ia datang terlambat. Padahal hari ini adalah acara penyambutan CEO baru. Semua karyawan sudah pada berjejer di depan pintu masuk kantor. Rere segera ikut berdiri sejajar dengan para karyawan yang lain. Ia lega karena ceo baru itu belum datang. Rere menarik napas lalu mengembuskannya. Di sebelah dirinya, Tika tengah terkikik geli. "Habis ngapain kamu?"Rere melirik ke sampingnya. "Biasa ... Kenan lagi rewel tadi. Gak tahu deh kenapa, tiba-tiba saja pengen ikut."Tika satu-satunya sahabat Rere yang mengetahui kalau ia sudah memiliki seorang anak.Tika mengangguk. "Mungkin dia, pengen lihat ceo baru kita juga kali." Tika terkikik geli lagi.Rere menyenggol lengan Tika dengan sikunya. "Hust! Sudah, diam. Rombongan ceo datang, tuh."Mobil mewah berhenti tepat di depan pintu masuk perusahaan. Seorang pria keluar dari dalam mobil itu. Dengan langkah tegap dan didampingi oleh assisten pr
Jam makan siang tiba, Rere bergegas keluar dari gedung perkantoran. Dia harus menjemput anaknya, Kenan. Rere masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin, kemudian mengendarainya ke jalan raya.Sekitar 20 menit Rere sampai di sekolah taman kanak-kanak. Jam pulang sekolah Kenan memang sudah selesai satu jam yang lalu.Namun, Rere selalu menyuruh anaknya untuk menunggu di taman sekolah. Di sana juga ada satpam yang menemani Kenan. Babysister Kenan saat ini sedang cuti pulang kampung. Jadi, Rere lah yang harus menjemput anaknya sekolah. Jarak antara kantor dan sekolah Kenan cukup dekat.Rere keluar dari dalam mobil. Terlihat Kenan tengah bermain ayunan seorang diri. Segera saja ia menghampiri putranya. "My baby Kenan," teriak Rere.Rere berlari dengan merentangkan kedua belah tangannya. Kenan memutar mata malas melihat ibunya yang selalu menganggapnya anak kecil. Kenan memang anak kecil, tapi dia bersikap dewasa. "Mommy ... jangan panggil Ken, my baby!" Kenan sedikit kesal dengan Rere.
Aldo keluar dari kamar mandi setelah menuntaskan diri. Ia bisa tidak waras jika harus melihat Rere terus-terusan. Aldo kembali ke ruangannya, melihat Rere yang duduk di sofa sambil memejamkan mata. Aldo mendekat pada Rere, melambaikan satu tangannya ke kiri dan ke kanan. Rere tampak tertidur pulas. Keringat di wajahnya masih bercucuran."Apa dia tidur?" tanya Aldo pada dirinya sendiri.Aldo mengambil tisu lalu menyeka wajah Rere dengan pelan. Ia duduk di samping Rere sembari memperhatikan wajah wanita ini yang cantik. Kulit putih bening, hidung bangir, bulu mata lentik dengan bibir kemerahan.Aldo menelan ludah saat melihat bibir mungil tipis kemerahan itu. Ingin sekali ia mengecup bibir itu. Aldo mendekatkan wajahnya secara perlahan. Menempelkan bibirnya pada bibir Rere. Cepat-cepat ia menarik bibirnya, lalu bangkit dari duduknya kemudian beralih ke kursi kebesarannya. Aldo mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Astaga ... apa yang telah aku lakukan." Aldo geleng-geleng kepala atas
Kenan terlihat heran melihat ibunya yang tengah memegang bibir. Ia memperhatikan Rere yang geleng-geleng kepala lalu mengerutu sendiri. Kenan mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mommy kenapa?"Rere terlonjak kaget mendengar suara Kenan. Ia terbata-bata menjawab pertanyaan putranya. "M-mommy gak kenapa-kenapa!"Rere berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. "Kamu sudah makan?"Kenan mengangguk. "Sudah ... sekarang mau pergi tidur."Rere menghampiri putranya. "Kamu tidur yah! Ini sudah malam. Selamat malam, Sayang.""Selamat malam, Mom," ucap Kenan.Rere memberi kecupan di kening. Begitu juga Kenan, mengecup kedua pipi Rere, lalu masuk ke kamarnya sendiri. Rere tersenyum melihat putranya yang mandiri. Kenan tidak seperti anak kebanyakan. Putranya itu sudah terbiasa mengurus diri tanpa bantuan darinya. Rere masuk ke kamarnya. Ia membuka pakaian, mengambil handuk dalam lemari, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Dalam kamar mandi, ia teringat akan kecupan panas yang di la