5 Tahun kemudian
Rere ngos-ngosan karena berlari dari dalam mobilnya menuju pintu masuk kantor. Hari ini ia datang terlambat. Padahal hari ini adalah acara penyambutan CEO baru.Semua karyawan sudah pada berjejer di depan pintu masuk kantor. Rere segera ikut berdiri sejajar dengan para karyawan yang lain. Ia lega karena ceo baru itu belum datang. Rere menarik napas lalu mengembuskannya.Di sebelah dirinya, Tika tengah terkikik geli. "Habis ngapain kamu?"Rere melirik ke sampingnya. "Biasa ... Kenan lagi rewel tadi. Gak tahu deh kenapa, tiba-tiba saja pengen ikut."Tika satu-satunya sahabat Rere yang mengetahui kalau ia sudah memiliki seorang anak.Tika mengangguk. "Mungkin dia, pengen lihat ceo baru kita juga kali." Tika terkikik geli lagi.Rere menyenggol lengan Tika dengan sikunya. "Hust! Sudah, diam. Rombongan ceo datang, tuh."Mobil mewah berhenti tepat di depan pintu masuk perusahaan. Seorang pria keluar dari dalam mobil itu. Dengan langkah tegap dan didampingi oleh assisten pribadinya, Aldo melangkah masuk ke dalam kantor.Wajah tampan, kulit putih bersih. Ditambah lagi postur tubuh yang atletis, membuat siapa pun takjub melihatnya.Aldo melangkah tegap dan semua karyawan menunduk saat langkahnya melewati mereka. Ia berhenti tepat di atas podium yang sudah disediakan untuknya. Semua mata menatap wajah CEO yang muda dan tampan itu.Aldo lalu mengambil mic dan mulai bicara, "Selamat pagi semua. Perkenalkan, saya Aldo Pratama, CEO baru di perusahaan Primatama Corp. Saya ingin ke depannya kalian bisa lebih bekerja keras lagi demi majunya perusahaan ini. Terima kasih, semoga kita dapat bekerja sama dengan baik."Semua karyawan bertepuk tangan menyambut kehadiran pemimpin baru mereka. Tika menyenggol lengan Rere."Re ... ganteng banget Pak Aldo. Kalau begini, aku bakalan betah kerja di sini."Rere memutar mata malas. "Kamu gak boleh lihat yang bening saja. Sudah yuk, kita kembali ke ruangan masing-masing."Semua bubar dan menuju ruangan mereka masing-masing. Rere memikirkan sesuatu saat mendengar nama Aldo. Ia hanya ingat kalau ayah dari anaknya juga bermana Aldo. Namun, Rere tidak begitu ingat wajahnya. Kejadian itu sudah lewat. Mereka hanya menghabiskan waktu satu malam saja.Rere menggeleng, tidak mungkin seorang pengamen jalanan menjadi seorang CEO. Tika yang menyadari Rere tengah melamun segera menegurnya."Rere ... kamu kenapa sih?"Rere terkesiap. "Hah ... gak kok. Aku baik-baik aja."Tika mengedikan bahu, lalu berjalan menuju mejanya. Rere juga masuk ke ruangan divisi keuangan. Baru saja duduk, atasan sudah memanggil dirinya."Rere ... kamu di panggil buat kasih laporan ke ruangan CEO," kata Rudi."Iya ... aku segera ke sana," jawab Rere.Rere segera mengambil buku laporan keuangan untuk diserahkan kepada Aldo. Ia masuk lift menuju lantai teratas.Rere keluar dari dalam lift setelah sampai di lantai yang Ia tuju, lalu melangkah ke ruangan Aldo.Sebelum mengetuk pintu, Rere merapikan penampilannya. Ia menyisir rambut dengan jari-jermarinya, lalu merapikan pakaian.Rere mengetuk pintu. Dari dalam ruangan terdengar suara yang mengizinkan ia untuk masuk. Rere lalu mendorong pintu dan masuk ke dalam. Ia begitu gugup melangkah ke depan.Berkas yang ia bawa diserahkan pada Aldo. "Ini berkas laporan keuangan yang Bapak minta."Aldo memperhatikan Rere yang menunduk. "Angkat wajahmu jika bicara."Rere kaget mendengarnya, ia lalu mengangkat wajahnya menatap Aldo. "Maafkan saya, Pak."Aldo lalu memeriksa laporan keuangan itu. Cukup lama dia memeriksanya. Rere sudah pegal karena berdiri dengan sepatu heel.Aldo memeriksa berkas itu selembar demi selembar. Rere sudah tidak tahan lagi, ia lalu memberanikan untuk bicara."Pak ... apa saya boleh kembali?" tanya Rere.Aldo mengangkat wajahnya lalu menatap wajah cantik Rere. "Kamu dari tadi di sini, kenapa gak keluar saja?"Rere melongo mendengar ucapan Aldo. Pria ini sendiri tidak ada memberi perintah untuk keluar. Rere berusaha untuk tersenyum, meski di dalam hatinya sudah mendumel. Kalau tahu tadi begini, maka Rere akan segera balik ke divisinya."Kalau begitu ... saya permisi dulu, Pak," kata Rere.Aldo mengibas-ngibaskan tangannya mengusir Rere. Sedikit pun dia tidak menoleh menatap karyawannya ini.Rere keluar dari dalam ruangan Aldo sembari mengepalkan tangan geram akan tingkah Aldo yang seenaknya."Sial! Hari pertama dia datang, aku sudah di kerjai," umpat Rere ketika ia telah tiba di ruangannya sendiri. Dengan wajah kecut, Rere duduk di kursinya.Rudi yang melihat itu, menghampiri Rere dan bertanya, "Wajah kamu kenapa?" Rudi memperhatikan wajah Rere. "Masam banget ... gak ada manis-manisnya."Rere kesal mendengarnya. "Sudah ... jangan ganggu. Aku lagi kesal nih."Rudi semakin mengoda Rere. "Kesal ... coba cerita."Rere menghela. "Gimana gak kesal, aku berdiri di depan CEO baru itu cukup lama. Hingga kakiku pegal dibuatnya. Dia tidak ada memberi perintah untuk keluar dari ruangan. Aku kira dia masih memerlukan diriku untuk mengecek data. Eh ... ternyata pria itu bilang, kamu masih disini, kenapa tidak keluar?"Rudi tertawa mendengarnya. "Puff ... hahaha ... kamu juga sih, seharusnya kamu langsung keluar tadi."Rere semakin kesal. "Ish ... bukannya kamu membelaku, malah menyalahkan aku. Sudah sana, balik lagi ke meja kamu."Aldo selesai memeriksa laporan yang diterimanya dari Rere. Ia lalu memanggil asisten pribadinya, yaitu Ryan melalui sambungan telepon."Ryan ... kamu ke sini deh."Ryan, mantan seorang pengamen jalanan yang merupakan sahabat Aldo. Kini pria itu sudah menjadi asisten pribadi.Aldo memang menyuruh Ryan untuk pindah ke kota J dan melanjutkan pendidikannya di kota itu. Semua biaya ditanggung oleh keluarga Aldo.Setelah lulus, Ryan diangkat menjadi asisten sekaligus sekretaris Aldo."Ada apa, Al?" tanya Ryan, ketika sudah berada di depan atasan.Aldo memang menyuruh Ryan memanggil nama saja saat mereka berdua. Kalau di depan rekan kerja, barulah Ryan memanggil dengan sebutan resmi"Ryan ... siapa nama cewek yang buat laporan ini?" Aldo lalu menyerahkan berkas laporan itu kepada Ryan."Aku akan cari tahu ... kamu tunggu saja," kata Ryan, lalu keluar dari dalam ruangan Aldo menuju ke bagian personalia.Tiba di sana, ia mencari tahu mengenai Rere.Setelah mendapatkan informasi, Ryan segera kembali dengan membawa berkas berisi informasi mengenai Rere.Ryan memberikan berkas itu pada Aldo. "Nih ... kamu baca sendiri."Aldo mengambil berkas itu dan membacanya. Ia mengernyit saat melihat nama asli dari Rere.Aldo seperti merasa familiar akan nama itu. Namun, ia tidak begitu yakin."Renita ... apa aku mengenalnya?" gumam Aldo.Sejak kejadian malam panas itu, memang Aldo tidak lagi bermain dengan wanita jalang. Dia hanya bermain dengan para kekasihnya saja.Aldo berusaha untuk mengingat-ingat. Ada banyak sekali wanita yang mengisi hari-harinya, tetapi tetap saja ia tidak mengingat akan nama itu.Jam makan siang tiba, Rere bergegas keluar dari gedung perkantoran. Dia harus menjemput anaknya, Kenan. Rere masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin, kemudian mengendarainya ke jalan raya.Sekitar 20 menit Rere sampai di sekolah taman kanak-kanak. Jam pulang sekolah Kenan memang sudah selesai satu jam yang lalu.Namun, Rere selalu menyuruh anaknya untuk menunggu di taman sekolah. Di sana juga ada satpam yang menemani Kenan. Babysister Kenan saat ini sedang cuti pulang kampung. Jadi, Rere lah yang harus menjemput anaknya sekolah. Jarak antara kantor dan sekolah Kenan cukup dekat.Rere keluar dari dalam mobil. Terlihat Kenan tengah bermain ayunan seorang diri. Segera saja ia menghampiri putranya. "My baby Kenan," teriak Rere.Rere berlari dengan merentangkan kedua belah tangannya. Kenan memutar mata malas melihat ibunya yang selalu menganggapnya anak kecil. Kenan memang anak kecil, tapi dia bersikap dewasa. "Mommy ... jangan panggil Ken, my baby!" Kenan sedikit kesal dengan Rere.
Aldo keluar dari kamar mandi setelah menuntaskan diri. Ia bisa tidak waras jika harus melihat Rere terus-terusan. Aldo kembali ke ruangannya, melihat Rere yang duduk di sofa sambil memejamkan mata. Aldo mendekat pada Rere, melambaikan satu tangannya ke kiri dan ke kanan. Rere tampak tertidur pulas. Keringat di wajahnya masih bercucuran."Apa dia tidur?" tanya Aldo pada dirinya sendiri.Aldo mengambil tisu lalu menyeka wajah Rere dengan pelan. Ia duduk di samping Rere sembari memperhatikan wajah wanita ini yang cantik. Kulit putih bening, hidung bangir, bulu mata lentik dengan bibir kemerahan.Aldo menelan ludah saat melihat bibir mungil tipis kemerahan itu. Ingin sekali ia mengecup bibir itu. Aldo mendekatkan wajahnya secara perlahan. Menempelkan bibirnya pada bibir Rere. Cepat-cepat ia menarik bibirnya, lalu bangkit dari duduknya kemudian beralih ke kursi kebesarannya. Aldo mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Astaga ... apa yang telah aku lakukan." Aldo geleng-geleng kepala atas
Kenan terlihat heran melihat ibunya yang tengah memegang bibir. Ia memperhatikan Rere yang geleng-geleng kepala lalu mengerutu sendiri. Kenan mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mommy kenapa?"Rere terlonjak kaget mendengar suara Kenan. Ia terbata-bata menjawab pertanyaan putranya. "M-mommy gak kenapa-kenapa!"Rere berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. "Kamu sudah makan?"Kenan mengangguk. "Sudah ... sekarang mau pergi tidur."Rere menghampiri putranya. "Kamu tidur yah! Ini sudah malam. Selamat malam, Sayang.""Selamat malam, Mom," ucap Kenan.Rere memberi kecupan di kening. Begitu juga Kenan, mengecup kedua pipi Rere, lalu masuk ke kamarnya sendiri. Rere tersenyum melihat putranya yang mandiri. Kenan tidak seperti anak kebanyakan. Putranya itu sudah terbiasa mengurus diri tanpa bantuan darinya. Rere masuk ke kamarnya. Ia membuka pakaian, mengambil handuk dalam lemari, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Dalam kamar mandi, ia teringat akan kecupan panas yang di la
Denting lift berbunyi, pintu telah terbuka. Aldo membantu Rere untuk bangkit berdiri. Ia memapah tubuh Rere masuk ke dalam ruangannya. Sekretaris Aldo dan juga assistennya memperhatikan itu semua. Mereka tidak berani menegur ataupun bertanya pada Aldo. Mereka hanya diam memperhatikan saja atasan membawa Rere masuk ke dalam ruangannya.Aldo mendudukkan tubuh Rere di atas sofa. Ia mengambil kotak obat di laci meja, lalu duduk di samping Rere. Terlihat Rere tengah mengelus bagian belakangnya. Kening Rere juga merah karena benturan dinding lift. Bagaimana tidak? Rere tengah bersiap untuk menyerang, lalu Aldo menyepak kakinya. Rere tersungkur ke depan membentur dinding lift lalu jatuh terduduk. Aldo membuka kotak obat. Ia mengambil gel untuk luka memar. "Maaf ... aku gak sengaja menyenggol kakimu," ucap Aldo yang dengan perlahan mengoleskan obat itu di kening Rere. Rere meringis. "Pelan-pelan sedikit mengolesnya.""Ini juga sudah pelan," jawab Aldo lalu meniup-niup kening Rere. "Ini
Pintu lift terbuka, Rere segera keluar dan menuju ruangannya. Di dalam perjalanan, karyawan lain berkasak-kusuk membicarakan dirinya. Mereka melihat saat Rere dibawa masuk ke dalam lift oleh Aldo.Rere terlihat heran karena teman-temannya terus memperhatikan ia lewat. Ia segera masuk ke ruang kantor, mengambil cermin kecil dan melihat wajahnya.Tidak ada hal apa pun yang mencurigakan. Semuanya baik-baik saja. Rere terlihat bingung jadinya. "Re ... kamu ada hubungan apa sama CEO Aldo?" tanya Rudi yang langsung menghampiri Rere saat wanita itu telah duduk di kursi mejanya."Tidak ada ... memangnya kenapa?" tanya Rere. "Kamu lagi banyak digosipkan sama karyawan lain. Mereka mengira kamu ada hubungan dengan beliau."Rere mengernyit. "Kenapa mereka bisa berpikiran seperti itu?"Rudi memutar mata malas. "Semuanya melihat saat kamu ditarik masuk ke lift oleh Pak Aldo."Rere terlonjak kaget mendengar penuturan Rudi. Dia baru teringat saat Aldo menariknya, memang ada banyak staf lain yang me
Kenan mengintip Rere yang telah pergi dengan mobilnya. Ia lalu berlari masuk ke dalam kamar. Kenan mengambil celengan uang lalu menghancurkannya. Ia mengambil semua uang lalu memasukannya ke dalam kantong celana.Kenan mengambil jaket, topi dan ponsel. Rere memang meninggalkan satu ponsel untuk putranya agar Kenan dapat memberikan kabar jika terjadi apa-apa padanya. "Semua sudah siap, aku akan mencari Daddy. Mom bilang, Daddy itu seorang pengamen. Aku akan mencarinya di jalanan," gumam Kenan.Kenan keluar dari rumah dan tidak lupa mengunci pintu. Dia keluar dari gerbang rumah dengan celingak-celinguk ingin mencari taksi. "Taksi gak ada lewat, mau cari di mana, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Kenan berjalan kaki menyusuri jalanan. Ia lalu singgah di warung dan menghampiri seorang wanita yang seumuran dengan ibunya. "Bu ... Kenan mau minta tolong," ucapnya."Tolong apa, Dek?" tanya wanita itu."Kenan minta tolong, pesankan taksi online," pintanya."Oh ... ponsel kamu ada?" tanya w
Aldo masih menatap wajah Kenan yang tengah makan itu. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah memang betul jika Kenan adalah anak darinya? Wajah mereka sangat mirip. "Al ... lebih baik kita test saja Kenan. Siapa tahu dia memang anakmu," ucap Ryan, memberi saran terhadap sahabatnya."Aku tidak ingat jelas wanita malam itu. Tapi, idemu boleh juga. Kita harus melakukan test pada Kenan," ucap Aldo."Kenan sayang, kamu boleh panggil Om dengan sebutan Daddy," ucap Aldo dengan mengusap rambut Kenan."Tapi, Om bukan Daddy Ken," ucapnya. "Om adalah Daddy Ken. Dulu Daddy seorang pengamen. Sekarang, Daddy sudah kaya," ucap Aldo.Ken terlihat senang. "Om beneran Daddy Ken?"Aldo mengangguk. "Iya ... tapi, Ken jangan bilang Mommy dulu. Kita kasih kejutan untuk Mommy."Ken mengangguk. "Iya ... Ken tidak akan bilang pada Mommy.""Anak pintar ... hari ini Daddy akan ajak kamu jalan-jalan," ucap Aldo."Yeah asyik!" ucap Kenan girang.Aldo mengambil beberapa helai rambut Kenan. Dia membungkusnya dengan
Aldo membuka kemeja bajunya. Dia kembali menindih tubuh Rere, lalu melanjutkan aksinya. Dia juga sudah membuka habis kain yang melekat di tubuh indah Rere. "Selain pria itu, siapa lagi yang pernah menidurimu?" tanya Aldo."Tidak ada ... hanya dia satu-satunya," ucap Rere. Aldo membuka sedikit kaki Rere. Dia membenamkan kepalanya di bawah sana dan Rere menahan bibirnya agar dia tidak bersuara. "Cukup Aldo! Kamu sudah keterlaluan berbuat seperti ini," pekik Rere. Aldo tidak menghiraukan teriakan Rere. Dia tetap menikmati keindahan di bawah sana. Rere berusaha untuk melepas ikatan tangannya. "Apa kamu tidak bisa diam? Biarkan aku melakukannya. Kamu harus menuruti keinginanku," kata Aldo yang sedikit kesal karna Rere terus bergerak. "Pria kurang ajar. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini," teriak Rere. Aldo mengambil ponselnya. Dia memotret Rere dalam keadaan polos. Aldo sengaja melakukan itu agar Rere tidak lepas darinya. Dia akan menjerat Rere untuk selalu menuruti keinginan