Terdengar ketukan pintu kamar. Aldo menghentikan suara nyanyiannya dan Rere beranjak dari duduknya. Dia membukakan pintu pada petugas hotel yang membawa minuman serta cemilan.
Rere mempersilakan petugas itu masuk ke dalam kamar. Pria pelayan hotel meletakan minuman beserta gelas sloky di meja. Setelah itu, lelaki ini mempersilakan tamu mencicipi hidangan, lalu keluar dengan menerima uang tip.Botol wine diambil, dibuka tutupnya, lalu Rere menuangkan anggur tersebut ke dalam gelasnya dan gelas Aldo. "Minumlah ... lepaskan dulu gitarmu."Aldo meletakan gitar di samping kursi sofa. Dia lalu meminum wine yang telah dituangkan oleh Rere. Kesedihan wanita itu tampak berkurang.Selagi meneguk minumannya, Rere memperhatikan wajah tampan Aldo. Rupa itu begitu bersih, juga terawat. Aldo seperti bukan seorang pengamen jalanan.Memang Aldo bukanlah seorang pengamen. Aldo berasal dari keluarga berada. Dia hanya mempunyai teman seorang pengamen.Aldo anak konglomerat yang berasal dari kota J. Dia hanya berkunjung saja ke kota B.Rere mengulurkan tangan pada wajah tampan Aldo. "Wajahmu sangat bersih, apa kamu betul-betul pengamen?"Aldo membiarkan saja wajahnya dibelai oleh Rere. "Kenapa? Apa kamu tidak percaya kalau pengamen juga bisa punya wajah tampan."Rere malah terkekeh geli. "Aku percaya ... aku sudah melihat buktinya."Aldo mengernyit. "Maksud kamu?""Kamu buktinya ... seorang pengamen berwajah rupawan."Aldo hanya tersenyum mendengarnya. Keduanya saling menatap dan entah siapa yang memulai terlebih dulu. Bibir keduanya sudah menyatu dan saling mencecap. Aldo sudah bergairah. Napasnya sudah memburu. Dia membawa tubuh Rere ke dalam gendongannya menuju ranjang yang empuk.Aldo membuka habis pakaian yang melekat di tubuhnya. Melihat itu, Rere menelan ludah. Roti sobek Aldo sungguh sangat menggoda.Setelah itu, Aldo membuka kimono yang melekat pada Rere, lalu membelai rambut wanita itu dan menciumnya."Rambutmu sangat harum."Aldo mengecup kening, mata, pipi dan bibir Rere. Tangannya sudah menyusur ke mana-mana. Rere menikmati setiap sentuhan yang diberikan Aldo."Kamu siap, sayang?"Rere mengangguk, dia sudah terbakar oleh gairah. Aldo mulai melakukannya. Sampai tahap inti, ia kaget ternyata wanita di bawahnya ini masih perawan.Rere awalnya merasakan sakit, tetapi itu hanya sebentar saja. Dia mulai menikmati permainan Aldo. Permainan yang membuatnya melayang-layang. Keduanya menarik napas panjang saat sudah mencapai puncak.Aldo tumbang di samping Rere. Napasnya masih belum beraturan. Tubuh mereka dipenuhi oleh keringat yang bercucuran."Kamu sangat menakjubkan. Aku tidak mengira, kalau aku pria pertama yang menyentuhmu." Aldo memeluk, lalu mengecup kening Rere.Pelukan itu dibalas Rere. Dia membenamkan wajahnya di dada bidang Aldo."Siapa namamu?" tanya Aldo."Renita ... panggil saja Rere.""Aku Aldo, kamu ingin mengulang lagi permainan tadi?"Rere mengangguk. "Malam ini, aku milikmu."Aldo dan Rere memulai kembali permainan panas. Entah berapa kali mereka melakukannya.Sepanjang malam itu dihiasi dengan suara-suara indah dari keduanya. Setelah puas, Rere dan Aldo tertidur. Lelah setelah menunstaskan hasrat, keduanya membenamkan diri di bawah selimut yang sama dengan tubuh masih belum berpakaian.Mentari pagi bersinar dari celah tirai kamar hotel. Rere mengeliat, tubuhnya terasa berat. Ia mengucek mata agar terbuka. Kemudian melihat sebuah tangan yang melingkar di perut.Ditatapnya wajah rupawan yang masih tertidur di sampingnya ini. Rere mengingat permainan panas yang dia lakukan bersama Aldo. Ia tersenyum, kemudian bangkit dari tidurnya. Tubuhnya terasa remuk dan pinggangnya juga sakit. Rere turun dari ranjang dan berjalan perlahan menuju kamar mandi.Rere membersihkan tubuhnya di bawah guyuran air shower seraya menatap di cermin jejak-jejak cinta yang jelas di sekujur tubuhnya.Setelahnya, Rere keluar dari kamar mandi. Terlihat Aldo yang masih bergelung dengan selimut. Dia memakai pakaiannya kembali. Kemudian mengambil uang dari dalam tas senilai 5 juta.Rere meletakan uang itu di atas meja samping tempat tidur. Dia juga memberi catatan kecil untuk Aldo.Sebelum pergi, Rere mencium kening dan bibir Aldo, lalu keluar dari dalam kamar hotel. Dia turun ke lantai bawah menuju mobilnya.Puas dengan kesenangan tadi malam, Rere segera berlalu menuju rumah orang tuanya.Sementara itu, Aldo mengeliat, ia beringsut bangun sembari meregangkan otot-otot tubuhnya. Tidak ada siapa pun. Hanya terlihat uang yang ditinggalkan Rere dan sebuah catatan untuknya. Aldo membaca pesan tersebut.~ Terima kasih untuk tadi malam. Aku sangat puas akan pelayananmu, Renita.Aldo berdecak. "Ck ... dia kira aku murahan.""Eh ... semalam, aku memang menghiburnya, kan?"Aldo teringat kalau memang dia dibawa Rere untuk menghibur. Tapi, Aldo menghibur dengan nyanyiannya, bukan malah bercinta dengan Rere.Terserah! Aldo membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Ia tersenyum saat melihat ada bekas noda darah di seprai yang berwarna putih itu."Tuh cewek beneran masih segel. Beruntung banget diriku," gumam Aldo seraya geleng-geleng kepala saat mengingat kejadian semalam. Andai Rere masih ada di kamar, maka Aldo akan mengulangi kegiatan semalam.Aldo masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, ia pun memakai kembali pakaiannya.Tidak lupa mengambil uang yang diberikan oleh Rere. Uang itu akan dia berikan kepada Ryan, sahabatnya.Setelahnya, ia keluar dari hotel, mencari taksi untuk pulang ke tempatnya menginap sendiri.Di perjalanan, Aldo mengirim pesan kepada Ryan agar menemuinya di tempat biasa mereka nongkrong.Siang hari, Ryan menemui sahabatnya. Pria ini teman Aldo yang merupakan seorang pengamen. Ryan orang kecil yang berteman dengan Aldo yang kaya raya. Pertemuan keduanya secara tidak sengaja.Ryan pernah menyelamatkan Aldo saat pria itu hampir kerampokan. Karena insiden itu mereka jadi berteman akrab. Aldo bukanlah pria dari kota yang sama dengan Ryan. Ia sengaja datang ke kota B untuk berlibur dan menemui sahabatnya ini."Nih, uang dari cewek itu." Aldo memberikan uang tunai senilai 5 juta kepada Ryan."Hanya untuk semalam?" Ryan tidak percaya. Beruntung sekali Aldo. Dapat wanita cantik. Disuruh bernyanyi, lalu dibayar mahal.Aldo tersenyum penuh arti. "Ambil saja uang itu. Aku tidak butuh.""Wah! Makasih banget." Ryan tidak ragu karena memang Aldo termasuk pria yang senang membagi uang. "Ceritakan bagaimana malammu bersamanya.""Luar biasa. Dia masih tidak tersentuh." Aldo terkekeh seraya mengusap bibirnya. Kejadian semalam ingin sekali ia ulangi. Sudah cantik, terhormat, wanita yang menjaga kesuciannya termasuk sulit untuk didapatkan.Sementara Ryan heran akan tingkah sahabatnya ini. Ada apa sebenarnya? Apa maksud dari Aldo?"Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti," kata Ryan."Kemarilah." Aldo mendekat, begitu pula Ryan. Sahabatnya ini berbisik dan itu berhasil membuat mata Ryan melotot. Astaga! Yang benar saja."Jadi, kamu menjadi pria penghibur?""Begitulah." Aldo tertawa.Renita mengkhwatirkan kondisi ayahnya. Bagaimana dia harus menjelaskan ini semua? Ayahnya pasti akan syok akan kabar ini. Istri yang dipercaya telah mengkhianatinya dengan berselingkuh serta mengambil harta.Dia tidak dapat membayangkan bagaimana nasib mereka ke depannya. Dia baru saja lulus kuliah dan belum bekerja. Selama ini Renita telah hidup mewah dengan harta ayahnya.Renita anak tunggal dari Tuan Arif dan Nyonya Maria. Ibu dari Renita telah meninggal dunia sejak Renita umur 15 tahun. Sekarang umur Renita sudah 22 tahun dan dia baru saja lulus kuliah.Hubungan asmara bersama Dion sudah terjalin sejak duduk di bangku sekolah. Ayahnya juga tidak menyetujui hubungan keduanya dikarenakan Dion tidak selevel dengan martabat keluarga.Namun, demi anaknya. Tuan Arif menyetujui hubungan mereka. Sekarang terbukti dengan kejadian ini, Tuan Arif telah dibohongi oleh dua orang yang ia cintai serta percaya.Renita ragu untuk mengetuk pintu kamar. Namun, ia harus memberitahu segalanya. Pintu
3 Bulan kemudianRere mulai merasakan pusing di kepalanya. Dia juga sudah seminggu ini mengalami mual-mual. Rere bangkit dari tidurnya. Dia bergegas menuju wastafel kamar mandi, lalu memuntahkan seluruh isi dalam perutnya. Hanya ada cairan bening yang dia muntahkan. Rere juga merasa pusing. Setelah itu, dia keluar dari kamar mandi. Rere mengambil ponsel yang terletak di atas meja lampu tidur. Dia mengirim pesan kepada teman kantornya kalau hari ini tidak dapat masuk kerja.Rere memang sudah mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan swasta. Sudah dua bulan dia bekerja di perusahaan itu. Dia harus segera pergi ke dokter. Jika dibiarkan, maka akan membuatnya kesulitan untuk bekerja. Rere masuk ke kamar mandi lagi untuk membersihkan diri. Selesai mandi, dia mengambil pakaian ganti dan mulai bersiap. Dia tidak lagi sarapan. Entah mengapa akhir-akhir ini dia juga tidak bernapsu untuk makan.Rere masuk ke mobilnya dan melesat laju menuju rumah sakit. Sekitar 30 menit, dia tiba di sana. Depan
Bandara Kota J.Rere berjalan dengan menyeret koper besar di tangannya. Hari ini untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di kota J.Dia menghentikan taksi, lalu masuk ke dalam. Rere menyerahkan alamat rumah sewa yang ia dapatkan dari iklan di media sosial.Mobil taksi melaju menuju alamat yang ditunjukan Rere. Satu jam perjalanan untuk sampai di rumah sewa tersebut.Supir taksi keluar menurunkan koper penumpangnya. Rere turun dan memberi bayaran kepada supir taksi itu. Di depan rumah sudah menunggu bapak pemilik rumah sewa."Selamat siang, Pak!" Rere mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Saya Rere, yang kemarin menelepon untuk menyewa rumah ini.Bapak itu menyambut jabat tangan Rere. "Iya ... ini kuncinya. Rumahnya sudah dibersihkan. Tinggal masuk saja.""Makasih, Pak," ucap Rere seraya mengambil kunci rumah."Sama-sama, Nona. Kalau begitu saya permisi," ucapnya. Bapak pemilik rumah itu segera pergi. Rere membuka pintu dan segera masuk ke dalam. Akhirnya, di sinilah dia aka
5 Tahun kemudianRere ngos-ngosan karena berlari dari dalam mobilnya menuju pintu masuk kantor. Hari ini ia datang terlambat. Padahal hari ini adalah acara penyambutan CEO baru. Semua karyawan sudah pada berjejer di depan pintu masuk kantor. Rere segera ikut berdiri sejajar dengan para karyawan yang lain. Ia lega karena ceo baru itu belum datang. Rere menarik napas lalu mengembuskannya. Di sebelah dirinya, Tika tengah terkikik geli. "Habis ngapain kamu?"Rere melirik ke sampingnya. "Biasa ... Kenan lagi rewel tadi. Gak tahu deh kenapa, tiba-tiba saja pengen ikut."Tika satu-satunya sahabat Rere yang mengetahui kalau ia sudah memiliki seorang anak.Tika mengangguk. "Mungkin dia, pengen lihat ceo baru kita juga kali." Tika terkikik geli lagi.Rere menyenggol lengan Tika dengan sikunya. "Hust! Sudah, diam. Rombongan ceo datang, tuh."Mobil mewah berhenti tepat di depan pintu masuk perusahaan. Seorang pria keluar dari dalam mobil itu. Dengan langkah tegap dan didampingi oleh assisten pr
Jam makan siang tiba, Rere bergegas keluar dari gedung perkantoran. Dia harus menjemput anaknya, Kenan. Rere masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin, kemudian mengendarainya ke jalan raya.Sekitar 20 menit Rere sampai di sekolah taman kanak-kanak. Jam pulang sekolah Kenan memang sudah selesai satu jam yang lalu.Namun, Rere selalu menyuruh anaknya untuk menunggu di taman sekolah. Di sana juga ada satpam yang menemani Kenan. Babysister Kenan saat ini sedang cuti pulang kampung. Jadi, Rere lah yang harus menjemput anaknya sekolah. Jarak antara kantor dan sekolah Kenan cukup dekat.Rere keluar dari dalam mobil. Terlihat Kenan tengah bermain ayunan seorang diri. Segera saja ia menghampiri putranya. "My baby Kenan," teriak Rere.Rere berlari dengan merentangkan kedua belah tangannya. Kenan memutar mata malas melihat ibunya yang selalu menganggapnya anak kecil. Kenan memang anak kecil, tapi dia bersikap dewasa. "Mommy ... jangan panggil Ken, my baby!" Kenan sedikit kesal dengan Rere.
Aldo keluar dari kamar mandi setelah menuntaskan diri. Ia bisa tidak waras jika harus melihat Rere terus-terusan. Aldo kembali ke ruangannya, melihat Rere yang duduk di sofa sambil memejamkan mata. Aldo mendekat pada Rere, melambaikan satu tangannya ke kiri dan ke kanan. Rere tampak tertidur pulas. Keringat di wajahnya masih bercucuran."Apa dia tidur?" tanya Aldo pada dirinya sendiri.Aldo mengambil tisu lalu menyeka wajah Rere dengan pelan. Ia duduk di samping Rere sembari memperhatikan wajah wanita ini yang cantik. Kulit putih bening, hidung bangir, bulu mata lentik dengan bibir kemerahan.Aldo menelan ludah saat melihat bibir mungil tipis kemerahan itu. Ingin sekali ia mengecup bibir itu. Aldo mendekatkan wajahnya secara perlahan. Menempelkan bibirnya pada bibir Rere. Cepat-cepat ia menarik bibirnya, lalu bangkit dari duduknya kemudian beralih ke kursi kebesarannya. Aldo mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Astaga ... apa yang telah aku lakukan." Aldo geleng-geleng kepala atas
Kenan terlihat heran melihat ibunya yang tengah memegang bibir. Ia memperhatikan Rere yang geleng-geleng kepala lalu mengerutu sendiri. Kenan mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mommy kenapa?"Rere terlonjak kaget mendengar suara Kenan. Ia terbata-bata menjawab pertanyaan putranya. "M-mommy gak kenapa-kenapa!"Rere berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. "Kamu sudah makan?"Kenan mengangguk. "Sudah ... sekarang mau pergi tidur."Rere menghampiri putranya. "Kamu tidur yah! Ini sudah malam. Selamat malam, Sayang.""Selamat malam, Mom," ucap Kenan.Rere memberi kecupan di kening. Begitu juga Kenan, mengecup kedua pipi Rere, lalu masuk ke kamarnya sendiri. Rere tersenyum melihat putranya yang mandiri. Kenan tidak seperti anak kebanyakan. Putranya itu sudah terbiasa mengurus diri tanpa bantuan darinya. Rere masuk ke kamarnya. Ia membuka pakaian, mengambil handuk dalam lemari, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Dalam kamar mandi, ia teringat akan kecupan panas yang di la
Denting lift berbunyi, pintu telah terbuka. Aldo membantu Rere untuk bangkit berdiri. Ia memapah tubuh Rere masuk ke dalam ruangannya. Sekretaris Aldo dan juga assistennya memperhatikan itu semua. Mereka tidak berani menegur ataupun bertanya pada Aldo. Mereka hanya diam memperhatikan saja atasan membawa Rere masuk ke dalam ruangannya.Aldo mendudukkan tubuh Rere di atas sofa. Ia mengambil kotak obat di laci meja, lalu duduk di samping Rere. Terlihat Rere tengah mengelus bagian belakangnya. Kening Rere juga merah karena benturan dinding lift. Bagaimana tidak? Rere tengah bersiap untuk menyerang, lalu Aldo menyepak kakinya. Rere tersungkur ke depan membentur dinding lift lalu jatuh terduduk. Aldo membuka kotak obat. Ia mengambil gel untuk luka memar. "Maaf ... aku gak sengaja menyenggol kakimu," ucap Aldo yang dengan perlahan mengoleskan obat itu di kening Rere. Rere meringis. "Pelan-pelan sedikit mengolesnya.""Ini juga sudah pelan," jawab Aldo lalu meniup-niup kening Rere. "Ini