Part 27***Yadi pulang ke rumah dengan lesu, seakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Yang pasti rasa bersalah yang menggunung atas kematian Alya. Dia melihat rumahnya ramai."Ngapain lagi sih, Siska?" Pikirnya Dia segera melangkah masuk dan mendapati Siska sedang berkumpul arisan bersama teman temannya. Yadi melengos memasang wajah masam sebentar sebelum masuk ke dalam menuju kamarnya. Siska tak menanggapi, dia tetap meneruskan kegiatannya. Begitulah Siska, dia tidak pernah lagi memperdulikan suaminya, dirinya sibuk dengan acara kumpul kumpul dengan teman arisan dan geng sosialitanya. Dikala senggang dia lebih suka menghabiskan waktu di salon ketimbang memasak atau menanyakan keadaan suaminya sudah makan atau belum. Yang penting baginya uang dari Yadi selalu lancar. Yadi pun begitu dari pada Siska membuat masalah lebih baik segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Usaha jualan toko bangunannya sedang berkembang pesat. "Kenapa laki lu, Sis?" tanya salah seorang temannya. "E
Part 28***Tama yang kritis langsung dibawa ke ruang instalasi gawat darurat. Seorang laki-laki yang menolong Tama berusaha mencari informasi keluarga Tama dari HP Tama. Bersyukur ponsel itu tak dikunci sehingga dia dengan mudah membuka dan mencari orang yang bisa dihubungi. Dia mencoba membuka kontak dan mencari nomor yang sering dihubungi Tama. Dia menemukan sebuah nomor atas nama Yanto di kontak paling atas yang baru-baru ini dihubungi Tama. "Hallo, ini Yanto ya?""Iya, ini siapa?" tanya Yanto dari seberang telepon. "Teman saudara yang memiliki HP ini sekarang sedang di rumah sakit, karena kena tusuk orang." Tanpa basa basi lelaki itu langsung berucap. Yanto yang menerima telpon itu terkejut, dia bergeming beberapa saat lamanya, tidak tahu harus berbuat apa. Sinta yang melihat reaksi suaminya segera mendekat, takut terjadi apa-apa dengan gelagat suaminya. "Telpon dari siapa mas?" tanya Sintia penasaran sambil memperhatikan mimik muka Yanto yang datar serta pandangan kosong.
Bab 29***Rumah sakit itu begitu ramai hingga untuk parkir saja, Lina harus mengantri selama beberapa menit untuk mendapatkan tempat parkir mobilnya. "Apa sih yang terjadi dirumah sakit ini, kok rame nian?" Gerutu Lina sambil memukul stir mobilnya. Hilang sudah jiwa Lina yang dikenal sebagai ibu penyabar ini. Wajahnya yang selalu ceria berubah menjadi perasan jeruk nipis. "Sabar, Lin." Tantri menyentuh tangan sahabatnya karena Lina memencet klakson berkali-kali. "Lihat mobil di depan itu, harusnya parkir di ujung dulu, ini dia parkir lebih dekat. Tak punya adap!" Lina terus menggerutu. Tantri membiarkan Lina mencak-mencak setelah tak berhasil membujuknya untuk diam. Selang beberapa menit kemudian kami mendapatkan lahan parkir juga meski berebut dengan mobil lain. "Kok suasananya seperti hendak menonton konser, sih." Lina masih bersungut-sungut sambil melangkah menuju meja administrasi untuk menanyakan ruang rawat Tama. Setelah mendapat info mereka menuju ruangan yang dimaksud
***Pov TantriAku terhuyung ke belakang, beruntung di belakangku ada sebuah kursi sehingga aku tidak jadi jatuh. Aku menangis sejadi jadinya, perasaanku hancur berkeping-keping. Syukurlah handphone itu masih dalam genggamanku. Di sana terpapar jelas foto foto suamiku Mas Yadi bersama seorang wanita muda. Itu inbok dari sahabatku Lina, aku memang menyuruhnya Lina menyelidiki keberadaan Mas Yadi, karena sudah beberapa hari ini dia tidak pulang dan tidak ada kabar apapun. Padahal sebelum ini kami baik baik saja tidak punya masalah dalam rumah tangga. Sebegitu pintarnya dia menyembunyikan hal ini dariku. "Apa salahku mas?" ratapku luruh di lantai. Ke empat anakku segera berlari menghampiriku. "Mama kenapa? Mama tidak apa apa, kan?" tanya sisulung Alya yang berumur delapan belas tahun. Tika anakku nomor dua segera mengambil hape dari tanganku dan dia terdiam. Matanya berkaca kaca. Tika memang yang paling dekat dengan mas Yadi dan anaknya sensitif mudah menangis. "Kenapa kak?" tanya
Part 2***[ "kutunggu kamu di cafe biasa ya Tan,"]Sebuah pesan WA dari linamembuyarkan lamunanku. Walau dengan rasa malas yang mendera, terpaksa aku bangkit juga. Kasihan Lina harus menunggu, padahal dia sudah bersusah payah untukku. Sudah dua hari ini aku tidak beraktifitas, seluruh kegiatan kuserahkan pada asistenku-- Tama. Aku masih syock dengan kejadian ini dan sedang mencoba berdamai dengan keadaan yang ku hadapi ini, sulit memang. Terbayang anak anak kedepannya bagaimana tanpa ayah mereka. Bukan soal materi,bukan karena keuanganku lebih dari Mas Yadi, akan tetapi kasih sayang ayah pada mereka yang terenggut tiba-tiba. Akankah anak-anak sanggup menghadapinya karena yang mereka tahu selama ini ayahnya adalah pahlawan serta superhero mereka. Semua ketakutan itu datang bagai sebuah bayang bayang hitam ingin menangkup diri. Aku tidak lemah hanya aku ingin membimbing hati untuk kuat. Seolah tahu dengan apa rasakan dan hadapi handphone ku berdering. panggilan dari ibuku, satu sat
***"Ma, ada telpon dari lek karyo!" Teriak Tika dari bawah. Aku yang ketika itu sedang memeriksa surat surat kepemilikan rumah dan berkas penting lainnya. Aku takut Mas Yadi juga melarikan surat itu, tapi syukurlah, dia tak mengutak atik semua dokumen itu. Segera aku berlari ke bawah menerima telpon tersebut. Perasaan tidak enak menggelayuti pikiranku. Tumben Lek Karyo tiba-tiba menelpon dan ibu yang belum juga sampai padahal dari kemarin beliau bersiap hendak datang. ["Ada apa lek?"] ujarku deg-degan, semoga tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan, harapku. [Yang sabar ya, Tantri. Tadi pagi ketika ibumu berkemas hendak ke tempatmu, beliau terjatuh di kamar mandi...beliau kritis, Tan. Maaf Lelek baru bilang sekarang, karena pikir Lelek ibumu akan baik segera."] Aku terduduk lemas, dunia rasa runtuh seketika. Hanya jeritan histeris yang keluar dari mulut ku. "Cobaan apa lagi ini ya Allah, kenapa engkau menghukum ku begini," Tika yang melihat hal itu segera berlari menghampiriku.
***Kami menepati ruko kecil disebuah kawasan tak jauh dari pasar pagi. Tempat yang strategis untuk membuka usaha. Aku bersyukur Bank tidak melihat Ruko untuk ditarik oleh mereka demi membayar hutang. Ruko itu terdiri dari dua lantai, di lantai atas adalah rumah tinggalku dan anak-anak dengan dua kamar tidur dan satu kamar multifungsi. Sedangkan dilantai bawah aku mulai berusaha berjualan nasi uduk dan pecel lele kecil kecilan, jualanku di restro yang dulu. Semua pelanggan setia dan kenalanku kuhubungi dan kuundang untuk datang ke ruko milikku sekaligus promosi daganganku. Aku memberikan diskon hari ini untuk mereka. Para pelanggan setiaku berdatangan menerima undangan dariku. Mereka dari dulu selalu memuji makanan di tempatku, katanya rasanya enak dan beda dari makanan tempat lain. jualan ku ini memang resep dari almarhum Ibu yang baru berpulang, kata beliau warisan turun temurun dari leluhur kami. Lek Karyo saja adik ibuku satu-satunya juga berjualan ini di kampung dan hidupnya m
Part 5***Setiap harinya Tantri berusaha mencari pinjaman untuk membayar hutang suaminya. Jualannya yang tak seberapa tak mampu menutupi membayar hutang yang berkisar ratusanjuta itu. Makanya Tantri berinisiatif meminjam uang dan membayar hutang tersebut dan dia bisa mencicil pinjamannya sendiri dari jualannya. Anak anak Tantri pun berusaha membantu ibu mereka dengan bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Contohnya Tika yang menjadi guru les bahasa Inggris untuk anak SD dan Bimo yang bekerja di sebuah cucian motor dan mobil. Hanya sikecil Fatih yang belum bisa membantu, dia hanya membantu di warung menggantikan ibunya bila sedang bepergian,begitupula dengan si sulung Alya. Alya yang akan menghadapi kelulusan tidak ikut membantu bekerja. Tantri tetap berniat menguliahkan Alya setinggi mungkin, agar semua anaknya kelak menjadi orang sukses yang berilmu. Tantri akan berusaha, itu tekadnya dalam hati. Tantri sangat bersyukur mendapatkan anak anak yang peduli kepada orang tuanya. Merek