Share

Musibah tak terduga

Penulis: Silver Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-01 16:11:17

***

"Ma, ada telpon dari lek karyo!" Teriak Tika dari bawah. 

Aku yang ketika itu sedang memeriksa surat surat kepemilikan rumah dan berkas penting lainnya. Aku takut Mas Yadi juga melarikan surat itu, tapi syukurlah, dia tak mengutak atik semua dokumen itu. Segera aku berlari ke bawah menerima telpon tersebut. Perasaan tidak enak menggelayuti pikiranku. Tumben Lek Karyo tiba-tiba menelpon dan ibu yang belum juga sampai padahal dari kemarin beliau bersiap hendak datang.

["Ada apa lek?"] ujarku deg-degan, semoga tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan, harapku.

[Yang sabar ya, Tantri. Tadi pagi ketika ibumu berkemas hendak ke tempatmu, beliau terjatuh di kamar mandi...beliau kritis, Tan. Maaf Lelek baru bilang sekarang, karena pikir Lelek ibumu akan baik segera."]

Aku terduduk lemas, dunia rasa runtuh seketika. Hanya jeritan histeris yang keluar dari mulut ku. "Cobaan apa lagi ini ya Allah, kenapa engkau menghukum ku begini,"

 Tika yang melihat hal itu segera berlari menghampiriku.

"Mama, Kenapa ma. Eyang kenapa?" Tika memapahku duduk di sofa ruang tamu.  

"Eyang, kritis nak! Mama harus segera ke sana sekarang," ucapku menyusut airmata yang setia menemaniku beberapa hari ini. Entah kenapa dia tidak mau kering, padahal sudah berulang kali mengalir dari mata ini.

"Mama pergi sama siapa? Biar Tika yang temani, ya."

Aku hanya mengangguk, badanku lemah terasa tak bertulang tak sanggup lagi untuk berdiri. Siapa lagi harapanku, siapa lagi penyemangat hidupku, selain mama.

Segera Tika memapahku ke atas untuk bersiap.

"Mama yakin akan sanggup pergi?" tanya Tika melihatku seperti orang yang punya tenaga.

"Iya, Nak. Mama harus tahu keadaan Eyang. Mudah-mudahan dengan sampainya kita di sana, Eyang segera pulih."

***

Setelah memakan waktu beberapa jam lamanya, aku sampai juga di kampung halaman. Nampak rumah sudah ramai dengan pelayat, satu jam sebelum sampai, ibuku menghembuskan nafas terakirnya.

Aku langsung menerobos masuk dan memeluk jasad ibuku yang terbujur kaku. Tangis histeris keluar dari mulutku.

"Mengapa ibu juga ikut meninggalkan Tantri buk, kenapa? Tantri sama siapa lagi mengadu, Tantri tak punya siapa-siapa lagi," Jerit tangisku pilu. "Bawa Tantri bersama ibu, Bawa!" Pekikku. Lek Karyo segera menghampiriku.

"Istiqfar, Nak! Istiqfar," ucap Lek Karyo menyadarkanku.

"Tak ada lagi guna Tantri hidup, Lek. Semua sudah lenyap!" pekikku lagi. "Biar Tantri ikut ibu berkalang tanah bersama-sama dan semua beban ini akan selesai."

 Para pelayat pun ikutan sedih mendengar ratapan demi ratapan yang kuucapkan mewakili perasaanku. Kemudian aku jatuh pingsan dan tak ingat apa-apa lagi. Hingga saat pemakaman selesai aku belum juga sadar. Lek karyo adik ibu tidak tega menyadarkanku dari pingsan, takut aku bertambah histeris dan melakukan perbuatan yang tidak-tidak.

Aku tersadar sesaat setelah pengajian tiga hari tiga malam meninggal Ibu selesai dilaksanakan warga kampung. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada beberapa tetangga dekat yang masih betah menungguiku.

Tatapanku kosong, jiwaku hampa, serasa semua pergi bersama jasad ibu. "Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, kenapa tak lebih baik aku ikut ibu saja," ratapku dalam hati.

"Makan dulu, Tan. Kamu belum makan dari tadi. Memang tak mudah, Nak. Tapi Lelek yakin kamu mampu menghadapinya karena kamu kuat dan tangguh seperti almarhum ibumu. Kamu ingat bagaimana ibumu bisa sembuh dari kanker rahimnya? Karena dia kuat dan tak patah semangat," Lek karyo terus berusaha menghiburku. Sepiring bubur berada di tangannya, siap untuk disuapkan ke mulutku.

"Lelek masih ada disini nak, sebagai pengganti ibumu. Kamu harus kuat nduk, harus demi anak anakmu, mereka masih kecil kecil, Tan."

Aku menggeleng menerima suapan beliau. Aku tak menggubris ucapan yang keluar dari mulut Lek Karyo yang duduk di hadapanku.

Kesadaran masih bersamaku, kutatap Lelaki baik berwajah teduh itu. "Tantri harus pulang besok lek, Tantri harus menyelesaikan urusan utang piutang Mas Yadi dengan bank, Tantri masuk dulu." 

Aku segera beranjak pergi dari hadapan lek karyo. Lek Karyo menatapku iba, beliau membiarkanku berlalu, mungkin beliau ingin aku tenang dulu. Aku tak ingin menjadi orang yang dikasihani. Beruntung fikiran buruk tidak menghampiriku ditengah masalah dan cobaan yang menimpanku ini, di tambah imanku yang lemah yang mudah dibelokkan syetan. Anak-anaklah yang menjadi alasanku untuk tidak meneguk pembunuh serangga atau menyayat nadiku atau gantung diri sekalian biar masalahku lenyap seketika.

Aku hanya tidak ingin berfikir, saat ini aku hanya ingin memotivasi diri untuk tidak jatuh. Mungkin dengan menangis di atas sajadah bisa mengurangi bebanku, menghadap Allah yang masih sayang padaku walau pun aku jarang mengingatNYA. Sholat yang kadang kukerjakan karena sibuk dengan bisnisku. Hanya dalam urusan berderma aku patut diacungi jempol. Aku merupakan salah satu penggalang dana pendiri pesantren Darul quran dan mesjid megah disekitar tempat tinggalku.

***

Masa berkabung bagiku sudah tidak ada lagi. Bagaimanapun hidup akan terus berlanjut, toh suatu hari akupun akan menyusul ibu, tinggal menunggu saatnya saja. Aku harus menata diri mengingat anak anak yang selalu memandang iba padaku. Aku menitipkan semua peninggalan ibu pada Lek Karyo. Mungkin suatu saat aku butuh, baru aku akan ambil hakku sebagai ahli waris satu-satunya.

 Sehari setelah pulang dari kampung, aku harus berkemas untuk segera pindah dari rumah ini, karena rumah ini sudah disita Bank. Rumah mewah bertingkat dua, hasil jerih payahku yang bertahap demi bertahap kubangun hingga menjadi rumah megah seperti sekarang ini. Akan tetapi dengan sangat terpaksa harus kulepaskan demi membayar hutang yang jumlahnya tak bisa dikalkulasikan lagi. Semua aset juga sudah terjual hanya menyisakan satu motor matic dan satu buah ruko yang akan menjadi tempat tinggalku dan anak anak. Itupun semua hutang belum juga habis, entah bagaimana hutang itu segera lunas, aku tak sanggup berpikir lagi.

"Kita mau pindah kemana, ma?" tanya Bimo heran. 

"Untuk sementara kita harus tinggal di ruko di dekat pasar pagi itu, nak. Hanya itu saja yang kita punya,"

"Itu kan rukonya kecil, ma? Mana muat untuk barang barang kita yang banyak ini," Sahut Tika malas. 

"Kita membawa barang yang penting saja, Tika. kalau barang barang mewah ini sudah disita Bank juga, nanti kalau ada duit kita beli lagi ya," ujarku menenangkan anak anak yang sudah biasa hidup senang dengan fasilitas mencukupi, tapi sekarang mereka harus hidup apa adanya. Tapi aku tidak akan tinggal diam, aku akan berusaha mencukupi kehidupan mereka. Aku ahli dalam memasak, aku akan berjualan di ruko.

Begitulah aku dan anak anak segera pindah, menggunakan mobil pick up salah satu restro miliknya yang biasa digunakan untuk membawa pesanan besar pelanggan. 

Komen (5)
goodnovel comment avatar
D'naya
Semangat Tantri
goodnovel comment avatar
Goresan Pena93
seru banget ceritanya
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
Kasihannya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hutang suami membawa petaka   Hidup baru

    ***Kami menepati ruko kecil disebuah kawasan tak jauh dari pasar pagi. Tempat yang strategis untuk membuka usaha. Aku bersyukur Bank tidak melihat Ruko untuk ditarik oleh mereka demi membayar hutang. Ruko itu terdiri dari dua lantai, di lantai atas adalah rumah tinggalku dan anak-anak dengan dua kamar tidur dan satu kamar multifungsi. Sedangkan dilantai bawah aku mulai berusaha berjualan nasi uduk dan pecel lele kecil kecilan, jualanku di restro yang dulu. Semua pelanggan setia dan kenalanku kuhubungi dan kuundang untuk datang ke ruko milikku sekaligus promosi daganganku. Aku memberikan diskon hari ini untuk mereka. Para pelanggan setiaku berdatangan menerima undangan dariku. Mereka dari dulu selalu memuji makanan di tempatku, katanya rasanya enak dan beda dari makanan tempat lain. jualan ku ini memang resep dari almarhum Ibu yang baru berpulang, kata beliau warisan turun temurun dari leluhur kami. Lek Karyo saja adik ibuku satu-satunya juga berjualan ini di kampung dan hidupnya m

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Hutang suami membawa petaka   Awal mula petaka

    Part 5***Setiap harinya Tantri berusaha mencari pinjaman untuk membayar hutang suaminya. Jualannya yang tak seberapa tak mampu menutupi membayar hutang yang berkisar ratusanjuta itu. Makanya Tantri berinisiatif meminjam uang dan membayar hutang tersebut dan dia bisa mencicil pinjamannya sendiri dari jualannya. Anak anak Tantri pun berusaha membantu ibu mereka dengan bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Contohnya Tika yang menjadi guru les bahasa Inggris untuk anak SD dan Bimo yang bekerja di sebuah cucian motor dan mobil. Hanya sikecil Fatih yang belum bisa membantu, dia hanya membantu di warung menggantikan ibunya bila sedang bepergian,begitupula dengan si sulung Alya. Alya yang akan menghadapi kelulusan tidak ikut membantu bekerja. Tantri tetap berniat menguliahkan Alya setinggi mungkin, agar semua anaknya kelak menjadi orang sukses yang berilmu. Tantri akan berusaha, itu tekadnya dalam hati. Tantri sangat bersyukur mendapatkan anak anak yang peduli kepada orang tuanya. Merek

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Hutang suami membawa petaka   Lelaki Misterius

    ***Perlahan usaha kecil-kecilanku mulai merangkak naik. Pelangganku sudah banyak, bahkan dari daerah yang jauhpun sudi mampir karena mendengar kabar dari mulut ke mulut enaknya masakanku. Suatu hari ada seorang laki-laki separuh baya datang membeli jualanku. Umurnya sekisaran lima puluh tahun, namun wajahnya masih terlihat muda karena penampilannya begitu rapi. Dia menyuruhku memanggilnya--Mas Nano. "Sudah lama berjualan di sini, dek? Kok saya perasaan baru lihat," ujarnya memulai perkenalan kami. "Baru beberapa bulan ini, Mas. Dulu saya nggak di sini." "Suami sama anak-anak mana?" tanyanya lagi sambil celingukan menengok ke dalam. "Anak anak ada empat orang. Pada sekolah semua, mas." Aku tersenyum pada seorang pembeli yang baru saja masuk. "Suami?" Selidiknya," Aku tak menjawab, kulayani pembeli yang baru saja masuk. Setelah itu aku kembali duduk tak jauh darinya. Karena memang dia duduk dekat dengan meja kasir. "Kalau suaminya, Dek?" tanyanya mengulang pertanyaan tadi. "M

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Hutang suami membawa petaka   Pengorbanan

    Part 7***Pov TamaSejak mendengar usulan dari Yanto--sahabatku waktu itu, aku menjadi pendiam dan perenung. Pikiranku kacau dan dilema. Telpon dan WA dari Alya tak pernah digubris nya lagi. Aku tidak ingin menyakiti gadis itu, melibatkannya dalam masalah yang menimpaku. Namun bayang-bayang hutang pada Yanto meruntuhkan Pertahanan ku. "Apakah aku tega menjerumuskan seorang gadis lugu tak berdosa itu? Seandainya adikku yang berada diposisi sekarang, bagaimana?" Aku terombang-ambing dalam pikiranku sendiri. Ting.. Sebuah pesan WA dari Yanto mengagetkanku. ["Tam, aku butuh kepastian darimu kapan hutangmu kau bayar. Hutang itu harus segera kau bayar, aku tak main main dengan kata kataku ini. bayar atau tidak kamu mati!" ]Aku bergidik dengan ancaman Yanto. Selain bekerja sebagai marketing, dia juga bekerja di koperasi milik Inang Saragih, sebagai penagih utang kepada kustumer inang yang meminjam duit pada koperasinya."Ya Allah tolong bantu hamba keluar dari masalah ini." gumanku taku

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-11
  • Hutang suami membawa petaka   Jalan taubat

    ***Pagi ini udara terasa dingin daripada biasa. Mungkin akan turun hujan karena awan bergelayut manja di langit yang kelabu. Setelah membereskan piring yang bertumpuk dari pagi tadi, aku duduk sejenak melepas lelah, sementara hanya ada dua orang pembeli yang menikmati sarapan pagi mereka. Sebuah motor besar berhenti di depan parkiran toko. Motor yang kukenal beserta orang yang beberapa hari mengganggu pikiranku."Pagi Dek Tantri, biasa, ya." Senyum Mas Nano merekah, hari ini lelaki itu berpakaian formal dinas pendidikan. Wajahnya nampak ceria, senyum terus terukir di bibir merahnya itu. "Mendung ya, Dek. Tapi tidak dengan hatiku," guraunya saat kuletakkan sepiring nasi uduk yang masih panas di hadapannya. Kubalas gurauan itu dengan senyuman. Mas Nano menikmati sarapannya cepat, sepertinya dia tak ingin berlama-lama. "Dek Tantri ... ini ada sedikit uang untuk membantu Dek Tantri, harap diterima ya dek." Laki laki itu menyerahkan sebuah amplop dihadapanku. Dia sengaja berjalan ke m

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-13
  • Hutang suami membawa petaka   Berbohong

    ***Mereka berdua sudah duduk berhadapan di sebuah kafe kecil di dekat taman kota. Tama memesan jus jambu dan nasi goreng seafood kesukaan Alya. "Kamu yakin dengan keputusanmu ini Al? Sebaiknya kamu batalkan saja. Kak Tama susah bekerja harian di Toko Babah Lim, Cukuplah tuk bayar hutang dan bayar kos," ujar Tama mencoba menjernihkan pikiran Alya kembali. Alya hanya diam kemudian mengangguk lemah tanpa memandang wajah Tama, Alya merasa malu untuk mengungkap kan keinginan itu, tapi Alya sudah bulat dengan keputusannya."Al, kamu bisa menarik kembali keinginanmu itu sebelum kita ketempat Yanto. Kita cari pekerjaan lain, ya." Tama mencoba membujuk Alya untuk membatalkan keinginannya itu. Ini salahnya juga, dia yang menawarkan pekerjaan itu pada Alya. Sekarang Alya yang keras kepala tak mau membatalkan keinginannya. Sebenarnya Tama masih tak tega melakukan semua pada Alya, dari hati paling dalam Tama sangat menyayangi Alya. Hanya karena tuntutan hutang ini betul betul membelenggu batin

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • Hutang suami membawa petaka   Cobaan baru

    Part 10***Sekarang aku mulai rutin mengikuti pengajian setelah sholat ashar di mesjid samping pasar itu. "Ya Allah, Tan. Kamu berhijab sekarang!" pekik Lina saat dia main ke warungku bersama putri kecilnya yang semakin gemuk kulihat. Lina tersenyum lebar memamerkan gigi kawatnya sambil memelukku, sudah lama juga dia tak datang ke sini. "Kamu sih, sudah lama tak ke sini. Aku juga minta maaf saking sibuknya tak pernah ke tempatmu."Aku menggambil alih bayi perempuan--Rara dari gendongan Lina, bocah itu tersenyum senang. "Aku ikut pengajian bakda Asar, Lin. Di samping pasar, nambah ilmu dan iman, Lin. Ketuanya baik dan pesertanya sebaya kita rata-rata. Kamu mau ikut? Ayoklah, Lin. Kita yng lemah iman ini harus mencari hidayah, bukan menunggu hidayah yang datang," terangku. Lina yang mulanya dia, akhirnya mengangguk setuju. Aku bersyukur, Allah memudahkan jalanku mengajak Lina mendekat padanya. "Lin, apa kamu mendengar kabar, Mas Yadi?" tanyaku saat dia menikmati sepiring nasi uduk

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-16
  • Hutang suami membawa petaka   Kekuatan seorang teman

    ***POV AlyaKak Tama sudah menunggu di ujung ruko yang temaram dari cahaya lampu jalan yang jauh dari situ. Dengan stelan jeans dia tampak begitu tampan. Kak Tama memamerkan senyum manisnya, menyerahkan helm berwarna hitam padaku. Aku menaiki motornya dan mengikuti Kak Tama menuju sebuah rumah yang cukup mewah. Menurut kak Tama itu merupakan rumah Yanto-- sahabat kak Tama yang akan menjadi perantara aku dan calon pembeliku. Mengingat itu aku menjadi takut dan mulas kembali, ingin rasanya membatalkan semua ini. "Kenapa berhenti, Al?" tanya kak Tama melihat aku berhenti mengikuti langkahnya memasuki rumah itu. "Al-Alya takut kak!" cicitku. "Alya! Jangan buat kakak emosi. Kita sudah sampai di sini, kita tak bisa mundur lagi," bentak kak Tama sambil menarik ku. Nyaliku menjadi ciut, aku sudah pasrah pada nasib yang akan menimpaku. Dengan terpaksa aku mengikuti Kak Tama kembali, hingga akirnya kami sampai di depan pintu yang sudah terbuka. Siempunya rumah sudah menunggu kedatangan kam

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-17

Bab terbaru

  • Hutang suami membawa petaka   Kesedihan mendalam

    Bab 29***Rumah sakit itu begitu ramai hingga untuk parkir saja, Lina harus mengantri selama beberapa menit untuk mendapatkan tempat parkir mobilnya. "Apa sih yang terjadi dirumah sakit ini, kok rame nian?" Gerutu Lina sambil memukul stir mobilnya. Hilang sudah jiwa Lina yang dikenal sebagai ibu penyabar ini. Wajahnya yang selalu ceria berubah menjadi perasan jeruk nipis. "Sabar, Lin." Tantri menyentuh tangan sahabatnya karena Lina memencet klakson berkali-kali. "Lihat mobil di depan itu, harusnya parkir di ujung dulu, ini dia parkir lebih dekat. Tak punya adap!" Lina terus menggerutu. Tantri membiarkan Lina mencak-mencak setelah tak berhasil membujuknya untuk diam. Selang beberapa menit kemudian kami mendapatkan lahan parkir juga meski berebut dengan mobil lain. "Kok suasananya seperti hendak menonton konser, sih." Lina masih bersungut-sungut sambil melangkah menuju meja administrasi untuk menanyakan ruang rawat Tama. Setelah mendapat info mereka menuju ruangan yang dimaksud

  • Hutang suami membawa petaka   Berpulang

    Part 28***Tama yang kritis langsung dibawa ke ruang instalasi gawat darurat. Seorang laki-laki yang menolong Tama berusaha mencari informasi keluarga Tama dari HP Tama. Bersyukur ponsel itu tak dikunci sehingga dia dengan mudah membuka dan mencari orang yang bisa dihubungi. Dia mencoba membuka kontak dan mencari nomor yang sering dihubungi Tama. Dia menemukan sebuah nomor atas nama Yanto di kontak paling atas yang baru-baru ini dihubungi Tama. "Hallo, ini Yanto ya?""Iya, ini siapa?" tanya Yanto dari seberang telepon. "Teman saudara yang memiliki HP ini sekarang sedang di rumah sakit, karena kena tusuk orang." Tanpa basa basi lelaki itu langsung berucap. Yanto yang menerima telpon itu terkejut, dia bergeming beberapa saat lamanya, tidak tahu harus berbuat apa. Sinta yang melihat reaksi suaminya segera mendekat, takut terjadi apa-apa dengan gelagat suaminya. "Telpon dari siapa mas?" tanya Sintia penasaran sambil memperhatikan mimik muka Yanto yang datar serta pandangan kosong.

  • Hutang suami membawa petaka   perasaan seorang ayah

    Part 27***Yadi pulang ke rumah dengan lesu, seakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Yang pasti rasa bersalah yang menggunung atas kematian Alya. Dia melihat rumahnya ramai."Ngapain lagi sih, Siska?" Pikirnya Dia segera melangkah masuk dan mendapati Siska sedang berkumpul arisan bersama teman temannya. Yadi melengos memasang wajah masam sebentar sebelum masuk ke dalam menuju kamarnya. Siska tak menanggapi, dia tetap meneruskan kegiatannya. Begitulah Siska, dia tidak pernah lagi memperdulikan suaminya, dirinya sibuk dengan acara kumpul kumpul dengan teman arisan dan geng sosialitanya. Dikala senggang dia lebih suka menghabiskan waktu di salon ketimbang memasak atau menanyakan keadaan suaminya sudah makan atau belum. Yang penting baginya uang dari Yadi selalu lancar. Yadi pun begitu dari pada Siska membuat masalah lebih baik segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Usaha jualan toko bangunannya sedang berkembang pesat. "Kenapa laki lu, Sis?" tanya salah seorang temannya. "E

  • Hutang suami membawa petaka   Pemakaman Alya

    ***Kabut duka bergelatut di langit rumah Tantri, mendung hitam berarak menemani kesedihan Tantri sekeluarga. Sedari tadi pelayat terus berdatangan, memberikan ucapan duka cita dan bela sungkawa dan juga ada beberapa sahabat yang berusaha menguatkan Tantri yang tak berhenti menangis meratapi dirinya. Di tengah suasana duka keluarga Tantri, duduk seorang laki laki kurus dengan baju lusuh diantara para pelayat. Lelaki tersebut tak lain adalah Yadi--ayah Alya. Dia mengetahui berita kematian Alya lewat istri nya yang menelepon ibunya dan mengatakan berita itu. Yadi langsung mendatangi kediaman Tantri karena dia yakin tak ada yang mengenalinya lagi dengan keadaannya yang sekarang. Kurus, dekil tak terurus. Air mata tak henti keluar, sebentar sebentar di lap nya ingus dan air mata yang meleleh bersamaan. Dia terus memandangi foto Alya yang ada digenggaman tangannya sembari meratap pilu. Untuk mendatangi langsung jasad anaknya dia belum berani mengingat hutang yang begitu banyak ditinggalk

  • Hutang suami membawa petaka   DIA SUDAH TENANG

    Part 25***"Siapa, Tik?" tanya Tantri ketika melihat Tika tertegun setelah menerima telepon dari nomor tak dikenal itu. "Kak Alya ada di rumah sakit, Ma. Begitu kata sipenelepon.""Apa? Ke-kenapa Alya bisa di rumah sakit, Tik?""Entahlah, Ma, orang itu tak menjelaskan secara detail. Sebaiknya kita segera ke sana saja, perasaan Tika nggak enak."Tantri dan Tika bergegas menuju rumah sakit tersebut. Tantri gugup dan cemas, perasaannya tidak enak tadi semakin jelas kentara. "Apakah gelas tadi merupakan firasat tak baik? Apa itu merupakan pertanda buruk?" Berbagai pikiran buruk hadir dibenak Tantri. Setelah menempuh perjalanan setengah jam lamanya mereka sampai di rumah sakit yang dimaksud. Tantri bergegas menuju resepsionis untuk menanyakan pasien Alya, tapi belum sampai dia ke meja resepsionis itu, Tika mengamit bahu Tantri menghentikan langkah mamanya dan menunjuk ke arah lobi. Tantri tercenung ketika melihat Tama ada disitu, apa gerangan Tama di sini? dia mengurungkan niatnya ke

  • Hutang suami membawa petaka   Rip Alya

    ***Hanya butuh sepuluh menit mereka sampai di Rumah sakit Asih Jaya. Beberapa perawat segera membawa Alya ke ruang pemeriksaan untuk mengecek kondisi Alya dan golongan darahnya. "Cek darah di palang merah, sepertinya wanita ini habis aborsi dan mengalami pendarahan hebat," ujar dokter jaga malam itu. Perawat wanita yang masih setengah mengantuk itu mengangguk, kantuknya seketika lenyap mendengar kata 'pendarahan'. Setelah menghubungi palang merah rumah sakit, ternyata stok darah mereka habis. Perawat itu menginformasikan pada dokter jaga. "Maaf Pak, stok darah di rumah sakit ini sedang habis, jadi bapak bapak ini bisa membawa pasien kerumah sakit lain secepatnya, karena pasien sudah kehilangan darah cukup banyak." Pegawai administrasi memberitahu Yanto dan Tama yang sedari tadi menunggu dengan harap cemas. Tama dan Yanto semakin panik. "Alya bisa kehilangan banyak darah kalau dioper ke rumah sakit lain, karena jarak yang sangat jauh, Nto," ujar Tama. "Tak ada pilihan lain Tam,

  • Hutang suami membawa petaka   Aborsi

    Pov alyaPart 23***Malam itu aku berangkat bekerja seperti biasanya. Sekarang aku betul-betul sudah bekerja sebagai waiters di sebuah club Internasional. Sejak kejadian Pak Bos melihat foto aku dan Pak Nano check in di hotel, dia mulai jarang menemuiku dan mengajakku kemana-mana. Paling sesekali saja bila dia butuh. Untuk itulah Kak Yanto mencarikan pekerjaan untukku. Seperti yang sering dilihat mama dan adik adik, aku berangkat menggunakan taxi onlen. Biasanya Kak Tama mau mengantar dan menjemput, tapi sejak dia bekerja paruh waktu di toko Aliong, dia selalu beralasan capek. Entahlah, dia mulai berubah sejak aku jarang memberinya uang karena separoh gajiku digunakan untuk membayar cicilan hutang pada Pak Bos untuk operasi Bimo waktu itu. Awalnya Pak Bos mau menerima berapapun cicilan yang ku berikan, tapi kali ini tidak, dia mematok berapa cicilan yang harus kubayar tiap bulannya. Dia sudah menemukan gadis baru, begitu info yang kuterima dari salah seorang teman kerjaku sebagai w

  • Hutang suami membawa petaka   Tika

    Part 22***Namaku Tika Trihapsari, anak kedua dari mama yang kuat dan tangguh bernama Tantri. Aku termasuk anak yang berprestasi di sekolah. Aku selalu unggul di mata pelajaran bahasa Inggris, sehingga aku bisa mengajar les bahasa Inggris untuk anak SMP dan sekolah dasar. Lumayan lah bisa membantu mama mencicil hutang yang ditinggalkan Ayah. Kalau mengingat ayah, aku jadi sedih karena aku paling dekat dengan beliau. aku sangat tidak percaya dengan telah apa yang beliau perbuat terhadap mama. Ayah memang pernah bercerita kalau hubungannya dengan mama tanpa ada landasan cinta. Tapi untuk meninggalkan mama, kurasa tak akan dilakukannya. Namun apa? Beliau meninggalkan kami tanpa kabar dan jejak malah menambah penderitaan kami sekeluarga dengan hutang yang menumpuk. Aku begitu mengidolakan ayah, bila aku mengagumi seorang lelaki atau ada lelaki yang ingin mendekatiku maka ayahlah yang menjadi acuanku. Penyayang nya kepada kelurga, tak pernah marah, lembut tapi tegas dan memperlakukan is

  • Hutang suami membawa petaka   Dua garis merah

    Part 21***Kicauan dua ekor burung yang bertengger di pagar ruko pagi ini menambah suasana menjadi riang dan bersemangat. Tantri melayani beberapa pembeli pagi ini dengan semangat menggebu. Sudah tiga hari ini Tantri kembali jualan setelah libur karena operasi Bimo di rumah sakit. Dia tak bisa berlama-lama libur mengingat cicilan hutang yang harus dibayar setiap harinya. Ditambah dia harus mencari biaya untuk kuliah Alya yang sudah mendekati jadwalnya. "Ma, Mas Bimo mau makan nasi uduk buatan Mama," pinta Fatih yang turun setengah berlari. Dengan senang hati membuatkannya untuk Bimo, kebetulan tak ada pembeli. Pasca operasi itu Bimo jadi semakin pendiam, dia mengatakan bahwa matanya sebelah kiri sudah tidak melihat lagi dan yang sebelah kanan hanya samar samar saja.Hati Tantri teriris, begitu berat cobaan yang dihadapi Bimo diusia nya yang masih sangat muda. Namun, Bimo tidak mau dikasihani. Dia mengerjakan aktivitas sendiri tanpa bantuan siapapun, hanya sesekali dia meminta bantu

DMCA.com Protection Status