***Pov TantriKeadaan Bimo sudah mulai membaik, selepas subuh dia telah sadar dari komanya dan sudah dipindahkan ke ruang inap. Tika menelponku mengabari keadaan Bimo itu. Aku sangat bersyukur putraku telah melewati masa kritisnya. Selepas sholat subuh aku langsung bersedekah subuh dengan doa, Bimo segera pulih seperti sedia kala dan aku bisa membayar biaya rumah sakit Bimo. Aku sudah berusaha mengurus BPJS kesehatan untuk biaya perawatan Bimo, tapi dalam kondisi mendesak begini ada saja persyaratan kepengurusan yang membuat pelik. Semoga aku tak berhutang lagi untuk biaya perawatan Bimo ini, walau sebenarnya hatiku gamang dari mana biaya itu aku dapatkan, sementara hasil jualan untuk mencicil pada hutang yang lain. Setelah selesai mengantar pesanan kepada keluarga yang akan mengadakan syukuran khitanan, aku segera bergegas ke rumah sakit ingin melihat keadaan Bimo. Aku sudah mengantongi beberapa ratus ribu untuk membayar biaya perawatan lanjutan Bima, sedang biaya administrasi awa
***POV TamaKami memasuki sebuah club besar di kawasan Thamrin. Yanto menyuruh kami ke atas sedangkan dia akan menemui bosnya--pembeli Alya. Aku melirik Alya yang kugenggan tangannya. Tangan itu sedingin es, dapat ku rasakan ketakutan Alya karena sebentar lagi mahkota yang selama ini dijaganya akan diserahkan bukan pada suaminya nanti, tapi pada orang asing yang tidak dikenalnya. Beginikah hidup yang sebenarnya, ada harga untuk sebuah pengorbanan, lagi harga itu dinilai dengan nominal. Aku melihat Yanto yang sedang berbincang dengan seseorang, dia menerima sebuah kertas dan segera naik ke atas menuju tempat kami berdiri. "Alya akan kuantar ke tempat bos dulu, Tam. Kamu tunggu di sini." Yanto berteriak karena iringan music yang keras memekakan telinga. Alya memegang tanganku erat, dia tak mau melepaskan ketika Yanto mengajak pergi. "Alya takut kak," Dia mencicit lagi. Tubuh itu gemetar, nampak bulir keringat keluar dari dahi Alya. "Sudah pergi sana Al, Kak Tama tunggu di sini sa
Part 14***Taxi berwarna biru langit berlogokan burung terbang itu melaju meninggalkan depan rumah sakit yang telah ramai dipadati manusia. Setelah melepas Lisa dengan taxi itu, Aku bergegas masuk menuju ruang rawat Bimo. Kurogoh uang yang tersisa beberapa lembar lagi di saku, sebagian uang itu sudah ku berikan pada Lisa untuk ongkosnya pulang ke kampung halamannya. Rasa tak tega membuatku melakukannya, walau Lisa telah berkhianat padaku, tapi demi melihat keadaannya, rasa marah dan kecewa itu perlahan hilang berganti rasa iba. Aku kembali berbelok ke kantin membeli sarapan untuk anak-anak. "Bungkus lontongnya dua ya, Bu," pintaku pada pemilik kantin. Dia tersenyum, mengangguk seraya membuat pesananku. Kutatap dua gelas teh yang belum diangkat ibu kantin ini, mungkin dia sibuk membuat pesanan pelangga, hingga lupa mengemasi meja bekasku tadi. Beberapa saat lalu sebuah fakta kembali memaksaku mengatakan kalau aku ini bodoh! Ya, sangat bodoh. Aku yang terlalu percaya pada suamiku, beg
Part 15***Tama memasuki rumah tergesa-gesa. Sebelum sampai di pintu masuk, dia berpapasan dengan seorang laki-laki dewasa bercambang lebat dengan seorang gadis imut berseragam putih abu-abu. Tama memperhatikan mereka sampai hilang di ujung jalan. "Ehem! Emang ada yang aneh sampai kamu melihat sampai segitunya?"Deheman Yanto mengagetkannya, dia buru buru masuk kedalam menyusul Yanto yang sudah masuk duluan. "Mantap, ya, Tiap hari dapat barang baru," pujiku pada Yanto. Lelaki berpenampilan santai dengan kaos oblong serta celana training pendek tersenyum bangga. "Kita tu harus main cantik, Tam. Kalau nggak begitu bisnis ini akan gulung tikar. "Mereka suka padaku, Aku cuma mengambil persenan tak seberapa. Jadi mereka pada suka bekerjasama denganku," ujar Yanto sambil menyalakan rokoknya. "Ada apa datang? Kan belum malam?" Yanto menatap Tama yang nampak gelisah. "Alya nggak dibolehkan mamanya keluar malam ini, kami nggak punya alasan untuk mengelabui mama Alya. Kamu ada saran ng
Part 16***Hari ini Bimo sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, beberapa temannya yang bekerja di cucian motor beserta Bosnya datang menjemput. Tantri sangat bersyukur Bimo mempunyai Bos dan teman teman yang sangat peduli pada sesama. Dengan mobil pribadi Bos, Bimo dibawa pulang. Hari pertama Bimo di rumah dia sangat ceria, dia meminta dibuatkan semua makanan kesukaan pada Tantri. Dengan senang hati Tantri membuatkan disela sela waktu jualannya, demi kebahagiaan putra tersayangnya. Melihat Bimo makan dengan lahap menjadi obat tersendiri bagi Tantri disela masalah yang menimpanya. Tak sedikit pun Bimo menunjukkan tanda-tanda mengalami masalah pada dirinya. Sore ini adalah jadwal Tantri ikut pengajian bersama Lina sahabatnya yang barusan datang. Lina menyempatkan diri sebentar menjenguk Bimo sambil menunggu Tantri bersiap siap."Bagaimana perasaanya, Bim? Maaf ya tante nggak bisa jenguk kamu ke rumah sakit, soalnya om Toni keluar kota nggak ada yang jaga anak Tante," ucap Lina
Utang suami ladang pahala kuPart 17***Pov AlyaMalam ini aku harus menemani pak Bos menghadiri pertemuan dengan beberapa orang kolega bisnisnya. Sebenarnya berat hati hendak pergi karena adikku Bimo masuk rumah sakit lagi, tapi ini sudah menjadi kesepakatan sebelumnya dengan pak Bos aku harus menemani nya.Pak Bos orangnya royal dan sangat sayang padaku. Aku malah sering diajak jalan-jalan, shoping, bersenang senang di luaran dan bertemu rekan bisnisnya ketimbang membawaku tidur. Dia hanya mereguk manisnya maduku saja saat itu, setelah itu aku hanya dijadikan 'sugar babynya' saja. Kalau di tempat tidur dia malah curhat tentang rumah tangganya yang mulai tak harmonis serta anak-anaknya yang silih berganti masuk penjara karena terlibat kasus narkoba. Aku selaku wanita bayarannya selalu mendengarkan keluh kesahnya dengan baik, Kadang-kadang menimpali dengan memberi saran atau solusi. Pak Bos menjemputku di rumah Mas Yanto, karena aku musti berdandan dulu dibantu Kak Sinta. Pak Bos pa
***Sesampainya dirumah sakit Bimo langsung masuk ruang ICU, seorang dokter jaga langsung memeriksa keadaannya. Tak lama dokter itu keluar dan menemui Tantri yang menunggu di luar. "Sepertinya gejala awalnya tidak nampak buk, mungkin dengan melakukan CT scan baru kita mengetahui apa yang terjadi dengan anak ibu." terang dokter muda dengan name tag 'Diego Arjuna' itu. "Iya dok, saya serahkan semua kepada dokter bagaimana baiknya anak saya." Tantri terus berdoa di dalam hati untuk keselamatan putranya. Dengan langkah gontai Tantri menuju bangku panjang yang tersedia di lorong rumah sakit. Seorang Ibu tua duduk sendiri di bangku itu, dia tersenyum pada Tantri. Kaki dan lengannya di gips, namun tak tampak kesedihan di wajahnya renta itu. Tantri menelpon Tika supaya datang ke rumah sakit menemaninya. "Tik, temani mama di rumah sakit ya. Suruh Alya jaga rumah, bilang nggak usah kerja malam ini. " Telpon Tantri kepada anaknya-- Tika. "Baik, Ma. Bagaimana Bimo? Apa dia baik-baik saja?"
Part 19***Lipstik warna nude dengan paduan blush on coklat terang mewakili tampilan Alya malam ini. Kembali dipolesnya maskara menambah ketajaman bulu matanya yang sudah dasarnya lentik. Alya sudah pandai berdandan sekarang tanpa harus minta bantuan istri Yanto lagi. Alya menatap dirinya di cermin, cantik masih terkesan natural, biasanya Pak Bos suka. Alya menghela napas berat, siang tadi Dokter Arjuna mengajaknya untuk makan malam katanya sebagai penghibur duka Alya karena alasan Alya bersedih dengan operasi adiknya. Alya tak bisa menampik dalam hati ada perasaan nyaman yang didapatnya saat berdekatan dengan Dokter Arjuna walaupun mereka baru saling kenal. Dia pun tahu lelaki gagah berkulit kuning itu menyimpan rasa padanya dan itu tak boleh dibiarkan. "Aku tak pantas untuknya, aku hanya wanita kotor," bisik Alya pada cermin dihadapannya. TingBunyi pesan masuk membuat Alya melirik android di samping meja riasnya. Alya bergidik ketika menerima sebuah pesan inbok dari Om Nano. D