Alin berlari-lari kecil dari kamarnya menuju dapur. Setelah hampir satu jam lebih ia bersemedi di kamar mandi kamarnya sambil membawa ponsel pintarnya, Ia baru saja menemukan resep masakan yang menurutnya sangat amat menggiurkan. Dan ia yakin, jika ia mencobakan kepada orang-orang tentang resep ini, pasti mereka akan suka. Siapa tahu dari sini, ia bisa membuat menunya sendiri dan menjualnya pada orang-orang. Ya paling tidak, ia harus mencoba dulu. Memulai semuanya dari nol adalah tujuan hidup Alin saat ini. ia tak ingin lagi meratapi nasib yang tak kunjung membuatnya tersenyum. Ia harus keluar dari zona hitam dalam hidupnya. Membuang semua kenangan buruk masa lalu. Lebih tepatnya mengubur rapat-rapat dan menguncinya lalu menyimpannya di sudut hati Alin yang akan sulit untuk ditemukan.Alin sangat yakin dengan kalimat , USAHA TAK AKAN MENGHIANATI HASIL. Selalu dikecewakan sejak ia kecil sampai sekarang, bahkan dikecewakan berkali-kali lipat membuatnya terpuruk dan benar-benar terpur
Alin meregangkan tubuh lelahnya. Ia baru saja sampai di apartemen. seharian ini ia menghabiskan waktunya di toko roti milik Tiara. Jujur ia sangat senang karena penyambutan dari pegawai Tiara yang lainnya sangatlah baik dan ia sudah mulai bekerja hari ini."Ini awal mula perjalananmu kembali Alin. kau harus semangat dan jangan mudah menyerah." Alin mengepalkan kedua tangannya memberikan semangat untuk dirinya sendiri.Alin melirik jam dinding yang terpajang. Sudah hampir jam setengah sebelas malam. Sebenarnya toko tutup jam delapan malam, namun kesempatan untuk memakai dapur dimanfaatkan oleh Alin. Ia memilih belajar lebih dulu dengan dapur yang ada di toko Tiara, jika sudah mantap, baru ia akan membeli peralatannya.Perjalan dari apartemen menuju toko cukup memakan waktu. Beruntung mulai besok, Ia pergi menggunakan sepeda motor milik Delon. Pria itu meminjamkannya pada Alin.Alin kembali meregangkan tubuhnya ia berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kamar tidur. Sesampainya di dala
Malam ini Tian tak bisa tidur sama sekali. Entah kenapa dirinya sangat merindukan Alin dan ingin memeluk gadis tersebut. Sebenarnya rasa rindu ini sudah ada sejak lama, Namun ia selalu memungkiri di hatinya jika ini bukanlah hal yang penting. Tapi sepertinya tidak untuk kali ini. Karena ia benar-benar dibuat uring-uringan. Seolah-olah ia akan mati jika tak bertemu dengan Alin.Seperti biasa, Tian mengecek CCTV lagi untuk melepaskan rindunya pada Alin. Walaupun ia melihat Alin dari balik layar, Namun sepertinya hal itu tak berlaku untuknya saat ini. Mungkin karena rindu yang semakin tak bisa ia kontrol. Bertemu adalah jalan satu-satunya.Tian menatap jam yang ada di pergelangan tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul 08.00 malam dan memang dari layar besar yang ada di kamarnya pun terlihat jika Alin belum tidur sama sekali. Gadis itu sedang menikmati beberapa cemilan sembari menonton drama China yang ada di TV.Tian kembali menatap layar besar yang ada di kamarnya, berharap hanya meli
"Buatkan aku nasi goreng." Teriak Tian dari ruang santai.Alin melirik sejenak lalu tersenyum tipis. Aku akan membuatkan yang spesial untukmu. Ucap Alin dalam hatinya.Alin mulai fokus memasak. Sesekali ia melirik ke arah Tian lalu tersenyum lagi. Namun saat asik memperhatikan Tian, tanpa sadar Alin melukai jari telunjuknya saat ia mengiris bawang membuatnya mengaduh.Mendengar ringisan Alin, Tian langsung berdiri dari duduknya dan mendekati gadis tersebut.Tian melihat jemari Alin yang terluka. Saat Alin ingin memasukkan ke dalam mulutnya, Tian langsung mencegah. Ia membawa Alin menuju wastafel, menyalakan air dingin dan menaruh tangan Alin di bawah guyuran air dingin tersebut."Dasar ceroboh." Ucap Tian.Alin menatap Tian sambil sesekali meringis perih."Kenapa kau bisa melukai jarimu sendiri? Apa terlalu fokus melihatku?" "Kau benar." Jawab Alin. Tian langsung menatapnya, "Kamu benar Tian
Ponsel Alin berteriak keras sedari tadi. Namun yang punya barang masih asik bergelung di dalam selimut tebal serta di dalam pelukan seorang pria yang semalam membuatnya gila.Siapa lagi kalau bukan Tian. Pria itu muncul secara tiba-tiba di apartemen dan berakhir di ranjang. Eitts, berakhir di ranjang bukan berarti berbagi kenikmatan lagi. Mereka hanya saling memeluk sepanjang malam. Walaupun rasa untuk memakan Alin bagi Tian begitu besar, namun ia tak ingin melakukannya. Ia tak ingin Alin berpikir jika kedatangan dirinya hanya untuk tubuh gadis tersebut.Alin meraba-raba bantalnya dan mendapatkan apa yang ia cari. Alin langsung memfokuskan pandangannya pada layar ponselnya.Alin langsung terduduk kaget saat melihat nama Delon ada di sana. Ia spontan langsung duduk membuat Tian yang ada di sampingnya terganggu."Halo Delon." Ucap Alin terlebih dahulu."Kau dimana? Kenapa pintu apartemen tak bisa dibuka? Kau mengganti password-nya?""A itu, aku--" Alin terkejut saat ponselnya direbut
Pagi ini keributan terjadi antara Alin dan Tian. Alin sudah terlambat pergi bekerja, sedangkan Tian bersikeras agar Alin tak pergi. Jikapun Alin pergi, Tian harus mengantarnya dan tak boleh pergi sendirian."Tian, aku punya motor.""Aku tahu. Aku punya mobil."Alin mendelik kesal, "Tian, aku sudah terlambat. Tiara bisa memarahiku.""Bahkan membeli toko Tiara saja aku bisa."Tian masih bersikeras dengan kekuasaannya. Membuat Alin sangat ingin menggigit Tian dengan sangat keras."Pilihannya hanya dua Alin, pergi denganku atau tak boleh pergi sama sekali.""Tapi--""Aku hitung sampai tiga. Tentukan pilihanmu cepat, satu, dua," Tian melirik Alin dari sudut matanya. Alin hanya diam. "Dua setengah,""Tiga. Kenapa harus berlama -lama. Langsung tiga saja. Aku tak ingin main hitung-hitungan, aku ingin pergi bekerja."Tian berdecak kesal. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Tiara."Kau menghubungi siapa?" Tanya Alin."Halo, Ra. Hari ini Alin tak ma--"Pip!Alin mematikan ponsel tersebut d
"Aku tadi menemui Irene." Alin seketika menengadah menatap Tian yang berdiri di sampingnya sementara ia sedang memberi makan anak kucing yang ia temui di tepi jalan saat ia dan Tian mampir ke sebuah tempat makan."Lalu?""Aku hanya memberi tahumu. Aku tak ingin kau berpikir hal yang aneh."Alin seketika tertawa. Ia berdiri dari jongkoknya dan menatap Tian lekat, "Memangnya ada urusannya denganku? Kita bukan siapa-siapa." Ucap Alin santai. Alin melangkah meninggalkan Tian namun dengan cepat ditahan oleh pria tersebut. "Satu detik yang lalu kita memang bukan siapa-siapa. Tapi tidak untuk satu detik saat ini sampai seterusnya."Tatapan Alin mendadak berubah. Ia fokus pada Tian dan tak mau memalingkan wajahnya pada pria tersebut. Apa kalimat yang akan Tian katakan ini sama dengan yang hatinya inginkan?"Satu detik yang akan datang? Kita--""Kamu milikku Alin. Mulai detik ini sampai kapanpun."Sungguh. Apa ia harus melompat kesenangan? Atau apa ia harus berlarian berteriak mengatakan jika
Sudah hampir setengah hari Tian cemberut pada Alin. Pasalnya wanita itu setelah memiliki seekor kucing, Alin justru lebih memperhatikan kucing tersebut daripada Tian sendiri.Alasan Alin semakin membuat Tian kesal, yaitu Tian bisa mengambil ini dan itu sendirian sedangkan anak kucing tersebut harus dibuatkan makanan dan susu. Seperti yang terjadi saat ini. Tian baru saja selesai makan siang yang ia ambil sendiri Walaupun memang makanan tersebut dibuatkan oleh Alin. Namun Ia juga ingin Alin menyiapkan untuknya, tapi apa boleh buat wanitanya itu sekarang lebih terfokus pada Tina."Sampai kapan kamu mau main-main sama kucing itu?" tanya Tian cemberut. "Kenapa memangnya?""Bukan kenapa-napa. aku juga butuh perhatian dari kamu."Mendengar rengekan Tian, Alin pun seketika tersenyum geli. Secara kodrat Tian adalah manusia yang bisa bekerja sendiri, mengambil ini dan itu sendirian. Karena pria tersebut masih memiliki tubuh yang sehat dan lengkap. Dan lagi ia dan Tian juga bukan pasangan sua