Beranda / Romansa / Hug Me until I'm Okay / Bagian 1 - Manusia Berharga

Share

Hug Me until I'm Okay
Hug Me until I'm Okay
Penulis: Alta Belle

Bagian 1 - Manusia Berharga

Penulis: Alta Belle
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-06 21:15:35

Pagi ini cukup dingin, diselimuti cuaca mendung dan iringan gemuruh petir yang sesekali terdengar menakutkan. Tubuh Kana terasa lebih ringan dari biasanya. Irama suara hujan membuatnya tak ingin segera membuka mata. Kana sangat menikmati posisi ini, dengan kepala yang sedari tadi bersandar di sofa. Kali ini, ia membuang napas secara perlahan untuk ke sekian kalinya selama matanya terpejam. Helaan napas yang semakin lama semakin membuatnya merasa lebih lega.

“Kamu boleh buka mata kalau sudah siap.” Ucap seorang pria dengan suara lembut, membuat Kana tidak bisa kembali fokus.

Kana mulai membuka mata perlahan. Sedikit demi sedikit wajah tampan dr. Rian mulai memenuhi seisi pandangan mata Kana. Matanya mulai terbuka penuh, ia bisa menangkap secara jelas wajah pria dengan gelar ‘dr. SpKJ’ di belakang namanya, seperti yang tertera pada nametag yang menempel di dadanya. Pandangan kana seakan tak bisa lepas dari apa yang ada di hadapannya sekarang. Rambut yang disisir rapi ke arah kanan, kumis tipis di atas bibir yang menawan, alis tebal yang menghiasi dahi lebarnya, serta senyum yang terus tersungging di wajahnya setiap saat. Tak pernah ada kata jemu bagi Kana untuk terus terpesona kepada dr. Rian.

“Sempurna!” Puji Kana dalam hati.

Meski ini bukan kali pertama Kana bertemu dengan dr. Rian, tapi Kana selalu merasa kagum padanya. Rasanya tidak ada sedikit pun celah bagi Kana untuk tidak menyukai dr. Rian. Bagi Kana, bisa mengenal dr. Rian adalah salah satu keberuntungan di balik peristiwa sedih yang menghantui hidupnya selama ini. Berbagi cerita dengan dr. Rian merupakan aktivitas yang paling ia tunggu setiap bulannya. Bagaimana tidak, hanya dr. Rian yang mampu membuat Kana merasa lebih baik, dan selalu lebih baik di setiap waktunya, di saat sudah tidak ada orang-orang yang ia sayang berada di dekatnya, kecuali sang nenek.

“Apa yang kamu rasain tadi, Kana? Apa semua terasa lebih baik?” ucap dr. Rian sembari menghentikan alunan instrumental musik yang diputar untuk mengiringi Kana bermeditasi.

“Entah, Dok. Kalau sedang berada di sini, Kana selalu merasa aman dan nyaman. Nanti mungkin akan beda lagi setelah keluar dari sini.” Wajah Kana berubah menjadi sedih.

“Memang butuh waktu, Kana. Pelan-pelan, semua bisa mereda. Saya pasti selalu bantu.” dr. Rian mencoba menenangkan.

“Tapi udah dua tahun lebih, Dok. Udah dua tahun lebih Kana jalani terapi ini. Tetep aja Kana nggak bisa lupa.” Ucap Kana dengan nada penuh keputusasaan.

“Kana, menghilangkan trauma yang selalu membayangi kita emang nggak mudah. Melupakan kejadian pahit di masa lalu, juga nggak mudah. Tapi, bukan berarti nggak bisa. Bagi saya, Kana hebat. Kana masih tetap bertahan dan masih mau mencoba buat sembuh. Tenang, Kana. Selalu ada saya di sini, selama saya bisa, saya pasti bantu.” Dr. Rian menatap mata Kana begitu dalam.

Hati Kana mulai kembali tenang. Kana menjadi lebih yakin untuk menghilangkan trauma yang sudah menghantuinya selama 15 tahun, sejak ia melihat secara langsung bagaimana kedua orangtua dan hampir seluruh orang di rumahnya dibunuh oleh sekelompok perampok dengan begitu sadis. Kejadian mengenaskan tersebut sangat membekas hingga ke lubuk hati Kana paling dalam. Sekujur tubuh Kana dihinggapi ketakutan luar biasa kala itu. Beruntung ia dapat kembali menghirup udara segar setelah sempat terkurung selama 1x24 jam penuh di dalam kamar mandi. Ia hanya bisa pasrah melihat suasana rumah bersimbah darah dan penuh kebiadaban, hingga akhirnya ia diseret paksa ke dalam kamar mandi bersama kakaknya yang tak lama kemudian juga ikut berpulang ke langit dikarenakan penyakit asmanya yang kambuh saat itu. Hati dan pikiran Kana menjadi tidak karuan. Hal buruk yang seharusnya tidak terjadi pada anak berusia 6 tahun kala itu, membuat Kana merasa terpuruk dan hampir meregang nyawa karena percobaan bunuh diri di usianya yang menginjak 19 tahun.

“Ya, udah, Dok, saya pulang dulu.” Kana hanya tersenyum tipis sambil menutup tasnya yang sedikit terbuka.

“Tapi di luar masih hujan. Kana bisa pulang sendiri?” Tanya dr. Rian sedikit khawatir.

Kana tersenyum, “tidak apa-apa, Dok. Saya bisa pesan taksi online.”

“Baiklah, hati-hati.”                                                                      

Dua tahun sudah Kana selalu datang ke tempat praktik dr. Rian untuk menjalani terapi. Pertemuan setiap minggunya dalam enam bulan pertama benar-benar membuat Kana sangat dekat dengan dr. Rian. Meski sekarang waktu terapi dengan dr. Rian hanya dijadwalkan satu kali dalam sebulan, tetapi kedekatan di antara mereka justru kian terjalin. Dr. Rian merupakan sosok yang sangat perhatian. Bagi Kana, perhatian dr. Rian lebih dari sekadar perhatian seorang dokter kepada pasiennya. Dr. Rian sering meluangkan waktu untuk menemui Kana di luar jam kerja jika Kana merasa kurang baik, meski di tengah kesibukan yang ia miliki. Hal itu sangat berarti bagi Kana.

***

Sepanjang perjalanan pulang, Kana hanya tersenyum sambil memandangi rintik hujan yang berjatuhan di kaca mobil sebelah kanan, tempat ia duduk. Jari telunjuknya berusaha menyentuh air dari balik kaca. Setiap perkataan dr. Rian yang ia dengar pagi ini sepertinya takkan pernah ia lupa. Sebenarnya, ini sudah yang ke-sekian kalinya Kana merasa jatuh hati pada setiap perkataan yang terlontar dari mulut psikiater itu. Namun, perasaannya tetap saja tidak bisa merasa biasa. Keberadaan nenek dan dr. Rian dalam hidup Kana merupakan salah satu alasan baginya untuk tetap mengucap syukur. Bahkan, ia juga bersyukur atas kejadian percobaan bunuh diri pada dua tahun lalu, karena kejadian tersebut adalah awal mula Kana bertemu dengan dr. Rian.

Tak lama kemudian, sampailah Kana di sebuah rumah dengan desain bangunan tempo dulu. Rumah yang sekarang Kana tempati adalah rumah neneknya. Setelah kejadian 15 tahun lalu, Kana mulai hidup dengan kakek dan nenek. Namun, kakek Kana telah meninggal sejak Kana berusia 17 tahun karena tubuhnya yang memang sudah renta, juga usianya yang sudah mulai senja, yaitu 77 tahun. Keseharian Kana ia habiskan bersama sang nenek. Meski sudah tak lagi muda, tetapi fisik nenek jauh lebih segar dan bugar dari Kana. Hanya saja, kerutan di bagian wajah dan ribuan helai rambut putih tidak bisa berbohong. Wanita 68 tahun itu selalu ingin terlihat kuat di depan cucu kesayangannya.

“Udah pulang, sayang?” tanya nenek Kana sambil meletekkan kembali cangkir di atas meja.

“Sudah, Ma,” jawab Kana dengan sebutan ‘mama’, “Mama nggak ke toko?” lanjutnya.

“Enggak, sayang. Mama ingin santai aja. Semua perihal toko udah ada yang urus, udah waktunya mama menghabiskan banyak waktu di rumah.” Nenek tersenyum sambil mengelus lembut rambut panjang cucunya.

“Semester depan Kana mau lanjut kuliah lagi, Ma. Biar nanti kalau Kana udah lulus, Kana bisa bantu mama urus toko.”

“Makasih, cantiknya mama. Tapi kalau emang Kana belum sanggup, jangan dipaksa, ya.” Nenek tersenyum lebar.

“Iya, Ma, Kana tahu batasan kesanggupan Kana, kok.”

“Iya, mama percaya.” Nenek tersenyum semakin lebar lalu memeluk Kana dari samping.

Kana merasa sebagai orang paling beruntung di dunia ketika berada di dekat nenek. Ketulusan cinta nenek pada Kana sangat terasa di setiap doa, dukungan, dan sentuhan yang diberikan. Nenek selalu ada untuk Kana, bahkan ketika seluruh hatinya dibuat hancur karena ulah mantan kekasihnya yang tega mempermalukan Kana di depan teman-teman pada sebuah acara di fakultasnya saat itu. Hatinya semakin remuk redam ketika mengetahui bahwa salah satu sahabat Kana terlibat peraasaan dengan mantan kekasih Kana hingga menjalin hubungan sejak bulan pertama Kana mulai berpacaran. Kejadian buruk itu beserta trauma masa kecil yang tak kunjung reda membuat Kana berpikir bahwa sudah tidak ada lagi orang yang mencintainya dengan tulus, hingga Kana sempat menggoreskan cutter di pergelangan tangannya hingga hampir kehabisan darah. Beruntung, Kana masih memiliki nenek dan dr. Rian di hidupnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 2 - Melepas Rindu

    Tok tok tok! Suara ketukan pintu terus terdengar selama beberapa kali di jam 7 pagi ini. Kana yang sedang repot di dapur membantu mbak Lastri, pembantunya, tidak sempat membukakan pintu. Begitu juga dengan mbak Lastri yang sedang menumis sayuran agar tidak gosong. “Siapa ya yang bertamu sepagi ini, mbak?” Tanya Kana sembari mencuci buah-buahan segar untuk dijadikan salad buah sebagai makanan pencuci mulut. “Nggak tau juga saya, mbak. Sebentar ya, mbak, nanti saya bukain.” Mbak Lastri terus menumis brokoli agar matang dengan sempurna. “Nggak usah, mbak. Biar Kana aja yang buka.”&nbs

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-07
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 3 - Melepas Rindu 2

    “Atas nama kak Hani.” Terdengar suara seorang laki-laki menyebut nama Hani. Tak sampai menunggu lama, Hani lalu bergegas menuju asal suara barista tersebut untuk mengambil salted caramel latte yang bertuliskan namanya itu. Ia lalu kembali ke tempat duduk paling ujung untuk melanjutkan kegiatannya di depan laptop. Segelas es kopi favorit memang mampu mengembalikan energi Hani setelah melepas rindu penuh haru di rumah Kana, serta meningkatkan mood sebelum lanjut berkutat pada skripsi. Sambil meneguk segelas es yang ada di tangan kanannya, tiba-tiba ia teringat tentang pesan masuk di WhatsApp yang belum sempat ia balas. Perempuan berkemeja hijau itu segera mengeluarkan ponsel dari tasnya lalu membaca ulang pesan tersebut. Ia tersenyum lagi. ‘Hai, kak Ghani. Kampus masih aman, kok. Ya, walaupun udah beda aja rasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-08
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 4 - Tolong, Jangan Lagi!

    Minggu pagi kali ini menjadi pagi tersibuk bagi Kana dalam beberapa tahun belakangan. Acara peresmian yang akan digelar di toko kue cukup menyita waktu Kana selama tujuh hari ini. Meski acara hanya dibuat sangat minimalis dan intim, tetapi Kana dan nenek merasa perlu menyiapkan semuanya dengan maksimal. Padahal tamu yang diundang hanya karyawan toko, Hani, Sisil, dan dr. Rian. Untung saja jadwal praktik dr. Rian di rumah sakit hanya setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Selebihnya dr. Rian sibuk menjadi pembicara untuk seminar dan membuka jam praktik sendiri di rumahnya setiap hari Selasa dan Kamis. Namun, meski jadwal dr. Rian terbilang cukup padat, beberapa bulan ini ia lebih sering meluangkan waktunya untuk Kana, selagi memang tidak ada pasien yang membutuhkan pertolongannya secara mendesak. Belum ada 10 menit Kana menyandarkan tubuhnya di kursi setelah satu jam bersi

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 5 - Kilas Balik

    Nenek dan dr. Rian masih menemani Kana di pantry. Hani dan Sisil menahan diri untuk tidak menemui Kana saat ini sebelum perasaan Kana kembali mereda. Bukannya tidak peduli, tetapi justru mereka berdua sudah lebih mengetahui bagaimana menyikapi Kana jika sedang berada dalam kondisi yang kurang baik. Mereka cenderung akan menunggu waktu yang tepat untuk bicara dengan Kana, selagi memang Kana sudah ada yang menemani dan mendapat perhatian dari orang yang Kana sayangi, seperti neneknya serta dr. Rian sebagai orang yang paling tahu akan kondisi Kana saat ini. Di tengah kepanikan Hani dan Sisil, tiba-tiba ada chat masuk pada ponsel Hani. ‘Han, di dalem ada rebut-ribut apa, sih? Kok tadi kayaknya langsung pada lari.’ Hani terkejut ketika membaca pesan dari

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 6 - I'm Sorry, Kana!

    Ghani menekuk wajahnya sambil melangkahkan kaki menuju pintu kereta MRT yang terbuka. Terlihat suasana dalam kereta yang padat membuat Ghani memutuskan untuk berdiri tanpa mencari tempat duduk kosong terlebih dahulu. Diraihnya hand strap yang menggantung tepat di atas kepalanya agar ia tidak jatuh begitu kereta mulai berjalan. Tak menunggu lama, pintu dengan cepat menutup secara otomatis dan kereta segera melaju. Mata Ghani tetap saja menunjukkan pandangan kosong sejak kakinya beranjak dari toko kue Kana. Ia merasa sangat sedih dan menyesal karena tidak bisa hadir di salah satu hari bahagia Kana saat itu. Ia berada dalam kebingungan setiap kali memikirkan Kana. Ada rasa takut ketika dirinya ingin menyapa Kana meski hanya melalui chat. Laki-laki yang mempunyai lesung manis di pipinya itu merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Kana pada malam ketika Kana diper

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 7 - Gelisah

    Hari ini cuaca nampak bagus dan terlihat cerah mengiringi pagi Kana yang tak seperti biasanya. Kana akan memulai hari baru untuk melanjutkan kuliahnya. Namun, ada hal mengganjal yang mengusik hati dan pikiran Kana tentang keputusannya ini. Bukan karena ragu untuk lanjut kuliah lagi, tetapi ia teringat bahwa tahun lalu ia sempat diberi peringatan tentang masa cuti yang normalnya tidak bisa lebih dari dua semester, yang mana seharusnya Kana hanya boleh cuti kuliah paling lama satu tahun meski didukung dengan alasan yang kuat. Kana mulai menyusun kalimat-kalimat sebagai jurus jitu agar dia bisa tetap melanjutkan statusnya sebagai mahasiswi Seni Rupa di kampusnya meski saat ini sudah memasuki semester keempat sejak ia sempat berhenti kuliah. Apalagi selama masa cuti, ia tidak pernah sekalipun memberi konfirmasi kepada pihak kampus. Ia hanya bisa berdoa agar keberuntungan berpihak padanya kali ini.“Sayang, udah sarapan?” Tanya nenek yang sedang mengambil roti tawar di

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 8 - Aktivitas Favorit

    Perasaan gelisah di pagi ini membuat Kana semakin tidak merasakan lapar sama sekali, padahal ia belum sempat sarapan. Bahkan ia hanya memakan sepotong tuna bread tadi malam. Kana tidak akan menyesal karena tidak makan, sampai pada akhirnya ia akan tumbang sendiri karena badannya yang semakin lemas. Kejadian seperti itu sudah beberapa kali dialami Kana, tetapi ia tak pernah belajar dari kesalahannya tersebut. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana tubuhnya harus merasa lebih relax dan pikirannya menjadi fresh. Namun, rasa gelisah tidak juga hilang. Ia memutuskan untuk membeli es krim di toko swalayan terdekat. Kata dr. Rian, makanan favorit dapat membantu hati dan pikiran menjadi lebih baik.Kana mulai memilih es krim yang disukainya. Walau hanya tinggal memilih, tetapi hal itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk Kana. Sebab, tidak ada satupun rasa manis dari es krim yang tidak disukainya. Menurut Kana, es krim merupakan teman terbaik

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 9 - Bentuk Perhatian

    ‘ 'Halo, dr. Rian. Besok malam dokter ada acara? Kana mau ketemu sama dokter.’ Kana mengirim chat kepada dr. Rian. Ia ingin menanyakan tentang kecemasannya ketika melihat alat melukis serta meminta solusi agar dirinya bisa bersahabat lagi dengan alat yang seharusnya menjadi hal yang sangat ia sukai. Tidak sampai memakan waktu lama, dr. Rian pun membalas pesan dari Kana. ‘Sejauh ini saya free. Ada yang mau dibicarakan, ya?’ Balas dr. Rian melalui chat. ‘Iya, Dok. Bisa?’ Tanya Kana. ‘Tentu. Dimana dan jam berapa, Kana?’&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06

Bab terbaru

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 9 - Bentuk Perhatian

    ‘ 'Halo, dr. Rian. Besok malam dokter ada acara? Kana mau ketemu sama dokter.’ Kana mengirim chat kepada dr. Rian. Ia ingin menanyakan tentang kecemasannya ketika melihat alat melukis serta meminta solusi agar dirinya bisa bersahabat lagi dengan alat yang seharusnya menjadi hal yang sangat ia sukai. Tidak sampai memakan waktu lama, dr. Rian pun membalas pesan dari Kana. ‘Sejauh ini saya free. Ada yang mau dibicarakan, ya?’ Balas dr. Rian melalui chat. ‘Iya, Dok. Bisa?’ Tanya Kana. ‘Tentu. Dimana dan jam berapa, Kana?’&nb

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 8 - Aktivitas Favorit

    Perasaan gelisah di pagi ini membuat Kana semakin tidak merasakan lapar sama sekali, padahal ia belum sempat sarapan. Bahkan ia hanya memakan sepotong tuna bread tadi malam. Kana tidak akan menyesal karena tidak makan, sampai pada akhirnya ia akan tumbang sendiri karena badannya yang semakin lemas. Kejadian seperti itu sudah beberapa kali dialami Kana, tetapi ia tak pernah belajar dari kesalahannya tersebut. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana tubuhnya harus merasa lebih relax dan pikirannya menjadi fresh. Namun, rasa gelisah tidak juga hilang. Ia memutuskan untuk membeli es krim di toko swalayan terdekat. Kata dr. Rian, makanan favorit dapat membantu hati dan pikiran menjadi lebih baik.Kana mulai memilih es krim yang disukainya. Walau hanya tinggal memilih, tetapi hal itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk Kana. Sebab, tidak ada satupun rasa manis dari es krim yang tidak disukainya. Menurut Kana, es krim merupakan teman terbaik

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 7 - Gelisah

    Hari ini cuaca nampak bagus dan terlihat cerah mengiringi pagi Kana yang tak seperti biasanya. Kana akan memulai hari baru untuk melanjutkan kuliahnya. Namun, ada hal mengganjal yang mengusik hati dan pikiran Kana tentang keputusannya ini. Bukan karena ragu untuk lanjut kuliah lagi, tetapi ia teringat bahwa tahun lalu ia sempat diberi peringatan tentang masa cuti yang normalnya tidak bisa lebih dari dua semester, yang mana seharusnya Kana hanya boleh cuti kuliah paling lama satu tahun meski didukung dengan alasan yang kuat. Kana mulai menyusun kalimat-kalimat sebagai jurus jitu agar dia bisa tetap melanjutkan statusnya sebagai mahasiswi Seni Rupa di kampusnya meski saat ini sudah memasuki semester keempat sejak ia sempat berhenti kuliah. Apalagi selama masa cuti, ia tidak pernah sekalipun memberi konfirmasi kepada pihak kampus. Ia hanya bisa berdoa agar keberuntungan berpihak padanya kali ini.“Sayang, udah sarapan?” Tanya nenek yang sedang mengambil roti tawar di

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 6 - I'm Sorry, Kana!

    Ghani menekuk wajahnya sambil melangkahkan kaki menuju pintu kereta MRT yang terbuka. Terlihat suasana dalam kereta yang padat membuat Ghani memutuskan untuk berdiri tanpa mencari tempat duduk kosong terlebih dahulu. Diraihnya hand strap yang menggantung tepat di atas kepalanya agar ia tidak jatuh begitu kereta mulai berjalan. Tak menunggu lama, pintu dengan cepat menutup secara otomatis dan kereta segera melaju. Mata Ghani tetap saja menunjukkan pandangan kosong sejak kakinya beranjak dari toko kue Kana. Ia merasa sangat sedih dan menyesal karena tidak bisa hadir di salah satu hari bahagia Kana saat itu. Ia berada dalam kebingungan setiap kali memikirkan Kana. Ada rasa takut ketika dirinya ingin menyapa Kana meski hanya melalui chat. Laki-laki yang mempunyai lesung manis di pipinya itu merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Kana pada malam ketika Kana diper

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 5 - Kilas Balik

    Nenek dan dr. Rian masih menemani Kana di pantry. Hani dan Sisil menahan diri untuk tidak menemui Kana saat ini sebelum perasaan Kana kembali mereda. Bukannya tidak peduli, tetapi justru mereka berdua sudah lebih mengetahui bagaimana menyikapi Kana jika sedang berada dalam kondisi yang kurang baik. Mereka cenderung akan menunggu waktu yang tepat untuk bicara dengan Kana, selagi memang Kana sudah ada yang menemani dan mendapat perhatian dari orang yang Kana sayangi, seperti neneknya serta dr. Rian sebagai orang yang paling tahu akan kondisi Kana saat ini. Di tengah kepanikan Hani dan Sisil, tiba-tiba ada chat masuk pada ponsel Hani. ‘Han, di dalem ada rebut-ribut apa, sih? Kok tadi kayaknya langsung pada lari.’ Hani terkejut ketika membaca pesan dari

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 4 - Tolong, Jangan Lagi!

    Minggu pagi kali ini menjadi pagi tersibuk bagi Kana dalam beberapa tahun belakangan. Acara peresmian yang akan digelar di toko kue cukup menyita waktu Kana selama tujuh hari ini. Meski acara hanya dibuat sangat minimalis dan intim, tetapi Kana dan nenek merasa perlu menyiapkan semuanya dengan maksimal. Padahal tamu yang diundang hanya karyawan toko, Hani, Sisil, dan dr. Rian. Untung saja jadwal praktik dr. Rian di rumah sakit hanya setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Selebihnya dr. Rian sibuk menjadi pembicara untuk seminar dan membuka jam praktik sendiri di rumahnya setiap hari Selasa dan Kamis. Namun, meski jadwal dr. Rian terbilang cukup padat, beberapa bulan ini ia lebih sering meluangkan waktunya untuk Kana, selagi memang tidak ada pasien yang membutuhkan pertolongannya secara mendesak. Belum ada 10 menit Kana menyandarkan tubuhnya di kursi setelah satu jam bersi

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 3 - Melepas Rindu 2

    “Atas nama kak Hani.” Terdengar suara seorang laki-laki menyebut nama Hani. Tak sampai menunggu lama, Hani lalu bergegas menuju asal suara barista tersebut untuk mengambil salted caramel latte yang bertuliskan namanya itu. Ia lalu kembali ke tempat duduk paling ujung untuk melanjutkan kegiatannya di depan laptop. Segelas es kopi favorit memang mampu mengembalikan energi Hani setelah melepas rindu penuh haru di rumah Kana, serta meningkatkan mood sebelum lanjut berkutat pada skripsi. Sambil meneguk segelas es yang ada di tangan kanannya, tiba-tiba ia teringat tentang pesan masuk di WhatsApp yang belum sempat ia balas. Perempuan berkemeja hijau itu segera mengeluarkan ponsel dari tasnya lalu membaca ulang pesan tersebut. Ia tersenyum lagi. ‘Hai, kak Ghani. Kampus masih aman, kok. Ya, walaupun udah beda aja rasa

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 2 - Melepas Rindu

    Tok tok tok! Suara ketukan pintu terus terdengar selama beberapa kali di jam 7 pagi ini. Kana yang sedang repot di dapur membantu mbak Lastri, pembantunya, tidak sempat membukakan pintu. Begitu juga dengan mbak Lastri yang sedang menumis sayuran agar tidak gosong. “Siapa ya yang bertamu sepagi ini, mbak?” Tanya Kana sembari mencuci buah-buahan segar untuk dijadikan salad buah sebagai makanan pencuci mulut. “Nggak tau juga saya, mbak. Sebentar ya, mbak, nanti saya bukain.” Mbak Lastri terus menumis brokoli agar matang dengan sempurna. “Nggak usah, mbak. Biar Kana aja yang buka.”&nbs

  • Hug Me until I'm Okay   Bagian 1 - Manusia Berharga

    Pagi ini cukup dingin, diselimuti cuaca mendung dan iringan gemuruh petir yang sesekali terdengar menakutkan. Tubuh Kana terasa lebih ringan dari biasanya. Irama suara hujan membuatnya tak ingin segera membuka mata. Kana sangat menikmati posisi ini, dengan kepala yang sedari tadi bersandar di sofa. Kali ini, ia membuang napas secara perlahan untuk ke sekian kalinya selama matanya terpejam. Helaan napas yang semakin lama semakin membuatnya merasa lebih lega.“Kamu boleh buka mata kalau sudah siap.” Ucap seorang pria dengan suara lembut, membuat Kana tidak bisa kembali fokus.Kana mulai membuka mata perlahan. Sedikit demi sedikit wajah tampan dr. Rian mulai memenuhi seisi pandangan mata Kana. Matanya mulai terbuka penuh, ia bisa menangkap secara jelas wajah pria dengan gelar ‘dr. SpKJ’ di belakang namanya, seperti yang tertera pada nametag yang menempel di dadanya. Pandangan kana seakan tak bisa lepas dari apa yang ada di hadapannya sekar

DMCA.com Protection Status