“Aaaaaaa—” Suara lengkingan teriakan Ariel sontak membuat Shawn yang tertidur di samping, langsung membuka mata. Pria tampan itu mengumpat kasar seraya menyentuh telinganya yang sakit akibat suara teriakan Ariel.
“Apa kau ini tinggal di hutan? Kenapa kau berteriak-teriak?” Shawn menatap jengkel Ariel yang ada di sampingnya. Pria itu benar-benar berusaha menahan kesabaran. Bayangkan saja, sudah sejak tadi malam, dirinya disusahkan oleh wanita ajaib itu.
Ariel menarik selimutnya, memincingkan mata, menatap tajam Shawn. “Apa yang sudah kau lakukan padaku?! K-kau memerkosaku?”
Shawn ingin mengumpat kasar pada wanita di sampingnya. “Kau lihat tubuhmu masih terbalut bathrobe. Kau masih memakai pakaian utuh. Kau juga dokter, kau tahu tanda-tanda tubuhmu telah diperkosa. Kenapa kau malah menanyakan pertanyaan konyol? Kau ini dokter lulusan mana?!”
Ariel terdiam sebentar mendengar apa yang dikatakan oleh Shawn. Ingatannya langsung teringat bahwa tadi malam setelah membersihkan tubuh, dia sangat amat lelah—dan langsung terlelap di ranjangnya.
Ariel menundukkan kepalanya, melihat bathrobe yang masih melekat rapat di tubuhnya. Tanda-tanda tubuhnya remuk karena berhubungan badan pun tidak ada. Dia merasa baik-baik saja seperti biasanya.
“A-aku—” Ariel menjadi salah tingkah dan malu. Tapi tidak! Bukan Ariel namanya jika tak penuh percaya diri. Wajar saja kalau wanita itu terkejut dan melontarkan tuduhan kejam. Posisinya Shawn tidur di sampingnya.
“Kenapa kau tidur di sampingku, Tuan Kaya? Pasti kau tergoda pada tubuhku, kan?” Ariel kembali melayangkan tuduhan pada Shawn.
Shawn mengatur napasnya. “Lalu kau minta aku tidur di mana? Di sofa? Aku yang membayar sewa kamar hotel ini.”
Bibir Ariel menekuk. “Kebanyakan pria suka mengalah dan tidur di sofa, demi wanita nyaman tidur di ranjang. Kenapa kau malah tidak mengalah?”
Ariel kesal pada Shawn yang tidak mau mengalah. Padahal kan dirinya wanita, dan Shawn adalah pria. Kenapa malah pria itu sama sekali tidak mau mengalah padanya? Sungguh, itu sangat amat menyebalkan.
Shawn lama-lama bisa gila jika berhadapan dengan Ariel. Pria itu tidak mengira sama sekali kalau Ariel sudah tidak waras. Jika kebanyakan dokter berpikiran cerdas, lain halnya dengan Ariel yang sepertinya memiliki otak yang lemah.
“Kebanyakan pria yang kau maksud itu, sayangnya aku bukan bagian dari sana. Lebih baik kau berpikir menggunakan otak kecilmu itu. Kau menumpang padaku, dan sudah aku berikan tempat kau bersembunyi dari kejaran orang tidak jelas. Bukannya berterima kasih malah kau menuduhku sembarangan.” Shawn berdecak.
Bibir Ariel semakin tertekuk dalam. Dia menyadari bahwa memang dirinya bersalah menuduh Shawn sembarangan. Kata-katanya keluar begitu saja di bibirnya, seolah tidak bisa disaring sama sekali.
“Iya, maafkan aku, Tuan Kaya. Aku hanya terkejut kau ada di sampingku. Selama ini belum ada pria yang tidur di sampingku. Jadi wajar kalau aku terkejut.” Ariel meminta maaf, tapi tetap membela diri tidak ingin sepenuhnya disalahkan oleh Shawn.
Shawn mengembuskan napas kasar, tak mau menggubris ucapan wanita itu. “Mandilah. Ganti pakaianmu.”
“Mau ganti dengan pakaian apa? Aku hanya memiliki gaun pengantin saja yang aku pakai kemarin. Kan kemarin hujan besar. Aku belum sempat membeli pakaian baru,” ujar Ariel pelan. Bukan tak ingin mandi, tapi dia bingung karena dirinya belum memiliki pakaian baru.
“Lihatlah paper bag yang ada di atas sofa,” jawab Shawn dingin dan datar.
Ariel mengalihkan pandangannya, menatap paper bag yang ada di atas sofa. Rasa penasaran dalam diri Ariel, membuatnya turun dari ranjang dan mengambil paper bag itu. Tampak matanya melebar melihat ada sebuah dress cantik di dalam paper bag tersebut. Merk serta tag harga masih terpasang di sana. Dress itu merupakan brand ternama yang membuatnya sakit perut karena harganya terlalu mahal.
Jika Ariel ingin membeli barang mahal, maka dia pasti membutuhkan waktu karena harus menabung. Meski berprofesi sebagai dokter, tetap saja dia harus menabung. Apalagi dia bekerja menjadi dokter belum terlalu lama.
“Tuan Kaya, kau membelikanku dress mahal ini untukku?” tanya Ariel seraya menatap Shawn.
“Kalau dress itu tiba-tiba ada di kamar ini, menurutmu siapa yang beli? Tidak mungkin hantu, kan?” balas Shawn dingin.
Bibir Ariel mencebik. “Tuan Kaya, kau ini kalau bicara pedas sekali. Ibumu dulu saat mengandung dirimu, makanan apa yang dia makan?”
Shawn bangkit berdiri tak peduli ucapan konyol Ariel. “Segera kau mandi dan ganti pakaianmu.”
Ariel mendesah panjang. Dia sangat senang karena mendapatkan hadiah bagus dan mahal. Tapi di sisi lain, dia tidak enak menerima hadiah yang terlalu mahal. Apalagi pria kaya di hadapannya ini merupakan orang lain.
“Aku tidak bisa menerima hadiah mahal ini,” tolak Ariel meletakan kembali paper bag itu ke tempat semula. “Hadiahmu terlalu mahal. Aku tidak enak menerimanya.” Lanjutnya lagi dengan bibir yang masih tertekuk.
Shawn melayangkan tatapan dingin dan tajam. “Persetan dengan harga dress itu. Apa kau ingin keluar dari kamar ini menggunakan gaun pengantin kemarin? Kau ingin menjadikan dirimu pusat perhatian? Atau kau sengaja ingin membuatku masuk berita seolah diriku membawa kabur pengantin wanita?”
Tadi pagi-pagi sekali, sebelum Ariel terbangun, Shawn meminta asistennya untuk membelikan dress untuk Ariel. Bukan karena dia peduli. Kondisinya adalah dia tidak mau sampai orang lain, melihat Ariel memakai gaun pengantin lagi. Bisa-bisa orang berpikir dirinya membawa kabur wanita itu. Shawn sejak dulu paling menghindar dari pemberitaan berita murahan.
Diamnya Ariel, bukan tidak peduli dengan apa yang Shawn katakan. Malah sebaliknya. Dia membenarkan apa yang Shawn katakan. Dia membutuhkan pakaian baru untuk saat ini.
“Baiklah. Aku akan memakai dress pemberianmu. Terima kasih.” Ariel mengambil paper bag itu. “Kau tuliskan saja nomor rekeningmu. Aku akan mengganti uangmu.” Lalu dia melangkah pergi meninggalkan Shawn yang masih bergeming di tempatnya. Terlihat Shawn berdecak sambil menatap jengkel Ariel.
***
Midi dress dengan model lengan pendek berwarna emerald, sangat cantik membalut tubuh Ariel. Dress itu tidaklah seksi. Tapi malah menunjukkan sisi anggun Ariel. Kulit putih mulus Ariel begitu kontras pada dress yang dipakainya.
Shawn yang sudah selesai membersihkan tubuh, dia menatap Ariel yang sudah segar dan cantik dengan balutan dress yang wanita itu pakai. Dalam hati, dia memuji selera asistennya yang cukup baik. Bukan dress seksi yang dibeli, melainkan dress yang sopan, namun menunjukkan keanggunan.
“Gaun ini sangat bagus. Bahannya juga nyaman. Aku menyukainya. Terima kasih.” Ariel melangkah menghampiri Shawn. “Aku minta nomor rekeningmu. Aku akan mengganti uangmu.”
Ariel sekarang sedang hemat karena dalam keadaan melarikan diri. Tapi, dia tetap tidak mungkin menerima hadiah mahal secara gratis. Dia tetap haris mengganti uang yang sudah Shawn keluarkan.
“Uang untuk membeli dress ini sangat receh untukku. Simpan uangmu. Aku tidak suka menyimpan uang receh,” ucap Shawn dingin dan angkuh. Harga dirinya terjatuh di kala Ariel ingin mengganti uang dari dress yang dia beli.
Mata Ariel melebar di kala dress dengan brand ternama ini dikatakan sebagai dress yang sangat murah. “Tuan Kaya, beri tahu aku berapa total harta kekayaanmu sampai dress seharga $6.500 kau katakan receh?”
Shawn mendekat pada Ariel dan menatap dingin wanita itu. “Kalkulatormu tidak akan cukup untuk aku tuliskan total harta kekayaanku.”
Ariel mencibir. “Sombong sekali.”
Shawn melangkah keluar dari kamar. Sontak Ariel terkejut di kala Shawn pergi. Buru-buru, Ariel menghampiri Shawn dengan langkah cepat. Untungnya, pria itu membelikan flat shoes. Jadi dirinya akan mudah dalam melangkah. Daripada harus memakai heels. Itu akan menyusahkan gerakannya.
“Tuan Kaya, tunggu aku. Kau ini jalan seperti tentara saja. Cepat sekali.” Ariel mengeluh karena cara jalan Shawn sangat cepat.
Shawn tak peduli dengan ucapan Ariel, dia segera masuk ke dalam mobilnya, dan bersamaan dengan Ariel yang juga masuk ke dalam mobilnya. Detik selanjutnya, dia melanjukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
“Ck! Tuan Kaya, kau ini sudah pernah memiliki kekasih atau belum? Kenapa kau dingin sekali pada wanita? Kau sebelas dua belas dengan kulkas,” ketus Ariel jengkel.
Shawn melirik Ariel sekilas. “Kau ingin aku antarkan ke mana?” tanyanya tegas, tak mengindahkan kata-kata Ariel. Baginya, wanita di sampingnya ini adalah musibah yang menyusahkan. Semua rencaannya di Washington D.C tertunda karena disusahkan oleh wanita di sampingnya.
Ariel nampak berpikir. “Antarkan aku ke bandara. Aku ingin meninggalkan kota ini.”
Sebelah alis Shawn terangkat. “Kau yakin?”
Ariel mengangguk. “Ya, aku sangat yakin. Tolong antarkan aku ke bandara.”
Shawn menuruti keinginan Ariel. Pria itu mengemudikan mobilnya menuju bandara. Ada pertanyaan yang muncul di kepalanya. Tapi, dia memilih untuk tidak bertanya. Dia tak mau ikut campur dengan urusan orang lain.
“Turunlah.” Kata pertama yang Shawn ucap, di kala mobilnya sudah memasuki lobby bandara.
Ariel menatap Shawn dengan tatapan sedikit tak enak. “Tuan Kaya, terima kasih sudah menolongku. Kalau nanti kita bertemu lagi—”
“Kita tidak akan bertemu lagi.” Shawn langsung memotong ucapan Ariel.
Ariel mencebik. “Iya-iya, aku tahu aku menyusahkanmu, Tuan Kaya. Sekali lagi aku minta maaf. Aku juga berterima kasih kau sudah menolongku. Aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpa bantuanmu.”
Ariel merasa bersyukur karena semesta mempertemukannya dengan Shawn. Tidak bisa dipungkiri bahwa, dia sangat lega dan senang bisa selamat dari maut. Jika saja kemarin tidak ada Shawn, entah bagaimana nasibnya.
Lalu, Ariel turun dari mobil, dan hendak pergi namun tiba-tiba dia mengingat sesuatu hal yang ada di kepalanya. Wanita itu segera menoleh menatap Shawn yang masih membuang wajah tak menatapnya.
“Tuan Kaya, kalau suatu saat semesta kembali mempertemukan kita, mungkin saja kita sudah ditakdirkan bersama sejak kita masih bayi,” ucap Ariel konyol—dan langsung pergi begitu saja masuk ke dalam lobby bandara.
“Wanita itu memang sudah gila!” Shawn mengumpat seraya menatap punggung Ariel yang mulai lenyap dari pandangannya. Dia tak mengira kalau di muka bumi ini, ada dokter yang memiliki pikiran sekonyol wanita itu.
New York, USA. Tiga bulan berlalu …Ariel terpaksa pindah dari pekerjaannya sekaligus apartemen lamanya, demi tidak bisa dilacak oleh keluarganya. Tidak hanya itu saja, tapi dia juga mengganti nomor teleponnya. Ya, Ariel meninggalkan semua hal yang diketahui oleh keluarga besarnya, demi dirinya mendapatkan kehidupan yang aman.Sebelumnya, Ariel tinggal di London. Akan tetapi sekarang dia memutuskan tinggal di New York. Dia tahu ke mana pun dirinya berada akan selalu menjadi incaran dari keluarga besarnya. Tapi, apa boleh buat. Kondisi yang membuatnya menjadi seperti ini. Melarikan diri adalah pilihan terbaik. Pagi itu, Ariel memulai pekerjaan baru di sebuah rumah sakit bergengsi yang ada di New York. Dia sempat menganggur hampir tiga bulan, karena tak langsung mendapatkan pekerjaan baru. Namun, untunglah nasib baik menghampiri Ariel sekarang. Dia mendapatkan pekerjaan baru di rumah sakit yang ada di Brooklyn.Hal yang paling Ariel lebih syukuri adalah dia mendapatkan gaji yang jauh
Ariel mengerjapkan mata beberapa kali, berharap bahwa apa yang dia lihat ini adalah sebuah kesalahan. Tapi semakin banyak dia mengerjap, malah membuatnya semakin yakin bahwa apa yang dia lihat ini adalah nyata. Tidak salah sama sekali. Sosok pria yang berdiri tak jauh darinya adalah pria yang sering sekali bertemu dengannya, tanpa sengaja.Ariel menjadi salah tingkah. Dia ingin berbalik pergi menghindar. Dia sangat malu bertemu pria kaya itu. Apalagi pria kaya itu tengah bersama dengan kakeknya. Rasanya dia ingin berlari sekencang mungkin. Tapi bagaimana bisa dirinya berlari?Sial! Ariel terjebak. Dia memilih untuk menunduk. Tidak mau melihat ke arah pria kaya itu. Meskipun otaknya konyol, tetap saja Ariel memiliki urat malu. Tiga bulan lalu, dia mengatakan hal konyol pada pria kaya itu. Lalu sekarang semesta seolah mengajaknya bercanda mempertemukannya dengan pria kaya yang menyebalkan.Shawn berdiri tegap di samping kakeknya yang mulai menyapa para dokter. Pria itu sedikit melihat k
Ariel merentangkan kedua tangannya sambil melangkah keluar dari ruang operasi. Wanita itu baru saja menggantikan pekerjaan salah satu dokter yang berhalangan datang. Sebagai dokter bedah umum, sudah hal biasa menangani tindakan operasi seperti halnya tumor jinak.Sudah jam waktunya pulang. Ariel dan Harmony tidak bersamaan, karena Harmony memiliki jadwal operasi di malam hari. Wanita itu memutuskan untuk segera bergegas pulang. Dia ingin langsung tidur.Hari pertama bekerja, sudah harus menjadi dokter pengganti. Untungnya pengalaman Ariel bisa dikatakan cukup. Jadi hal-hal seperti tadi bukanlah sebuah hal yang berat.Ariel melihat jam dinding waktu menunjukkan pukul enam sore. Wanita itu berjalan menuju ke halaman parkir rumah sakit. Namun, di kala dirinya hendak ingin menuju mobil—langkahnya berpapasan dengan Shawn yang juga masuk ke dalam mobil.Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan satu sama lain. Tatapan Shawn dingin. Sedangkan Ariel mengandung tatapan yang tak disangka. Duni
Tinggal sendiri di apartemen sederhana yang ada di Manhattan, membuat Ariel selalu melakukan apa pun sendirian. Bersih-bersih, masak, mencuci, dan lain sebagainya. Dia tak memakai pelayan karena dalam tahap penghematan.Memiliki profesi sebagai dokter sebenarnya membuat Ariel, memiliki hidup yang nyaman. Meskipun bukan pengusaha ternama, tapi dia hidup tanpa kekurangan. Akan tetapi, kemarin di kala dirinya di Washington D.C—tabungannya dikuras habis oleh Flora.Flora mengatakan bahwa Ariel tidak harus memiliki banyak uang. Bahkan kakak tirinya itu juga menjual asset yang dimiliki Ariel seperti apartemen di London. Ya, Ariel bukan takut melawan Flora, tapi dia menganggap bahwa dirinya sudah mencicil uang yang telah keluarga DiLaurentis keluarkan untuknya.Ariel memulai kembali semuanya dari nol di kala dirinya tiba di New York. Wanita itu menyewa apartemen sederhana dengan tipe studio. Pun mobil yang dia miliki bukanlah mobil mewah.Ariel tidak membayar sopir atau pelayan, demi penghem
Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.Marsha memb
“Ariel, perawat bilang kau tadi malam bermalam di rumah sakit?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang berada di ruang kerja temannya itu. Dia duduk tepat di hadapan Ariel. Sebelumnya, dia diberi tahu perawat kalau Ariel tak pulang dari kantor. Temanya itu malah memutuskan untuk bermalam di ruang kerja.Ariel menyesap kopi susu yang baru saja diantar oleh office boy. “Iya, aku tidak pulang. Aku terbangun di jam tiga pagi. Tidak mungkin aku pulang jam tiga pagi. Lebih baik aku bermalam di ruang kerjaku saja.”Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku pikir kau sudah pulang. Tadi malam kan aku memiliki operasi. Jadi, aku langsung pulang saja. Kalau aku tahu kau tertidur di ruang kerjamu, aku pasti akan membangunkanmu.”Ariel tersenyum samar. “It’s okay, Harmony. Aku memiliki beberapa pakaian ganti di ruang kerjaku. Jadi tidak sama sekali masalah kalau aku bermalam di ruang kerjaku.”Sebagai seorang dokter, yang terkadang memiliki jadwal mendadak—dia sudah menyiapkan beberapa perlen
Kafe di Orlando Hospital menjadi penuh dengan bisik-bisik para koas—dokter magang perempuan—nampak terpesona, melihat Shawn duduk di kafe yang ada di Orlando Hospital. Orlando Hospital menyiapkan kafe berukuran cukup besar dan mewah. Khusus para petugas medis, mereka akan mendapatkan akses gratis di kafe ini. Ada dua kafe di Orlando Hospital. Pertama khusus untuk petugas medis, dan yang kedua khusus untuk para pasien atau keluarga pasien yang berkunjung.Ariel sejak tadi berada di kafe bersama dengan Harmony. Dia tengah menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tapi nampak dia sangat terganggu karena para koas tengah membicarakan Shawn yang ternyata juga makan siang di kafe itu.“Kebetulan sekali Tuan Shawn Geovan, makan siang di kafe ini,” gumam Harmony seraya menatap Ariel.Ariel menghela napas dalam. “Fokuslah ke makananmu, Harmony. Kenapa malah kau fokus pada para koas yang memuji Tuan Kaya?”“Hm? Tuan Kaya?” Mata Harmony mengerjap beberapa kali.“Maksudku Tuan Shawn Geo
“Harusnya kau tidak usah menolongku, Tuan Kaya.” Kalimat pertama yang Ariel ucapkan di kala dia tengah mengobati luka goresan di tangan Shawn. Untungnya luka Shawn tak terlalu dalam. Kalau saja terlalu dalam, sudah pasti dia harus menjahit tangan Shawn.Shawn menatap dingin Ariel. “Kalau aku tidak menolongmu dan tidak bertindak, kau ingin mati di tangan pasien gila itu?”“Bukankah kau mengatakan tidak masalah kehilangan satu dokter? Kau bilang bisa mencari dokter baru kalau aku mati.” Ariel membalikkan kata-kata yang tadi sempat diucapkan oleh Shawn.Shawn mendecakkan lidahnya. “Kalau aku tadi tidak bilang seperti tadi, maka kau tidak akan bebas, Bodoh!”Seketika senyum di wajah Ariel terlukis. “Jadi artinya kau mencemaskanku kan, Tuan Kaya?” ledeknya sambil terkekeh.“Bukan mencemaskan! Aku hanya tidak mau kau mati konyol di rumah sakitku, dan berujung wartawan datang. Kalau kau mati di tempat lain, aku tidak peduli.” Shawn menjawab dingin.Bibir Ariel mencibir mendengar kata-kata pe