Ariel merentangkan kedua tangannya sambil melangkah keluar dari ruang operasi. Wanita itu baru saja menggantikan pekerjaan salah satu dokter yang berhalangan datang. Sebagai dokter bedah umum, sudah hal biasa menangani tindakan operasi seperti halnya tumor jinak.
Sudah jam waktunya pulang. Ariel dan Harmony tidak bersamaan, karena Harmony memiliki jadwal operasi di malam hari. Wanita itu memutuskan untuk segera bergegas pulang. Dia ingin langsung tidur.
Hari pertama bekerja, sudah harus menjadi dokter pengganti. Untungnya pengalaman Ariel bisa dikatakan cukup. Jadi hal-hal seperti tadi bukanlah sebuah hal yang berat.
Ariel melihat jam dinding waktu menunjukkan pukul enam sore. Wanita itu berjalan menuju ke halaman parkir rumah sakit. Namun, di kala dirinya hendak ingin menuju mobil—langkahnya berpapasan dengan Shawn yang juga masuk ke dalam mobil.
Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan satu sama lain. Tatapan Shawn dingin. Sedangkan Ariel mengandung tatapan yang tak disangka. Dunia seolah seperti besarnya selebar daun.
Kondisi hanya berdua saja, Ariel tidak bisa lari. Lagi pula untuk apa dirinya lari?
“Tuan Kaya, kita bertemu lagi.” Ariel memutuskan untuk bicara lebih dulu.
“Kenapa kau bekerja di sini?” Shawn menatap dingin Ariel.
Ariel mengangkat bahunya acuh. “Mungkin sudah takdir. Atau mungkin memang yang aku katakan benar.” Wanita itu menjawab secara asal.
Kening Shawn mengerut. “Yang kau katakan benar? Apa maksudmu?”
“Tiga bulan lalu, aku mengatakan padamu kalau kita bertemu lagi, maka mungkin saja kita sudah ditakdirkan sejak kita balita,” jawab Ariel konyol.
Shawn mengumpat pelan. “Kapan otakmu bisa berjalan dengan baik?”
“Tapi faktanya kita bertemu lagi.”
“Kau mengikutiku?” Shawn menuduh.
Mata Ariel melebar. “What? Untuk apa aku mengikutimu?”
“Dalam dunia ini banyak hal yang bisa saja terjadi. Jawab aku, kau sengaja mengikutiku? Apa tujuanmu sebenarnya?” Shawn kebali menuduh.
Ariel memijat keningnya. Dia baru saja selesai operasi, dan ingin segera pulang. Tapi, sudah mendapatkan tuduhan. “Tuan Kaya, aku tidak tertarik menguntitmu. Baiklah, aku harus pulang. Aku lelah.” Lalu, dia hendak ingin pergi tapi tatapannya teralih pada seorang ibu muda menggndong anaknya berusia dua tahun keadaan panik. Ibu muda itu menepuk tengkuk leher anaknya yang tersedak.
“Tolong!” Ibu muda itu menjerit sambil berusaha menepuk tengkuk leher anaknya.
Ariel yang melihat ada bahaya langsung maju mengambil anak kecil itu, dan membalikan badan anak kecil itu, jemarinya menekan pinggir leher, dan tangannya menepuk cukup keras tengkuk lehernya.
Sang ibu muda itu menangis keras di kala melihat wajah anaknya sudah memucat.
Ariel membuat posisi anaknya menjadi sedikit miring, dan melakukan beberapa gerakan berusaha mengeluarkan sesuatu dalam mulut anak kecil itu. Dia begitu cepat dan sigap dengan raut wajah serius. Ya, tindakan Ariel membuat Shawn menatapnya.
Shawn tak berkedip sedikit pun melihat tindakan Ariel yang sigap. Pria itu tetap masih bergeming di tempatnya melihat pertolongan pertama yang dilakukan Ariel. Jika dalam melakukan tugas sebagai seorang dokter ternyata wanita itu sangat serius.
Suara tangis terdengar di kala benda yang membuat anak kecil itu tersedak sudah berhasil keluar. Sang ibu dari bayi tersebut langsung memeluk erat anaknya sambil menangis.
“Oh, Sayang. Mama di sini.” Ibu itu mengecupi bayi tersebut, lalu dia menatap Ariel. “Nona, apa kau dokter di sini?” tanyanya yang sudah yakin bahwa Ariel adalah dokter.
Ariel mengangguk. “Ya, aku dokter.”
Ibu itu tersenyum dengan mata yang masih menangis. “Terima kasih banyak. Tindakanmu begitu sigap saat ada pasien terkena bahaya. Dokter, berikan aku nomor rekeningmu. Aku akan memberikan uang karena kau membantuku.”
Ariel menyentuh lengan ibu itu. “Aku membantumu di luar rumah sakit. Kau tidak melakukan pendaftaran di rumah sakit. Jadi kau tidak perlu membayarku. Jaga anakmu dengan baik. Jauhan benda-benda yang mudah ditelan olehnya. Awasi dia dengan ketat.”
Posisi Ariel sekarang berada di halaman parkir mobil rumah sakit. Itu kenapa dia menolak bayaran. Karena menurutnya, apa yang dilakukannya adalah sesuatu kewajiban yang harus dia lakukan.
“Dokter, kau baik sekali. Aku tidak sempat melakukan pendaftaran ke rumah sakit, karena aku panik. Maaf, jika aku panik terkadang otakku menjadi blank. Tapi, tolong berikan nomor rekeningmu. Aku harus membalas kebaikanmu.” Ibu itu tetap memaksa Ariel.
Ariel tersenyum sambil membelai kepala bayi itu. “Tugas seorang dokter adalah menyelamatkan nyawa seseorang. Apa yang aku lakukan sekarang adalah tulus dari dalam hatiku, Nyonya. Simpanlah uangmu. Tolong jaga dengan baik anakmu.”
Ibu itu tersenyum. “Terima kasih, Dokter.” Lalu, ibu itu melangkah masuk ke dalam mobilnya—namun langkahnya terhenti menatap Shawn. “Tuan, apakah Anda kekasih Dokter cantik itu?”
Shawn terkejut mendengar pertanyaan dari ibu itu.
“Jika iya, kau sangat beruntung. Aku bisa melihat dia sangat baik.” Ibu itu masuk ke dalam mobilnya, dan pergi meninggalkan rumah sakit itu.
Sialnya, Shawn ingin mengatakan dia bukan kekasih Ariel. Tapi kenapa malah lidahnya menjadi kelu? Ck! Pria itu mengumpati kebodohannya. Dia berharap tidak ada wartawan di sekitar sini.
Ariel menghampiri Shawn. “Jangan pedulikan kata-kata ibu tadi. Dia hanya terlalu senang aku membantunya.”
“Kenapa kau tidak menerima uangnya?” Shawn menatap Ariel.
“Untuk apa?”
“Semua wanita suka uang.”
“I know. Aku juga suka uang. Tapi, dalam kasus seperti tadi aku memang ingin membantu.”
“Kalau kau suka uang, harusnya kau ambil tawaran tadi. Orang yang terlalu gengsi, biasanya hidupnya akan gagal.” Kata-kata Shawn begitu pedas di sini.
Ariel tersenyum mendengar apa yang Shawn katakan. Wanita itu melangkah menghampiri Shawn dan berkata tenang. “Tuan Kaya, kau benar … orang yang gengsi tidak akan mungkin bisa berhasil. Tapi aku berdiri di posisiku sebagai dokter bukanlah karena aku gengsi. Karena aku ingin menyelamatkan banyak orang. Meski aku tahu, pada akhirnya semua manusia akan mati, tapi setidaknya aku membantu manusia memiliki kehidupan lebih lama di dunia ini. Of course, semua karena atas izin dari Sang Maha Pencipta. Alright, aku harus pulang. Jujur, aku terkejut kembali melihatmu, tapi aku senang bisa melihatmu lagi, Tuan Kaya. Wajahmu setiap marah atau kesal sangat lucu. Bisa menjadi hiburan.”
Ariel masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan halaman parkir itu. Tampak Shawn bergeming di tempatnya melihat mobil yang dilajukan Ariel pergi jauh.
Shawn belum bergerak sama sekali. Kata-kata Ariel masih terngiang di benaknya. Pun dia tak mengira kalau dirinya akan kembali bertemu dengan Ariel. Wanita ceroboh itu ternyata bisa bijak dalam berpikir.
Shawn menepis pikirannya tak mau lagi memikirkan Ariel. Dia segera masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan tempat itu. Mobil Shawn adalah mobil sport yang termahal. Pria itu kini mampu membalap mobil Ariel yang sudah lebih dulu pergi.
Ariel yang berada di dalam mobil sederhananya bergumam pelan. “Pria Kaya itu apa sudah bosan hidup? Kenapa menyetir mobil mengebut sekali.”
Tinggal sendiri di apartemen sederhana yang ada di Manhattan, membuat Ariel selalu melakukan apa pun sendirian. Bersih-bersih, masak, mencuci, dan lain sebagainya. Dia tak memakai pelayan karena dalam tahap penghematan.Memiliki profesi sebagai dokter sebenarnya membuat Ariel, memiliki hidup yang nyaman. Meskipun bukan pengusaha ternama, tapi dia hidup tanpa kekurangan. Akan tetapi, kemarin di kala dirinya di Washington D.C—tabungannya dikuras habis oleh Flora.Flora mengatakan bahwa Ariel tidak harus memiliki banyak uang. Bahkan kakak tirinya itu juga menjual asset yang dimiliki Ariel seperti apartemen di London. Ya, Ariel bukan takut melawan Flora, tapi dia menganggap bahwa dirinya sudah mencicil uang yang telah keluarga DiLaurentis keluarkan untuknya.Ariel memulai kembali semuanya dari nol di kala dirinya tiba di New York. Wanita itu menyewa apartemen sederhana dengan tipe studio. Pun mobil yang dia miliki bukanlah mobil mewah.Ariel tidak membayar sopir atau pelayan, demi penghem
Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.Marsha memb
“Ariel, perawat bilang kau tadi malam bermalam di rumah sakit?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang berada di ruang kerja temannya itu. Dia duduk tepat di hadapan Ariel. Sebelumnya, dia diberi tahu perawat kalau Ariel tak pulang dari kantor. Temanya itu malah memutuskan untuk bermalam di ruang kerja.Ariel menyesap kopi susu yang baru saja diantar oleh office boy. “Iya, aku tidak pulang. Aku terbangun di jam tiga pagi. Tidak mungkin aku pulang jam tiga pagi. Lebih baik aku bermalam di ruang kerjaku saja.”Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku pikir kau sudah pulang. Tadi malam kan aku memiliki operasi. Jadi, aku langsung pulang saja. Kalau aku tahu kau tertidur di ruang kerjamu, aku pasti akan membangunkanmu.”Ariel tersenyum samar. “It’s okay, Harmony. Aku memiliki beberapa pakaian ganti di ruang kerjaku. Jadi tidak sama sekali masalah kalau aku bermalam di ruang kerjaku.”Sebagai seorang dokter, yang terkadang memiliki jadwal mendadak—dia sudah menyiapkan beberapa perlen
Kafe di Orlando Hospital menjadi penuh dengan bisik-bisik para koas—dokter magang perempuan—nampak terpesona, melihat Shawn duduk di kafe yang ada di Orlando Hospital. Orlando Hospital menyiapkan kafe berukuran cukup besar dan mewah. Khusus para petugas medis, mereka akan mendapatkan akses gratis di kafe ini. Ada dua kafe di Orlando Hospital. Pertama khusus untuk petugas medis, dan yang kedua khusus untuk para pasien atau keluarga pasien yang berkunjung.Ariel sejak tadi berada di kafe bersama dengan Harmony. Dia tengah menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tapi nampak dia sangat terganggu karena para koas tengah membicarakan Shawn yang ternyata juga makan siang di kafe itu.“Kebetulan sekali Tuan Shawn Geovan, makan siang di kafe ini,” gumam Harmony seraya menatap Ariel.Ariel menghela napas dalam. “Fokuslah ke makananmu, Harmony. Kenapa malah kau fokus pada para koas yang memuji Tuan Kaya?”“Hm? Tuan Kaya?” Mata Harmony mengerjap beberapa kali.“Maksudku Tuan Shawn Geo
“Harusnya kau tidak usah menolongku, Tuan Kaya.” Kalimat pertama yang Ariel ucapkan di kala dia tengah mengobati luka goresan di tangan Shawn. Untungnya luka Shawn tak terlalu dalam. Kalau saja terlalu dalam, sudah pasti dia harus menjahit tangan Shawn.Shawn menatap dingin Ariel. “Kalau aku tidak menolongmu dan tidak bertindak, kau ingin mati di tangan pasien gila itu?”“Bukankah kau mengatakan tidak masalah kehilangan satu dokter? Kau bilang bisa mencari dokter baru kalau aku mati.” Ariel membalikkan kata-kata yang tadi sempat diucapkan oleh Shawn.Shawn mendecakkan lidahnya. “Kalau aku tadi tidak bilang seperti tadi, maka kau tidak akan bebas, Bodoh!”Seketika senyum di wajah Ariel terlukis. “Jadi artinya kau mencemaskanku kan, Tuan Kaya?” ledeknya sambil terkekeh.“Bukan mencemaskan! Aku hanya tidak mau kau mati konyol di rumah sakitku, dan berujung wartawan datang. Kalau kau mati di tempat lain, aku tidak peduli.” Shawn menjawab dingin.Bibir Ariel mencibir mendengar kata-kata pe
“Aku dengar kau tadi menyelamatkan Dokter Ariel.”William menatap tegas Shawn yang duduk di hadapannya. Dia duduk di kursi kerjanya yang ada di rumah sakit. Dia sedang tak menjaga sang istri tercinta, karena istrinya itu sedang tertidur. “Aku tidak menyelamatkannya. Aku hanya tidak ingin ada dokter mati konyol di rumah sakit milik keluargaku.” Shawn menjawab dengan nada datar. Pria itu berada di ruang kerja kakeknya yang ada di Orlando Hospital. Dia sudah menduga kakeknya pasti mendengar kabar tentang apa yang terjadi hari ini.William menggerak-gerakkan gelas sloki di tangannya. “Kau tidak ingin dokter mati konyol, atau kau mulai tertarik pada Dokter Ariel?” tanyanya dengan nada santai.Shawn mengembuskan napas jengah. Kakeknya kerap mengatakan hal-hal ajaib yang membuatnya sakit kepala. “Grandpa, come on … jangan berpikir tidak-tidak.”William mengangkat bahu tak acuh. “Kau mengingatkanku padaku saat dulu jatuh cinta pada Grandma-mu. Aku selalu menyangkal, tapi kenyataannya aku jat
Marsha sudah diizinkan pulang oleh Ariel. Kondisi Marsha sudah membaik. Tentunya dia sangat bahagia dan senang menyambut dirinya akan kembali ke mansion, tanpa harus lagi tinggal di rumah sakit.Marsha sudah berkali-kali merengek meminta untuk makan makanan Indonesia, dan sayangnya sang suami tidak memberikan izin, karena alasan berada di rumah sakit. Akan tetapi, sekarang dia sudah bebas. Itu artinya dia bisa melakukan apa pun yang dirinya inginkan. Termasuk memakan makanan khas Indonesia yang dia rindukan.“William, bilang pada chef kita untuk buatkan aku ayam goreng, sayur asam, dan sambal terasi.” Marsha merengek pada sang suami persis seperti anak kecil.William mendecakkan lidahnya. “Kau jangan konyol, Marsha.”Bibir Marsha menekuk. “Kenapa kau mengatakan aku konyol, William?”“Kau masih sakit.”“Aku sudah pulih.”“Dokter masih memintamu untuk meminum obat.”“Iya, tapi obat yang diberikan dokter hanya untuk membuat tubuhku jauh lebih kuat saja. Aslinya aku ini sudah sangat sehat
“Ariel, kenapa kau berangkat ke kantor tidak memakai mobil?” Harmony bertanya pada Ariel sambil menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tadi pagi, dia melihat Ariel turun dari taksi. Tidak menggunakan mobil.“Mobilku masuk bengkel,” jawab Ariel sambil menyesap teh yang baru saja diantar oleh pelayan.“Mobilmu masuk bengkel?” ulang Harmony memastikan.Ariel mengangguk. “Ya, mobilku masuk bengkel.”Harmony menghela napas dalam. “Aku sudah memintamu untuk membeli mobil baru, tapi kau malah lebih nyaman membeli mobil bekas. Ck! Bonus pemberian dari Tuan William Geovan itu sangat banyak, dan kau sumbangkan untuk Yayasan kanker serta panti asuhan. Kau memang memiliki pemikiran ajaib, Ariel. Bukan tidak boleh berbagi, tapi kau harus mengutamakan dulu dirimu, baru setelah itu kau berbagi pada orang-orang yang membutuhkan di luar sana.”Harmony cukup bingung dengan cara berpikir Ariel. Dia tidak bermaksud melarang temannya untuk berbagi, tapi seharusnya temannya itu mengutamakan ke