“Aku dengar kau tadi menyelamatkan Dokter Ariel.”William menatap tegas Shawn yang duduk di hadapannya. Dia duduk di kursi kerjanya yang ada di rumah sakit. Dia sedang tak menjaga sang istri tercinta, karena istrinya itu sedang tertidur. “Aku tidak menyelamatkannya. Aku hanya tidak ingin ada dokter mati konyol di rumah sakit milik keluargaku.” Shawn menjawab dengan nada datar. Pria itu berada di ruang kerja kakeknya yang ada di Orlando Hospital. Dia sudah menduga kakeknya pasti mendengar kabar tentang apa yang terjadi hari ini.William menggerak-gerakkan gelas sloki di tangannya. “Kau tidak ingin dokter mati konyol, atau kau mulai tertarik pada Dokter Ariel?” tanyanya dengan nada santai.Shawn mengembuskan napas jengah. Kakeknya kerap mengatakan hal-hal ajaib yang membuatnya sakit kepala. “Grandpa, come on … jangan berpikir tidak-tidak.”William mengangkat bahu tak acuh. “Kau mengingatkanku padaku saat dulu jatuh cinta pada Grandma-mu. Aku selalu menyangkal, tapi kenyataannya aku jat
Marsha sudah diizinkan pulang oleh Ariel. Kondisi Marsha sudah membaik. Tentunya dia sangat bahagia dan senang menyambut dirinya akan kembali ke mansion, tanpa harus lagi tinggal di rumah sakit.Marsha sudah berkali-kali merengek meminta untuk makan makanan Indonesia, dan sayangnya sang suami tidak memberikan izin, karena alasan berada di rumah sakit. Akan tetapi, sekarang dia sudah bebas. Itu artinya dia bisa melakukan apa pun yang dirinya inginkan. Termasuk memakan makanan khas Indonesia yang dia rindukan.“William, bilang pada chef kita untuk buatkan aku ayam goreng, sayur asam, dan sambal terasi.” Marsha merengek pada sang suami persis seperti anak kecil.William mendecakkan lidahnya. “Kau jangan konyol, Marsha.”Bibir Marsha menekuk. “Kenapa kau mengatakan aku konyol, William?”“Kau masih sakit.”“Aku sudah pulih.”“Dokter masih memintamu untuk meminum obat.”“Iya, tapi obat yang diberikan dokter hanya untuk membuat tubuhku jauh lebih kuat saja. Aslinya aku ini sudah sangat sehat
“Ariel, kenapa kau berangkat ke kantor tidak memakai mobil?” Harmony bertanya pada Ariel sambil menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tadi pagi, dia melihat Ariel turun dari taksi. Tidak menggunakan mobil.“Mobilku masuk bengkel,” jawab Ariel sambil menyesap teh yang baru saja diantar oleh pelayan.“Mobilmu masuk bengkel?” ulang Harmony memastikan.Ariel mengangguk. “Ya, mobilku masuk bengkel.”Harmony menghela napas dalam. “Aku sudah memintamu untuk membeli mobil baru, tapi kau malah lebih nyaman membeli mobil bekas. Ck! Bonus pemberian dari Tuan William Geovan itu sangat banyak, dan kau sumbangkan untuk Yayasan kanker serta panti asuhan. Kau memang memiliki pemikiran ajaib, Ariel. Bukan tidak boleh berbagi, tapi kau harus mengutamakan dulu dirimu, baru setelah itu kau berbagi pada orang-orang yang membutuhkan di luar sana.”Harmony cukup bingung dengan cara berpikir Ariel. Dia tidak bermaksud melarang temannya untuk berbagi, tapi seharusnya temannya itu mengutamakan ke
Napas Ariel seolah sesak di kala mobil Shawn memasuki mansion mewah yang ada di Manhattan. Manik mata wanita itu tersirat kagum akan keindahan yang dia lihat ini. Mansion keluarganya sudah dikatakan megah dan mewah. Tapi mansion keluarga Geovan jauh lebih mewah. Tak hanya mewah saja—desain yang ditunjukkan sangatlah sempurna indah.Para pengawal berderet menyambut kedatangan mobil Shawn. Tepat di kala mobil Shawn terparkir—pengawal itu membukakan pintu untuk Shawn dan Ariel. Tampak Ariel sangat canggung mendapat perilaku layaknya seorang Tuan Putri.Ariel dan Shawn turun dari mobil. Mereka melangkah masuk ke dalam mansion mewah—dan di depan pintu masuk—sudah ada William dan Marsha menyambut kedatangan Ariel dan Shawn.“Ariel? Kau cantik sekali.” Marsha langsung memeluk tubuh Ariel.Ariel sedikit terkejut mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Marsha. Akan tetapi keterkejutannya tentu hanya sebentar saja. Wanita itu membalas pelukan Marsha dengan penuh kelembutan dan kehangatan.“Anda juga
Aroma Jasmine menyambut indra penciuman Ariel, di kala memasuki sebuah kamar megah. Kamar yang benar-benar tertata dengan sempurna dan indah. Desain berwarna gold menunjukkan pasti sang pemilik kamar adalah orang yang perfectionist.Ariel mengendarkan pandangannya melihat ke setiap sudut kamar. Semua barang-barang yang ada di kamar itu pasti sangat mahal. Sangat nyaman berada di kamar megah ini.“Di sana walk-in closet Savannah. Kau bisa memakai pakaian Savannah.” Shawn menunjuk ke arah kanan.“Shawn, apakah Savannah adalah mantan kekasihmu?” tanya Ariel penasaran. Entah kenapa hatinya merasakan sesuatu. Itu kenapa dia memilih untuk bertanya. Bukan hal salah jika dia bertanya, kan?Shawn menatap dingin Ariel. “Savannah adalah adikku.”“Oh, adikmu.” Ariel mengangguk-angguk paham. Dia sedikit malu karena salah paham. Dia pikir Savannah adalah mantan kekasih Shawn.“Gantilah pakaianmu. Tidak mungkin kan kau tidur masih menggunakan gaun?” balas Shawn dingin dan tegas.Ariel menggigit bibi
Biasanya Ariel bangun pagi bersemangat memulai aktivitas baru. Tapi kali ini berbeda. Dia terbangun dalam kondisi wajahnya yang dilingkupi perasaan gugup dan campur aduk tak menentu.Debar jantung Ariel berpacu kencang mengingat kejadian kemarin. Sialnya, bukan melupakan malah pria kaya itu datang ke dalam mimpinya. Dia mengumpati kondisi yang sangat menyebalkan itu.Ariel menikmati sarapan dengan penuh paksaan. Pikirannya sedang tidak baik-baik saja. Hari ini, dia cukup banyak memiliki janji dengan pasien. Mungkin jika hari ini dia santai, maka lebih baik dia tidak masuk beralasan sakit. Ariel tidak bohong. Dia memang sakit. Pikirannya yang sedang tidak baik-baik saja. Dia sudah berdoa agar Tuhan mencabut ingatannya, tapi alih-alih tercabut malah dia semakin mengingat tentang kejadian malam itu.Tangan Ariel membelai bibirnya. Sampai detik ini ciumannya begitu sangat teringat di memori ingatannya. Sial, benar-benar sangat menyusahkan. Hati dan pikirannya tidak bisa tenang—seakan dia
Ariel sudah siap mendapatkan tamparan kedua. Dia memang sengaja membiarkan Flora menamparnya. Tetapi, di kala dia sudah siap mendapatkan tamparan kedua, malah dia dibuat terkejut karena sekarang tangan Flora dicengkram oleh Shawn.Mata Ariel melebar melihat sorot mata Shawn begitu tajam menatap Flora. Pergelangan tangan Flora sampai memerah akibat cengkraman kuat Shawn. Aura bengis menyeramkan di wajah Shawn membuat Ariel bergidik ngeri.“Ahgg—” Flora meringis kesakitan di kala Shawn mencengkram kuat pergelangan tangannya. “L-lepaskan aku, Berengsek!”“Berani sekali kau memukul Ariel!” bentak Shawn dengan nada tinggi.Flora merintih kesakitan. “Dia itu anak pelacur! Kau jangan membelanya!”Shawn menghempaskan kasar tangan Flora. Sontak, wanita itu mengaduh kesakitan akibat pergelangan tangannya dicengkram kuar. Dia melihat jelas bekas kemerahan di pergelangan tangannya.“Kau pikir siapa dirimu berani datang ke sini dan melakukan tindak kekerasan!” seru Shawn dengan nada keras.Flora m
“Aku ingin pulang.”Kalimat singkat yang Ariel ucapkan pada Shawn yang kini berada di hadapannya. Wanita itu berucap, tapi tidak mau melihat ke arah Shawn sama sekali. Dia sangat malu mengingat kejadian tadi. Jika saja bisa, maka Ariel akan berlari pergi meninggalkan penthouse Shawn. Akan tetapi dia tidak bisa melakukan hal demikian. Dia tetap harus berpamitan pergi, karena dia masih memiliki etika. Bagaimanapun, Shawn yang membawanya pergi meninggalkan rumah sakit—menculiknya membawa ke penthouse megah milik pria tampan itu.Shawn mengembuskan napas kasar dan memejamkan mata singkat. Suasana menjadi canggung akibat kegilaannya. Dia mengumpati dirinya yang bisa lepas kendali. Padahal selama ini, dia selalu mampu mengendalikan diri pada wanita manapun.“Di luar mendung. Besok aku akan mengantarmu pulang,” ucap Shawn dingin seakan memasang dinding penjulang tinggi, memberikan batas padanya dan Ariel.Shawn sama sekali tidak bohong. Di luar memang cuaca terlihat mendung. Bahkan bulan da