Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.Marsha memb
“Ariel, perawat bilang kau tadi malam bermalam di rumah sakit?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang berada di ruang kerja temannya itu. Dia duduk tepat di hadapan Ariel. Sebelumnya, dia diberi tahu perawat kalau Ariel tak pulang dari kantor. Temanya itu malah memutuskan untuk bermalam di ruang kerja.Ariel menyesap kopi susu yang baru saja diantar oleh office boy. “Iya, aku tidak pulang. Aku terbangun di jam tiga pagi. Tidak mungkin aku pulang jam tiga pagi. Lebih baik aku bermalam di ruang kerjaku saja.”Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku pikir kau sudah pulang. Tadi malam kan aku memiliki operasi. Jadi, aku langsung pulang saja. Kalau aku tahu kau tertidur di ruang kerjamu, aku pasti akan membangunkanmu.”Ariel tersenyum samar. “It’s okay, Harmony. Aku memiliki beberapa pakaian ganti di ruang kerjaku. Jadi tidak sama sekali masalah kalau aku bermalam di ruang kerjaku.”Sebagai seorang dokter, yang terkadang memiliki jadwal mendadak—dia sudah menyiapkan beberapa perlen
Kafe di Orlando Hospital menjadi penuh dengan bisik-bisik para koas—dokter magang perempuan—nampak terpesona, melihat Shawn duduk di kafe yang ada di Orlando Hospital. Orlando Hospital menyiapkan kafe berukuran cukup besar dan mewah. Khusus para petugas medis, mereka akan mendapatkan akses gratis di kafe ini. Ada dua kafe di Orlando Hospital. Pertama khusus untuk petugas medis, dan yang kedua khusus untuk para pasien atau keluarga pasien yang berkunjung.Ariel sejak tadi berada di kafe bersama dengan Harmony. Dia tengah menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tapi nampak dia sangat terganggu karena para koas tengah membicarakan Shawn yang ternyata juga makan siang di kafe itu.“Kebetulan sekali Tuan Shawn Geovan, makan siang di kafe ini,” gumam Harmony seraya menatap Ariel.Ariel menghela napas dalam. “Fokuslah ke makananmu, Harmony. Kenapa malah kau fokus pada para koas yang memuji Tuan Kaya?”“Hm? Tuan Kaya?” Mata Harmony mengerjap beberapa kali.“Maksudku Tuan Shawn Geo
“Harusnya kau tidak usah menolongku, Tuan Kaya.” Kalimat pertama yang Ariel ucapkan di kala dia tengah mengobati luka goresan di tangan Shawn. Untungnya luka Shawn tak terlalu dalam. Kalau saja terlalu dalam, sudah pasti dia harus menjahit tangan Shawn.Shawn menatap dingin Ariel. “Kalau aku tidak menolongmu dan tidak bertindak, kau ingin mati di tangan pasien gila itu?”“Bukankah kau mengatakan tidak masalah kehilangan satu dokter? Kau bilang bisa mencari dokter baru kalau aku mati.” Ariel membalikkan kata-kata yang tadi sempat diucapkan oleh Shawn.Shawn mendecakkan lidahnya. “Kalau aku tadi tidak bilang seperti tadi, maka kau tidak akan bebas, Bodoh!”Seketika senyum di wajah Ariel terlukis. “Jadi artinya kau mencemaskanku kan, Tuan Kaya?” ledeknya sambil terkekeh.“Bukan mencemaskan! Aku hanya tidak mau kau mati konyol di rumah sakitku, dan berujung wartawan datang. Kalau kau mati di tempat lain, aku tidak peduli.” Shawn menjawab dingin.Bibir Ariel mencibir mendengar kata-kata pe
“Aku dengar kau tadi menyelamatkan Dokter Ariel.”William menatap tegas Shawn yang duduk di hadapannya. Dia duduk di kursi kerjanya yang ada di rumah sakit. Dia sedang tak menjaga sang istri tercinta, karena istrinya itu sedang tertidur. “Aku tidak menyelamatkannya. Aku hanya tidak ingin ada dokter mati konyol di rumah sakit milik keluargaku.” Shawn menjawab dengan nada datar. Pria itu berada di ruang kerja kakeknya yang ada di Orlando Hospital. Dia sudah menduga kakeknya pasti mendengar kabar tentang apa yang terjadi hari ini.William menggerak-gerakkan gelas sloki di tangannya. “Kau tidak ingin dokter mati konyol, atau kau mulai tertarik pada Dokter Ariel?” tanyanya dengan nada santai.Shawn mengembuskan napas jengah. Kakeknya kerap mengatakan hal-hal ajaib yang membuatnya sakit kepala. “Grandpa, come on … jangan berpikir tidak-tidak.”William mengangkat bahu tak acuh. “Kau mengingatkanku padaku saat dulu jatuh cinta pada Grandma-mu. Aku selalu menyangkal, tapi kenyataannya aku jat
Marsha sudah diizinkan pulang oleh Ariel. Kondisi Marsha sudah membaik. Tentunya dia sangat bahagia dan senang menyambut dirinya akan kembali ke mansion, tanpa harus lagi tinggal di rumah sakit.Marsha sudah berkali-kali merengek meminta untuk makan makanan Indonesia, dan sayangnya sang suami tidak memberikan izin, karena alasan berada di rumah sakit. Akan tetapi, sekarang dia sudah bebas. Itu artinya dia bisa melakukan apa pun yang dirinya inginkan. Termasuk memakan makanan khas Indonesia yang dia rindukan.“William, bilang pada chef kita untuk buatkan aku ayam goreng, sayur asam, dan sambal terasi.” Marsha merengek pada sang suami persis seperti anak kecil.William mendecakkan lidahnya. “Kau jangan konyol, Marsha.”Bibir Marsha menekuk. “Kenapa kau mengatakan aku konyol, William?”“Kau masih sakit.”“Aku sudah pulih.”“Dokter masih memintamu untuk meminum obat.”“Iya, tapi obat yang diberikan dokter hanya untuk membuat tubuhku jauh lebih kuat saja. Aslinya aku ini sudah sangat sehat
“Ariel, kenapa kau berangkat ke kantor tidak memakai mobil?” Harmony bertanya pada Ariel sambil menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tadi pagi, dia melihat Ariel turun dari taksi. Tidak menggunakan mobil.“Mobilku masuk bengkel,” jawab Ariel sambil menyesap teh yang baru saja diantar oleh pelayan.“Mobilmu masuk bengkel?” ulang Harmony memastikan.Ariel mengangguk. “Ya, mobilku masuk bengkel.”Harmony menghela napas dalam. “Aku sudah memintamu untuk membeli mobil baru, tapi kau malah lebih nyaman membeli mobil bekas. Ck! Bonus pemberian dari Tuan William Geovan itu sangat banyak, dan kau sumbangkan untuk Yayasan kanker serta panti asuhan. Kau memang memiliki pemikiran ajaib, Ariel. Bukan tidak boleh berbagi, tapi kau harus mengutamakan dulu dirimu, baru setelah itu kau berbagi pada orang-orang yang membutuhkan di luar sana.”Harmony cukup bingung dengan cara berpikir Ariel. Dia tidak bermaksud melarang temannya untuk berbagi, tapi seharusnya temannya itu mengutamakan ke
Napas Ariel seolah sesak di kala mobil Shawn memasuki mansion mewah yang ada di Manhattan. Manik mata wanita itu tersirat kagum akan keindahan yang dia lihat ini. Mansion keluarganya sudah dikatakan megah dan mewah. Tapi mansion keluarga Geovan jauh lebih mewah. Tak hanya mewah saja—desain yang ditunjukkan sangatlah sempurna indah.Para pengawal berderet menyambut kedatangan mobil Shawn. Tepat di kala mobil Shawn terparkir—pengawal itu membukakan pintu untuk Shawn dan Ariel. Tampak Ariel sangat canggung mendapat perilaku layaknya seorang Tuan Putri.Ariel dan Shawn turun dari mobil. Mereka melangkah masuk ke dalam mansion mewah—dan di depan pintu masuk—sudah ada William dan Marsha menyambut kedatangan Ariel dan Shawn.“Ariel? Kau cantik sekali.” Marsha langsung memeluk tubuh Ariel.Ariel sedikit terkejut mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Marsha. Akan tetapi keterkejutannya tentu hanya sebentar saja. Wanita itu membalas pelukan Marsha dengan penuh kelembutan dan kehangatan.“Anda juga