Ariel mengerjapkan mata beberapa kali, berharap bahwa apa yang dia lihat ini adalah sebuah kesalahan. Tapi semakin banyak dia mengerjap, malah membuatnya semakin yakin bahwa apa yang dia lihat ini adalah nyata. Tidak salah sama sekali. Sosok pria yang berdiri tak jauh darinya adalah pria yang sering sekali bertemu dengannya, tanpa sengaja.
Ariel menjadi salah tingkah. Dia ingin berbalik pergi menghindar. Dia sangat malu bertemu pria kaya itu. Apalagi pria kaya itu tengah bersama dengan kakeknya. Rasanya dia ingin berlari sekencang mungkin. Tapi bagaimana bisa dirinya berlari?
Sial! Ariel terjebak. Dia memilih untuk menunduk. Tidak mau melihat ke arah pria kaya itu. Meskipun otaknya konyol, tetap saja Ariel memiliki urat malu. Tiga bulan lalu, dia mengatakan hal konyol pada pria kaya itu. Lalu sekarang semesta seolah mengajaknya bercanda mempertemukannya dengan pria kaya yang menyebalkan.
Shawn berdiri tegap di samping kakeknya yang mulai menyapa para dokter. Pria itu sedikit melihat ke arah kiri, namun seketika matanya melebar terkejut di kala melihat sosok wanita berkulit putih dan rambut cokelatnya diikat ke atas.
Shawn meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini salah. Tapi tidak, dia tidaklah salah sama sekali. Apa yang dia lihat ini adalah benar. Dia menyipitkan matanya menatap wanita konyol itu menundukkan kepala.
‘Kenapa dia ada di sini?’ batin Shawn dengan raut wajah kesal. Dunia seolah sangatlah sempit. Dia merasa bahwa wanita itu adalah wanaita berkelana. Setiap kali dirinya berada di banyak negara, malah kembali bertemu dengannya.
Shawn memutuskan bersikap acuh tak mengenal. Apalagi kakeknya terkadang suka berpikir yang tak waras jika dirinya memiliki teman wanita. Jadi, lebih baik dirinya memutuskan untuk tak mengenali wanita itu.
Well, bukan hanya Shawn saja yang berpura-pura tak mengenal, tapi juga Ariel berpura-pura tak mengenal. Dua orang itu seolah menjadi orang asing yang tak mengenali satu sama lainnya.
“Dokter Harmony,” panggil William dengan suara tegas.
“Ya, Tuan Geovan?” Harmony menghampiri William, dan menundukkan kepalanya di hadapan William.
William menatap lekat dan tegas Harmony. “Siapa dokter muda di sampingmu? Aku baru pertama kali melihatnya.”
Harmony menatap ke arah Ariel. “Ah, itu, Dokter Ariel, Tuan.” Dia memberikan isyarat pada Ariel untuk mendekat.
‘Sial sekali aku,’ batin Ariel. Terpaksa, dia menghampiri Harmony. Tidak mungkin dia mengabaikan Harmony. Kondisinya pemilik rumah sakit ingin mengenalnya.
“Tuan Geovan.” Ariel menyapa William dengan sopan.
Harmony menoleh pada Ariel. “Tuan Geovan, ini adalah Dokter Ariel, beliau dokter spesialis bedah umum. Hari ini adalah hari pertamanya masuk di Orlando Hospital.”
William mengangguk merespon ucapan Harmony. “Siapa nama panjangmu, Dokter Ariel?”
Ariel diam bingung untuk menjawab pertanyaan William. Dia ingin berbohong, tapi kartu identitasnya tertuliskan nama ‘DiLaurentis’.
Shawn yang berdiri di samping kakeknya sempat melirik Ariel sebentar. Tapi, dia segera membuang pandangannya, tidak mau menatap wanita itu lagi. Dia memilih untuk seolah tak mengenalnya.
“Nama Dokter Ariel adalah Dokter Ariel DiLaurentis, Tuan.” Harmony yang menjawab, karena kalau menunggu Ariel sama saja menunggu hari kiamat.
“DiLaurentis?” Kening William mengerut dalam.
“Aku hanya anak angkat di keluarga DiLaurentis, Tuan.” Ariel menjawab cepat. Lebih baik dirinya mengaku sebagai anak angkat, agar masalah tenang dan damai.
Mata Harmony melebar di kala mendengar apa yang Ariel katakan. Dia ingin menyela, tapi Ariel mencubit bokong Harmony hingga membuat Harmony menahan ringisan. Dalam hati, dia mengumpati Ariel yang mencubitnya.
William mengangguk samar. “Pantas aku tidak mengenalmu. Bagaimana harimu di Orlando Hospital? Kau menyukai bekerja di sini?”
“Sangat suka dan bangga. Bekerja di Orlando Hospital adalah impian para dokter,” jawab Ariel sopan.
William tersenyum samar dan mengalihkan pandangannya menatap Shawn. “Dokter Ariel, perkenalkan ini salah satu cucu kebanggakanku. Dia Shawn Geovan.”
Shawn dan Ariel saling melemparkan tatapan. Jika Shawn menatap dingin Ariel, lain halnya dengan Ariel yang menjadi kikuk dan malu. Wanita itu bingung bagaimana harus bersikap. Ingin rasanya melarikan diri, tapi itu pun bukanlah solusi paling tepat.
“Selamat pagi, Tuan Ka … maksudku Tuan Geovan.” Hampir saja Ariel ingin menyebut Shawn sebagai Tuan Kaya.
Shawn hanya mengangguk singkat merespon sapaan Ariel. Dia tidak berkata apa pun. Dia tetap mempertahankan ego dalam dirinya. Dia akan seolah bertindak tak mengenali Ariel.
“Wajahmu tidak asing, Dokter Ariel. Sepertinya aku pernah melihatmu,” ucap William datar sambil menatap Ariel.
Ariel tersenyum. “Tuan, mungkin Anda pernah melihatku di rumah sakit.”
“Kau benar.” William mengangguk-angguk.
Lalu, tatapan William teralih pada semua dokter yang ada di sana. “Aku ingin memberi tahu kalian bahwa keputusan tertinggi dalam Geovan Group sudah berada di tangan cucu pertamaku; Shawn Geovan. Ke depannya, jika ada membutuhkan persetujuan, kalian bisa langsung ajukan pada Direktur Rumah sakit, dan nantinya Direktur Utama rumah sakit, akan mengajukan pada cucuku.”
Para dokter di sana mengangguk sopan dan tersenyum merespon ucapan William.
“Cucuku cukup sibuk karena sering pergi ke luar negeri. Asisten pribadi cucuku akan membantu.” William kembali berbicara.
“Baik, Tuan Geovan.” Para dokter menjawab serempak sopan.
“Sekarang kalian kembalilah bekerja. Aku dan cucuku akan ke ruang kerja kami.” William segera melangkah pergi, meninggalkan tempat itu bersama dengan Shawn. Pun para dokter langsung pergi di kala William dan Shawn sudah pergi. Para pengawal tentunya berdiri di samping William dan Shawn.
Ariel mendesah lega di kala Shawn sudah pergi. Dia bersyukur karena Shawn juga bersikap seolah tak mengenalinya. Astaga! Dia sangat malu. Takdir macam apa ini? Kenapa dunia sempit sekali?
Harmony memukul bahu Ariel. “Ariel, apa kau sudah gila?! Kenapa kau bilang pada Tuan Geovan, kau adalah anak angkat di keluarga DiLaurentis?”
Ariel menatap Harmony. “Anak kandung pun aku tidak pernah dianggap. Jadi lebih baik aku mengaku sebagai anak angkat saja.”
“Kau sudah gila, Ariel. Itu sama saja kau sudah membohongi Tuan Geovan.”
“Bohong putih dalam keadaan mendesak, bukanlah sesuatu hal yang salah. Lagi pula, kehidupanku tidak ada yang istimewa, Harmony. Tidak masalah.”
Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia kali ini tidak bisa berkomentar lagi. Dia mengerti alasan kenapa Ariel tak ingin mengaku sebagai bagian DiLaurentis.
“By the way, kau sudah lihat Tuan Shawn Geovan, kan? Dia sangat tampan dan gagah. Oh, God! Parfume yang dipakainya membuatnya sangat jantan,” kekeh Harmony.
“Sudahlah, jangan membahas Tuan Kaya itu.” Ariel kesal.
“Hm? Tuan Kaya?” Kening Harmony mengerut dalam, menatap bingung Ariel.
Ariel menghela napas dalam. “Maksudku jangan berbicara konyol. Lebih baik kita bekerja.” Lalu, dia segera menuju ke ruangannya.
“Ck, Ariel! Kau tidak mau berkeliling rumah sakit dulu?” Harmony berlari pelan menyusul Ariel yang sudah lebih dulu meninggalkannya.
***
William duduk di kursi kebesarannya yang ada di Orlando Hospital. Pria itu menyesap vodka yang baru saja dia tuang. Shawn yang juga ada di sana berdiri tak jauh dari posisinya duduk.
“Grandma sudah memintamu mengurangi minum alkohol,” tukas Shawn mengingatkan kakeknya.
William menggerakkan gelas sloki di tangannya. “Aku ini belum terlalu tua. Grandma-mu terlalu berlebihan.”
Shawn sedikit berdecak pelan. Kakeknya itu memang sangat sulit diberi tahu jika menyangkut tentang larangan minuman beralkohol.
“Shawn,” panggil William dengan aura wajah yang serius.
Shawn menatap William. “Ada apa?”
“Apa kau ingin ikut kencan buta? Rencananya besok aku akan mendaftarkanmu.”
“Grandpa, Moses kau paksa kencan buta saja, dia melarikan diri darimu. Kenapa malah sekarang kau mengikuti kencan buta?”
“Shawn, kau adalah cucu pertama di Geovan. Kau sama sekali tidak memiliki tanda-tanda memiliki kekasih. Setelah kau berpisah dengan Nicole, aku tidak pernah mendengar kau dekat dengan wanita manapun. Jangan katakan padaku kalau kau masih menaruh perasaan pada Nicole?” Mata William menatap dingin Shawn.
Shawn berdecak. “Nicole sudah menikah, Grandpa. Perasaanku padanya hanya sayang sebagai adik. Tidak lebih. Kau jangan konyol.”
“Kalau begitu kau ikut kencan buta.”
“Aku tidak tertarik ikut acara tidak jelas.”
“Atau kau mau aku kenalkan dengan cucu dari rekan bisnisku?”
“Kau sudah sering mengenalkanku, tapi tidak ada yang cocok.”
William menatap kesal Shawn. “Bagaimana cara untuk cocok, kalau berkencan saja kau selalu menolak! Bagaimana kau ini! Apa kau ingin aku cepat mati, karena terlalu lama menunggumu menikah?!”
Shawn berusaha bersabar dan mengalah. “Grandpa, aku akan memiliki kekasih nanti di waktu dan cara yang tepat.”
“Kapan?”
“Di moment yang pas, Grandpa.”
“Bagaimana kalau kau coba dekati dokter di sini? Aku lihat dokter di sini cantik-cantik. Ah, Dokter Ariel paling cantik. Dia Dokter spesialis bedah—”
“Tidak!” Shawn langsung menyela cepat.
Kening William mengerut. “Kenapa kau langsung berkata tidak?”
Shawn kembali berusaha bersabar. “Come on, Grandpa. Aku masih fokus dengan urusan perusahaan. Kau memintaku menanggung banyak beban. Bersabarlah. Aku pasti akan menikah di waktu yang tepat. Aku pastikan kau masih tetap ada di dunia ini, saat aku menikah nanti. Tuhan akan memberikanmu panjang umur.”
William menyandarkan punggungnya dan menatap tegas Shawn. “Alright, aku menunggu satu tahun untuk kau menemukan belahan jiwamu. Jika lewat dari satu tahun, kau tidak bisa menemukan belahan jiwamu, aku yang akan mencarikan belahan jiawamu.”
Shawn ingin sekali mengumpat kasar di kala mendengar apa yang kakeknya katakan. Tapi pria itu tidak pernah bicara kasar di depan kakeknya sendiri. Dia sangat menghormati kakeknya itu.
Ariel merentangkan kedua tangannya sambil melangkah keluar dari ruang operasi. Wanita itu baru saja menggantikan pekerjaan salah satu dokter yang berhalangan datang. Sebagai dokter bedah umum, sudah hal biasa menangani tindakan operasi seperti halnya tumor jinak.Sudah jam waktunya pulang. Ariel dan Harmony tidak bersamaan, karena Harmony memiliki jadwal operasi di malam hari. Wanita itu memutuskan untuk segera bergegas pulang. Dia ingin langsung tidur.Hari pertama bekerja, sudah harus menjadi dokter pengganti. Untungnya pengalaman Ariel bisa dikatakan cukup. Jadi hal-hal seperti tadi bukanlah sebuah hal yang berat.Ariel melihat jam dinding waktu menunjukkan pukul enam sore. Wanita itu berjalan menuju ke halaman parkir rumah sakit. Namun, di kala dirinya hendak ingin menuju mobil—langkahnya berpapasan dengan Shawn yang juga masuk ke dalam mobil.Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan satu sama lain. Tatapan Shawn dingin. Sedangkan Ariel mengandung tatapan yang tak disangka. Duni
Tinggal sendiri di apartemen sederhana yang ada di Manhattan, membuat Ariel selalu melakukan apa pun sendirian. Bersih-bersih, masak, mencuci, dan lain sebagainya. Dia tak memakai pelayan karena dalam tahap penghematan.Memiliki profesi sebagai dokter sebenarnya membuat Ariel, memiliki hidup yang nyaman. Meskipun bukan pengusaha ternama, tapi dia hidup tanpa kekurangan. Akan tetapi, kemarin di kala dirinya di Washington D.C—tabungannya dikuras habis oleh Flora.Flora mengatakan bahwa Ariel tidak harus memiliki banyak uang. Bahkan kakak tirinya itu juga menjual asset yang dimiliki Ariel seperti apartemen di London. Ya, Ariel bukan takut melawan Flora, tapi dia menganggap bahwa dirinya sudah mencicil uang yang telah keluarga DiLaurentis keluarkan untuknya.Ariel memulai kembali semuanya dari nol di kala dirinya tiba di New York. Wanita itu menyewa apartemen sederhana dengan tipe studio. Pun mobil yang dia miliki bukanlah mobil mewah.Ariel tidak membayar sopir atau pelayan, demi penghem
Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.Marsha memb
“Ariel, perawat bilang kau tadi malam bermalam di rumah sakit?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang berada di ruang kerja temannya itu. Dia duduk tepat di hadapan Ariel. Sebelumnya, dia diberi tahu perawat kalau Ariel tak pulang dari kantor. Temanya itu malah memutuskan untuk bermalam di ruang kerja.Ariel menyesap kopi susu yang baru saja diantar oleh office boy. “Iya, aku tidak pulang. Aku terbangun di jam tiga pagi. Tidak mungkin aku pulang jam tiga pagi. Lebih baik aku bermalam di ruang kerjaku saja.”Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku pikir kau sudah pulang. Tadi malam kan aku memiliki operasi. Jadi, aku langsung pulang saja. Kalau aku tahu kau tertidur di ruang kerjamu, aku pasti akan membangunkanmu.”Ariel tersenyum samar. “It’s okay, Harmony. Aku memiliki beberapa pakaian ganti di ruang kerjaku. Jadi tidak sama sekali masalah kalau aku bermalam di ruang kerjaku.”Sebagai seorang dokter, yang terkadang memiliki jadwal mendadak—dia sudah menyiapkan beberapa perlen
Kafe di Orlando Hospital menjadi penuh dengan bisik-bisik para koas—dokter magang perempuan—nampak terpesona, melihat Shawn duduk di kafe yang ada di Orlando Hospital. Orlando Hospital menyiapkan kafe berukuran cukup besar dan mewah. Khusus para petugas medis, mereka akan mendapatkan akses gratis di kafe ini. Ada dua kafe di Orlando Hospital. Pertama khusus untuk petugas medis, dan yang kedua khusus untuk para pasien atau keluarga pasien yang berkunjung.Ariel sejak tadi berada di kafe bersama dengan Harmony. Dia tengah menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tapi nampak dia sangat terganggu karena para koas tengah membicarakan Shawn yang ternyata juga makan siang di kafe itu.“Kebetulan sekali Tuan Shawn Geovan, makan siang di kafe ini,” gumam Harmony seraya menatap Ariel.Ariel menghela napas dalam. “Fokuslah ke makananmu, Harmony. Kenapa malah kau fokus pada para koas yang memuji Tuan Kaya?”“Hm? Tuan Kaya?” Mata Harmony mengerjap beberapa kali.“Maksudku Tuan Shawn Geo
“Harusnya kau tidak usah menolongku, Tuan Kaya.” Kalimat pertama yang Ariel ucapkan di kala dia tengah mengobati luka goresan di tangan Shawn. Untungnya luka Shawn tak terlalu dalam. Kalau saja terlalu dalam, sudah pasti dia harus menjahit tangan Shawn.Shawn menatap dingin Ariel. “Kalau aku tidak menolongmu dan tidak bertindak, kau ingin mati di tangan pasien gila itu?”“Bukankah kau mengatakan tidak masalah kehilangan satu dokter? Kau bilang bisa mencari dokter baru kalau aku mati.” Ariel membalikkan kata-kata yang tadi sempat diucapkan oleh Shawn.Shawn mendecakkan lidahnya. “Kalau aku tadi tidak bilang seperti tadi, maka kau tidak akan bebas, Bodoh!”Seketika senyum di wajah Ariel terlukis. “Jadi artinya kau mencemaskanku kan, Tuan Kaya?” ledeknya sambil terkekeh.“Bukan mencemaskan! Aku hanya tidak mau kau mati konyol di rumah sakitku, dan berujung wartawan datang. Kalau kau mati di tempat lain, aku tidak peduli.” Shawn menjawab dingin.Bibir Ariel mencibir mendengar kata-kata pe
“Aku dengar kau tadi menyelamatkan Dokter Ariel.”William menatap tegas Shawn yang duduk di hadapannya. Dia duduk di kursi kerjanya yang ada di rumah sakit. Dia sedang tak menjaga sang istri tercinta, karena istrinya itu sedang tertidur. “Aku tidak menyelamatkannya. Aku hanya tidak ingin ada dokter mati konyol di rumah sakit milik keluargaku.” Shawn menjawab dengan nada datar. Pria itu berada di ruang kerja kakeknya yang ada di Orlando Hospital. Dia sudah menduga kakeknya pasti mendengar kabar tentang apa yang terjadi hari ini.William menggerak-gerakkan gelas sloki di tangannya. “Kau tidak ingin dokter mati konyol, atau kau mulai tertarik pada Dokter Ariel?” tanyanya dengan nada santai.Shawn mengembuskan napas jengah. Kakeknya kerap mengatakan hal-hal ajaib yang membuatnya sakit kepala. “Grandpa, come on … jangan berpikir tidak-tidak.”William mengangkat bahu tak acuh. “Kau mengingatkanku padaku saat dulu jatuh cinta pada Grandma-mu. Aku selalu menyangkal, tapi kenyataannya aku jat
Marsha sudah diizinkan pulang oleh Ariel. Kondisi Marsha sudah membaik. Tentunya dia sangat bahagia dan senang menyambut dirinya akan kembali ke mansion, tanpa harus lagi tinggal di rumah sakit.Marsha sudah berkali-kali merengek meminta untuk makan makanan Indonesia, dan sayangnya sang suami tidak memberikan izin, karena alasan berada di rumah sakit. Akan tetapi, sekarang dia sudah bebas. Itu artinya dia bisa melakukan apa pun yang dirinya inginkan. Termasuk memakan makanan khas Indonesia yang dia rindukan.“William, bilang pada chef kita untuk buatkan aku ayam goreng, sayur asam, dan sambal terasi.” Marsha merengek pada sang suami persis seperti anak kecil.William mendecakkan lidahnya. “Kau jangan konyol, Marsha.”Bibir Marsha menekuk. “Kenapa kau mengatakan aku konyol, William?”“Kau masih sakit.”“Aku sudah pulih.”“Dokter masih memintamu untuk meminum obat.”“Iya, tapi obat yang diberikan dokter hanya untuk membuat tubuhku jauh lebih kuat saja. Aslinya aku ini sudah sangat sehat
Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimatan Timur. Hal yang paling Ariel sukai adalah Indonesia kaya akan budaya alam, yang menakjubkan. Shawn mengajak Ariel ke sebuah pengalaman baru yang seumur hidupnya, tidak pernah Ariel temukan. Suasana hangat alam yang berbeda jauh dari negara-negara di benua Amerika ataupun Eropa—sangatlah indah di mata Ariel.Ariel tidak menyangka, di balik sosok Shawn yang terkenal sangat kaya, ternyata menyimpan jutaan kesederhanaan. Seperti contohnya ini. Tidak pernah sekalipun Ariel sangka bahwa Shawn bisa makan di rumah makan sederhana. Shawn selalu menuruti keinginan Ariel. Apa pun asalkan Ariel bahagia, pastinya pria itu akan menurutinya.Cinta di level yang sama, sangatlah jarang terjadi. Kebanyakan orang selalu tak imbang. Di era zaman sekarang, yang kerap mencintai lebih banyak adalah wanita, bukan sang pria. Namun, kali ini berbeda jauh. Ariel begitu beruntung memiliki Shawn yang mencintainya dengan cara luar biasa.Dua insan saling mencintai itu bagaikan
Beberapa bulan berlalu … Suara tangis bayi memecahkan ketegangan di ruang bersalin. Tangis bayi laki-laki itu bersamaan dengan air mata menetes dari kedua orang tuanya. Ya, Ariel dan Shawn sama-sama meneteskan air mata di kala putra ketiga mereka telah lahir kedua. Kontraksi yang cukup lama, dan membuat Ariel kesakitan hebat berjam-jam.Akhirnya semua itu terbayar dengan anak ketiga mereka lahir sempurna, tanpa kekurangan apa pun. Kehamilan kali ini, Ariel mengalami kontraksi lebih lama. Bahkan Shawn sempat memaksa Ariel untuk melahirkan operasi sesar, tapi sayangnya Ariel menolak. Dokter cantik itu tetap berjuang untuk bisa melahirkan secara normal.Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan penuh cinta. Tatapan yang menunjukkan betapa mereka sangatlah bahagia. Sang dokter menyerahkan bayi laki-laki tampan itu ke dada Ariel.“Sayang, anak kita sudah lahir,” bisik Ariel pelan dengan air mata tak henti berlinang.Shawn mengecup lembut kening sang istri dan putranya. “Terima kasih kau
Ariel dan Shawn menatap hangat Stoner dan Ariana yang sudah tertidur pulas. Sepulang dari resepsi pernikahan Harmony, memang Stoner dan Ariana sudah terlelap. Sampai di rumah, Shawn hanya tinggal membaringkan tubuh Stoner dan Ariana di ranjang.“Stoner dan Ariana sudah tidur. Waktunya kita tidur,” ucap Shawn pelan—dan direspon anggukkan di kepala Ariel.Shawn memeluk pinggang sang istri, meninggalkan kamar anak mereka, menuju ke kamar mereka. Shawn dan Ariel selalu memiliki kebiasaan yaitu memastikan anak mereka tidur nyaman. Tidak lupa empat pengasuh diwajibkan berjaga anak mereka secara bergantian.Di kamar, Ariel berbaring di ranjang bersama dengan sang suami tercinta. Tampak jelas raut wajah Ariel menyimpan sesuatu. Seperti ada yang ingin dibicarakan oleh Ariel.“Kenapa kau belum tidur, hm?” Shawn membelai lembut pipi Ariel.Ariel menatap hangat Shawn. “Kau lupa dengan permintaanku ingin melahirkan di Indonesia?” tanyanya pelan.Ariel tidak akan mungkin lupa dengan permintaannya,
Hari pernikahan Harmony telah tiba. Seluruh keluarga Geovan diundang dipernikahan Harmony. Perancang busana yang dipilih adalah Stella—ibu kandung Shawn. Merupakan sebuah kebanggaan bisa memakai gaun pengantin rancangan Stella—yang merupakan seorang perancang busana yang handal.Harmony bahkan mendapatkan gaun pengantin indah secara gratis. Wajar saja, karena Harmony merupakan sahabat baik Ariel. Bukan hanya gaun pengantin gratis, tapi hotel yang dipilih Harmony pun gratis. Kebetulan hotel yang dipilih Harmony adalah hotel milik keluarga Geovan.Ariel yang merupakan bridesmaid, turut ikut membantu dalam persiapan pernikahan Harmony dengan kekasihnya. Namun, tentunya Shawn tidak memberikan izin pada Ariel untuk terlalu sibuk. Shawn mengutus sekretarisnya untuk membantu sang istri. “Shawn, sepertinya aku tidak cocok memakai gaun ini. Lihatlah aku terlihat gemuk.” Ariel mengadu pada Shawn, di kala sudah selesai mengenakan gaun indah khusus menghadiri pernikahan Harmony.Senyuman di waj
“Ariel, aku akan pulang malam. Nanti sopir ibuku akan menjemput Stoner dan Ariana. Ibuku dan ayahku merindukan Stoner dan Ariana. Kau istirahatlah duluan, jangan menungguku.” Shawn membenarkan dasi, bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.Ariel mendekat menghampiri Shawn, membantu membenarkan dasi sang suami. “Sayang, kau belum menjawab permintaanku yang kemarin.”Ariel semalaman tidak tidur nyenyak, akibat permintaannya pada Shawn tidak dikabulkan. Dia ingin melahirkan di Indonesia, tapi belum mendapatkan jawaban dari sang suami tercinta.Shawn mengecup bibir Ariel. “Aku sedang tidak ingin berdebat. Aku berangkat dulu ke kantor. Hari ini aku memiliki meeting. I love you.” Pria tampan itu langsung melangkah pergi meninggalkan Ariel—tanpa menunggu balasan dari sang istri.Ariel menghela napas dalam melihat Shawn yang sudah pergi meninggalkannya. “I love you too, Shawn,” jawabnya, tapi sang suami sudah pergi.“Nyonya…” Seorang pelayan mengetuk pintu.Ariel mempersilakan pelayan itu untu
Satu tahun berlalu … “Stoner, Ariana, jangan main pisau. Ya Tuhan, nanti tangan kalian terkena pisau, Nak. Aduh, kalau Daddy kalian tahu kalian terluka sedikit saja, dia akan mengomel tujuh hari tujuh malam.” Ariel mengambil pisau yang ada di tangan Stoner dan Ariana dengan hati-hati. Buah hatinya dengan Shawn itu sudah bisa berjalan, itu yang membuat Stoner dan Ariana sangat lincah ke sana kemari. Empat pengasuh saja dibuat pusing akibat tingkah Stoner dan Ariana.“Nyonya, maafkan kami.” Empat pengasuh itu menundukkan kepala seraya mengambil pisau di tangan Ariel. Mereka sangat ceroboh di kala tengah menjaga Stoner dan juga Ariana. Ariel ingin memarahi empat pengasuh itu. Akan tetapi, dia memilih untuk bersabar. Pun dia mengerti bagaimana lincahnya bayi kembarnya itu. Jadi wajar jika sampai pengasuh dibuat pusing.“Lain kali hati-hati dalam menjaga Stoner dan Ariana. Suamiku akan sangat marah jika sampai Stoner dan Ariana terluka. Kalian tahu itu, kan?” tegur Ariel mengingatkan emp
Ariel menunggu Shawn kembali pulang. Sudah dua hari Shawn melakukan perjalanan bisnis ke Chicago. Usia Stoner dan Ariana kini sudah empat bulan. Itu yang membuat Shawn bisa meninggalkan istri dan anak kembarnya.“Shawn kapan pulang, ya?” gumam Ariel pelan dengan bibir sedikit menekuk.Ariel sangat merindukan Shawn. Tidur sendiri tanpa sang suami, membuat Ariel benar-benar merasakan ketidaknyamanan. Ariel terbiasa memeluk erat Shawn. Pun dia terbiasa dengan tidur dalam pelukan Shawn. Sekarang membuatnya sangatlah tersiksa.Suara dering ponsel berbunyi. Ariel segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor sang suami di layar—tengah melakukan video call. Tampak senyuman di wajah Ariel terlukis. Detik itu juga, Ariel menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan telepon tersebut.“Sayang?” panggil Ariel kala panggilan terhubung. Dia tersenyum melihat sang suami yang begitu tampan berada di kamera.“Sayang, di mana Stoner dan Ariana? Mereka baik-baik
“Oh, My God! Kau memintaku untuk berkencan lagi? Bisa kau bayangkan bulan ini aku sudah berkencan lebih dari lima belas pria. Hasilnya sama! Tidak ada yang bagus!” sembur Mika emosi pada sang asisten yang memintanya untuk berkencan lagi. Sudah lima belas kali dia berkencan, dan hasilnya nihil. Tidak ada yang Mika sukai.Sang asisten menggaruk tengkuk lehernya tidak gatal. “Nona, perintah kakek Anda sudah sangat jelas. Beliau meminta Anda terus berkencan sampai Anda menemukan yang cocok.” Sang asisten terlihat jelas menunjukkan rasa panik dan khawatir. Pasalnya dia pun mendapatkan ancaman jika sampai Mika tak mau lagi berkencan. Ancaman tak main-main dari kakek bosnya—membuatnya sakit kepala.Mika mengembuskan napas kasar. “Lima belas pria yang aku temui, mereka tidak benar-benar ingin berkencan denganku. Mereka fokus ingin menjalin kerja sama dengan kakekku dan ayahku. Mendekatiku hanya bagaikan aku ini jembatan mereka. Aku tidak bodoh! Aku tidak mudah dikelabui!”Mika menenggak wine
Ariel telah dipindahkan ke ruang VVIP. Keluarga Geovan dan keluarga DiLaurentis telah berkumpul. Stella menggendong bayi laki-laki, dan Yuval menggendong bayi perempuan dengan hati-hati dibantu oleh Malvia. Tampak jelas kebahagiaan begitu terlihat sangatlah pada semua orang.“Sayang, lihatlah cucu kita mirip sekali seperti Shawn bayi,” ucap Stella pada Sean.Sean mengecup cucu laki-lakinya. “Aku tidak menyangka waktu akan secepat ini. Putra kecil kita sudah menjadi seorang ayah.”Stella tersenyum merespon ucapan Sean. “Kau benar, Sayang. Aku juga tidak pernah menyangka waktu berjalan dengan cepat.”“Selamat, Ariel.” Harmony, Nicole, Joice, dan Mika memeluk Ariel bergantian. Pun Savannah bersama Flora memeluk Ariel bergantian. Mereka semua mengucapkan selamat atas kelahiran anak Shawn dan Ariel.Stanley, Steve, Marcel, dan Oliver pun mengucapkan selamat pada Shawn dan Ariel.“Siapa nama anakmu, Shawn?” tanya William tak sabar.“Iya, siapa nama anakmu, Shawn?” sambung Yuval yang juga ta