New York, USA.
Tiga bulan berlalu …
Ariel terpaksa pindah dari pekerjaannya sekaligus apartemen lamanya, demi tidak bisa dilacak oleh keluarganya. Tidak hanya itu saja, tapi dia juga mengganti nomor teleponnya. Ya, Ariel meninggalkan semua hal yang diketahui oleh keluarga besarnya, demi dirinya mendapatkan kehidupan yang aman.
Sebelumnya, Ariel tinggal di London. Akan tetapi sekarang dia memutuskan tinggal di New York. Dia tahu ke mana pun dirinya berada akan selalu menjadi incaran dari keluarga besarnya. Tapi, apa boleh buat. Kondisi yang membuatnya menjadi seperti ini. Melarikan diri adalah pilihan terbaik.
Pagi itu, Ariel memulai pekerjaan baru di sebuah rumah sakit bergengsi yang ada di New York. Dia sempat menganggur hampir tiga bulan, karena tak langsung mendapatkan pekerjaan baru. Namun, untunglah nasib baik menghampiri Ariel sekarang. Dia mendapatkan pekerjaan baru di rumah sakit yang ada di Brooklyn.
Hal yang paling Ariel lebih syukuri adalah dia mendapatkan gaji yang jauh lebih besar daripada rumah sakit yang sebelumnya. Setidaknya, pendapatan yang dia miliki mampu membuatnya berdiri dengan kedua kakinya sendiri, tanpa harus mengemis batuan pada keluarganya.
“Ariel?” Seorang wanita cantik melangkah menghampiri Ariel yang baru datang.
“Harmony?” Ariel tersenyum melihat temannya ada di depannya.
“Welcome to Orlando Hospital. Akhirnya kau bekerja di rumah sakit yang sama denganku.” Harmony—teman dekat Ariel sekaligus dokter di Orlando Hospital—memberikan pelukan pada Ariel.
Ariel kembali tersenyum. “Ini berkat rekomendasi dirimu, Harmony. Thanks, sudah membantuku.”
Bisa dikatakan Harmony adalah Dewi penolong untuk Ariel. Di kala Ariel benar-benar putus asa dalam mencari rumah sakit yang cocok untuknya, ada Harmony—teman semasa kuliah dulu—memberikan bantuan padanya.
Ariel mendapatkan rekomendasi dari Harmony yang merupakan dokter spesialis bedah umum di Orlando Hospital. Rumah sakit bergengsi yang ada di Brooklyn ini menjadi para idaman dokter muda. Selain fasilitas menggiurkan, gaji yang ditawarkan juga sangatlah membuat para petugas medis merasakan kenyamanan.
Jika saja Harmony tidak membantu, pasti Ariel akan terpaksa bekerja di rumah sakit kecil demi tetap memiliki pengasilan. Dia tidak lagi memiliki tabungan, karena waktu itu Flora menguras habis tabungan Ariel. Tidak hanya itu saja, tapi apartemen yang Ariel beli dengan jerih payahnya pun dijual Flora. Uangnya pun tak jelas ke mana.
Ariel tidak mau ribut karena uang. Itu kenapa dia lebih memilih untuk pergi meninggalkan keluarganya yang tak bisa dikatakan sebagai keluarga. Hidup sendiri jauh dari siapa pun, membuat hatinya merasakan kenyamanan.
“Tidak usah berterima kasih. Kau itu pintar. Wajar kalau Orlando Hospital menerimamu.” Harmony menepuk bahu Ariel. “Lebih baik kita ke kafe sekarang. Minum kopi di pagi hari, membuat otak sedikit jernih.”
Ariel tersenyum dan mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Detik selanjutnya, wanita itu melangkah bersama Harmony menuju kafe yang ada di dalam rumah sakit megah itu. Tentu para petugas medis, hanya menunjukkan kartu identitas, akan mendapatkan makanan atau minuman gratis di kafe itu.
“Orlando Hospital sangat mewah. Kau beruntung sekali bisa bekerja di sini.” Ariel menyesap kopi susunya, sambil menatap Harmony yang duduk di hadapannya.
Harmony tersenyum. “Sudah sejak dulu, aku mengajakmu untuk bekerja di Orlando Hospital. Tapi kau malah lebih nyaman bekerja di rumah sakit di London. Padahal gaji di sini lebih besar daripada rumah sakitmu dulu.”
Ariel meletakan cangkir di tangannya. “Aku jatuh cinta pada London. Kau tahu, kan? New York itu padat sekali. Aku kadang malas pergi dari London.”
“Dan kau meninggalkan London karena kau menghindar dari keluargamu?”
“Ya, seperti yang aku bilang padamu … kondisi perusahaan keluargaku sedang kurang baik. Perusahaan keluargaku membutuhkan suntikan dana. Itu kenapa dia berusaha menjodohkanku dengan pria tua.”
“That’s ridiculous. Keluargamu itu gila. Kenapa tidak Flora saja?”
“Mana mungkin Flora mau. Flora adalah Tuan Putri. Sedangkan aku hanyalah debu.”
“Ck! Kau konyol, Ariel. Lepas dari status ibumu, tetap saja darah DiLaurentis mengalir di tubuhmu. Ayahmu saja yang sudah tidak waras.”
Ariel tersenyum samar. “Biarlah. Yang penting sekarang aku terbebas darinya. Aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan DiLaurentis.”
Harmony mengangguk setuju. “Kau tidak usah khawatir. Kau itu pintar, cantik, dan anggun. Kau bisa mendapatkan pria kaya.”
Ariel mendesah kasar. “Sekarang otakmu yang konyol.”
“Come on, Ariel. Kenapa kau tidak mau membuka hati untuk pria? Tidak semua pria yang kau kenal seperti ayahmu yang berengsek.” Harmony berusaha membujuk.
Ariel kembali mengesap kopi susunya. “Tidak semua pria seperti ayahku, tapi tidak sedikit pria yang seperti ayahku. Sekarang saja, meski perusahaan ayahku sedang kurang baik, ayahku tetap bermain dengan jalang.”
“Well, mungkin kau sekarang terlihat seperti wanita yang kurang beruntung. Tapi, tidak menutup kemungkinan, kau beruntung di masa depan.” Harmony berkata dengan bijak.
Ariel mengangkat bahunya tak acuh mendengar ucapan Harmony. Dia mengerti kalau temannya itu berusaha membujuknya. Tapi, sudah sejak lama hatinya mati. Masa lalu yang buruk, membuat Ariel enggan membuka hati.
Tiba-tiba tatapan Ariel dan Harmony teralih pada sekumpulan dokter berjalan cepat ke arah pintu belakang. Kening Ariel mengerut dalam menatap bingung melihat sekumpulan dokter itu.
Harmony pun ikut bingung. “Dokter John, ada apa?” tanyanya pada salah satu dokter yang dia tahan.
Dr. John menatap Harmony. “Dokter Harmony, apa kau lupa kalau hari ini Tuan Geovan berserta cucu pertama laki-lakinya berkunjung ke sini?”
Harmony terkejut. “What the fuck! Aku lupa.”
“Segeralah bersiap. Tuan Geovan pasti mencarimu, Dr. Harmony.” Dr. John segera bergegas meninggalkan Harmony dan Ariel.
Ariel menatap bingung Harmony. Wanita itu seolah mengingat nama ‘Geovan’, tapi entah di mana dirinya mengenal nama marga itu. “Harmony, ada apa?”
Harmony menatap Ariel. “Ariel, kita harus ke pintu belakang sekarang. Tuan Geovan datang.”
Kening Ariel mengerut semakin dalam. “Siapa Tuan Geovan?”
Harmony mendengkus. “Apa kau lupa? Marga Geovan pemilik rumah sakit ini. Ayo cepat, kau jangan banyak tanya. Aku takut Tuan Geovan mencariku.”
Ariel menurut, dia merapikan jas dokternya dan segera melangkah pergi meninggalka kafe bersama dengan Harmony. Dia terus berpikir memikirkan marga ‘Geovan’. Benar-benar tak asing di telinganya.
“Ariel, kau tahu? Tuan Geovan membawa cucu laki-laki pertamanya. Cucunya sangat tampan. Aku yakin kau pasti akan jatuh cinta pada cucu dari Tuan Geovan.” Harmony berjalan cepat bersamaan dengan Ariel.
Ariel menghela napas dalam.
“Apa nama Orlando dari nama asli Tuan Geovan?” tanya Ariel ingin tahu.
Harmony menggeleng. “Bukan. Nama Orlando adalah nama dari anak laki-laki Tuan Geovan. Tapi cucu laki-lakinya pun menggunakan nama Orlando.”
“Baiklah.” Ariel tak terlalu tertarik.
Saat tiba di area pintu belakang khusus yang tak didatangi oleh pasien, para dokter sudah berjejer untuk menyambut. Sepuluh pengawal berjalan di depan, dan langsung bergeser mempersilakan Tuan mereka.
Ariel mencibir pelan. “Harmony, pengawal Tuan Geovan banyak sekali. Memangnya mereka mau perang?”
Harmony berdecak. “Kau ini bicara jangan sembarangan, Ariel. Mereka orang kaya. Wajar kalau memiliki banyak pengawal. Jangan samakan seperti dirimu yang menyetir tidak becus, tapi bayar sopir tidak mampu.”
Ariel mendengkus mendapatkan sindiran dari Harmony. Dia memutar bola matanya malas karena terpaksa harus menyambut kedatangan pemilik rumah sakit di mana dia bekerja.
Ariel melihat sosok pria tua yang sangat tampan dan gagah. Usia tak lagi muda, tapi badannya tetap kekar dan kuat. Rambut memang telah memutih, tapi aura jantan dan gagah sangat terlihat.
‘Aku seperti pernah melihatnya,’ gumam Ariel dalam hati, di kala melihat pria tua tampan yang muncul.
Lalu … tiba-tiba tatapan mata Ariel melebar melihat seorang pria tampan, matang, dan gagah berdiri di samping pria tua itu. Jantung Ariel seolah ingin berhenti berdetak. Dia meyakinkan dirinya bahwa apa yang dia lihat ini salah. Tapi tidak! Dia benar-benar melihat dengan nyata.
‘Oh, Tuhan. Bukankah itu Tuan Kaya yang angkuh?’
Ariel mengerjapkan mata beberapa kali, berharap bahwa apa yang dia lihat ini adalah sebuah kesalahan. Tapi semakin banyak dia mengerjap, malah membuatnya semakin yakin bahwa apa yang dia lihat ini adalah nyata. Tidak salah sama sekali. Sosok pria yang berdiri tak jauh darinya adalah pria yang sering sekali bertemu dengannya, tanpa sengaja.Ariel menjadi salah tingkah. Dia ingin berbalik pergi menghindar. Dia sangat malu bertemu pria kaya itu. Apalagi pria kaya itu tengah bersama dengan kakeknya. Rasanya dia ingin berlari sekencang mungkin. Tapi bagaimana bisa dirinya berlari?Sial! Ariel terjebak. Dia memilih untuk menunduk. Tidak mau melihat ke arah pria kaya itu. Meskipun otaknya konyol, tetap saja Ariel memiliki urat malu. Tiga bulan lalu, dia mengatakan hal konyol pada pria kaya itu. Lalu sekarang semesta seolah mengajaknya bercanda mempertemukannya dengan pria kaya yang menyebalkan.Shawn berdiri tegap di samping kakeknya yang mulai menyapa para dokter. Pria itu sedikit melihat k
Ariel merentangkan kedua tangannya sambil melangkah keluar dari ruang operasi. Wanita itu baru saja menggantikan pekerjaan salah satu dokter yang berhalangan datang. Sebagai dokter bedah umum, sudah hal biasa menangani tindakan operasi seperti halnya tumor jinak.Sudah jam waktunya pulang. Ariel dan Harmony tidak bersamaan, karena Harmony memiliki jadwal operasi di malam hari. Wanita itu memutuskan untuk segera bergegas pulang. Dia ingin langsung tidur.Hari pertama bekerja, sudah harus menjadi dokter pengganti. Untungnya pengalaman Ariel bisa dikatakan cukup. Jadi hal-hal seperti tadi bukanlah sebuah hal yang berat.Ariel melihat jam dinding waktu menunjukkan pukul enam sore. Wanita itu berjalan menuju ke halaman parkir rumah sakit. Namun, di kala dirinya hendak ingin menuju mobil—langkahnya berpapasan dengan Shawn yang juga masuk ke dalam mobil.Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan satu sama lain. Tatapan Shawn dingin. Sedangkan Ariel mengandung tatapan yang tak disangka. Duni
Tinggal sendiri di apartemen sederhana yang ada di Manhattan, membuat Ariel selalu melakukan apa pun sendirian. Bersih-bersih, masak, mencuci, dan lain sebagainya. Dia tak memakai pelayan karena dalam tahap penghematan.Memiliki profesi sebagai dokter sebenarnya membuat Ariel, memiliki hidup yang nyaman. Meskipun bukan pengusaha ternama, tapi dia hidup tanpa kekurangan. Akan tetapi, kemarin di kala dirinya di Washington D.C—tabungannya dikuras habis oleh Flora.Flora mengatakan bahwa Ariel tidak harus memiliki banyak uang. Bahkan kakak tirinya itu juga menjual asset yang dimiliki Ariel seperti apartemen di London. Ya, Ariel bukan takut melawan Flora, tapi dia menganggap bahwa dirinya sudah mencicil uang yang telah keluarga DiLaurentis keluarkan untuknya.Ariel memulai kembali semuanya dari nol di kala dirinya tiba di New York. Wanita itu menyewa apartemen sederhana dengan tipe studio. Pun mobil yang dia miliki bukanlah mobil mewah.Ariel tidak membayar sopir atau pelayan, demi penghem
Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.Marsha memb
“Ariel, perawat bilang kau tadi malam bermalam di rumah sakit?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang berada di ruang kerja temannya itu. Dia duduk tepat di hadapan Ariel. Sebelumnya, dia diberi tahu perawat kalau Ariel tak pulang dari kantor. Temanya itu malah memutuskan untuk bermalam di ruang kerja.Ariel menyesap kopi susu yang baru saja diantar oleh office boy. “Iya, aku tidak pulang. Aku terbangun di jam tiga pagi. Tidak mungkin aku pulang jam tiga pagi. Lebih baik aku bermalam di ruang kerjaku saja.”Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku pikir kau sudah pulang. Tadi malam kan aku memiliki operasi. Jadi, aku langsung pulang saja. Kalau aku tahu kau tertidur di ruang kerjamu, aku pasti akan membangunkanmu.”Ariel tersenyum samar. “It’s okay, Harmony. Aku memiliki beberapa pakaian ganti di ruang kerjaku. Jadi tidak sama sekali masalah kalau aku bermalam di ruang kerjaku.”Sebagai seorang dokter, yang terkadang memiliki jadwal mendadak—dia sudah menyiapkan beberapa perlen
Kafe di Orlando Hospital menjadi penuh dengan bisik-bisik para koas—dokter magang perempuan—nampak terpesona, melihat Shawn duduk di kafe yang ada di Orlando Hospital. Orlando Hospital menyiapkan kafe berukuran cukup besar dan mewah. Khusus para petugas medis, mereka akan mendapatkan akses gratis di kafe ini. Ada dua kafe di Orlando Hospital. Pertama khusus untuk petugas medis, dan yang kedua khusus untuk para pasien atau keluarga pasien yang berkunjung.Ariel sejak tadi berada di kafe bersama dengan Harmony. Dia tengah menikmati makan siang bersama dengan temannya itu. Tapi nampak dia sangat terganggu karena para koas tengah membicarakan Shawn yang ternyata juga makan siang di kafe itu.“Kebetulan sekali Tuan Shawn Geovan, makan siang di kafe ini,” gumam Harmony seraya menatap Ariel.Ariel menghela napas dalam. “Fokuslah ke makananmu, Harmony. Kenapa malah kau fokus pada para koas yang memuji Tuan Kaya?”“Hm? Tuan Kaya?” Mata Harmony mengerjap beberapa kali.“Maksudku Tuan Shawn Geo
“Harusnya kau tidak usah menolongku, Tuan Kaya.” Kalimat pertama yang Ariel ucapkan di kala dia tengah mengobati luka goresan di tangan Shawn. Untungnya luka Shawn tak terlalu dalam. Kalau saja terlalu dalam, sudah pasti dia harus menjahit tangan Shawn.Shawn menatap dingin Ariel. “Kalau aku tidak menolongmu dan tidak bertindak, kau ingin mati di tangan pasien gila itu?”“Bukankah kau mengatakan tidak masalah kehilangan satu dokter? Kau bilang bisa mencari dokter baru kalau aku mati.” Ariel membalikkan kata-kata yang tadi sempat diucapkan oleh Shawn.Shawn mendecakkan lidahnya. “Kalau aku tadi tidak bilang seperti tadi, maka kau tidak akan bebas, Bodoh!”Seketika senyum di wajah Ariel terlukis. “Jadi artinya kau mencemaskanku kan, Tuan Kaya?” ledeknya sambil terkekeh.“Bukan mencemaskan! Aku hanya tidak mau kau mati konyol di rumah sakitku, dan berujung wartawan datang. Kalau kau mati di tempat lain, aku tidak peduli.” Shawn menjawab dingin.Bibir Ariel mencibir mendengar kata-kata pe
“Aku dengar kau tadi menyelamatkan Dokter Ariel.”William menatap tegas Shawn yang duduk di hadapannya. Dia duduk di kursi kerjanya yang ada di rumah sakit. Dia sedang tak menjaga sang istri tercinta, karena istrinya itu sedang tertidur. “Aku tidak menyelamatkannya. Aku hanya tidak ingin ada dokter mati konyol di rumah sakit milik keluargaku.” Shawn menjawab dengan nada datar. Pria itu berada di ruang kerja kakeknya yang ada di Orlando Hospital. Dia sudah menduga kakeknya pasti mendengar kabar tentang apa yang terjadi hari ini.William menggerak-gerakkan gelas sloki di tangannya. “Kau tidak ingin dokter mati konyol, atau kau mulai tertarik pada Dokter Ariel?” tanyanya dengan nada santai.Shawn mengembuskan napas jengah. Kakeknya kerap mengatakan hal-hal ajaib yang membuatnya sakit kepala. “Grandpa, come on … jangan berpikir tidak-tidak.”William mengangkat bahu tak acuh. “Kau mengingatkanku padaku saat dulu jatuh cinta pada Grandma-mu. Aku selalu menyangkal, tapi kenyataannya aku jat