Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Bau busuk menyengat langsung tercium saat aku baru membuka pintu kamar ayahku. Bisa dikatakan kalau kamar ayahku benar-benar sangat suram dan menyedihkan untuk dilihat. Dengan pencahayaan redup, yang sudah sejak lama selalu kukomplain pada Camila, suasana suramnya semakin terasa nyata.Steven juga terlihat tidak suka dengan keadaan di dalam kamar. Selain remang, kamar ini juga terlihat tak terurus, kotor, dan bau. Padahal baru satu minggu saja aku tidak berada di sini karena akulah yang biasanya selalu membersihkan kamar ini.“Ayah...”Siapapun yang melihat keadaan ayahku pasti akan sedih, terutama aku sebagai anaknya. Tubuhnya lebih kurus dibandingkan saat terakhir aku bertemu dengannya 9 hari yang lalu, juga sepertinya tidak pernah mandi dalam beberapa hari belakangan.Aku juga melihat kotorannya yang sudah mengering menempel di sprei kasur bersama sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan.Biasanya memang aku lah yang lebih sering membersihkan tubuhnya di sore hari, juga memandikanny
Wanita berambut pirang alami ini benar-benar sangat cantik, membuatku hampir mengira jika dia adalah seorang aktris atau foto model kelas dunia.“Dia Sofi,” Steven memperkenalkan wanita itu padaku.'Sofi? Oh... Steven tadi menyebut namanya saat kami masih berada di kamar ayah. Kukira aku salah mendengar nama yang dia sebutkan.'“Senang bertemu Anda, Nyonya Steve. Saya Sofia Jørgensen. Anda bisa memanggil saya Sofi,” sapa wanita itu sembari memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan padaku.Nada bicaranya memang sangat lembut dan sopan, namun ekspresi dinginnya tidak berubah sama sekali.“Senang juga bertemu Anda, Sofi.”Aku masih memerhatikan Sofi. Aku yakin kalau dia bukanlah keturunan campuran, namun bahasa Indonesianya terdengar sangat fasih.“Sofi berasal dari Denmark,” Steven memberitahu seakan bisa membaca pikiranku.“Oh...”'Haha... luar biasa... Apa mereka ini orang-orang yang bisa membaca pikiran? Atau memang pikiranku yang mudah ditebak?'Kami menoleh ke arah pintu saat mende
Sofi cantik. Sepertinya juga masih muda, dan yang terutama lagi adalah tubuhnya sangat bagus. Aku yakin tidak mungkin ada laki-laki yang tidak terpikat padanya. Yah… kecuali lelaki yang orientasinya menyimpang.'Aku yakin kalau Steven juga mungkin tertarik—'"Tuan Steve sudah menganggap saya seperti adiknya sendiri."“Eh?”Aku menatap Sofi lekat-lekat melalui kaca spion sebelum mendongak menatap ke langit-langit mobil, berharap menemukan papan pengumuman tak terlihat yang menuliskan isi pikiranku yang mungkin muncul di atas kepalaku.Aku masih tidak terbiasa dengan kemampuan mereka dalam membaca ekspresi wajah.'Apa sebagai pengawal pribadi mereka melatih kemampuan membaca ekspresi orang lain? Ah... Benar, mereka pasti sudah sangat terlatih.'Meyakini hal itu, aku pun berbicara jujur. “Bagaimana denganmu sendiri? Apa kau menganggap Steven seperti seorang pria?”“Tuan Steve memang sangat menawan.”Aku melihat senyum tipis yang muncul di wajahnya. Untuk pertama kalinya aku melihatnya ter
Karena aku terus mendesak, Steven akhirnya memberitahu mengenai perawat yang curiga jika ayahku selama ini mungkin telah diberikan obat perusak saraf dalam dosis kecil yang terakumulasi selama beberapa tahun hingga akhirnya membuatnya lumpuh akibat sudah terlalu banyak mengkonsumsi obat tersebut. “Tapi bagaimana mungkin Dokter yang menangani ayahku saat rawat jalan sampai tidak tahu kalau ayahku mengonsumsi zat berbahaya itu?” “Apa Anda pernah mengantarkan Ayah Anda untuk rawat jalan?” Steven bertanya balik.Aku terdiam beberapa saat, ingat kalau aku tidak pernah mengantarkan ayahku sama sekali untuk melakukan rawat jalan karena kesibukanku. Aku juga ingat kalau Camila tidak mengizinkan Nina yang tidak sesibuk aku untuk ikut bersama saat ada jadwal rawat jalan. “Jadi begitu...”Kedua kakiku tiba-tiba terasa lemas hingga tidak sanggup menopang tubuhku saat mengingat kelalaianku yang sama sekali tidak pernah menemani ayahku untuk rawat jalan. Dan yang terpenting, aku bahkan tidak ada
“Kita tidak ke kantin rumah sakit saja?” tanyaku saat tahu jika dia ingin mengajakku makan malam di luar area rumah sakit.“Ini sudah malam.” “…Benar juga.” Kantin pasti sudah tutup. Mereka tidak mungkin buka 24 jam. Saat kami tiba di parkiran, aku kaget melihat mobil yang akan kami kendarai. Mobil sedan mewah berwarna hitam yang kuperkirakan berharga selangit. Mobil ini sebenarnya mobil yang sama dengan yang kukendarai bersama Sofi tadi. Karena pikiranku sedang kacau aku sampai tidak memperhatikannya. 'Pantas kursinya terasa sangat nyaman. Mobil ini pasti sangat mahal, kan?'Aku menoleh menatap Steven yang duduk di sampingku, di belakang kemudi. 'Siapa dia ini sebenarnya? Tidak mungkin kan seorang pengawal memiliki mobil semahal ini? Atau ini mobil bosnya?'“Anda merindukan saya?” “Hah? A-apa? Tidak... bukan begitu… maksudku—”“Sedih mendengarnya. Padahal Anda menatap saya seperti itu.” “...Bukan begitu, aku cuma sedang...” 'Tentu saja aku sangat merindukanmu. Haiss... Dasar Ke
Aku sudah lupa kapan terakhir kali Nayla menghubungiku, yang pasti kami sudah tidak pernah berkirim pesan lagi sejak dia dan Franky menikah.'Kapan mereka menikah? 5 atau 6 tahun lalu? Sudah lama juga ternyata.'Aku bukan sengaja sedang mengingat Nayla. Aku mengingatnya lagi karena tiba-tiba saja mendapat pesan darinya yang tentu saja tidak langsung kubuka. Aku agak curiga dengan pesan yang Nayla kirim setelah bertahun-tahun tidak menghubungiku, curiga kalau pesannya berhubungan dengan Franky.Seingatku, Franky selalu memata-mataiku saat aku sedang dekat dengan seorang pria, baik saat kami masih berteman dulu, terutama saat kami baru putus.'Masa sih dia sampai minta Istrinya bertanya setelah tahu kalau aku sudah menikah?'Franky dulu sering melakukannya. Dia selalu memata-matai dengan pria mana aku sering berbicara melalui rekan kerja bahkan melalui bawahanku.Dia tidak malu memanfaatkan posisinya sebagai orang dari kantor pusat untuk memengaruhi rekan kerja dan bawahanku. 'Ya, Franky
Aku mengintip dan menatap Steven, yang sedang tertawa, dengan perasaan kesal.Saat ia menyusulku masuk, setelah menutup pintu, aku segera berlari ke kamar mandi dengan membawa pakaianku.'Pantas dia berdiri menghalangi pintu. Ku kira dia sedang berpose untuk menggodaku juga. Ugh... Bodohnya aku...'"Kenapa kau tidak memberitahu kalau kau datang bersama mereka?!" teriakku dari dalam kamar mandi."Saya sudah mengirimi Anda pesan."'Ah… jadi ada pesan lain lagi... Ku kira itu pesan Nayla makanya belum kubuka.'Aku cepat-cepat mengenakan seluruh pakaianku dan membawa Steven pergi menyusul Sofi dan yang lainnya ke restoran untuk sarapan bersama. Sudah pasti aku akan semakin malu kalau datang terlalu lama. Mereka pasti akan mengira kalau kami sedang…"Kenapa kau tidak memberitahuku?" protesku pada Steven sambil terus menariknya agar cepat tiba di lift."Saya sudah mengatakannya tadi, kan? Saya sudah mengirimi Anda pesan.""Haaah... Bukan itu maksudku. Ah sudahlah, ayo cepat!""Kita tidak per
“Pantas saja...!”Saking marahnya, aku meminta Steven untuk segera mengantarkanku pergi menyusul Lintang dan Sofi menemui Camila, namun Sofi memberitahu kalau Camila ternyata sudah dibebaskan dengan uang jaminan oleh seseorang.“Dia dibebaskan? Kenapa bisa? Kenapa Polisi tidak melakukan penyelidikan ke rumah sakit dulu?!” Perasaanku saat ini benar-benar tak karuan. Sedih, marah, kesal, juga merasa bersalah pada ayahku karena terlalu terlambat menyadarinya.'Sialan kau, Camila!'“Tenang dulu. Kau harus bisa menangkan dirimu. Kau tahu kan kalau kita tidak akan bisa berpikir jernih saat dalam keadaan marah?”Steven merangkul dan mengusap lembut belakang kepalaku. Perlakuannya padaku yang seperti memperlakukan seorang anak kecil ini sebenarnya membuatku agak sedikit malu, terutama saat menyadari jika kami sedang diperhatikan orang-orang di parkiran, di mana kami saat ini berada.Tapi... Jujur saja aku sangat menyukainya. Apalagi mencium aroma lembut dari bajunya, yang entah bagaimana sanga