Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
“Kau mau pergi ke mana?!” teriak Camila saat melihatku beranjak pergi meninggalkan ruang tamu menuju ruang keluarga yang menghubungkan pada beberapa kamar tidur, termasuk kamar tidur ayahku.Aku mengabaikannya, berjalan terus memasuki ruang keluarga sampai mendengar dia mengataiku ‘jalang’, barulah aku berbalik.“Oh… sekarang kau mendengarku?! Mama benar, kan? Kau pergi meninggalkan suami untuk bertigaan bersama dua pria ini? Pantas saja kau masih tidur sampai hampir tengah hari!” Camila berkata lebih bersemangat setelah melihatku berbalik karena satu kata darinya tadi. Dia mengiraku berbalik dan menatapnya marah karena apa yang dikatakannya adalah kebenaran.Dan apa yang dikatakannya setelah itu membuatku benar-benar ingin menerkamnya.“Oh… jadi benar gosip yang beredar di kantormu kalau kau belum menikah sampai hampir berusia kepala 4 karena ketagihan menjadi simpanan para pengusaha dan pejabat!”'Gosip di kantor? Kenapa bisa sampai di telinganya?'Aku melihat Bu Imah dan Nina menata
Bau busuk menyengat langsung tercium saat aku baru membuka pintu kamar ayahku. Bisa dikatakan kalau kamar ayahku benar-benar sangat suram dan menyedihkan untuk dilihat. Dengan pencahayaan redup, yang sudah sejak lama selalu kukomplain pada Camila, suasana suramnya semakin terasa nyata.Steven juga terlihat tidak suka dengan keadaan di dalam kamar. Selain remang, kamar ini juga terlihat tak terurus, kotor, dan bau. Padahal baru satu minggu saja aku tidak berada di sini karena akulah yang biasanya selalu membersihkan kamar ini.“Ayah...”Siapapun yang melihat keadaan ayahku pasti akan sedih, terutama aku sebagai anaknya. Tubuhnya lebih kurus dibandingkan saat terakhir aku bertemu dengannya 9 hari yang lalu, juga sepertinya tidak pernah mandi dalam beberapa hari belakangan.Aku juga melihat kotorannya yang sudah mengering menempel di sprei kasur bersama sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan.Biasanya memang aku lah yang lebih sering membersihkan tubuhnya di sore hari, juga memandikanny
Wanita berambut pirang alami ini benar-benar sangat cantik, membuatku hampir mengira jika dia adalah seorang aktris atau foto model kelas dunia.“Dia Sofi,” Steven memperkenalkan wanita itu padaku.'Sofi? Oh... Steven tadi menyebut namanya saat kami masih berada di kamar ayah. Kukira aku salah mendengar nama yang dia sebutkan.'“Senang bertemu Anda, Nyonya Steve. Saya Sofia Jørgensen. Anda bisa memanggil saya Sofi,” sapa wanita itu sembari memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan padaku.Nada bicaranya memang sangat lembut dan sopan, namun ekspresi dinginnya tidak berubah sama sekali.“Senang juga bertemu Anda, Sofi.”Aku masih memerhatikan Sofi. Aku yakin kalau dia bukanlah keturunan campuran, namun bahasa Indonesianya terdengar sangat fasih.“Sofi berasal dari Denmark,” Steven memberitahu seakan bisa membaca pikiranku.“Oh...”'Haha... luar biasa... Apa mereka ini orang-orang yang bisa membaca pikiran? Atau memang pikiranku yang mudah ditebak?'Kami menoleh ke arah pintu saat mende
Sofi cantik. Sepertinya juga masih muda, dan yang terutama lagi adalah tubuhnya sangat bagus. Aku yakin tidak mungkin ada laki-laki yang tidak terpikat padanya. Yah… kecuali lelaki yang orientasinya menyimpang.'Aku yakin kalau Steven juga mungkin tertarik—'"Tuan Steve sudah menganggap saya seperti adiknya sendiri."“Eh?”Aku menatap Sofi lekat-lekat melalui kaca spion sebelum mendongak menatap ke langit-langit mobil, berharap menemukan papan pengumuman tak terlihat yang menuliskan isi pikiranku yang mungkin muncul di atas kepalaku.Aku masih tidak terbiasa dengan kemampuan mereka dalam membaca ekspresi wajah.'Apa sebagai pengawal pribadi mereka melatih kemampuan membaca ekspresi orang lain? Ah... Benar, mereka pasti sudah sangat terlatih.'Meyakini hal itu, aku pun berbicara jujur. “Bagaimana denganmu sendiri? Apa kau menganggap Steven seperti seorang pria?”“Tuan Steve memang sangat menawan.”Aku melihat senyum tipis yang muncul di wajahnya. Untuk pertama kalinya aku melihatnya ter
Karena aku terus mendesak, Steven akhirnya memberitahu mengenai perawat yang curiga jika ayahku selama ini mungkin telah diberikan obat perusak saraf dalam dosis kecil yang terakumulasi selama beberapa tahun hingga akhirnya membuatnya lumpuh akibat sudah terlalu banyak mengkonsumsi obat tersebut. “Tapi bagaimana mungkin Dokter yang menangani ayahku saat rawat jalan sampai tidak tahu kalau ayahku mengonsumsi zat berbahaya itu?” “Apa Anda pernah mengantarkan Ayah Anda untuk rawat jalan?” Steven bertanya balik.Aku terdiam beberapa saat, ingat kalau aku tidak pernah mengantarkan ayahku sama sekali untuk melakukan rawat jalan karena kesibukanku. Aku juga ingat kalau Camila tidak mengizinkan Nina yang tidak sesibuk aku untuk ikut bersama saat ada jadwal rawat jalan. “Jadi begitu...”Kedua kakiku tiba-tiba terasa lemas hingga tidak sanggup menopang tubuhku saat mengingat kelalaianku yang sama sekali tidak pernah menemani ayahku untuk rawat jalan. Dan yang terpenting, aku bahkan tidak ada
“Kita tidak ke kantin rumah sakit saja?” tanyaku saat tahu jika dia ingin mengajakku makan malam di luar area rumah sakit.“Ini sudah malam.” “…Benar juga.” Kantin pasti sudah tutup. Mereka tidak mungkin buka 24 jam. Saat kami tiba di parkiran, aku kaget melihat mobil yang akan kami kendarai. Mobil sedan mewah berwarna hitam yang kuperkirakan berharga selangit. Mobil ini sebenarnya mobil yang sama dengan yang kukendarai bersama Sofi tadi. Karena pikiranku sedang kacau aku sampai tidak memperhatikannya. 'Pantas kursinya terasa sangat nyaman. Mobil ini pasti sangat mahal, kan?'Aku menoleh menatap Steven yang duduk di sampingku, di belakang kemudi. 'Siapa dia ini sebenarnya? Tidak mungkin kan seorang pengawal memiliki mobil semahal ini? Atau ini mobil bosnya?'“Anda merindukan saya?” “Hah? A-apa? Tidak... bukan begitu… maksudku—”“Sedih mendengarnya. Padahal Anda menatap saya seperti itu.” “...Bukan begitu, aku cuma sedang...” 'Tentu saja aku sangat merindukanmu. Haiss... Dasar Ke
Aku sudah lupa kapan terakhir kali Nayla menghubungiku, yang pasti kami sudah tidak pernah berkirim pesan lagi sejak dia dan Franky menikah.'Kapan mereka menikah? 5 atau 6 tahun lalu? Sudah lama juga ternyata.'Aku bukan sengaja sedang mengingat Nayla. Aku mengingatnya lagi karena tiba-tiba saja mendapat pesan darinya yang tentu saja tidak langsung kubuka. Aku agak curiga dengan pesan yang Nayla kirim setelah bertahun-tahun tidak menghubungiku, curiga kalau pesannya berhubungan dengan Franky.Seingatku, Franky selalu memata-mataiku saat aku sedang dekat dengan seorang pria, baik saat kami masih berteman dulu, terutama saat kami baru putus.'Masa sih dia sampai minta Istrinya bertanya setelah tahu kalau aku sudah menikah?'Franky dulu sering melakukannya. Dia selalu memata-matai dengan pria mana aku sering berbicara melalui rekan kerja bahkan melalui bawahanku.Dia tidak malu memanfaatkan posisinya sebagai orang dari kantor pusat untuk memengaruhi rekan kerja dan bawahanku. 'Ya, Franky
Aku mengintip dan menatap Steven, yang sedang tertawa, dengan perasaan kesal.Saat ia menyusulku masuk, setelah menutup pintu, aku segera berlari ke kamar mandi dengan membawa pakaianku.'Pantas dia berdiri menghalangi pintu. Ku kira dia sedang berpose untuk menggodaku juga. Ugh... Bodohnya aku...'"Kenapa kau tidak memberitahu kalau kau datang bersama mereka?!" teriakku dari dalam kamar mandi."Saya sudah mengirimi Anda pesan."'Ah… jadi ada pesan lain lagi... Ku kira itu pesan Nayla makanya belum kubuka.'Aku cepat-cepat mengenakan seluruh pakaianku dan membawa Steven pergi menyusul Sofi dan yang lainnya ke restoran untuk sarapan bersama. Sudah pasti aku akan semakin malu kalau datang terlalu lama. Mereka pasti akan mengira kalau kami sedang…"Kenapa kau tidak memberitahuku?" protesku pada Steven sambil terus menariknya agar cepat tiba di lift."Saya sudah mengatakannya tadi, kan? Saya sudah mengirimi Anda pesan.""Haaah... Bukan itu maksudku. Ah sudahlah, ayo cepat!""Kita tidak per