Hari Arsen mengambil shif malam, ia sedang menunggu pemeriksaan pasien di jam malam sembari meneliti perkembangan pasien. Ia membaca menggunakan kacamata.
Dua puluh menit berlalu, hari ini menunjukkan pukul 07.30 pm, Arsen bersiap lebih awal setengah jam dari waktunya pemeriksaan pasien. Arsen melihat arloji yang melingkar di tangannya. Ia melangkah menuju tempat ganti pakaian yang ada di ruangan ini berbentuk skat menggunakan gorden.Semenjak Dokter Clara melimpahkan semua tugas kepadanya, Arsen berusaha membagi waktu.Arsen kini hanya sendirian memeriksa, ia bergegas mengganti bajunya karena baju tadi sudah di pakai dan sedikit berkeringat.Sedangkan di luar ruangannya terlihat Auris sedang berdebat dengan Dokter Galen."Kenapa aku tidak bisa mengganti dokternya?".Gelen terlihat memijit kepalanya "Ya karena tidak bisa nona, sudah ada prosedurnya dan semua dokter sedang sibuk" Galen mencoba memberi pengertian."Aku ingin bertemu dengan Dokter Ares!"Ketika mendengar nama Ares, Galen berpikir siapa Ares?"Tidak ada dokter bernama Ares nona, silahkan kembali ke ruangan" ucap Galen."Ada yang menanganiku, dia pengganti Dokter Clara""Oh maksudmu Dokter Arsen? Tuh disana ruangannya" ucap Galen yang tak mau mengurusi nona itu."Oke, terimakasih" Auris segera berlari menuju ruangan Dokter Arsen."Gadis aneh" rutuk Galen, ia buru-buru pergi karena ada urusan.Dengan langkah cepatnya Auris segera mendekati pintu ruangan itu. Ia lupa tidak mengetuk pintu dahulu dan langsung membukanya. Ketika baru empat langkah matanya menangkap sosok tubuh yang indah dan berotok namun saat sadar Auris berteriak."Aaaa..." teriak Auris yang melihat Arsen tengah berganti pakaian berdiri di sofa. Tidak masalah berganti bajunya hanya saja tubuh bagian atas Arsen terlihat karena tidak pakai baju.Arsen terkejut tiba-tiba gadis itu masuk."Tutup matamu!" Arsen segera memakai seragam berwarna biru dongker, pakaian seragam dokter.Setelah mengenakan pakaian, Arsen berusaha menstabilkan detak jantungnya yang sudah tak karuan karena terkejut begitu juga Auris.Arsen menghampiri Auris dengan wajah kesal, kapan Auris tidak menganggunya.Ia berhenti di hadapan gadis itu."Auris bisakah kau masuk ketika pintunya terlebih dahulu?!" protes Arsen.Auris menatapnya "Kenapa tidak menguncinya?"."Ketika aku bekerja aku tidak mengunci pintunya" timpal Arsen yang melipatkan tangannya di dada."Kenapa kau ganti baju disini?" ucap Auris mencari pembelaan."Karena ini ruanganku dan jika ada yang masuk mereka mengetuk pintu terlebih dahulu. Apalagi alasanmu hmm?" Arsen mengskak Auris."Sudah jelas kau yang salah dasar bodoh" timpal Arsen."Aku tidak bodoh, bodoh!" tegas Auris lalu dijawab lagi oleh Arsen."Aku juga tidak bodoh, bodoh!" kini Arsen yang membalas Auris mengatainya bodoh."Aduh kepalaku pusing" Auris memegangi kepalanya, Arsen langsung bertanya "Kepalamu sakit?".Arsen terdengar mengkhawatirkan Auris sedangkan gadis itu malah menjawab "Iya ini semua karnamu".Arsen mendengar ada orang yang mendekati ruangannya, langsung saja Arsen menarik gadis itu. Auris yang kebingungan terpaksa mengikuti Arsen."Diamlah" bisik Arsen ketika sudah bersembunyi di balik gorden tempat ganti pakaiannya. Karena ruangan ini sempit terpaksa Arsen menghimpit tubuh Auris ke tembok. Sedangkan Auris yang diperlakukan seperti ini hanya menelan ludahnya sendiri, dada Arsen menempel di wajahnya, Auris memalingkan kepalanya menghadap ke samping. Ia kesulitan bernafas dan jantungnya berdebar tiba-tiba.Aroma tubuh Arsen sangat khas, Auris menghirup dalam-dalam, lalu merasakan sensasi yang candu."Dokter?" Suster itu memanggil Arsen namun Arsen tak menjawabnya. Ia takut ketahuan oleh orang lain jika dirinya bersama pasien malam-malam begini."Dimana Dokter Arsen" ucap seorang suster yang melihat ruangan Arsen pintunya terbuka namun tidak ada orang. Suster langsung pergi sebelumnya dia menutup pintu ruangan Arsen.Dirasa sudah pergi, Arsen langsung keluar dari gorden berbahan kain itu lalu mencari udara. Sedangkan Auris masih bersandar di tembok dan tak percaya dirinya sangat dekat dengan Arsen. Ia memegangi dadanya yang terlalu kencang berdebar sampai sedikit sesak."Hhh..." helaan nafas berat terdengar dari Auris, ia kemudian menghilangkan pp-pikiran yang aneh di otaknya."Ada apa kau kemari?" Arsen memilih duduk di sofa, Auris keluar dan berdiri di hadapan Arsen."Aku ingin bertanya padamu""Silakan""Apa aku bisa mengganti dokter yang merawatku dengan dokter yang lainnya?" Auris bertanya langsung pada intinya."Kenapa kau ingin mengganti dokter?""Aku ingin dokter yang lain saja tidak mau dirimu""Apa alasannya kau tidak mau dirawat olehku?""Iya karena aku ingin dirawat oleh dokter perempuan, jikapun laki-laki aku tidak mau olehmu sebab kau dokter tidak baik" terang Auris yang terdengar jujur, Arsen sedikit sedih mendengar Auris yang membencinya."Aku akan merawatmu semaksimal mungkin""Tapi kau sering memarahiku dan kau tidak punya hati"Arsen menghela nafasnya "Kapan aku kasar padamu dan kapan aku memarahimu?"Auris tengah berpikir memang Arsen tidak memarahinya namun sering berdebat dengannya. Dipikir-pikir Arsen adalah dokter yang paling tampan dan tubuhnya bagus. Auris senang melihatnya.Tanpa disadari Auris menyunggingkan bibirnya tersenyum. Arsen yang melihatnya langsung membuyarkan lamunanya."Kenapa malah melamun? Sepertinya kau tidak menemukan kapan aku memarahimu benar?" Arsen tersenyum lalu berkata "Auris jika kau tidak berulah. Sebagai doktermu aku berharap kau menuruti semua perkataanku" ujar Arsen dengan menatap Auris serius namun gadis itu tertawa."Iyaa semoga aku menurutimu, Dokter Arsenio Ivander" Auris melihat papan nama di meja kerja Arsen. Pria itu tersenyum membalas tatapan Auris, gadis cantik dengan wajah pucat ituterlihat menarik."Iya Auristella Georgia""Baiklah kalau begitu aku pergi dulu" ucap Auris lalu melambaikan tangannya dengan genit. Dia puas mengerjai Arsen.Setelah Auris pergi, Arsen mengambil jas putihnya lalu mengikuti Auris dari belakang karena tujuannya searah.Arsen yang melihat dari belakang, cara jalan Auris tidak menunjukkan anggun selayaknya gadis lain. Dari diri Auris, ia bisa melihat gadis itu bukan gadis yang lemah. Ada sesuatu yang menarik dari Auris membuat Arsen penasaran tentangnya.Setelah memastikan Auris masuk ke ruangan, Arsen memutar jalannya lalu menghampiri ruangan yang di ujung, ia memeriksa satu persatu pasien di ruang VVIP ini. Ia juga memeriksa Ivy yang harus ditangani dengan serius, besok jika belum ada perubahan terpaksa Ivy dipindahkan ke ruang ICU. Ada dua pasien dengan kondisi yang perlu penanganan intens karena penyakit yang diderita menunjukan hal yang buruk.Semua yang ada di bangsa VVIP sudah ditangani tinggal satu pasien lagi. Arsen menangani pasien dengan keadaan darurat terlebih dahulu baru memeriksa pasien yang bisa ditangani terakhir.Arsen membuka pintu kamar 502, ia masuk dan melihat Auris yang duduk di tempat tidurnya sembari memainkan ponselnya sehingga Auris tidak sadar jika ada yang masuk.Arsen berdehem membuyarkan konsentrasi Auris, gadis itu yang tengah bermain game di ponselnya. Auris menengok lalu tersenyum singkat kemudian ia menaruh ponselnya di nakas."Apa ada keluhan?" tanya Arsen.Auris menggelengkan kepalanya "Tidak ada"Arsen mengecek denyut nadi di tangan Auris lalu memeriksa kedua mata gadis itu."Aku baru teringat bagaimana kucingnya?" Auris bertanya, Arsen mengangguk setelah memeriksa keadaan Auris. Keadaannya menunjukkan perubahan yang bagus."Baik-baik saja""Apa kau membawanya ke rumahmu?" Auris membenarkan posisi duduk dengan bersandar.Arsen menatap Auris yang menunggu jawabannya, gadis itu mengkhawatirkan kucing jantan itu."Aku harap ada di rumahmu, setelah aku sembuh total aku akan membawanya" Auris berbicara dengan lembut."Kucing itu tidak di rumahku" ucap Arsen, Auris mendengarnya lalu menatap tajam."Dimana kucingnya?".Arsen tidak menjawab lalu membalikkan tubuhnya berniat pergi dan mengabaikannya, Auris yang masih penasaran. Ia langsung turun dari tempat tidur lalu mengejar Arsen.Langkah Arsen terhenti ketika lengannya ditarik oleh Auris."Jawab dulu dimana kucingnya?" Auris mengeratkan pegangannya di lengan Arsen."Kucingnya sudah aman kau tidak perlu khawatir" jawab Arsen yang melepaskan cengkraman Auris."Sungguh aku tidak bisa mempercayai perkataanmu, Dokter Arsen" Auris melangkah kembali ke tempat tidurnya dengan perasaan yang kesal.Arsen melihat gadis itu marah lalu berkata "Kucingnya sudah dirawat oleh seseorang yang bijaksana. Kau harus sembuh baru aku mengantarmu kesana"Baru saja Auris menengok Arsen sudah hilang di balik pintu. Ia mengepalkan tangannya ke udara lalu memukul kecil dan berkata "Menghilang seperti hantu".Di lobi rumah sakit, Bibi Etna tengah berjalan. Dari arah belakang ada yang memanggilnya."Bi" suara itu terdengar berat, Bibi Etna menengok ke arah pria tinggi yang mengenakan pakaian terlihat kasual dengan jaket kulit berwarna hitam. Pria itu juga membawa sebuah buket bunga dan sebuah tote bag.Bibi Etna tersenyum menyambut orang yang sudah dianggap saudara. Pria itu berjalan dengan hati-hati lalu berhenti di samping Etna."Tuan Sean, sudah kembali" ucap Bibi Etna, pria itu mengangguk."Apa kabar bi?"."Bibi baik-baik saja. Tuan?".Sean mengangkat sedikit bahunya "Baik, aku ingin bertemu dengan gadis kecil. Dimana dia?".Bibi Etna mengangguk "Mari" lalu mengarahkan menuju ruang inap Auris. Ia senang Sean kembali setelah lama pergi.Sesampainya di depan pintu ruangan inap itu, Sean mempersiapkan dirinya karena tadi dia buru-buru kemari. Mungkin wajahnya terlihat kusam.Pintu terbuka dari luar, Auris yang sadar langsung menengok. Seketika ekspresi wajah Auris berubah menjadi bahagia. Ia turun dari tempat tidurnya lalu melangkah perlahan menghampiri Sean sedangkan pria itu kemudian tersenyum. Ia menitipkan barang yang ditangannya pada Bibi Etna. Sean merentangkan kedua tanganya langsung memeluk tubuh hangat gadis itu. Begitupun Auris membalas pelukannya Sean menempelkan bibirnya di rambut halus Auris dan menghirup wangi rambutnya. Rasa rindunya begitu mencuat sampai bertemu lagi dengan orang yang dirindukan Sean sangat bahagia, apalagi Auris adalah orang yang pantas menjadi separuh hidupnya.Sean dan Auris sudah sangat mengenal sejak kecil saat usia Auris 8 tahun, Sean yang berusia 11 tahun. Selama kurang lebih 15 tahun mengenal, Auris menganggap Sean orang yang penting dalam hidupnya. Meski beberapa saat mereka b
Semalam Sean sudah tidak sadarkan diri dan tidak ingat lagi langsung terlelap. Auris yang sudah bangun lebih awal memperhatikan Sean yang baru bangun tidur. Sean duduk lalu mengusap wajahnya lalu tersenyum pada Auris."Selama pagi" sapa Sean, Auris menanggapinya dengan tersenyum "Pagi".Pria itu berdiri lalu mendekati Auris, matanya sudah tidak mengantuk dan Semalam Auria juga tidur nyenyak hanya satu kali suster mengontrol saat tengah malam. Sean juga ikut terbangun."Bagaimana keadaanmu?" tanya Sean."Membaik" jawab Auris, Sean tersenyum lalu melihat arloji yang melingkar di tangannya. Ternyata sudah pukul 06.16 am.Di ruang operasi, Arsen tengah memimpin berjalannya operasi pengangkatan batu empedu yang di derita pasien wanita itu. Operasi dilakukan di pagi hari karena hari ini sudah ada 3 pasien yang akan di operasi dan semuanya pasien prioritas. Semalam Arsen pulang pukul 11, dan tadi pukul 5 dia sudah berada di rumah sakit. Arsen sama sekali belum sarapan hanya meneguk segelas a
Dari belakang anak laki-laki muncul seseorang yang langsung menariknya dan menghindari tabrakan.Srakkk.. Mobil muatan banyak itu mengerem sampai berbekas di jalan. Orang-orang refleks berteriak, namun ada satu orang yaitu Sean yang tengah memegang dua minuman itu langsung berlari di seberang sana karena melihat Auris berlari menghadang mobil. Ia meletakkan sembarang minuman itu.Tubuh Auris terguling beberapa kali karena terserempet bagian samping mobil, sampai akhirnya dia bisa menahan anak laki-laki itu agar tidak terluka dalam dekapannya. Keduanya berhasil menghindari hantaman mobil dan anak laki-laki selamat namun Auris meringis kesakitan memegangi perut bagian atas.Anak yang bernama Leo terbangun dan melihat orang yang menyelamatkannya kesakitan. Leo menangis dan merasa bersalah."Kak.. kakak".Beberapa orang berlari menghampiri keduanya namun takut membantu korban kecelakaan. Auris menatap Leo dengan berkaca-kaca, dia juga tersenyum anak itu baik-baik saja."Auris" Sean langsu
Sean menghirup dalam-dalam udara kemudian terdiam sesaat. Kakinya mulai terasa apalagi dengan posisi berdiri seperti ini. Ia menatap Auris lagi dan merasa Auris sedikit mengobatinya meski gadis itu tidak berbuat apa-apa."Pangeran?".Lamunan Sean terbuyar, Auris lalu bertanya "Minumanku dimana? Aku haus"."Maaf, aku akan membelinya nanti ya. Sekarang Tuan putri harus sembuh dulu"Auris terlihat kecewa "Tidak bisa sekarang?""Air putih saja oke. Aku akan mengambilnya""Tuan putriku. Saat aku pergi kau jangan kemana-mana" titah Sean."Iya iya, ayolah nanti aku mati kehausan!" pekik Auris, Sean langsung meminta suster untuk membawa air mineral karena jika harus ke luar, Sean tidak kuat untuk saat ini. Ia menunggu di luar ruangan saja.Sean mengetik sebuah pesan untuk sekretarisnya dan meminta beberapa orang untuk menjaga Auris mengganti menjaganya. Ia terpaksa meninggalkan Auris untuk sesuatu yang penting dan tidak boleh terlambat.Air mineral sudah datang, Sean berterimakasih pada suster
Ketika sampai di Mansion Keluarga Leander, empat perawat langsung menyiapkan brankar tempat tidur lalu Sean dibantu Lian untuk berbaring di sana. Akhirnya sampai juga di sebuah ruangan yang cukup luas disana ada satu dokter laki-laki berumur 40 tahun yang sudah menunggu kedatangan Sean. Dokter pribadinya bernama Dokter Brader Louis, yang selama 8 tahun menangani Sean. Dokter Brader terkenal dengan keahliannya di bidang ortodoks."Selamat malam, Tuan Sean. Saya akan segera melakukan penanganan secepat mungkin dan mengurangi rasa sakitnya" ucap Dokter Brader, Sean mengangguk lalu berkata "Cepatlah aku sudah tidak tahan".Keringat halus memenuhi kening Sean, padahal ruangan ini sangat dingin. Dirinya tengah menahan sakit akibat berlari tadi sore dan menggendong Auris. Sean sudah mengenakan pakaian khusus untuk mendapatkan perawatan. Saat Dokter menaikkan kain yang menutupi kaki Sean, terlihat kaki kanannya dipasang sebuah kaki palsu bionik yang digunakan oleh Sean. "Apa anda membawa be
Rutinitas di pagi hari sebelum pergi ke perusahaan Chintya tengah menyantap sarapannya bersama Tuan George dan Nyonya Aleda Georgia. Ketiganya tengah menyantap dengan keheningan di meja makan keluarga itu."Sean ternyata sudah kembali" ucap Nyonya Aleda, Chintya melirik ibunya."Benarkah Mom?"."Iya namun Sean pulang dalam keadaan sakit" tambah Nyonya Aleda yang menghentikkan suapannya.Tuan George hanya menyimak namun pikirannya terlintas untuk segera menemui Sean membicarakan sebuah investasi.Beberapa menit kemudian suara bel dari pintu utama. Nyonya Aleda segera berdiri untuk melihat siapa yang bertamu, ia melangkah cukup jauh jarak ruang makan antara ruang tamu.Nyonya Aleda membuka pintunya lalu melihat dua orang laki-laki bertubuh tetap dengan mengenakan setelan jas hitam."Selamat pagi, maaf mengganggu kenyamanan dan waktu Nyonya Aleda. Saya kemari karena diperintah oleh Tuan Leander untuk memperingati putri anda agar tidak menghasut dan mendekati Tuan Muda Givano Sean Leander"
Auris tidak memperdulikan siapa yang masuk."Auris kau benar-benar ya" ucap seseorang yang tak lain adalah Chintya."Ada apa? Datang-datang langsung mengomel" "Kau tahu ayah marah padamu" ucap Chintya, Auris menatapnya bingung."Marah? Apa yang membuatnya marah perasaan aku tidak pernah berbicara pada ayah" Auris menghampiri Chintya."Itu semua karena kau yang sudah menggoda Sean untuk menemanimu di sini" ujar Chintya dengan menegaskan perkataannya."Orang suruhan Tuan Leander tadi pagi mendatangi ke rumah dan mengancam jika kau menemuinya lagi maka tidak segan untuk mengusirmu"Chintya menatap rendah Auris, ia juga melihat lengan Auris yang diperban."Sean pulang dengan keadaan tidak baik-baik saja. Yang ingin aku tanyakan adalah apa yang kau perbuat sampai dia terluka?""Sungguh aku tidak mengerti perkataanmu Kak, apa maksudnya aku melukai Sean? Semalam dia pulang tanpa memberitahuku" jelas Auris, Chintya hanya tertawa kecil."Kau berpura-pura bodoh apa memang bodoh?" Chintya menunj
Auris mengangguk, "Aku belum pernah merasakan kasih sayang dari keluargaku sendiri, mereka menganggap aku adalah pembawa sial dan mengecam hidupku. Setelah dipikirkan siapa yang ingin dilahirkan dari keluarga yang penuh dengan kekangan, aku juga tidak pernah menginginkan itu" jelas Auris pada Arsen yang bersedia menjadi pendengarnya."Mereka bilang aku adalah manusia yang paling tidak berguna bahkan hanya menyusahkan saja. Namaku saja diambil dari marga ibuku bukan ayah karena dia membenci kelahiranku, ayahku membenci putrinya sendiri dan lebih memilih putri angkatnya, bukankan itu tidak adil?. Kakakku yang tidak mempunyai darah ayah dan ibu dia dirawat dengan penuh kasih sayang dan perhatian sedangkan aku hanya beban bagi mereka" mata Auris mulai berkaca-kaca sampai Arsen yang mendengarnya merasa sakit."Sebenarnya sudah tidak aneh lagi mereka mengambil apa yang telah diberikan kepadaku, jadi aku tidak pernah senang dengan apa yang mereka pernah berikan" sambung Auris, Arsen tak tega