Auris merasa tidak aman.
"Kalau begitu aku pergi" bisik Auris, ia berjalan membelakangi Arsen dan berpapasan namun tidak saling melihat.Arsen memperhatikan gerakan Auris yang berjalan membelakanginya sembari menunduk.Arsen kemudian berkata "Sebaiknya kau dikamar sendiri, jangan sering keluyuran, Auris" Arsen menekankan ucapannya saat menyebut nama Auris, gadis itu sontak melirik dengan kaku."Aku tau" katanya dengan menegapkan tubuhnya tidak membungkukan lagi.Auris menghentakkan kakinya lalu membuka pintu dan menutupnya."Kenapa aku terus bertemu dengannya huh" ucap Auris ia memukul udara melampiaskan kekesalannya.Sedangkan Arsen melanjutkan pekerjaannya untuk memeriksa Ivy yang keadaannya tidak baik."Nona Ivy, istirahat yang cukup dan minum obat secara teratur jangan melewatkannya" pesan Arsen pada Ivy karena mengetahui jika Ivy kemarin melewatkan minum obatnya.Arsen kemudian keluar lalu menatap pintu ruangan Auris, kali ini dia tahu ruangan itu milik gadis tengil yang selalu membuat ulah. Arsen melewati pintu kamar Auris dan melanjutkan tugasnya untuk memeriksa pasiennya.-Aku Doktermu-"Apa?" Auris berteriak tidak percaya pada Bibi Etna."Nona, tenanglah. Dokter Arsen juga adalah dokter hebat" ucap Bibi Mely.Auris menggelengkan kepalanya "Kenapa Dokter Clara melimpahkan tugasnya pada dokter itu bi?""Pihak rumah sakit sudah memilih Dokter Arsen yang paling baik untuk menggantikan Dokter Clara. Bibi mendengar dokter penyakit dalam disini kekurangan orang sedangkan pasien bertambah banyak""Aku tidak mau carikan dokter lain saja" tegas Auris, ia menarik selimut sampai menutupi wajahnya menyembunyikan raut wajah kesalnya."Nona itu tidak bisa, dokter yang lain sudah memegang pasiennya masing-masing. Dan hanya dokter Arsen yang mampu menangani pasien banyak kata suster memberitahukan tadi"Terdengar helaan nafas dari Auris yang masih tidak terima dokter sebaik dokter Clara diganti."Sampaikan pada dokter itu aku tidak mau diperiksa olehnya""Mau tidak mau kau harus diperiksa olehku" ucap seseorang yang baru saja datang ternyata dia sudah mendengar percakapan dua orang itu.Bibi Etna langsung memberi salam pada Dokter Arsen. Sosok dokter yang di hadapannya sangat tampan namun kenapa Auris bilang dia jelek dan kasar.Arsen mendekati Auris lalu membuka selimut itu, ia melihat Auris yang sudah kesal. Arsen tersenyum mencoba bersikap ramah."Nona Auris kau akan pengap jika menutup wajahmu seperti itu" Arsen merapikan selimut Auris gadis itu hanya menatap tajam Arsen.Satu suster yang di belakang Arsen segera mengecek tekanan darah Auris di lengannya."150/72 Dok" ucap suster."Auris Sebaiknya kau harus mengatur emosimu supaya tidak terkena tekanan darah tinggi" ucap Arsen yang tengah sibuk membaca catatan yang dibuat oleh Dokter Clara.Auris melirik bibinya lalu melirik suster yang selalu merawatnya."Suster, kapan Dokter Clara pulang?" tanya Auris yang berharap Dokter Clara pulang segera namun belum sehari dokternya pergi.Suster tersenyum "Dokter Clara tidak bisa dipastikan kapan pulangnya. Nona tenang saja ada Dokter Arsen akan merawatmu " ucapnya.Auris tidak mau mendengarkan jawaban itu yang ingin ia dengar adalah jawaban Dokter Clara segera pulang."Buka mulutmu" titah Arsen lalu Clara menurutinya. Arsen memperhatikan lidah Clara yang menunjukkan dirinya dehidrasi dan panas dalam."Suster pasang infusannya lagi"Auris memegang jas putih Arsen."Aku tidak mau di infus" pinta Auris.Arsen menatap mata itu lalu melirik Suster Anet."Baiklah kalau tidak mau, sebaiknya banyak minum dan jangan banyak bergerak. Tubuhmu masih belum pulih""Baik, Dokter" ucap Auris, Arsen menyembunyikan senyumnya saat Auris memanggilnya Dokter.Arsen mengeluarkan stetoskop dan memeriksa tubuh Auris, ia terkejut dengan detak jantung Auris yang berdetak sangat cepat. Ia mengecek bagian punggung Auris lalu membuat kesimpulan."Apa ada yang dirasa sakit?""Tidak ada"Arsen mengangguk lalu melepaskan stetoskopnya, ia menulis beberapa indikasi dan tambahan obat untuk Auris."Istirahatlah, nanti setiap tiga jam suster akan memeriksa. Jadi jangan kemana-mana" ucap Arsen, Auris mendengar ucapan itu mendesah."Apa kau dengar?""Iya aku dengar dengan jelas""Bagus"Arsen melangkah pergi diikuti suster di belakangnya. Auris menatap kepergian Arsen lalu menggerutu."Tiga jam sekali, apa-apaan. Dokter Clara tidak seketat dan serewel itu" ujar Auris menggerutu, ia membenarkan posisi duduknya. Bibinya yang mendengar ocehan itu tersenyum.Saat berjalan di koridor rumah sakit, ada seorang perawat pria berlari menuju Arsen."Dokter Arsen ada pasien Gawat darurat!" ujar Tomy yang berhenti tepat di depan Arsen."Suster Anet, lanjutkan pekerjaanku nanti aku akan mengecek ulang" titah Arsen pada suster itu.Arsen langsung melangkah cepat menuju ruang operasi.Saat di depan ruang operasi dia di sambut oleh asisten dokter."Pasien mengalami kecelakaan keadaannya kritis dan terjadi pendarahan di otaknya" ujar Dokter Karl.Arsen langsung membuka jas putihnya lalu langsung bersiap melakukan operasi tak lupa menggantinya seragamnya dengan pakaian tindakan atau operation theatre uniforms.Pakaian ini terdiri apron medis, penutup kepala, sarung tangan, serta terusan operasi.Ia mengenakan penutup kepala dan masker kemudian mencuci tangannya dengan anti septik dan mengenakan sarung tangan latex.Pakaiannya berwarna hijau kebiruan dengan lengan pendek memasuki meja operasi. Satu dokter anestesi melaporkan tugasnya.Arsen dibantu dokter bedah profesional melakukan operasi darurat itu.Satu jam berlalu di ruang operasi para dokter tengah sibuk dengan tugasnya, Arsen menggunakan kacamata khusus dan pisau bedah."Mess" ucap Arsen dan dokter perempuan langsung meletakkan pisau mess di tangan Arsen yang sedang fokus dengan selaput.Di luar ruangan operasi Dokter Laura beru saja sampai setelah mendengar kabar bahwa keponakannya kecelakaan mobil dan kritis. Ia bersama ibu Axel menunggu hasil operasi."Bibi tenang, ada Arsen yang menanganinya. Axel akan baik-baik saja" ucap Laura pada ibu Axel yang terlihat khawatir sedikit tenang karena Arsen yang menanganinya.Tiga jam berlalu, Arsen keluar dari ruang operasi. Ia tidak melepaskan penutup kepalanya dan menemui keluarga pasien."Dokter bagaimana operasinya? Apa anakku selamat?" tanya ibu Axel.Arsen menagngguk "Operasinya berjalan lancar, pasien akan segera dipindahkan ke ruangan. Mungkin butuh sehari untuk siuman" ucap Arsen.Laura menghampiri Arsen dan tersenyum "Terimakasi Arsen kau menyelamatkan keponakanku" ucapnya Arsen baru mengetahui jika pasien itu keponakan Laura."Ini semua berkat dirinya sudah melewati operasi" ucap Arsen kemudian dia permisi untuk masuk kembali.Arsen melepaskan penutup kepalanya setelah merapihkan rambutnya setelah itu mengenakan seragamnya berwarna hijau kebiruan. Setelah bersih,Arsen mengambil jas dokternya lalu mengenakannya.Para dokter yang lain membereskan meja operasi dan peralatan lainnya.Arsen berjalan keluar dari ruangan operasi lalu menuju ruangan pribadinya.Di dalam ruangan Arsen duduk di sofa meluruskan kakinya dan beristirahat sejenak. Ia melepaskan maskernya lalu menghirup udara dalam-dalam.Tok tok..."Masuklah"Seorang dokter temannya datang menemui Arsen. Pria itu langsung duduk di hadapan Arsen."Arsen, lama tidak bertemu" ujarnya dengan tersenyum."Iya"Galen menggelengkan kepalanya "Arsen kapan kau tidak dingin seperti ini. Berbicara dengan pria kaku sepertimu membuatku pusing" ucapnya.Arsen tidak memperdulikan ocehan temannya itu."Katakan saja kenapa kau kemari?"Gelen berdiri lalu menunjuk Arsen "Kau?! Tentu saja untuk mengganggumu"Arsen memejamkan matanya sembari bersandar di sofa."Hari ini padat sekali, aku baru saja istirahat dan ternyata bersamaan denganmu. Oh ya Arsen aku dengar keponakan Laura dioperasi olehmu?"Arsen bergumam mengiyakan."Ini kesempatan untuk mendekati Laura karena telat menyelamatkan keponakannya" ujar Galen yang senyam senyum sedangkan Arsen malah diam."Hei Arsen apa kau mendengarkan!" Galen menendang kecil kaki Arsen."Mendengarkanmu""Lalu apa responmu terhadap Laura? Ini kesempatan Arsen""Aku tidak tertarik sama sekali"Galen berdecak "Ck, dokter secantik dan sepintar itu kau menolaknya?""Kau tidak mendengar gosip ya?" celetuk Galen lagi.Arsen membuka matanya lalu menatap Galen."Gosip apa?""Akhirnya kau merespon, aku beritahukan bahwa semua dokter dan perawat sudah tau hubunganmu dan Laura sangat dekat bahkan kalian dijuluki pasangan malaikat" jelas Galen.Arsen mengernyitkan alisnya "Mana ada aku dekat dengannya""Lalu kenapa kalian sering makan bersama dan Laura sering kemari?""Tidak lain untuk membicarakan pekerjaan Galen, kau terlalu jauh" Arsen duduk menyilangkan kakinya."Tapi semua orang bertuju padamu san Laura yang sangat dekat. Dan tidak berani ada yang mendekatimu lagi, sebelumnya kau dokter yang diidolakan banyak suster dan dokter tapi setelah gosip kau dan Laura mereka patah hati dan membuat sebuah grup WA" terang Galen, Arsen yang mendengarnya menggelengkan kepala."Berlebihan sekali""Eits kau belum melihat ya, biar aku tunjukan" Galen mengeluarkan ponselnya lalu memperlihatkan sebuah grup WA yang dibuat oleh para suster."KompahAr" ucap Galen."Komunitas patah hati Arsen" jelas Galen yang menjabarkan kepanjangan grup itu.Arsen berdecak lalu tertawa "Bubarkan grup itu Galen!""Aku bukan adminnya" timpal Galen."Biarkan saja Arsen karena itu menambah citramu sebagai dokter tampan setelahku" Galen tertawa karena menurutnya lebih tampan dirinya daripada Arsen dan Arsen hanya mengiyakan. Padahal Arsen jauh lebih tampan dengan tubuhnya tinggi 187 cm juga rambutnya yang tebal. Wajahnya juga manis sekaligus tampan namun Arsen tidak memperdulikan hal tersebut.Laura berada di ruang rawat inap VVIP bersama ibunya Axel. Nyonya Berlin yang menunggu Axel. Laura datang untuk mengantarkan makanan yang dipesannya untuk Nyonya Berlin."Bibi, makan dulu. Axel nanti juga segera sadar" ucap Laura memberikan keranjang makanan dan menaruhnya di meja."Terimakasih, Laura nanti Bibi akan memakannya""Baik kalau begitu Laura lanjut bekerja dulu. Ayah juga akan kemari menjenguk Axel" ucap Laura sebelum pergi.Hari Arsen mengambil shif malam, ia sedang menunggu pemeriksaan pasien di jam malam sembari meneliti perkembangan pasien. Ia membaca menggunakan kacamata.Dua puluh menit berlalu, hari ini menunjukkan pukul 07.30 pm, Arsen bersiap lebih awal setengah jam dari waktunya pemeriksaan pasien. Arsen melihat arloji yang melingkar di tangannya. Ia melangkah menuju tempat ganti pakaian yang ada di ruangan ini berbentuk skat menggunakan gorden.Semenjak Dokter Clara melimpahkan semua tugas kepadanya, Arsen berusaha membagi waktu.Arsen kini hanya sendirian memeriksa, ia bergegas mengganti bajunya karena baju tadi sudah di pakai dan sedikit berkeringat.Sedangkan di luar ruangannya terlihat Auris sedang berdebat dengan Dokter Galen."Kenapa aku tidak bisa mengganti dokternya?".Gelen terlihat memijit kepalanya "Ya karena tidak bisa nona, sudah ada prosedurnya dan semua dokter sedang sibuk" Galen mencoba memberi pengertian."Aku ingin bertemu dengan Dokter Ares!"Ketika mendengar nama Ares, Galen
Sesampainya di depan pintu ruangan inap itu, Sean mempersiapkan dirinya karena tadi dia buru-buru kemari. Mungkin wajahnya terlihat kusam.Pintu terbuka dari luar, Auris yang sadar langsung menengok. Seketika ekspresi wajah Auris berubah menjadi bahagia. Ia turun dari tempat tidurnya lalu melangkah perlahan menghampiri Sean sedangkan pria itu kemudian tersenyum. Ia menitipkan barang yang ditangannya pada Bibi Etna. Sean merentangkan kedua tanganya langsung memeluk tubuh hangat gadis itu. Begitupun Auris membalas pelukannya Sean menempelkan bibirnya di rambut halus Auris dan menghirup wangi rambutnya. Rasa rindunya begitu mencuat sampai bertemu lagi dengan orang yang dirindukan Sean sangat bahagia, apalagi Auris adalah orang yang pantas menjadi separuh hidupnya.Sean dan Auris sudah sangat mengenal sejak kecil saat usia Auris 8 tahun, Sean yang berusia 11 tahun. Selama kurang lebih 15 tahun mengenal, Auris menganggap Sean orang yang penting dalam hidupnya. Meski beberapa saat mereka b
Semalam Sean sudah tidak sadarkan diri dan tidak ingat lagi langsung terlelap. Auris yang sudah bangun lebih awal memperhatikan Sean yang baru bangun tidur. Sean duduk lalu mengusap wajahnya lalu tersenyum pada Auris."Selama pagi" sapa Sean, Auris menanggapinya dengan tersenyum "Pagi".Pria itu berdiri lalu mendekati Auris, matanya sudah tidak mengantuk dan Semalam Auria juga tidur nyenyak hanya satu kali suster mengontrol saat tengah malam. Sean juga ikut terbangun."Bagaimana keadaanmu?" tanya Sean."Membaik" jawab Auris, Sean tersenyum lalu melihat arloji yang melingkar di tangannya. Ternyata sudah pukul 06.16 am.Di ruang operasi, Arsen tengah memimpin berjalannya operasi pengangkatan batu empedu yang di derita pasien wanita itu. Operasi dilakukan di pagi hari karena hari ini sudah ada 3 pasien yang akan di operasi dan semuanya pasien prioritas. Semalam Arsen pulang pukul 11, dan tadi pukul 5 dia sudah berada di rumah sakit. Arsen sama sekali belum sarapan hanya meneguk segelas a
Dari belakang anak laki-laki muncul seseorang yang langsung menariknya dan menghindari tabrakan.Srakkk.. Mobil muatan banyak itu mengerem sampai berbekas di jalan. Orang-orang refleks berteriak, namun ada satu orang yaitu Sean yang tengah memegang dua minuman itu langsung berlari di seberang sana karena melihat Auris berlari menghadang mobil. Ia meletakkan sembarang minuman itu.Tubuh Auris terguling beberapa kali karena terserempet bagian samping mobil, sampai akhirnya dia bisa menahan anak laki-laki itu agar tidak terluka dalam dekapannya. Keduanya berhasil menghindari hantaman mobil dan anak laki-laki selamat namun Auris meringis kesakitan memegangi perut bagian atas.Anak yang bernama Leo terbangun dan melihat orang yang menyelamatkannya kesakitan. Leo menangis dan merasa bersalah."Kak.. kakak".Beberapa orang berlari menghampiri keduanya namun takut membantu korban kecelakaan. Auris menatap Leo dengan berkaca-kaca, dia juga tersenyum anak itu baik-baik saja."Auris" Sean langsu
Sean menghirup dalam-dalam udara kemudian terdiam sesaat. Kakinya mulai terasa apalagi dengan posisi berdiri seperti ini. Ia menatap Auris lagi dan merasa Auris sedikit mengobatinya meski gadis itu tidak berbuat apa-apa."Pangeran?".Lamunan Sean terbuyar, Auris lalu bertanya "Minumanku dimana? Aku haus"."Maaf, aku akan membelinya nanti ya. Sekarang Tuan putri harus sembuh dulu"Auris terlihat kecewa "Tidak bisa sekarang?""Air putih saja oke. Aku akan mengambilnya""Tuan putriku. Saat aku pergi kau jangan kemana-mana" titah Sean."Iya iya, ayolah nanti aku mati kehausan!" pekik Auris, Sean langsung meminta suster untuk membawa air mineral karena jika harus ke luar, Sean tidak kuat untuk saat ini. Ia menunggu di luar ruangan saja.Sean mengetik sebuah pesan untuk sekretarisnya dan meminta beberapa orang untuk menjaga Auris mengganti menjaganya. Ia terpaksa meninggalkan Auris untuk sesuatu yang penting dan tidak boleh terlambat.Air mineral sudah datang, Sean berterimakasih pada suster
Ketika sampai di Mansion Keluarga Leander, empat perawat langsung menyiapkan brankar tempat tidur lalu Sean dibantu Lian untuk berbaring di sana. Akhirnya sampai juga di sebuah ruangan yang cukup luas disana ada satu dokter laki-laki berumur 40 tahun yang sudah menunggu kedatangan Sean. Dokter pribadinya bernama Dokter Brader Louis, yang selama 8 tahun menangani Sean. Dokter Brader terkenal dengan keahliannya di bidang ortodoks."Selamat malam, Tuan Sean. Saya akan segera melakukan penanganan secepat mungkin dan mengurangi rasa sakitnya" ucap Dokter Brader, Sean mengangguk lalu berkata "Cepatlah aku sudah tidak tahan".Keringat halus memenuhi kening Sean, padahal ruangan ini sangat dingin. Dirinya tengah menahan sakit akibat berlari tadi sore dan menggendong Auris. Sean sudah mengenakan pakaian khusus untuk mendapatkan perawatan. Saat Dokter menaikkan kain yang menutupi kaki Sean, terlihat kaki kanannya dipasang sebuah kaki palsu bionik yang digunakan oleh Sean. "Apa anda membawa be
Rutinitas di pagi hari sebelum pergi ke perusahaan Chintya tengah menyantap sarapannya bersama Tuan George dan Nyonya Aleda Georgia. Ketiganya tengah menyantap dengan keheningan di meja makan keluarga itu."Sean ternyata sudah kembali" ucap Nyonya Aleda, Chintya melirik ibunya."Benarkah Mom?"."Iya namun Sean pulang dalam keadaan sakit" tambah Nyonya Aleda yang menghentikkan suapannya.Tuan George hanya menyimak namun pikirannya terlintas untuk segera menemui Sean membicarakan sebuah investasi.Beberapa menit kemudian suara bel dari pintu utama. Nyonya Aleda segera berdiri untuk melihat siapa yang bertamu, ia melangkah cukup jauh jarak ruang makan antara ruang tamu.Nyonya Aleda membuka pintunya lalu melihat dua orang laki-laki bertubuh tetap dengan mengenakan setelan jas hitam."Selamat pagi, maaf mengganggu kenyamanan dan waktu Nyonya Aleda. Saya kemari karena diperintah oleh Tuan Leander untuk memperingati putri anda agar tidak menghasut dan mendekati Tuan Muda Givano Sean Leander"
Auris tidak memperdulikan siapa yang masuk."Auris kau benar-benar ya" ucap seseorang yang tak lain adalah Chintya."Ada apa? Datang-datang langsung mengomel" "Kau tahu ayah marah padamu" ucap Chintya, Auris menatapnya bingung."Marah? Apa yang membuatnya marah perasaan aku tidak pernah berbicara pada ayah" Auris menghampiri Chintya."Itu semua karena kau yang sudah menggoda Sean untuk menemanimu di sini" ujar Chintya dengan menegaskan perkataannya."Orang suruhan Tuan Leander tadi pagi mendatangi ke rumah dan mengancam jika kau menemuinya lagi maka tidak segan untuk mengusirmu"Chintya menatap rendah Auris, ia juga melihat lengan Auris yang diperban."Sean pulang dengan keadaan tidak baik-baik saja. Yang ingin aku tanyakan adalah apa yang kau perbuat sampai dia terluka?""Sungguh aku tidak mengerti perkataanmu Kak, apa maksudnya aku melukai Sean? Semalam dia pulang tanpa memberitahuku" jelas Auris, Chintya hanya tertawa kecil."Kau berpura-pura bodoh apa memang bodoh?" Chintya menunj
Saat mendengar suara itu, Auris mengedarkan pandangannya mencari sosok suara yang dikenalnya."Sean?" panggil Auris beranjak mencari sumber suara itu, ia sangat yakin pria itu disini.Auris mencari ke sekitar namun tidak menemukannya, Auris berjalan ke lobi namun tidak ada sosok itu.Padahal Sean masih ada mengamatinya tanpa diketahui Auris karena Sean berada di balik garda penyekat ruangan lobi dengan pintu keluar.Sean tidak tega jika harus menemuinya, dia hanya akan menyiksa perasaan Auris. Apalagi Sean mengetahui hari dimana Auris kembali ke rumahnya dan diusir oleh Tuan George.Dirinya merasa sangat bersalah namun tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menebusnya.Auris terlihat kebingungan dan berhenti diantara pintu masuk utama rumah sakit. Saat dia ingin keluar langkahnya terhenti ketika seseorang memanggilnya."Auris sedang apa diluar?" tanya Suster Anet yang kebetulan ada di lobi.Auris menengok ke arah suster dan saat itu juga Sean memilih pergi mengambil kesempatan Auris
"Dokter manis sekali" ucap Auris dengan memegang bibirnya, wajah itu terlihat tanpa bersalah sedangkan Arsen yang jadi korbannya menatap tajam Auris.Di dalam hati Arsen terasa gemuruh yang mencuat dan otaknya tidak bisa menerima kenyataan gadis itu mencuri ciumannya. "Auris kau..."."Maaf dokter aku tidak sengaja" Auris memegang tengkuknya yang tidak gatal."Setelah melakukannya, kau bilang tidak sengaja?!" geram Arsen."Dokter jangan marah, itu adalah ciuman untuk membujukmu".Arsen yang tidak terima dipermainkan oleh Auris segera membalas perbuatan gadis itu.Dengan tubuhnya yang tegap, Arsen menarik tubuh Auris lalu merapatkan ke tembok. Dia mengunci Auris diantara tangannya yang diletakkan di tembok.Auris yang dalam posisi ini merasa tidak nyaman. Ia selalu menghindari kontak mata itu."Apa kau selalu melakukan itu jika membujuk seseorang hmm?" tanya Arsen yang setengah berbisik membuat Auris merinding mendengarnya."Tidak" jawab Auris dengan gugup."Kau berbohong, pasti sudah t
Di lobi perusahaan Aurich Sea Architects, Sean tengah menunggu Lian yang terpaksa kembali lagi ke ruangan untuk mengambil berkas tidak sengaja tertinggal disana. Tidak lama kemudian Lian datang dengan nafasnya sedikit tersekal."Ini Bos" Lian memberikan sebuah map berwarna biru tua itu."Terimakasih" Sean mengambil berkas yang nantinya akan dia analisis terkait kontrak kerjasama dengan sebuah perusahaan The Dreams yang baru ini meminta kerjasama. Keduanya masuk ke mobil yang sudah siap di depan halaman perusahaan.Sean yang sudah bisa berjalan sendiri membuka pintunya dan duduk di kursi belakang sedangkan Lian bersiap untuk mengemudi."Besok kirimkan lagi bunga untuk Auris, ingat jangan sampai bunga itu tersentuh mawar" perintah Sean, diiyakan oleh Lian.Pria itu melihat gemerlip lampu jalanan di malam hari ini. Meski Sean tidak bisa bertemu Auris, dengan mengirimkan buket bunga lily bisa mewakili dirinya. Tapi apakah Auris merindukan sama sepertinya?Kamar 504Setelah diberikan oba
Satu jam berlalu, Auris berniat untuk tidur siang namun dirinya terganggu oleh rasa gatal di sekejur tubuhnya. Dengan tangan kirinya ia berusaha meredakan gatal itu dengan menggaruk area yang gatal.Auris menadahkan kepalanya untuk menggaruk bagian leher dan wajahnya. Lama kelamaan Auris kesal dan tidak mau diam, ia berjalan mondar mandir nengitari ruangannya. Ia melihat keluar tidak ada suster yang lewat. Auris masih bisa tahan dengan rasa gatalnya."Sial, ini sangat menyiksa" geram Auris.Aurir menekan tombol yang ada di dekat tempat tidur untuk memanggil perawat. Ia memilih untuk duduk karena pegal berjalan tapi tangannya masih menggaruk.Pintu ruangannya terbuka, suster Anet datang menghampiri Auris. "Nona Auris ada apa?""Suster bantu aku garuk punggungku" ucap Auris yang berusaha menjangkau punggungnya namun tidak sampai. Suster Anet sedikit heran lalu dia membantu Auris."Tubuhku gatal semua sus" keluh Auris."Apa kamu memakan sesuatu yang membuatmu alergi?" tanya Suster Anet
Ketika dipersimpangan, Arsen berhenti laku berkata pada Laura."Laura kau duluan saja, aku pergi dulu"Terlihat Laura kecewa "Kemana Arsen?"."Masih ada tiga jam jadi aku ingin istirahat dirumah saja" jawab Arsen, Laura paham terlihat juga Arsen kelelahan."Oke kalau begitu sampai jumpa, hati-hati dijalan"Arsen mengangguk sebelum pergi.Di sepanjang perjalanan Arsen menerima panggilan dari ibunya yang merindukannya, akhir pekan jika tidak sibuk Arsen akan mengunjunginya.'Arsen jangan terlalu memporsir tenagamu nak, kau harus istirahat. Suaramu terdengar parau apa kau tidak merasa?' ucap ibunya."Aku baik-baik saja ma sebentar lagi aku akan pulang" 'Baiklah nanti istirahat jangan keluar malam-malam cuacanya tidak bagus'"Hmm, iya" "Dokter Arsen" sapa Dokter Maurin, Arsen menyapanya terdengar oleh sang ibunda.'Siapa tadi?'"Dokter ahli saraf Maurin" beritahu Arsen.'Suaranya terdengar cantik, Arsen ibu meminta kau jangan terlalu fokus pada pekerjaanmu sesekali bersenang-senanglah da
Auris berjalan berjauhan, ia masih kesal dengan Arsen yang memarahinya begitu juga Arsen yang kesal Auris membuat keributan apalagi bersama Galen.Setelah berjalan cukup jauh akhirnya sudah sampai di depan pintu utama ruang radiologi. Arsen membuka pintu dan mencari Dokter Louis.Dokter Louis baru saja keluar dari tempat pemeriksaan. Ia tersenyum melihat Arsen."Dokter Arsen ternyata sudah datang" sapa Dokter Louis.Arsen tersenyum "Bagaimana kabarmu?" tanyanya, keduanya baru bertemu lagi meski satu rumah sakit namun jarang sekali bertemu karena tugas dan kesibukan masing-masing. Jika ada urusan pekerjaan yang terkait akan ada perawat yang menjadi perantara.Keduanya berjabat tangan "Baik meski tubuhku sudah remuk, bagaimana denganmu? Arsen semakin hari sepertinya kau semakin tampan" puji Dokter Louis membuat Auris yang mendengarnya bergedik ngeri.Apa Dokter Louis baru saja memuji seorang pria? "Geli sekali" gumam Auris, Arsen meliriknya."Apa?" tanya Arsen yang sudah menatapnya taj
Sebelum ke rumah sakit keduanya bersiap-siap karena jadwal pemeriksaan Auris ada di jam sembilanan. Arsen yang sudah siap duluan turun dan menunggu Auris sedangkan gadis itu belum ada tanda selesai.Lima belas menit berlalu, Auris tidak kunjung selesai Arsen yang menunggunya sudah tidak sabar lagi. "Auris cepatlah" panggil Arsen, ia tidak menyukai jika menunggu apalagi membuang waktunya.Tidak ada sahutan, Arsen berjalan menaiki tangga. Dirinya yang sudah rapi mengenakan kemeja warna hitam berdasi itu sedangkan Auris belum kunjung selesai.Arsen mengetuk pintu kayu dengan cat putih itu."Auris kau sedang apa?" Arsen mengetuk pintu itu lagi.Tidak suara yang menyahutnya, Arsen menunggu di luar pintu sembari menyandarkan tubuhnya di tembok. Ia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Auris cepatlah nanti kau terlambat" ujar Arsen yang masih bersabar.Sedangkan di dalam, Auris masih mencoba mengeringkan rambutnya dengan susah payah. Ia terlalu fokus dengan keribetan ramb
***Di kediaman keluarga Leander, Sean tengah duduk di depan laptopnya. Kali ini dia tidak mau membuang waktu mencoba memaksimalkan waktunya untuk bekerja. Sean adalah seorang arsitek ternama yang kini menangani pembangunan resort di sebuah pulau. Semenjak kuliah di Berlin, Sean sudah mengeluarkan desain-desain baru yang cukup banyak diminati para kliennya.Meski pikirannya terus tertuju pada Auris, Sean berusaha fokus untuk menyelesaikan semua ini dan menemui Auris. Ia sangat bersalah pada gadis itu.Sean kembali mengambil pena digital di atas layar iPadnya lalu membuat garis melintang. Ia duduk sedikit tidak nyaman di kursi rodanya. Tapi mau bagaimana lagi.Dini hari, Arsen sudah menyelesaikan penanganan darurat ke tiga pasien baru masuk tanpa henti. Semua dokter di kelompoknya sudah bekerja keras dan hampir kewalahan karena salah satu pasien harus dioperasi pengangkatan gumpalan darah di otak.Kini Arsen keluar dari mobil lalu melangkah menuju pintu rumahnya.Arsen mengganti sepatun
Tidak mau berlama-lama berdiri di depan pintu Arsen turun lagi dan mengurungkan niatnya untuk mengganti pakaiannya yang sedikit basah. Arsen memilih menuju kamar tamu, sebelumnya dia membawa sebuah box sedang berisi perkakas.Lengan kemeja putihnya, Arsen gulungkan sampai ke sikut, ia mengecek kran shower. Arsen mencoba untuk memperbaiki sendiri dengan beberapa alar perkakas. Jika ada masalah yang berkaitan dengan rumahnya seperti kran air bocor atau tidak menyala, atap rumah juga. Rumah minimalisnya ini sudah ditempati selama empat tahunan. Kran shower di kamar ini pertama kali tidak berfungsi dengan baik mungkin karena jarang digunakan jadi mudah rusak.Sedangkan di lantai dua, Auris yang ingin mandi menatap takjub ke arah dekat cermin ada sebuah laci yang ditempel di tembok berisi pasta gigi, shampo, krim pencukur, sabun-sabun dan perawatan tubuh lainnya yang berjejer rapi. Auris baru melihat seseorang yang sangat rapi, ia juga tadi memperhatikan rumah ini enak dilihat, rapi dan n