Auris menatap sinis dokter yang sudah mengatainya gila.
"Jangan sembarangan, dia pasienku" ucap Dokter Clara sembari menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, sedangkan Dokter Arsen menatap Auris dengan tatapan yang heran namun ada senangnya bertemu gadis itu lagi."Auristella sedang apa? Kenapa pakaianmu kotor" tanya Dokter Clara, Auris berdiri dan mendekap kucing yang terlihat lemas itu."Aku menyelamatkan kucing ini" jawab Auris lalu menatap satu persatu dokter di hadapannya."Maaf, Dokter Clara. Aku segera kembali" ucap Auris lalu bersiap untuk pergi, ia melangkah menjauhi ke empat dokter."Bau sekali" celetuk Dokter Laura, Arsen terus memandangi gadis itu."Aku pergi dulu" ucap Dokter Clara yang segera menyusul Auris."Pasien Clara, semuanya aneh-aneh, benarkan?"Dokter Laura mencari sosok Arsen yang sudah tidak ada, hanya ada Dokter Louis."Kemana Arsen?""Baru saja pergi" ucap Louis yang menunjuk Arsen sudah ada di dalam rumah sakit terlihat dari jendela.Di tempat lain, Auris tengah mencari tempat untuk kucing yang baru ia selamatkan."Auristella" panggil Dokter Clara, Auris menatapnya."Kenapa kamu sampai kotor-kotoran? Ayo cepat bersihkan dirimu""Sebentar dok, aku mengurus kucing ini dulu" Auris mengusap-usap bulu kucing yang sudah basah dan kedinginan. Tubuh kucing terlihat sangat kurus"Biarkan saja kucingnya pergi, Auris cepet ganti pakaian, pakaianmu basah""Iya sebentar lagi, Dokter Clara aku ingin menghangatkan kucing ini"Dokter Clara memegangi pelipisnya, tiba-tiba datang Dokter Arsen yang sudah membawa sebuah boxs plastik yang dialasi kain. Dokter Clara mengerti, ia pergi meninggalkan keduanya karena ada urusan."Biar aku yang mengurusnya" ucap Arsen pada Auris, gadis itu sedikit terheran Arsen ada disini."Taruh disini nanti aku bersihkan kucingnya" ujar Arsen.Auris menatap pria yang mengenakan masker itu "Apa kau akan membuangnya setelah itu?"Arsen berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Auris."Tidak"Arsen memakaikan masker medis pada Auris dengan perlahan. Gadis itu sedikit terkejut ketika Arsen tidak sengaja menyentuh kulit wajahnya. Wajahnya dengan Arsen begitu dekat, Auris bisa menghirup harumnya tubuh pria itu yang membuatnya rileks.Arsen menjauhkan dirinya setelah memakaikan masker lalu berkata "Hati-hati bulu kucing bisa membuatmu sesak""Apa di rumah sakit ini bisa membawa kucing?" Auris bertanya jika dibolehkan ia ingin membawanya ke kamar inapnya."Tidak boleh" Arsen mengangkat kucing dan menaruhnya di box plastik berukuran cukup besar itu sementara bisa menampung kucing sampai menemukan kandang yang pas."Ares, apa kau mau merawat kucing ini? Rumahmukan besar dan cukup menampungnya?""Tidak mau" tolak Arsen membuat Auris menatapnya tajam."Yasudah kalau tidak mau, jangan sentuh kucingnya. Pergilah""Auris kau gadis yang kurang sopan, aku sudah membantumu membawakan tempat untuk kucing. Kau malah mengusirku" protes Arsen."Satu lagi namaku Arsen, bukan Ares gadis bodoh" ujar Arsen yang ingin sekali mengacak rambut Auris. Gadis itu meski berpenampilan acak-acakan dan kotor namun Arsen masih bisa melihat kecantikan di wajahnya."Terserah aku memanggilmu Ares atau Arsen, itu bukan urusanmu"Arsen tertawa kecil, berapa sih umur gadis ini? Menggemaskan."Oh ya, bisakah nanti kalau aku bertemu denganmu dalam keadaan normal?" tanya Arsen membuat Auris bingung."Maksudmu aku tidak normal?!""Bukan itu, maksudku aku ingin bertemu denganmu dengan keadaan tidak berulah, gadis pengacau!" Arsen terlanjur gemas."Huh""Biar aku yang mengurus kucingnya, kau bersihkan dirimu. Tubuhmu wangi sekali sampai membuatku mual" sindir Arsen, Auris langsung berdiri."Awas kau Arsen!""Sudah sana mandi" usir Arsen, ia menyembunyikan tawanya dengan menunduk. Arsen sudah menebak ekspresi wajah gadis itu yang membara."Kau harus merawat kucingnya!" ucap Auris lalu pergi.Saat Auris sudah tidak ada Arsen membawa kucing itu ke ruangannya untuk dirawat. Untung saja hari ini jadwalnya tidak begitu padat jadi bisa sedikit bersantai.Arsen membawa boxs kucingnya ke ruang kerja, untuk dimandikan dan dirawat olehnya atau jika dia tidak sempat akan menghubungi dokter hewan kenalannya. Kucing warna abu-abu itu terlihat sangat imut. Arsen tersenyum karena kucingnya sangat mirip Auris.***Setelah mandi dengan waktu yang lama akhirnya Auris berganti pakaian sudah wangi. Ia berjalan menuju sofa disana bibinya sedang membereskan meja."Aku takut kucing yang keselamatan tadi pria itu membuangnya" ujar Auris pada bibinya yang sudah mendengar ceritanya."Sepertinya tidak akan ditelantarkan nona""Dia seorang dokter bukan?" tanya Bibi Mely duduk di hadapan Auris."Iyaa dia dokter tapi.. ah yasudah jika aku menemukan dia membuangnya aku akan menghajar wajahnya"Bibi Etna tertawa melihat Auris yang begitu kesal."Nona nanti sebentar lagi akan ada pemeriksaan" beritahu bibinya, Auris menganggu sembari memakan buah apel yang sudah dikupaskan oleh bibinya.Di sebuah ruang rapat para dokter, tengah membahas alternatif pengobatan untuk para pasien di rumah sakit ini khususnya penyakit dalam, pembuluh darah dan jantung.Disana ada Dokter Clara, Dokter Arsen, Dokter Laura, Dokter Louis, dan ada empat dokter lainnya dari Departemen yang sama. Ketua Smith memimpin rapat ini dengan baik dan tertib.Ada penambahan dokter baru dari sebuah universitas yang menitipkan lulusannya di rumah sakit swasta ini yaitu Dokter Liam dan Dokter Regina.Semuanya selesai dibahas dan rapat dibesarkan para dokter keluar ruangan.Arsen yang keluar belakangan di susul oleh Dokter Clara yang menunggunya di dekat pintu."Dokter Arsen, aku ingin membicarakan hal yang kemarin aku sudah singgung" ucap Clara, Arsen berhadapan dengan Clara."Tentang lanjutan kuliahmu?""Iya, aku harap kau menggantikan aku menjadi dokter yang merawat Auris selama aku menuntaskan studiku. Sepertinya kalian saling mengenal dan ini akan memudahkan Auris dalam penyembuhannya dari penyakit gagal jantung" jelas Clara, Arsen menyimak perkataannya."Aku tau dan Dokter Arsen sudah mengetahui, gadis itu memang berbeda dengan pasien lain. Dia terlalu aktif bahkan aku selalu mencari cara untuk mengobatinya. Saat remaja dia memiliki riwayat operasi setelah mengalami kecelakaan tunggal dan dia hampir tidak selamat" jelas Clara, ia sangat kasihan melihat Auris.Arsen yang mendengarnya dengan baik."Baiklah, aku akan mengajukan pada Ketua Smith dan menyampaikan pada pimpinan"."Aku sudah mengurus semuanya, mungkin senin depan Dokter Arsen sudah menerima surat tugas. Berhubung dokter poli penyakit dalam kekurangan dokter dan staff maka dari itu aku mengandalkanmu Dokter mungkin bulan depan sudah ada dokter penyakit dalam. Pihak rumah sakit akan segera mencari" ucap Clara, Arsen mengangguk.Keesokan harinya, Auris membuka pintu ruangan rawat inap yang di seberang kamarnya, ada ruangan seseorang yang sudah menjadi teman di rumah sakit ini. Teman yang baru dikenal disini terlihat akrab dengan Auris."Hei Ivy?" Panggil Auris, gadis yang bernama Ivy tengah sendirian itu menengok."Auris kemarilah" ucap Ivy dengan senang, Auris menutup pintunya lalu berlari memeluk Ivy yang berbaring di ranjang dengan tangannya yang di infus sedangkan Auris tangannya tidak diinfus sudah dua minggu karena dirinya tidak merasa nyaman.Ivy terduduk san menyandarkan tubuhnya, Auris duduk di tepian tempat tidur."Bagaimana kabarmu?".Auris tersenyum "Aku baik, Ivy kau tidak terlihat sehat. Lihatlah wajahmu pucat sekali"Ivy berusaha tersenyum dan menahan rasa sakitnya."Iya aku habis muntah darah tadi pagi" jawabnya membuat Auris khawatir temannya yang mengidap kanker darah itu.Auris kenal Ivy saat dia tidak sengaja bertemu dengan Ivy di IGD di ruangan sama. Keduanya mulai akrab dan sering bersabar melalui pesan lewat ibunya Ivy dan Bibi Mely."Ivy harus kuat, aku akan mendoakan kesehatanmua" ujar Auris."Terimakasih Auris cantik" Ivy tersenyum."Ivy aku mrmbawakanmu sesuatu" Auris merogoh saku bajunya dan mengeluarkan cokelat kotak kecil ada 4 bungkus."Untukmu" Auris memberikan cokelat itu. Ivy menerimanya."Kau tahu aku mengambilnya dari Bibi Mely saat dia tidur kkk" Auris tertawa kecil begitu juga Ivy temannya itu sangat berani dan bar-bar."Aku makan nanti ya soalnya baru saja minum obat dan ibuku sedang membeli makanan""Oke".Auris menatap Ivy yang wajahnya terlihat pucat, bibir Ivy kering dan sedikit pecah-pecah."Aku mendengar kemarin kau habis kotor-kotoran ya?".Auris tersenyum memperlihatkan giginya "Ivy, kau mendengarnya?"."Tentu saja, Ibuku menceritakannya dan tahu dari para suster""Suster?"."Ehm lebih tepatnya Dokter Clara" jawab Ivy, Auris menutupi wajahnya malu."Dimana kucingnya?"."Sudah diambil oleh dokter"."Apa kau dimarahi?".Auris menggeleng "Tidak hanya saja saat aku keluar dari selokan air, sialnya aku keluar tepat di hadapan para dokter yang ada di taman samping" keluh Auris, Ivy tertawa membayangkan Auris saat itu."Pasti malu sekali" ujar Ivy, Auris mengacungkan telunjuknya "Benar".Keduanya tertawa bersama, kedatangan Auris membuat Ivy kembali menemukan seri di wajahnya. Ia sangat terhibur.Pintu ruangan itu terbuka, ada seorang dokter menghampiri keduanya. Ivy tersenyum pada dokter itu sedangkan Auris kaget dan memalingkan wajahnya."Selamat siang Ivy, bagaimana hari ini?" tanya Dokter pria yang tak lain adalah Dokter Arsen. Auris menggigit bibirnya dan menatap ke luar jendela.Arsen yang melihat dari belakang Auris sudah bisa tahu bahwa gadis itu dia."Auris, kenapa?" bisik Ivy, Auris pun berbisik "Apa itu doktermu?"."Iya"."Bukankah Dokter Clara?"."Dokter Arsen juga" tambah Ivy, Auris menghela nafasnya.Auris merasa tidak aman."Kalau begitu aku pergi" bisik Auris, ia berjalan membelakangi Arsen dan berpapasan namun tidak saling melihat.Arsen memperhatikan gerakan Auris yang berjalan membelakanginya sembari menunduk.Arsen kemudian berkata "Sebaiknya kau dikamar sendiri, jangan sering keluyuran, Auris" Arsen menekankan ucapannya saat menyebut nama Auris, gadis itu sontak melirik dengan kaku."Aku tau" katanya dengan menegapkan tubuhnya tidak membungkukan lagi.Auris menghentakkan kakinya lalu membuka pintu dan menutupnya."Kenapa aku terus bertemu dengannya huh" ucap Auris ia memukul udara melampiaskan kekesalannya.Sedangkan Arsen melanjutkan pekerjaannya untuk memeriksa Ivy yang keadaannya tidak baik."Nona Ivy, istirahat yang cukup dan minum obat secara teratur jangan melewatkannya" pesan Arsen pada Ivy karena mengetahui jika Ivy kemarin melewatkan minum obatnya.Arsen kemudian keluar lalu menatap pintu ruangan Auris, kali ini dia tahu ruangan itu milik gadis tengil yang selalu me
Hari Arsen mengambil shif malam, ia sedang menunggu pemeriksaan pasien di jam malam sembari meneliti perkembangan pasien. Ia membaca menggunakan kacamata.Dua puluh menit berlalu, hari ini menunjukkan pukul 07.30 pm, Arsen bersiap lebih awal setengah jam dari waktunya pemeriksaan pasien. Arsen melihat arloji yang melingkar di tangannya. Ia melangkah menuju tempat ganti pakaian yang ada di ruangan ini berbentuk skat menggunakan gorden.Semenjak Dokter Clara melimpahkan semua tugas kepadanya, Arsen berusaha membagi waktu.Arsen kini hanya sendirian memeriksa, ia bergegas mengganti bajunya karena baju tadi sudah di pakai dan sedikit berkeringat.Sedangkan di luar ruangannya terlihat Auris sedang berdebat dengan Dokter Galen."Kenapa aku tidak bisa mengganti dokternya?".Gelen terlihat memijit kepalanya "Ya karena tidak bisa nona, sudah ada prosedurnya dan semua dokter sedang sibuk" Galen mencoba memberi pengertian."Aku ingin bertemu dengan Dokter Ares!"Ketika mendengar nama Ares, Galen
Sesampainya di depan pintu ruangan inap itu, Sean mempersiapkan dirinya karena tadi dia buru-buru kemari. Mungkin wajahnya terlihat kusam.Pintu terbuka dari luar, Auris yang sadar langsung menengok. Seketika ekspresi wajah Auris berubah menjadi bahagia. Ia turun dari tempat tidurnya lalu melangkah perlahan menghampiri Sean sedangkan pria itu kemudian tersenyum. Ia menitipkan barang yang ditangannya pada Bibi Etna. Sean merentangkan kedua tanganya langsung memeluk tubuh hangat gadis itu. Begitupun Auris membalas pelukannya Sean menempelkan bibirnya di rambut halus Auris dan menghirup wangi rambutnya. Rasa rindunya begitu mencuat sampai bertemu lagi dengan orang yang dirindukan Sean sangat bahagia, apalagi Auris adalah orang yang pantas menjadi separuh hidupnya.Sean dan Auris sudah sangat mengenal sejak kecil saat usia Auris 8 tahun, Sean yang berusia 11 tahun. Selama kurang lebih 15 tahun mengenal, Auris menganggap Sean orang yang penting dalam hidupnya. Meski beberapa saat mereka b
Semalam Sean sudah tidak sadarkan diri dan tidak ingat lagi langsung terlelap. Auris yang sudah bangun lebih awal memperhatikan Sean yang baru bangun tidur. Sean duduk lalu mengusap wajahnya lalu tersenyum pada Auris."Selama pagi" sapa Sean, Auris menanggapinya dengan tersenyum "Pagi".Pria itu berdiri lalu mendekati Auris, matanya sudah tidak mengantuk dan Semalam Auria juga tidur nyenyak hanya satu kali suster mengontrol saat tengah malam. Sean juga ikut terbangun."Bagaimana keadaanmu?" tanya Sean."Membaik" jawab Auris, Sean tersenyum lalu melihat arloji yang melingkar di tangannya. Ternyata sudah pukul 06.16 am.Di ruang operasi, Arsen tengah memimpin berjalannya operasi pengangkatan batu empedu yang di derita pasien wanita itu. Operasi dilakukan di pagi hari karena hari ini sudah ada 3 pasien yang akan di operasi dan semuanya pasien prioritas. Semalam Arsen pulang pukul 11, dan tadi pukul 5 dia sudah berada di rumah sakit. Arsen sama sekali belum sarapan hanya meneguk segelas a
Dari belakang anak laki-laki muncul seseorang yang langsung menariknya dan menghindari tabrakan.Srakkk.. Mobil muatan banyak itu mengerem sampai berbekas di jalan. Orang-orang refleks berteriak, namun ada satu orang yaitu Sean yang tengah memegang dua minuman itu langsung berlari di seberang sana karena melihat Auris berlari menghadang mobil. Ia meletakkan sembarang minuman itu.Tubuh Auris terguling beberapa kali karena terserempet bagian samping mobil, sampai akhirnya dia bisa menahan anak laki-laki itu agar tidak terluka dalam dekapannya. Keduanya berhasil menghindari hantaman mobil dan anak laki-laki selamat namun Auris meringis kesakitan memegangi perut bagian atas.Anak yang bernama Leo terbangun dan melihat orang yang menyelamatkannya kesakitan. Leo menangis dan merasa bersalah."Kak.. kakak".Beberapa orang berlari menghampiri keduanya namun takut membantu korban kecelakaan. Auris menatap Leo dengan berkaca-kaca, dia juga tersenyum anak itu baik-baik saja."Auris" Sean langsu
Sean menghirup dalam-dalam udara kemudian terdiam sesaat. Kakinya mulai terasa apalagi dengan posisi berdiri seperti ini. Ia menatap Auris lagi dan merasa Auris sedikit mengobatinya meski gadis itu tidak berbuat apa-apa."Pangeran?".Lamunan Sean terbuyar, Auris lalu bertanya "Minumanku dimana? Aku haus"."Maaf, aku akan membelinya nanti ya. Sekarang Tuan putri harus sembuh dulu"Auris terlihat kecewa "Tidak bisa sekarang?""Air putih saja oke. Aku akan mengambilnya""Tuan putriku. Saat aku pergi kau jangan kemana-mana" titah Sean."Iya iya, ayolah nanti aku mati kehausan!" pekik Auris, Sean langsung meminta suster untuk membawa air mineral karena jika harus ke luar, Sean tidak kuat untuk saat ini. Ia menunggu di luar ruangan saja.Sean mengetik sebuah pesan untuk sekretarisnya dan meminta beberapa orang untuk menjaga Auris mengganti menjaganya. Ia terpaksa meninggalkan Auris untuk sesuatu yang penting dan tidak boleh terlambat.Air mineral sudah datang, Sean berterimakasih pada suster
Ketika sampai di Mansion Keluarga Leander, empat perawat langsung menyiapkan brankar tempat tidur lalu Sean dibantu Lian untuk berbaring di sana. Akhirnya sampai juga di sebuah ruangan yang cukup luas disana ada satu dokter laki-laki berumur 40 tahun yang sudah menunggu kedatangan Sean. Dokter pribadinya bernama Dokter Brader Louis, yang selama 8 tahun menangani Sean. Dokter Brader terkenal dengan keahliannya di bidang ortodoks."Selamat malam, Tuan Sean. Saya akan segera melakukan penanganan secepat mungkin dan mengurangi rasa sakitnya" ucap Dokter Brader, Sean mengangguk lalu berkata "Cepatlah aku sudah tidak tahan".Keringat halus memenuhi kening Sean, padahal ruangan ini sangat dingin. Dirinya tengah menahan sakit akibat berlari tadi sore dan menggendong Auris. Sean sudah mengenakan pakaian khusus untuk mendapatkan perawatan. Saat Dokter menaikkan kain yang menutupi kaki Sean, terlihat kaki kanannya dipasang sebuah kaki palsu bionik yang digunakan oleh Sean. "Apa anda membawa be
Rutinitas di pagi hari sebelum pergi ke perusahaan Chintya tengah menyantap sarapannya bersama Tuan George dan Nyonya Aleda Georgia. Ketiganya tengah menyantap dengan keheningan di meja makan keluarga itu."Sean ternyata sudah kembali" ucap Nyonya Aleda, Chintya melirik ibunya."Benarkah Mom?"."Iya namun Sean pulang dalam keadaan sakit" tambah Nyonya Aleda yang menghentikkan suapannya.Tuan George hanya menyimak namun pikirannya terlintas untuk segera menemui Sean membicarakan sebuah investasi.Beberapa menit kemudian suara bel dari pintu utama. Nyonya Aleda segera berdiri untuk melihat siapa yang bertamu, ia melangkah cukup jauh jarak ruang makan antara ruang tamu.Nyonya Aleda membuka pintunya lalu melihat dua orang laki-laki bertubuh tetap dengan mengenakan setelan jas hitam."Selamat pagi, maaf mengganggu kenyamanan dan waktu Nyonya Aleda. Saya kemari karena diperintah oleh Tuan Leander untuk memperingati putri anda agar tidak menghasut dan mendekati Tuan Muda Givano Sean Leander"
Saat mendengar suara itu, Auris mengedarkan pandangannya mencari sosok suara yang dikenalnya."Sean?" panggil Auris beranjak mencari sumber suara itu, ia sangat yakin pria itu disini.Auris mencari ke sekitar namun tidak menemukannya, Auris berjalan ke lobi namun tidak ada sosok itu.Padahal Sean masih ada mengamatinya tanpa diketahui Auris karena Sean berada di balik garda penyekat ruangan lobi dengan pintu keluar.Sean tidak tega jika harus menemuinya, dia hanya akan menyiksa perasaan Auris. Apalagi Sean mengetahui hari dimana Auris kembali ke rumahnya dan diusir oleh Tuan George.Dirinya merasa sangat bersalah namun tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menebusnya.Auris terlihat kebingungan dan berhenti diantara pintu masuk utama rumah sakit. Saat dia ingin keluar langkahnya terhenti ketika seseorang memanggilnya."Auris sedang apa diluar?" tanya Suster Anet yang kebetulan ada di lobi.Auris menengok ke arah suster dan saat itu juga Sean memilih pergi mengambil kesempatan Auris
"Dokter manis sekali" ucap Auris dengan memegang bibirnya, wajah itu terlihat tanpa bersalah sedangkan Arsen yang jadi korbannya menatap tajam Auris.Di dalam hati Arsen terasa gemuruh yang mencuat dan otaknya tidak bisa menerima kenyataan gadis itu mencuri ciumannya. "Auris kau..."."Maaf dokter aku tidak sengaja" Auris memegang tengkuknya yang tidak gatal."Setelah melakukannya, kau bilang tidak sengaja?!" geram Arsen."Dokter jangan marah, itu adalah ciuman untuk membujukmu".Arsen yang tidak terima dipermainkan oleh Auris segera membalas perbuatan gadis itu.Dengan tubuhnya yang tegap, Arsen menarik tubuh Auris lalu merapatkan ke tembok. Dia mengunci Auris diantara tangannya yang diletakkan di tembok.Auris yang dalam posisi ini merasa tidak nyaman. Ia selalu menghindari kontak mata itu."Apa kau selalu melakukan itu jika membujuk seseorang hmm?" tanya Arsen yang setengah berbisik membuat Auris merinding mendengarnya."Tidak" jawab Auris dengan gugup."Kau berbohong, pasti sudah t
Di lobi perusahaan Aurich Sea Architects, Sean tengah menunggu Lian yang terpaksa kembali lagi ke ruangan untuk mengambil berkas tidak sengaja tertinggal disana. Tidak lama kemudian Lian datang dengan nafasnya sedikit tersekal."Ini Bos" Lian memberikan sebuah map berwarna biru tua itu."Terimakasih" Sean mengambil berkas yang nantinya akan dia analisis terkait kontrak kerjasama dengan sebuah perusahaan The Dreams yang baru ini meminta kerjasama. Keduanya masuk ke mobil yang sudah siap di depan halaman perusahaan.Sean yang sudah bisa berjalan sendiri membuka pintunya dan duduk di kursi belakang sedangkan Lian bersiap untuk mengemudi."Besok kirimkan lagi bunga untuk Auris, ingat jangan sampai bunga itu tersentuh mawar" perintah Sean, diiyakan oleh Lian.Pria itu melihat gemerlip lampu jalanan di malam hari ini. Meski Sean tidak bisa bertemu Auris, dengan mengirimkan buket bunga lily bisa mewakili dirinya. Tapi apakah Auris merindukan sama sepertinya?Kamar 504Setelah diberikan oba
Satu jam berlalu, Auris berniat untuk tidur siang namun dirinya terganggu oleh rasa gatal di sekejur tubuhnya. Dengan tangan kirinya ia berusaha meredakan gatal itu dengan menggaruk area yang gatal.Auris menadahkan kepalanya untuk menggaruk bagian leher dan wajahnya. Lama kelamaan Auris kesal dan tidak mau diam, ia berjalan mondar mandir nengitari ruangannya. Ia melihat keluar tidak ada suster yang lewat. Auris masih bisa tahan dengan rasa gatalnya."Sial, ini sangat menyiksa" geram Auris.Aurir menekan tombol yang ada di dekat tempat tidur untuk memanggil perawat. Ia memilih untuk duduk karena pegal berjalan tapi tangannya masih menggaruk.Pintu ruangannya terbuka, suster Anet datang menghampiri Auris. "Nona Auris ada apa?""Suster bantu aku garuk punggungku" ucap Auris yang berusaha menjangkau punggungnya namun tidak sampai. Suster Anet sedikit heran lalu dia membantu Auris."Tubuhku gatal semua sus" keluh Auris."Apa kamu memakan sesuatu yang membuatmu alergi?" tanya Suster Anet
Ketika dipersimpangan, Arsen berhenti laku berkata pada Laura."Laura kau duluan saja, aku pergi dulu"Terlihat Laura kecewa "Kemana Arsen?"."Masih ada tiga jam jadi aku ingin istirahat dirumah saja" jawab Arsen, Laura paham terlihat juga Arsen kelelahan."Oke kalau begitu sampai jumpa, hati-hati dijalan"Arsen mengangguk sebelum pergi.Di sepanjang perjalanan Arsen menerima panggilan dari ibunya yang merindukannya, akhir pekan jika tidak sibuk Arsen akan mengunjunginya.'Arsen jangan terlalu memporsir tenagamu nak, kau harus istirahat. Suaramu terdengar parau apa kau tidak merasa?' ucap ibunya."Aku baik-baik saja ma sebentar lagi aku akan pulang" 'Baiklah nanti istirahat jangan keluar malam-malam cuacanya tidak bagus'"Hmm, iya" "Dokter Arsen" sapa Dokter Maurin, Arsen menyapanya terdengar oleh sang ibunda.'Siapa tadi?'"Dokter ahli saraf Maurin" beritahu Arsen.'Suaranya terdengar cantik, Arsen ibu meminta kau jangan terlalu fokus pada pekerjaanmu sesekali bersenang-senanglah da
Auris berjalan berjauhan, ia masih kesal dengan Arsen yang memarahinya begitu juga Arsen yang kesal Auris membuat keributan apalagi bersama Galen.Setelah berjalan cukup jauh akhirnya sudah sampai di depan pintu utama ruang radiologi. Arsen membuka pintu dan mencari Dokter Louis.Dokter Louis baru saja keluar dari tempat pemeriksaan. Ia tersenyum melihat Arsen."Dokter Arsen ternyata sudah datang" sapa Dokter Louis.Arsen tersenyum "Bagaimana kabarmu?" tanyanya, keduanya baru bertemu lagi meski satu rumah sakit namun jarang sekali bertemu karena tugas dan kesibukan masing-masing. Jika ada urusan pekerjaan yang terkait akan ada perawat yang menjadi perantara.Keduanya berjabat tangan "Baik meski tubuhku sudah remuk, bagaimana denganmu? Arsen semakin hari sepertinya kau semakin tampan" puji Dokter Louis membuat Auris yang mendengarnya bergedik ngeri.Apa Dokter Louis baru saja memuji seorang pria? "Geli sekali" gumam Auris, Arsen meliriknya."Apa?" tanya Arsen yang sudah menatapnya taj
Sebelum ke rumah sakit keduanya bersiap-siap karena jadwal pemeriksaan Auris ada di jam sembilanan. Arsen yang sudah siap duluan turun dan menunggu Auris sedangkan gadis itu belum ada tanda selesai.Lima belas menit berlalu, Auris tidak kunjung selesai Arsen yang menunggunya sudah tidak sabar lagi. "Auris cepatlah" panggil Arsen, ia tidak menyukai jika menunggu apalagi membuang waktunya.Tidak ada sahutan, Arsen berjalan menaiki tangga. Dirinya yang sudah rapi mengenakan kemeja warna hitam berdasi itu sedangkan Auris belum kunjung selesai.Arsen mengetuk pintu kayu dengan cat putih itu."Auris kau sedang apa?" Arsen mengetuk pintu itu lagi.Tidak suara yang menyahutnya, Arsen menunggu di luar pintu sembari menyandarkan tubuhnya di tembok. Ia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Auris cepatlah nanti kau terlambat" ujar Arsen yang masih bersabar.Sedangkan di dalam, Auris masih mencoba mengeringkan rambutnya dengan susah payah. Ia terlalu fokus dengan keribetan ramb
***Di kediaman keluarga Leander, Sean tengah duduk di depan laptopnya. Kali ini dia tidak mau membuang waktu mencoba memaksimalkan waktunya untuk bekerja. Sean adalah seorang arsitek ternama yang kini menangani pembangunan resort di sebuah pulau. Semenjak kuliah di Berlin, Sean sudah mengeluarkan desain-desain baru yang cukup banyak diminati para kliennya.Meski pikirannya terus tertuju pada Auris, Sean berusaha fokus untuk menyelesaikan semua ini dan menemui Auris. Ia sangat bersalah pada gadis itu.Sean kembali mengambil pena digital di atas layar iPadnya lalu membuat garis melintang. Ia duduk sedikit tidak nyaman di kursi rodanya. Tapi mau bagaimana lagi.Dini hari, Arsen sudah menyelesaikan penanganan darurat ke tiga pasien baru masuk tanpa henti. Semua dokter di kelompoknya sudah bekerja keras dan hampir kewalahan karena salah satu pasien harus dioperasi pengangkatan gumpalan darah di otak.Kini Arsen keluar dari mobil lalu melangkah menuju pintu rumahnya.Arsen mengganti sepatun
Tidak mau berlama-lama berdiri di depan pintu Arsen turun lagi dan mengurungkan niatnya untuk mengganti pakaiannya yang sedikit basah. Arsen memilih menuju kamar tamu, sebelumnya dia membawa sebuah box sedang berisi perkakas.Lengan kemeja putihnya, Arsen gulungkan sampai ke sikut, ia mengecek kran shower. Arsen mencoba untuk memperbaiki sendiri dengan beberapa alar perkakas. Jika ada masalah yang berkaitan dengan rumahnya seperti kran air bocor atau tidak menyala, atap rumah juga. Rumah minimalisnya ini sudah ditempati selama empat tahunan. Kran shower di kamar ini pertama kali tidak berfungsi dengan baik mungkin karena jarang digunakan jadi mudah rusak.Sedangkan di lantai dua, Auris yang ingin mandi menatap takjub ke arah dekat cermin ada sebuah laci yang ditempel di tembok berisi pasta gigi, shampo, krim pencukur, sabun-sabun dan perawatan tubuh lainnya yang berjejer rapi. Auris baru melihat seseorang yang sangat rapi, ia juga tadi memperhatikan rumah ini enak dilihat, rapi dan n