Share

Tamara

Jam menunjukkan pukul 07.30. Sinar mentari pagi masuk lewat celah jendela kamar bernuansa cokelat muda itu. Membuat siapa saja yang melihat akan menyipitkan mata karena silau. Bagaimana tidak silau, kamar itu dibuat menghadap matahari terbit. Jadi sangat hangat ketika pagi. Gadis pemilik nama Tamara Andira masih nyaman bercengkrama dengan selimut yang membungkusnya seperti daun pisang di lemper ayam.

Tamara adalah seorang mahasiswa semester 5 jurusan sastra indonesia di salah satu universitas swasta di Jakarta. Ia tinggal dengan Bundanya seorang, ia tidak memiliki saudara kandung, dan sang Ayah pun sudah meninggal karena kecelakaan. Ia sering merasa kesepian, Bundanya seorang wanita karir yang tidak biasa dirumah. Ia berfikir jika ia memiliki seorang kekasih maka hidupnya akan lebih berwarna. Nyatanya ia selalu gagal dalam urusan asmara. Yang membuat heran dirinya tak pernah jera.

Gadis ini mudah sekali jatuh hati, tapi jika punya satu pujaan hati, ia akan berjuang untuk hubungannya sendiri. Maka dari itu ia seringkali dicampakkan oleh pria, tak heran ia seringkali dijadikan objek main main oleh beberapa pria. Namun saat ini ia sedang mengencani seorang pria di kampusnya, yang notabenenya adalah anak dari rektornya. Arga Putra Ken adalah kekasihnya yang manipulatif tetapi tetap tidak bisa dilepas gadis itu. Entah kecintaannya mengalahkan rasa kesalnya tiap kali mengalah dengan kekasihnya atau memang takut hidupnya akan kesepian. Ya, Tamara tidak ingin merasa kesepian. Tamara dan Arga sudah menjalin hubungan kurang lebih dua tahun. Sejak mereka masuk ke kampus ini.

Tamara terlihat bergerak gerak tak nyaman dalam selimut, matahari terlalu berani menyilaukan wajah cantiknya. Ia membuka mata perlahan sambil mengucek matanya yang besar.

"HOAMM, HAH JAM BERAPA INI?!?! TELAT DONG GUE?" Teriaknya menggema. Pandanggannya melihat ke arah alarm yang sudah retak sana sini, akibat terlalu sering dianiaya oleh pemiliknya. Gadis pemilik nama Tamara itu rupanya sudah terbiasa telat. Maklum karena ia sering sendirian ketimbang bersama Bundanya. Jadi tidak ada yang bisa diandalkan untuk membangunkan tidur cantiknya. 

Ia lekas bangun dari ranjang ukuran queen sizenya, dan berlari ke kamar mandi yang terletak di pojok kamar cokelatnya. Oh, sebelum sampai pintu ia sudah jatuh tengkurap karena kepleset kabel chargernya. Mengingat semalam ia tidak langsung membersihkan kamarnya setelah menemukan ponselnya.

Ceroboh adalah julukan gadis ini, entah sudah berapa kali ia jatuh tetap saja tidak lebih hati hati. Tak lama ia berteriak sambil mengumpat. 

"Sial! SIAPA SIH YANG NARO KABEL DISINI HAH?!?!"

"Yeh Tamara dodol kan lo sendiri yang naro" ujarnya sambil meringis polos. Tanpa babibu ia pergi ke kamar mandi. Menghabiskan waktu 15 menit ia membersihkan diri. Tibalah ia di depan meja rias kesayangannya. 

"Gue jelek banget ga sih? Pantes aja tuh buaya pada ninggalin gue"  Ujarnya sedih. Sudah terlambat tapi masih sempat saja insecure. Sembari jarinya yang mungil menyisir rambut yang ikal bergelombang diujung.

"Peduli amat. Gue juga muak sama diri sendiri kok." Setelah selesai memoles tipis make up, ia mengambil tote bag dinosaurusnya. Lalu langsung keluar dari rumahnya. Hari ini dia pergi menggunakan bus, karena Arga sibuk mengurus event fakultasnya pagi ini. Jadi Tamara disuruh naik Bus saja.

"Aduh mana nih bus nya kok gaada yang lewat? Udah jam berapa ini. Mampus deh gue kena omelan pak Agung kalo sampe telat. Ah kenapa gue ga coba hubungin Renata ya?" Gadis itu menekan tombol bertuliskan Renata di ponselnya.

Nada tersambung. Tak lama ada suara disana.

"Halo? Woi Tam! Lagi dimana lo?! Ini gue izin ke toilet matkul Pak Agung." 

"Kayanya gue bolos dulu deh. Soalnya belum sampe kampus Ren. Ini Bus nya ga muncul muncul daritadi. Lo tau kan, gue tinggal sendiri. Bunda lagi ada kerjaan di luar kota. Jadi gue ikut matkul selanjutnya aja ya. Oh iya, tolong catetin materi hari ini ya Renata cantikkk." Dengan jurus merayu nya akhirnya ia berhasil meyakinkan Renata.

"Kan mulai kan, bawa bawa aja hidup lo yang menyedihkan biar gue luluh. Ck iya iya tapi janji jangan kemana mana. Abis nemu busnya langsung ke kampus ya?"

"Siap boss." Ia tersenyum meringis. Untung teman baiknya anak rajin di kelasnya, jadi ia bisa meminjam catatannya. Tiba lah ia sendirian duduk di halte. Bus yang ditunggu terlihat di kejauhan. Mata bulatnya berbinar, lucu.

"Akhirnya!" Dengan semangat ia mengejar bus yang bahkan belum sampai ditempatnya berdiri. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke kampusnya. Selama perjalanan Tamara hanya diam menikmati ramainya jalan di Jakarta. Tak terasa kampusnya sudah ada didepan. Ia langsung turun begitu sudah sampai.

Hari sudah mulai terik, kampus nya terlihat ramai. Rupanya anak fakultas ekonomi sedang sibuk mengadakan event bazar. Tamara tidak tertarik dengan apa yang ada didepannya. Akhirnya ia pergi duduk di halaman luas milik fakultas hukum. Membuka ponselnya, Tamara mencari nomor Renata. Untuk bilang ia sudah disini, dan Renata suruh menghampirinya. 

"Halo Renata? Gue udah di kampus nih. Lo kesini aja, gue ada di fakultas hukum. Udah selesai kelas kan? Gue males banget jalan kesana. Terlalu ramai sama anak fakul ekonomi nih. Banyak temen temen Arga. Nanti gue di ledekin." Ujarnya malas. Arga memang mahasiswa dari fakultas ekonomi, tepatnya manajemen. Dan banyak sekali cewek yang tidak kalah cantik dengan Tamara yang mengincar Arga dan berharap mereka putus secepatnya. Hanya saja Tamara sering merasa insecure, dengan teman temannya. Padahal ia cantik. Itulah sebabnya kenapa ia sangat malas lewat fakultas ekonomi. Apalagi sedang ramai seperti ini.

Renata berjalan dengan anggun dari kejauhan. Berbeda dengan Tamara, yang style jalannya sangat ceroboh. Orang bisa saja mengaggap dirinya boneka gelembung (yang biasanya ada di toko ponsel untuk promosi) yang letoy karena keseringan jatuh. Terlihat jelas ketika Renata jalan didepan beberapa laki laki, mereka sempat takjub karena kecantikan gadis ini. Tapi sayangnya ia sudah punya pujaan hati. Wah betapa beruntungnya kekasih Renata itu. Sudah pintar, cantik, baik siapa laki laki yang tidak jatuh hati? berbeda dengan dirinya yang jauh dari kata sempurna (pikir Tamara sedih.) Tapi ia sangat sayang dengan sahabat baiknya itu. Renata tidak pernah pilih pilih soal teman, itulah kenapa ia sangat populer di kampus kami.

"Woi! bengong aja lo. Ati ati kesambet. Katanya disini ada setan Belanda yang jadi penunggu. Kata orang orang setannya cowok, mana ganteng Tam. Lo gamau kenalan gitu?" Menepuk pundak Tamara kencang.

"Anjirt Renata kaget. Emang ye tuh mulut belom aja gue kasih ranjau. Setan nya juga paling naksir ke elu Ren. Liat apa, tadi aja cowok cowok depan lo yang lo lewatin pada bengong. Buat lo aja setannya, jadiin cadangan sist." 

\\pletakkkk\\ Tangan cantik milik Renata jatuh ke kepala Tamara.

"Ngawur banget ye ni anak. Nih catetannya tuan putri. Jangan sampe basah, lecek, sobek. Atau nyawa lo ilang. Jam 10 kita ada kelas. Gausah bolos lagi lo." Renata menyerahkan binder kesayangannya. 

"Siap boss! Thanks ya Ren, gue akan jaga nih binder dengan segenap jiwa raga. Tetap tenang tadi tuh gara gara Bus nya lama banget ga lewat lewat. Makanya lama. Btw tadi ada yg nanyain gue ga?"

"Ga ada lah, emang sapa yang mau nanyain lo? hah? Emang Arga kemana? Tumben banget tuan putri naik Bus."

"Aish. Tuh liat, hari ini ada acara di fakultas ekonomi jadi dia panitia nya. Mana sempet jemput gue."

"Oalah, kasiannya cup cup cup. Yaudah ayok kita balik ke kelas. Bentar lagi kelas siang bakal mulai." Renata dengan semangatnya menarik tangan mungil Tamara. 

"Buset deh, semangat amat mba. Bentar dulu gue agak mager lewat situ. Harus siapin mental dulu ini." Gadis itu menarik nafas dan membuangnya kasar, gugup. Walaupun sudah dua tahun ia menjadi kekasih Arga yang notabenenya termasuk cowok populer seantero kampus, ia tetep saja masih merasa tak percaya diri. Bukan karena kekayaan, Jangan salah, keluarga besar Tamara juga termasuk orang berada. Dirinya hanya merasa kurang pantas soal penampilan didepan teman teman Arga, yang rata rata modis dan good looking.

"Yaelah, disana kan ada Arga, kenapa lo mendadak ciut gini sih? Kan udah gue bilang Tamara, kalo lo itu cantik. Lo apa adanya. Jadi gausah minder sayang." Ujar Renata pergi meninggalkan Tamara perlahan. 

"Ih engga gitu. Tungguin woi Renata!!"

Tamara berdiri dari bangkunya. Berkali kali meyakinkan diri, akhirnya ia mulai berjalan mengikuti Renata. Langkahnya terengah engah, mengejar kaki jenjang Renata. Sampai di fakultas ekonomi, ia bertabrakan dengan Arga yang sedang membawa beberapa kertas. Kertas yang dibawa Arga jatuh berserakan di aspal. Buru buru Tamara menunduk sambil memungut kertas kertas itu, ia belum sadar yang ditrabraknya adalah kekasihnya. Tiba tiba ada yang menyentil dahinya.

"AWW." Tamara mendongakkan kepalanya perlahan, wajah tampan Arga tepat di depannya. mata mereka pun bertemu. 

"Aish dasar ceroboh. Kamu gapapa kan? Pelan pelan dong cantik." Arga mengusap lembut dahi gadis itu yang bekas ia sentil, sembari membantunya berdiri. Tamara masih terdiam ditempatnya. Antara terpesona dan malu. Inilah salah satu yang membuat ia jatuh hati ratusan kali terhadap Arga disamping sifat dominannya yang menyebalkan. Makanya ia berfikir berulang kali untuk melepasnya.

"Eh? Aku gapapa kok ga. Hehe biasalah, kayanya dunia bakal tsunami kalo aku ga jatoh sehari. Kamu masih sibuk kan? Gih sana." Tamara mencoba mengalihkan topik agar ia bisa kabur dari tempat ini. Karena mereka sekarang menjadi pusat perhatian. 

Para wanita memandang iri ke arahnya, ada juga yang melempar tatapan sinis yang bersiap membunuh. Padahal Tamara kekasih Arga. Terlihat pula teman teman Arga yang sibuk menjahili mereka berdua.

"Ekhem, ceritanya gue lagi nonton drama korea versi bandung nih?" Cowok yang akrab dipanggil Vino itu melemparkan ledekannya. Yang diledek tenang tenang saja. Tamara yang sudah panas dingin sangat tidak nyaman di posisinya sekarang. Oh jangan tanya kemana Renata, ia sudah tiba dahulu di kelas.

"Heh, diem gak?! Cewek gue ga nyaman. Ayo Tam aku anter kamu ke kelas. Ada kelas kan?" Pria itu menarik pelan tangan mungil Tamara. Disentak Tamara lembut.

"Gausah ga, aku tau kamu lagi repot. Udah yaa, nanti kita ketemu lagi kalo kamu senggang." ujarnya sambil pergi meninggalkan Arga.

"SEMANGAT TAMARA!!!" Ucapnya berteriak. Tamara merasa malu, ia berlari menggunakan jurus seribu bayangan seperti dikejar zombie. Ketika sampai di kelas, ia langsung duduk disamping Renata. Renata menatapnya acuh tak acuh. Ia sedang fokus dengan buku yang sedang ia baca. 

"Sialan lo Ren, pake ninggalin segala. Gue tadi nabrak Arga. Trus jadi pusat perhatian. Mana tadi Arga sweet banget lagi. Gimana bisa gue ninggalin dia?"

Renata menutup bukunya, menggeser kursinya menghadap Tamara dengan raut wajah kesalnya.

"Kan mulai lagi, lo pernah bilang ke gue kalo Arga marah kek orang ga waras. trus sekarang lo jatoh sama perlakuan manis dia lagi? Ck ck ga abis pikir. Dahlah gue bosen dengernya, mari kita belajar aja bentar lagi dosennya dateng." Gadis itu kembali fokus dengan apa yang ia baca.

Sedang Tamara masih tersenyum malu malu. Ia sedang asik dengan imajinasinya. Tak lama pintu diketuk munculah seorang laki laki paruh baya membawa buku tebal di tangannya. 

Mereka belajar kurang lebih satu setengah jam, setelah itu mahasiswa dan mahasiswi membubarkan diri dan bersiap pulang. Sisa Tamara dengan Renata yang terlalu santai merapihkan alat tulis mereka. 

"Ren abis ini lo mau kemana? Main yuk ke rumah gue? Free kan lo? Ga menerima alasan bucin ya. Bilang ke Farel lo mau ngerjain tugas, please. Ada yang mau gue omongin juga sih." Gadis itu memasang puppy eyesnya yang membuat siapa saja gemas ingin mengabulkan semua permintaanya. Renata berdecak kesal menatapnya. (Ck ni anak mulai lagi sial.)

"Iyee gue izin bentar. Tapi lo ga nyamperin Arga dulu?"

"Engga deh, rame males gue. Ntar gue chat aja." Mereka sudah selesai merapihkan semuanya. Lalu keduanya berjalan bersama menuju pintu. 

Gedung fakultas ilmu budaya terletak di samping gedung fakultas ekonomi, jadi Tamara mau tak mau harus melewati fakultas ekonomi untuk keluar dari gerbang kampus. Jalan nya ia percepat, menyamakan langkah Renata yang panjang (Maklum kaki tamara lebih mungil dari Renata.) Tetapi langkahnya tiba tiba terhenti. Ia mematung matanya terpaku pada apa yang ada di depannya. Ia melihat di ujung koridor ada Arga dan juga seorang wanita, terlihat dari almamaternya ia adalah mahasiswa yang berasal dari fakultas yang sama dengan Arga. Sepertinya adik tingkat.

Arga sedang mengunci wanita itu di tembok dan sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu. Wanita itu tersenyum lebar seperti tertawa. Entah apa yang membuatnya seperti itu. 

Tamara pov

Aku masih saja mematung beberapa menit, kaki ku terasa lemas. Tak terasa sebutir air mata jatuh melewati pipi ku. Baru kali ini aku melihat Arga seperti itu. Berbagai pikiran buruk muncul memenuhi isi kepala ku. Aku merasa dunia ku akan runtuh saat itu. Sayup sayup aku mendengar suara berisik yang ada di sekitar. Lalu pandanganku menggelap seketika. Aku tak sadarkan diri.

***

Terkadang seseorang yang sudah kamu percayakan atas hidupmu, malah semena mena menghancurkanmu. Mungkin itulah tanda bahwa kamu tidak mencintai dirimu sendiri, karena kamu tidak mempercayakan dirimu atas hidupmu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status